• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.5 Fungsi Manajemen

2.5.1 Perencanaan

Perencanaan program sendiri merupakan bagian yang sangat penting dalam manajemen pelatihan. Perencanaan atau yang bersal dari kata rencana yang memiliki arti pengambilan sebuah keputusan mengenai apa saja yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Dikemukakan Mujiman (2006) dan ditegaskan lagi oleh Sutarto (2013:31) bahwa perencanaan program pelatihan merupakan suatu kegiatan untuk merencanakan suatu program pelatihan secara keseluruhan sebelum dilaksanakannya suatu pelatihan. Saat kita akan merencanakan, tentu pola pikir kita diarahkan bagaimana agar tujuan tersebut dapat tercapai secara efektif dan efisien, (Sanjaya 2008). Jadi, proses sebuah perencanaan haruslah dimulai dengan penetapan tujuan yang akan dicapai, kemudian menetapkan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pencapaian tujuan. Perencanaan dalam sebuah program merupakan hal yang penting, karena dengan adanya perencanaan tujuan dari program menjadi terarah. Perencanaan dalam organisasi dapat mengantisipasi hambatan maupun peluang dalam pencapaian tujuan. Perencanaan memberikan sebuah pandangan atau gambaran mengenai tindakan apa saja yang akan dilakukan oleh organisasi sehingga menjadikan pelaksanaan program lebih efektif dan efisien.

2.5.1.1 Tahapan Perencanaan

Sutarto (2013:31) menyatakan komponen dalam sebuah perencanaan meliputi tujuan dari program, bahan belajar, metode yang digunakan dalam pembelajara, sarana dan prasarana, suber belajar atau tutor, peserta didik, sistem penilaian hasi belajar, waktu dan tempat kegiatan. Ditegaskan oleh Mujiman

(2006) namun terdapat beberapa tahapan yang tidak disebutkan diatas seperti menetapkan pengelola dan pembantu program pelatihan dan menghitung anggaran yang diperlukan. Jadi, langkah-langkah atau tahapan dalam sebuah perencanaan program pelatihan atau kursus secara umum yaitu:

2.5.1.1.1 Menetapkan Pengelola dan Staf Pembantu Program

Kemnaker (2017) menegaskan bahwa tenaga pelatihan merupakan seseorang yang memiliki tugas, wewenang, dan tanggung jawab dan kompetensi untuk menyelenggarakan, mengelola, dan mengembangkan pelatihan dilembaga yang membidangi pelatihan kerja. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 menyebutkan bahwa pengelola dalam sebuah kursus dan pelatihan memiliki peran yang sangat penting dalam memelihara keberlangsungan kegiatan pembelajaran yang ada dalam lembaga kursus dan pelatihan. Pengelola hendaknya memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai standar pengelola kursus dan pelatihan.

Kualifikasi pengelola suatu program pelatihan dan kursus yaitu minimal memiliki pendidikan tingkat SMA/MA/SMK sederajat, dan mempunyai pengalaman bekerja sekurang-kurangnya tiga tahun dalam lembaga kursus dan pelatihan. Mempunyai sertifikat pengelola kursus dan pelatihan yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan oleh Pemerintah. Sirodjuddin & Suparman (2013) menyatakan bahwa dalam menetapkan pengelola dan staf dalam sebuah pelatihan didasarikan pada surat keputusan yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja, dan pelaksana kegiatan program pelatihan yang di bantu oleh staf seksi sebagai staf pembantu program pelatihan. Kesimpulannya yaitu bahwa pengelola

merupakan seseorang yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pelatihan.

2.5.1.1.2 Menetapkan tujuan

Komponen tujuan ini memiliki fungsi yang amat penting dalam suatu program. Adanya tujuan, pasti ada sebuah langkah untuk mencapai tujuan tersebut (Sanjaya, 2008:121). Anugerah (2015) menyebutkan tujuan pelatihan dalam tiga domain, yaitu cognitive domain, adalah tujuan pelatihan yang berkaitan dengan meningkatkan pengetahuan peserta; affective domain, adalah tujuan pelatihan yang berkaitan dengan sikap dan tingkah laku; dan psychomotor domain yaitu tujuan pelatihan yang berkaitan dengan ketrampilan/skill peserta pelatihan. Menurut Pribadi (2014) tujan dalam program pelatihan menggambarkan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta pelatihan. Perlu dirumuskannya suatu tujuan karena dengan adanya rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektivitas keberhasilan proses pembelajaran. Tujuan dapat digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pelatihan

2.5.1.1.3 Menetapkan bahan ajar

Bahan ajar atau bahan pembelajaran dalam konteks pembelajaran merupakan salah satu komponen penting yang harus ada, bahan ajar ini merupakan komponen yang harus dikaji, dicermati, dipelajari dan dijadikan bahan materi yang akan dikuasai oleh peserta kursus dan dijadikan sebagai suatu pedoman. Hamalik (2005:67) menuliskan pengertian bahan ajar, bahwa bahan ajar adalah salah satu komponen yang penting dalam sistem pelatihan yakni sebagai sebuah penunjang proses pembelajaran, dan dapat menjadi motivasi belajar

peserta pelatihan. Bahan ajar memuat materi pelatihan yang menurut Sudjana (2007) yang merupakan sekumpulan keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai tertentu untuk mencapai tujuan pelatihan. Pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bahan ajar merupakan pedoman dalam pelatihan yang didalamnya memuat materi yang akan dipelajari untuk mencapai tujan pelatihan.

Bahan pembelajaran merupakan komponen isi pesan yang harus disampaikan kepada siswa (Wahyuningsih & Sucipto, 2016:40). Bahan ajar dalam suatu pelatihan merupakan sumber belajar bagi peserta didik berupa materi yang disampaikan oleh instruktur. Bahan ajar ini disusun oleh instruktur dan mengacu pada Standar Kurikulum Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan peserta pelatihan. SKKNI dalam pelatihan berbasis kompetensi diperlukan untuk memastikan kesesuaian kebutuhan ditempat kerja, SKKNI juga sebagai acuan dalam menyusun program, kurikulum, hingga modul-modul atau bahan ajar pelatihan dalam proses pelatihan, dan juga dalam LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) digunakan sebagai acuan penyusunan materi uji kompetensi.

2.5.1.1.4 Menetapkan metode-metode yang akan digunakan

Mujiman (2006) menyebutkan secara jelas metode-metode pembelajaran dalam pelatihan diantaranya seperti ceramah, demonstrasi, diskusi panel, diskusi kelompok, penugasan individu dan penugasan kelompok. Sutarto (2013:60) secara garis besar membagi metode pembelajaran dalam sebuah pelatihan menjadi dua, yaitu metode tatap muka dan metode non tatap muka. Metode tatap muka dapat dilakukan saat sedang berada didalam kelas seperti pembelajaran pendahuluan

klasikal dan metode non tatap muka berupa penugasan kelompok maupun individu. Metode yang digunakan dalam pelatihan dibuat lebih bebas agar peserta dapat mengembangkan minat dan bakatnya dalam pelatihan. Metode yang diterapkan untuk peserta perorangan teknik yang digunakan seperti tutorial, bimbingan, magang, dan lain sebagainya. Pembelajaran kelompok dapat menggunakan teknik ceramah, diskusi, curah pendapat, simulasi dan lain sebagainya. Sedangkan untuk pembelajaran komunitas teknik yang bisa digunakan adalah demonstrasi, komunikasi sosial, kontak sosial, dan lain sebagainya. Metode yang ditetapkan dalam sebuah pelatihan haruslah disesuaikan dengan pelatihan yang akan dilaksanakan.

2.5.1.1.5 Menetapkan media atau alat bantu pelatihan

Media sebagai sumber belajar dapat berupa manusia, benda, peristiwa yang memungkinkan peserta didik memperoleh bahan pembelajaran. Fungsi-fungsi media pembelajaran yaitu untuk menyederhanakan bahan ajar yang tidak mudah dipahami oleh peserta pelatihan seperti penggunaan grafik, gambar dan lain-lain. Menurut Sutarto (2013) media dapat berupa manusia, benda ataupun peristiwa sebagai sumber belajar. Media dapat memfokuskan pelatihan, peserta pelatihan dapat fokus terhadap inti pokok bahasan. Media yang digunakan dapat menjadikan materi lebih mudah diingat, dibandingkan dengan penyajian melalui ceramah atau kata-kata, penggunaan slide, model, film, diagram, poster maupun suara lebih mudah ditangkap oleh peserta pelatihan. Keberagaman penggunaan media pembelajaran akan mengurangi kebosanan dan kurangnya konsentrasi pada peserta pelatihan. Media sebagai alat bantu yang berfungsi membantu instruktur

dalam mencapai tujuan pembelajaran dan dapat menunjang kebutuhan dalam pelaksanaan pelatihan.

2.5.1.1.6 Menetapkan cara evaluasi

Penetapan cara evaluasi dilakukan dalam sebuah perencanaan. Penetapan ini dilakukan dengan menentukan apa saja yang akan menjadi sasaran evaluasi dan cara evaluasinya seperti apa. Evaluasi dalam sebuah pelatihan haruslah dirancang terlebih dahulu bersama dengan perancangan pelatihan (Utomo & Tehupeiory, 2014). Penetapan evaluasi disesuaikan dengan kebutuhan pelatihan. Evaluasi akhir ini dilaksanakan untuk mengetahui efektivitas pelatihan, seperti yang diungkapkan oleh Sutarto (2013:86) bahwa evaluasi akhir dilakukan untuk mengukur hasil efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan pelatihan. Menurut Mujiman (2006) bahwa evaluasi merupakan bagian dari program pelatihan sehingga evaluasi masuk dalam perencanaan program. Jadi untuk melaksanakan evaluasi, kita harus merencanakan terlebih dahulu evaluasi yang akan digunakan dalam pelatihan, aspek apa saja yang akan dievaluasi dalam penyelenggaraan pelatihan.

2.5.1.1.7 Menetapkan tempat dan waktu pelatihan

Menetapkan kapan dan dimana program pelatihan tersebut akan dilaksanakan. Tempat dan waktu pelaksanaan harus dirancang agar tidak terjadi tumbukan waktu maupun tempat pelaksanaan pelatihan yang satu dengan pelatihan yang lainnya. Santoso (2010:65) menjelaskan agar peserta pelatihan dapat berinteraksi dengan leluasa maka dalam pemilihan tempat pelatihan hendaknya didesain lebih dinamis dan menggunakan ruangan yang cukup luas.

Oktarina (2016) menegaskan bahwa waktu dan tempat pelatihan menentukan berhasil atau tidaknya pelaksanaan pendidikan dan latihan. Dengan ditetapkannya tempat pelaksanaan pelatihan yang sesuai, maka akan mendukung pencapaian pelaksanaan pelatihan yang tepat.

2.5.1.1.8 Menetapkan instruktur pelatihan

Pratama, Marjiono, & Indrianti, (2018:20) menuliskan bahwa dalam suatu pelatihan, instruktur merupakan orang yang memiliki keterlibatan secara langsung dan berinteraksi dengan peserta pelatihan, dalam pelatihan tersebut instruktur hendaknya berusaha mengoptimalkan pengajaran yang diberikan kepada peserta pelatihan. Pribadi (2014:128) menyebutkan karakter utama instruktur yang baik meliputi : (1) Instruktur selalu siap dalam melakukan sebuah presentasi; (2) Senang dalam menyajikan informasi; (3) bahan pelatihan yang digunakan senantiasa yang terbaik; (4) materi atau isi pelatihan yang di sampaikan hendaknya mampu menarik perhatian peserta pelatihan; (5) membantu peserta pelatihan dalam menguasai kompetensi pelatihan; (6) selalu menutup sesi pembelajaran dengan perasaan puas dalam hati peserta pelatihan. Instruktur selaku pendidik profesional yang memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik dalam sebuah kursus ataupun pelatihan dituntut untuk memiliki kompetensi dan kualifikasi minimum yang menjadi syarat pendidik dalam sebuah pelatihan.

Adapun standar kualifikasi akademik instruktur diantaranya :

(1) Kualifikasi instruktur pada kursus dan pelatihan berbasis keilmuan instruktur pada kursus dan pelatihan berbasis keilmuan harus memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana (S-1) atau Diploma Empat (D-IV)

yang diperoleh dari perguruan tinggi terakreditasi, sertifikat kompetensi keahlian dalam bidang yang relevan, dan sertifikat instruktur. Sertifikat kompetensi keahlian dikeluarkan atau diakui oleh perguruan tinggi penyelenggara program keahlian dan/atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah. Sertifikat instruktur diperoleh setelah calon instruktur mengikuti pelatihan dan lulus ujian kompetensi instruktur yang diselenggarakan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah.

(2) Kualifikasi instruktur pada kursus dan pelatihan bersifat teknis-praktis. Instruktur pada kursus dan pelatihan bersifat teknis-praktis harus memiliki kualifikasi akademik minimal lulusan SMA/SMK/MA/Paket C dengan pengalaman minimal 3 (tiga) tahun sebagai pendidik dalam bidangnya, dan memiliki sertifikat instruktur. Sertifikat Instruktur diperoleh setelah calon instruktur mengikuti pelatihan dan lulus ujian kompetensi instruktur yang diselenggarakan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah.

2.5.1.1.9 Menyusun rencana kegiatan dan jadwal

Santoso (2010:13) menyatakan dalam menentukan alokasi waktu harus sesuai dengan kebutuhan dan didasarkan pada skala prioritas. Materi atau topik yang menjadi prioritas akan mendapatkan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan topik atau materi yang lainnya. Menurut Sudjana (2007) bahwa dalam menyusun jadwal pelatihan, didalamnya memuat hari pelaksanaan, waktu yang digunakan, kegiatan yang dilakukan dan tempat pelaksanaan kegiatan. Jadi jadwal pelatihan yaitu kegiatan untuk mendeskripsikan berbagai penjelasan yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas atau disampaikan dalam

beberapa kali pertemuan, dan kegiatan apa saja yang akan dilakukan. Waktu yang digunakan pun hendaknya efektif selama pelatihan berlangsung agar pemaparan dan pelatihan yang diberikan oleh instruktur dipahami secara maksimal oleh peserta pelatihan.

2.5.1.1.10 Menghitung anggaran yang dibutuhkan

Anggaran sangat penting dalam sebuah pelatihan guna mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam pelatihan tersebut. Anggaran sendiri memiliki arti suatu rencana yang telah disusun secara sistematis dalam bentuk angka yang meliputi kegiatan yang akan dilaksanakan. Abduh (2016:368) menuliskan bahwa terdapat proses penentuan prioritas dan penilaian kebutuhan dalam sebuah perencanaan anggaran. Menurut Almareza (2016) merencanakan suatu anggaran merupakan hal yang penting dalam sebuah kegiatan pelaksanaan program demi kelancaran pelaksanaan program. Perencanaan anggaran diantaranya yaitu merumuskan tujuan dan sasaran pelatihan, merancang program dan kegiatan dan sumber pembiayaannya, mengalokasikan berbagai sumber daya dalam program yang sudah disusun, dan membuat indikator hasil kerja dan mengukur sejauh mana strategi organisasi tersebut tercapai. Dengan adanya anggaran, maka akan menunjang keperluan selama pelaksanaan pelatihan dan bisa berjalan sesuai perencanaan yang telah dibuat.

2.5.1.2 Tujuan Perencanaan

Aryanto (2013:27-29) menuliskan tujuan perencanana menurut Stephen Robbins dan Mary Clouter, yaitu :

(1) Perencanaan ini memberi arahan dan petunjuk bagi pengelola dan anggota organisasi tersebut. Pengelola dan anggota dapat mengetahun apa saja yang harus mereka capai, bagaimana cara untuk mencapainya, langkah apa yang harus dilakukan, apa saja peralatan yang dipakai, bekerjasama dengan siapa, dan bagaimana cara mencapai tujuan dari organisasi tersebut.

(2) Perencanaan dapat mengurangi ketidakpastian dimasa yang akan datang. Perencanaan harus dibuat dengan melihat jauh kedepan, memperkirakan dampak dan perubahan agar meminimalisir ketidakpastian yang akan terjadi.

(3) Meminimalisir pemborosan dalam segi waktu,biaya maupun energi sehingga pelaksanaannya lebih efektif dan efisien.

(4) Menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam proses pengendalian dan pengevaluasian dengan membandingkan rencana dengan pelaksanaan dan hasil kerja yang ada.

2.5.1.3 Manfaat Perencanaan

Beberapa manfaat perencanaan menurut Hanafi (2008) adalah :

(1) Untuk memberi arah suatu kegiatan dalam organisasi yang meliputi penggunaan sumber daya dan penggunaannya untuk mencapai tujuan organisasi.

(2) Untuk memantapkan konsistensi kegiatan para anggota organisasi agar sesuai dengan tujuan organisasi.

(3) Memonitor kemajuan organisasi, apabila kegiatan tidak sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan, maka dapat dilakukan yang erat kaitannya

dengan kegiatan pengendalian. Pengendalian memerlukan perencanaan dan perencanaan bermanfaat bagi pengendalian.

Dokumen terkait