• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PROGRAM PELATIHAN MENJAHIT PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI UPTD BALAI LATIHAN KERJA DISNAKER KOTA SEMARANG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAJEMEN PROGRAM PELATIHAN MENJAHIT PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI UPTD BALAI LATIHAN KERJA DISNAKER KOTA SEMARANG SKRIPSI"

Copied!
287
0
0

Teks penuh

(1)

MASA PANDEMI COVID-19 DI UPTD BALAI LATIHAN

KERJA DISNAKER KOTA SEMARANG

SKRIPSI

Disajikan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Sekolah

oleh

Citra Dwi Kristanti 1201416029

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

Tidak ada manajemen waktu, bagaimanapun 1 hari adalah 24 jam. Yang ada adalah manajemen diri.

PERSEMBAHAN :

Saya persembahkan karya tulis ini teruntuk :

1. Allah SWT yang telah memberi kesehatan, kemudahan, dan kekuatan dalam menyelesaikan karya tulis ini.

2. Kedua orangtua saya Bapak Warsono dan Ibu Yayu Winasih yang selalu memberi semangat dan kasih sayang.

3. Bapak Prof. Dr Tri Joko Raharjo, M.Pd selaku dosen pembimbing, terimakasih atas bimbingan dan dukungan kepada saya dalam menyelesaikan karya tulis ini.

4. Kepada seluruh dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberi ilmu sebagai bekal penyusunan karya tulis ini dan membantu untuk berkonsultasi.

5. Teman-teman angkatan 2016 Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.

6. Segenap phiak yang sudah ikut serta membantu dalam menyelesaikan penulisan karya tulis ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. 7. Almamaterku, Universitas Negeri Semarang.

(5)

v

PRAKATA

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Program Pelatihan Menjahit pada Masa Pandemi Covid-19 di UPTD Balai Latihan Kerja Disnaker Kota Semarang” yang disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Luar Sekolah di Universitas Negeri Semarang tanpa halangan suatu apapun.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah membantu. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Fathur Rokhman, M.Hum selaku Rektor Universitas Negeri Semarang

2. Dr. Edy Purwanto, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan

3. Dr. Mintarsih Arbarini, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah di Universitas Negeri Semarang

4. Prof. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd , dosen pembimbing yang telah memberi arahan dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi 5. Pak Hendro dari Disnaker Kota Semarang yang telah membantu dalam

perijinan penelitian.

6. Ibu Augus Tineke Ka BLK Kota Semarang, dan Ibu Dina Nurani Ka Subbag TU yang sangat membantu dalam memperoleh informasi penelitian.

(6)

vi

7. Staf UPTD BLK Kota Semarang, instruktur pelatihan, peserta pelatihan pembuatan masker yang bersedia menjadi narasumber

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan peneliti, skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membuat skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Penulis berharap semoga dengan adanya skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pembaca. Terima kasih.

(7)

vii

ABSTRAK

Kristanti, Citra Dwi. 2020. Manajemen Program Pelatihan Menjahit pada Masa Pandemi Covid-19 di UPTD Balai Latihan Kerja Disnaker Kota Semarang. Skripsi. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : Prof. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd

Kata Kunci : Balai Latihan Kerja, Manajemen, Menjahit, Pelatihan

UPTD BLK Disnaker Kota Semarang merupakan unit pelaksana teknis dari Disnaker Kota Semarang yang melaksanakan pelatihan kerja. Pelatihan kerja dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan industri dan menciptakan tenaga kerja yang kompeten dibidangnya melalui pelatihan berbasis kompetensi. Tahun 2020 ditengah pandemi Covid-19 UPTD BLK Disnaker Kota Semarang melaksanakan program pelatihan tanggap Covid-19 salah satunya pelatihan menjahit yang difokuskan pada pelatihan pembuatan masker. Penelitian ini bertujuan untuk mendekripsikan manajemen program pelatihan menjahit meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi pelatihan serta faktor pendukung pelatihan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan subjek penelitian meliputi pengelola, staf, instruktur, dan peserta pelatihan yang berkontribusi terhadap manajemen program pelatihan menjahit. Informan utama dalam penelitian ini adalah pengelola dan staf, serta informan pendukung yaitu peserta yang mengikuti pelatihan menjahit. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan metode dengan teknik analisis data menggunakan pengumpulan data, reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan.

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa manajemen program pelatihan menjahit di UPTD Disnaker Kota Semarang ada lima tahapan yaitu perencanaan dengan identifikasi dan penyusunan jadwal pelaksanaan melalui matrik pelatihan, pengorganisasian dengan mempersiapkan pengelola dan fasilitas pelatihan, pelaksanaan rekrutmen melalui tes tertulis, dan pembelajaran berpedoman pada buku informasi, monitoring dan evaluasi dilaksanakan selama pelatihan dan setelah pelatihan selesai dengan pemantauan secara online, evaluasi dilaksanakan oleh BLK dengan standar yang ditetapkan oleh BBPLK Semarang berkaitan dengan materi, sarana prasarana dan instruktur. Faktor pendukung ketercapaian tujuan pelatihan ini yaitu mampu memenuhi target pelatihan pembuatan 2000 masker, dan beberapa peserta sudah menerima pesanan masker meski mereka masih dalam tahap pelatihan, hal tersebut tentunya didukung dengan manajemen pelatihan yang baik.

Simpulan dari penelitian ini yaitu tahapan manajemen program pelatihan menjahit (pembuatan masker) dilaksanakan secara tatap muka dengan mematuhi protokol kesehatan, dan secara online dalam tahap monev sebagai ajang sharing. Berdasarkan hasil penelitian, saran dari peneliti yaitu mengenai penyebaran informasi pelatihan lebih diperluas, penilaian peserta secara tertulis agar diperoleh data kemajuan peserta, dan penyaluran kerja atau pembentukan kelompok usaha oleh BLK untuk menyalurkan keterampilan peserta.

(8)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 9 1.3 Tujuan Penelitian ... 9 1.4 Manfaat Penelitian ... 10 1.4.1 Manfaat Teoritis ... 10 1.4.2 Manfaat Praktis ... 10 1.5 Penegasan Istilah ... 10 1.5.1 Manajemen ... 10 1.5.2 Pelatihan ... 11 1.5.3 Menjahit ... 11 1.5.4 Pandemi Covid-19 ... 12

1.5.5 Balai Latihan Kerja ... 12

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1 Pelatihan ... 13

2.3.1 Model Pelatihan ... 14

2.3.2 Fungsi Pelatihan ... 14

2.3.3 Tujuan Pelatihan... 14

2.2 Manajemen ... 13

2.3 Manajemen Sumber Daya Manusia ... 17

(9)

ix 2.5 Fungsi Manajemen ... 20 2.5.1 Perencanaan... 21 2.5.1.1 Tahap Perencanaan ... 21 2.5.1.2 Tujuan Perencanaan ... 29 2.5.1.3 Manfaat Perencanaan ... 30 2.5.2 Pengorganisasian ... 31 2.5.3 Pelaksanaan ... 32

2.5.3.1 Rekruitmen Peserta Pelatihan ... 33

2.5.3.2 Pelaksanaan Pelatihan ... 33

2.5.3.3 Penilaian Peserta Pelatihan ... 35

2.5.4 Pengawasan ... 35

2.5.5 Evaluasi ... 36

2.6 Pelatihan Menjahit ... 39

2.7 Penelitian Terdahulu ... 41

2.8 Kerangka Berpikir ... 43

BAB 3 METODE PENELITIAN... 46

3.1 Pendekatan Penelitian ... 46

3.2 Lokasi Penelitian ... 47

3.3 Fokus Penelitian ... 47

3.4 Sumber Data Penelitian ... 48

3.4.1 Sumber Data Primer ... 49

3.4.1.1 Subyek ... 49

3.4.1.2 Informan ... 49

3.4.2 Sumber Data Sekunder ... 50

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.5.1 Wawancara ... 50

3.5.2 Observasi ... 51

3.5.3 Studi Dokumentasi ... 51

3.6 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 52

3.6.1 Triangulasi Sumber ... 53

3.6.2 Triangulasi Metode ... 53

3.7 Teknik Analisis Data ... 54

3.7.1 Reduksi Data ... 54

(10)

x

3.7.3 Penarikan Kesimpulan ... 56

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 57

4.1 Gambaran Umum ... 57

4.1.1 UPTD BLK Disnaker Kota Semarang ... 57

4.1.2 Struktur Organisasi ... 59

4.1.3 Visi dan Misi ... 60

4.1.4 Tugas dan Fungsi UPTD BLK Disnaker Kota Semarang ... 61

4.1.5 Pelatihan Menjahit (Pembuatan Masker) ... 61

4.1.6 Identitas Informan Dan Subyek Penelitian ... 64

4.1.7 Deskripsi Hasil Penelitian ... 65

4.1.7.1 Manajemen Program PelatihanMenjahit ... 66

4.1.7.2 Faktor Pendukung Pelatihan Menjahit ... 98

4.2 Hasil Pembahasan ... 100

4.2.1 Manajemen Program Pelatihan Menjahit (Pembuatan Masker) ... 100

4.2.1.1 Perencanaan ... 100

4.2.1.2 Pengorganisasian ... 108

4.2.1.3 Pelaksanaan ... 14

4.2.1.4 Pengawasan ... 14

4.2.1.5 Evaluasi ... 14

4.2.2 Faktor Pendukung Pelatihan Menjahit (Pembuatan Masker)... 117

BAB 5 PENUTUP ... 119

5.1 Simpulan ... 119

5.1 Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 121

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Triangulasi Sumber ... 53

Gambar 3.2 Triangulasi Teknik/Metode ... 53

Gambar 3.3 Komponen Analisis Data ... 56

Gambar 4.1 Tempat Pelatihan ... 71

Gambar 4.2 Daftar Bahan Pelatihan ... 73

Gambar 4.3 Media/Alat Bantu Pelatihan ... 75

Gambar 4.4 Matrik Kegiatan Pelatihan ... 77

Gambar 4.5 Buku Informasi ... 86

Gambar 4.6 Formulir Evaluasi ... 96

(12)

xii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Model Rancangan Bangun Pelatihan ... 20

Bagan 2.2 Kerangka Berpikir ... 45

Bagan 4.1 Struktur Organisasi UPTD BLK Disnaker Kota Semarang ... 60

Bagan 4.2 Perencanaan Pelatihan Pembuatan Makser ... 79

Bagan 4.3 Pengorganisasian Pelatihan Pembuatan Makser ... 83

Bagan 4.4 Proses Rekruitmen Peserta Pelatihan ... 85

Bagan 4.5 Pelaksanaan Pelatihan Pembuatan Makser ... 91

Bagan 4.6 Pengawasan Pelatihan Pembuatan Makser ... 94

Bagan 4.7 Evaluasi Pelatihan Pelatihan Pembuatan Makser ... 97

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Workshop Pelatihan ... 59

Tabel 4.2 Daftar Peserta Pelatihan ... 63

Tabel 4.3 Subyek Penelitian ... 64

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SK Dosen Pembimbing ... 130

Lampiran 2 Surat Ijin Observasi ... 131

Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian ... 133

Lampiran 4 Surat Selesai Penelitian ... 134

Lampiran 5 Kisi-Kisi Pedoman Observasi ... 135

Lampiran 6 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ... 137

Lampiran 7 Pedoman Wawancara ... 141

Lampiran 8 Kisi-Kisi Pedoman Dokumentasi ... 159

Lampiran 9 Hasil Observasi ... 160

Lampiran 10 Catatan Lapangan ... 163

Lampiran 11 Hasil Wawancara ... 172

Lampiran 12 Analisis Data ... 234

Lampiran 13 Hasil Dokumentasi ... 262

(15)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan menjadi aspek yang penting dalam kehidupan manusia karena pada hakekatnya manusia diciptakan dengan akal. Menurut Muhardi (2004:479) Secara umum, pendidikan merupakan sebuah usaha sadar manusia untuk mengembangkan potensinya agar memiliki pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, kepribadian, pengendalian diri, dan juga keterampilan yang dibutuhkan dalam masyarakat. Wisarja & Sudarsana (2017:290) menyatakan bahwa ukuran suatu bangsa maju atau tidak yaitu dilihat dari kualitas pendidikan bangsa itu sediri, kualitas pendidikan pada suatu bangsa dapat menentukan bangsa itu akan maju atau tertinggal, yaitu dengan semakin majunya tingkat pendidikan suatu bangsa maka secara tidak langsung bangsa tersebut juga akan maju melalui usaha sadar yang dilakukan dalam mengembangkan pengetahuan masyarakat.

Pendidikan nonformal menurut Suprijanto (2007) merupakan pendidikan diluar sistem persekolahan, biasanya tidak berjenjang, dan tidak ketat ketentuan-ketentuannya. Sudarsana (2017:43) mengungkapkan bahwa pendidikan nonformal merupakan investasi penting bagi anak, tugas lain dari pendidikan nonformal yakni sebagai pendidikan tambahan untuk keterbatasan materi yang disampaikan dalam pendidikan formal, seperti bimbel. Pendidikan nonformal juga sebagai pengganti bagi mereka yang belum pernah merasakan bangku sekolah atau yang belum menyelesaikan pendidikan formal. Pendidikan nonformal menjadi pengganti yang dikenal dengan pendidikan kesetaraan seperti

(16)

kejar paket A, B, dan C. Sudarsana (2015:6) mengemukakan bahwa dengan adanya pendidikan nonformal dapat lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan kualitas hidup manusia baik strata ekonomi sosial dan strata pendidikan. Pendidikan nonformal merupakan sistem pendidikan diluar pendidikan formal yang memiliki tugas sebagai pelengkap dan pengganti pendidikan formal.

Franita (2016:89) menyatakan bahwa Indonesia ini merupakan sebuah negara yang memiliki sumber daya manusia yang banyak, namun sumber daya manusia yang banyak tidak menjamin memiliki sumber daya manusia yang kompeten. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik 2020 mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2019 mencapai angka 71,92 dalam beberapa dimensi salah satunya dalam dimensi pengetahuan yakni rata-rata lama sekolah masyarakat usia 25 tahun keatas mencapai 8,34 tahun. Pertumbuhan yang positif ini merupakan modal yang penting dalam pembangunan kualitas SDM di Indonesia.

BPS menyatakan jumlah angkatan kerja pada Februari 2020 meningkat sebanyak 137,19 juta orang dibandingkan dengan Februari 2019 yang naik 1,73 juta orang, hal ini berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran sebanyak 60 ribu orang dalam setahun terakhir. Mulyadi (2016:222) menyatakan bahwa pengangguran berdampak pada berkurangnya pendapatan masyarakat. Sudarsana (2017:28) menegaskan bahwa kemiskinan salah satunya disebabkan oleh pengengguran dengan kurangnya lahan produktif sebagai sumber penghasilan masyarakat tersebut. Sedikitnya angkatan kerja yang berkompeten menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya pengangguran. Pandemi Covid-19

(17)

menyebabka angka pengangguran semakin meningkat dikarenakan banyaknya korban PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari tempat kerjanya demi meminimalisir penyebaran virus corona. Pengangguran menyebabkan kemiskinan karena masyarakat tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pengangguran juga disebabkan karena kurangnya kemampuan masyarakat dan minimnya lahan sumber pernghasilan masyarakat, hal tersebut dapat mengurangi tingkat kesejahteraan dan dapat menyebabkan meningkatnya peluang masyarakat dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.

Pendidikan nonformal digunakan oleh pemerintah sebagai salah satu upaya pengentasan kemiskinan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2006 Pasal 26 ayat 3 dan 4 :

“(3) Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. (4) Satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis.” Prahara (2017) menuliskan bahwa pemerintah tengah mengupayakan berbagai hal dalam mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia salah satunya melalui pendidikan nonformal. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 26 ayat 5 menyatakan bahwa salah satu upaya pemerintah dalam menekan angka pengangguran dengan menyelenggarakan program pelatihan untuk memfasilitasi masyarakat agar memiliki keterampilan, pengetahuan, kecakapan hidup, sebagai bekal bagi

(18)

masyarakat untuk lebih mandiri dengan wirausaha, atau pun untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi lagi. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 Pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa BLK merupakan tempat penyelenggaraan pelatihan untuk menguasai suatu jenis kompetensi kerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

BLK yang dinaungi Kemnaker merupakan sebuah upaya dalam meningkatkan dan membangun sumberdaya manusia yang berkualitas. Mahdiyah, menuliskan bahwa BLK hingga tahun 2019 ini berjumlah 303 unit yang tersebar diseluruh Indonesia, yang terdiri dari BLK Unit Pelaksana Teknik Pusat (UPTP) yang berjumlah 19 BLK dan BLK Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) sebanyak 284 BLK milik pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, yang seluruhnya bisa menampung 275 ribu peserta. Tindage (2019:132) manyatakan bahwa seperti tujuan yang telah dirumuskan, maka BLK diharapkan bisa mendorong kesempatan kerja dan juga terciptanya peluang-peluang kerja. Arini & Maesaroh (2019:187) bahwa BLK memiliki peran dalam mengembangkan mutu, produktivitas dan kualitas angkatan kerja. Pemerintah melakukan upaya melalui jalur pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah dalam mengurangi pengangguran dan meningkatkan kompetensi masyarakat terwujudkan melalui program-program penddikan masyarakat. Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja menjadi upaya dalam mengurangi pengangguran dan kemiskinan yang salah satunya melalui BLK.

(19)

Peningkatan kompetensi masyarakat melalui BLK dilaksanakan dalam bentuk pelatihan. Pelatihan merupakan bagian dari sebuah pendidikan yang didalamnya terdapat proses memahami, mendalami, menata ulang sikap, dan mempraktikkan bidang latih tertentu yang menyankut pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan cara menekankan pada penambahan ataupun penguasaan suatu kompetensi (Sutarto, 2013). Elyadi & Wardoyo (2018:151) menyatakan bahwasannya hasil dari sebuah pelatihan yang diberikan dapat digunakan sebagai perbaikan jenjang karier pekerjaan maupun sarana untuk pengembangan diri. Wardhani, Sumartono, & Makmur (2015:22) menuliskan bahwa pelatihan merupakan salah satu cara dala memberikan dan meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan berdasarkan pernyataan adalah suatu bentuk pendidikan dengan memberikan sebuah keterampilan kepada peserta pelatihan sebagai bekal dalam melakukan suatu pekerjaan maupun pengembangan diri.

Tujuan pelatihan dapat tercapai dengan baik dikarenakan adanya pengelolaan yang tepat. Menurut Wulandari & Ilyas (2015:109) program jenis apapun perlu adanya pengelolaan atau manajemen yang baik, begitu juga dengan program pelatihan BLK. Sudjana (2000:17) menyatakan bahwa manajemen atau pengelolaan adalah suatu kemampuan dan keterampilan khusus untuk melakukan kegiatan bersama dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Jannana & Suryono (2017:92) juga menegaskan bahwa adanya manajemen kegiatan yang baik akan menjadikan keberhasilan suatu program. Manajemen program yang baik ini

(20)

diperlukan dalam pencapaian tujuan program dan tentunya didukung oleh sumber daya manusia yang mampu mengelola program itu dengan baik.

Mujiman (2006) menyatakan bahwa manajemen pelatihan merupakan pengelolaan pelatihan yang didalamnya menyangkut aspek pengidentifikasian kebutuhan suatu pelatihan, perencanaan desain pelatihan, penetapan metodologi pelatihan, penyusunan bahan pelatihan, pelaksanaan pelatihan, evaluasi pelatihan, dan penetapan tindak lanjut pelatihan. Aspek yang telah disebutkan merupakan manajemen yang biasa dilaksanakan dalam sebuah pelatihan. Secara formal manajemen memiliki arti sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan atau pengarahan, dan pengendalian dalam mencapai tujuan organisasi (Aryanto, 2013:3). Manajemen dalam sebuah pelatihan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pelaihan dengan mendayagunakan SDM (Sumber Daya Manusia) dalam organisasi itu sendiri.

Sari (2017:37) menuliskan pendapat Sutisna mengenai manajemen yang merupakan proses pencapaian tujuan bersama dengan mengerjakan fungsi-fungsi yang meliputi perencanaan, organisasi, koordinasi, pengawasan, penyelenggaraan, dan pelayanan. Menurut Ulfatin & Triwiyanto (2016) bahwa fungsi manajemen secara manajerial adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Manajemen pelatihan secara umum meliputi beberapa tahapan, dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan sampai evaluasi pelatihan yang dilakukan untuk mencapai tujuan pelatihan.

UPTD BLK Disnaker Kota Semarang adalah sebuah lembaga pelatihan dibawah Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Semarang. Pemerintah Daerah Kota

(21)

Semarang berupaya meningkatkan kompetensi masyarakat Kota Semarang dengan mendirikan BLK melalui Peraturan Walikota Semarang No 65 Tahun 2008. UPTD BLK mempunyai tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional Disnaker dibidang pelatihan keterampilan kerja. Fungsi dari UPTD BLK Disnaker Kota Semarang ini yaitu merumuskan kebijakan teknis dibidang pelatihan ketrampilan kerja, menyusun rencana program dan rencana kerja anggaran dibidang pelatihan ketrampilan kerja, mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dibidang pelatihan ketrampilan kerja.

Pelatihan menjahit merupakan program pelatihan yang dilaksanakan di UPTD BLK Disnaker Kota Semarang dengan fokus pelatihan pembuatan masker. Pelatihan ini dilaksanakan sebagai modal bekerja ataupun usaha ditengah pandemi Covid-19. Ramadani & Novrita (2019:205) menyatakan bahwa mejahit merupakan kegiatan menyambung kain, bulu ataupun bahan lain yang bisa dilewati jarum dan benang. Menjahit masker berarti menyambung kain yang telah dipotong sesuai pola agar menjadi masker utuh. Kalsum (2019:625) menuliskan bahwa masker merupakan alat pelindung dari polusi udara dan menjaga penggunanya dari masalah kesehatan. Lestari (2020:40) memaparkan bahwa dalam kondisi pandemi Covid-19, pemakaian masker telah diwajibkan oleh pemerintah untuk menekan penyebaran virus, tingginya kebutuha masker menyebabkan kelangkaan dan kekurangan masker dipasaran. Masker merupakan sebuah alat perlindungan pernafasan yang digunakan untuk melindungi pemakainya dari menghirup zat-zat berbahaya maupun penyakit menular yang ditularkan melalui udara (Wibowo, 2017:10). Pengembangan kualitas maupun

(22)

pendayagunaan sumber daya manusia diperlukan untuk memproduksi masker dalam memenuhi kebutuhan masker bagi masyarakat, juga sebagai bekal keterampilan untuk membuat sebuah usaha bagi peserta pelatihan.

Pandemi Covid-19 menyebabkan pelatihan di BLK yang telah direncanakan pada awal tahun terpaksa dihentikan. Anggaran pelatihan yang telah direncanakan juga dialihkan untuk membantu mengurangi dampak Covid-19. Pemerintah berupaya tetap melaksanakan pelatihan meskipun ditengah pandemi 19 dengan refocusing anggaran pelatihan menjadi pelatihan tanggap Covid-19. BLK juga merencanakan ulang untuk melaksanakan pelatihan alternatif yang diupayakan oleh pemerintah. Pelatihan di UPTD BLK Disnaker Kota Semarang yang awalnya bersifat global kini dialihkan menjadi pelatihan alternatif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan pelaksanaan pelatihan pembuatan masker dan memasak. Pelatihan yang dilaksanakan ditengah pandemi Covid-19 harus mematuhi protokol kesehatan untuk menekan penyebaran virus selama pelatihan meliputi mencuci tangan dengan sabun, menggunakan hand sanitizer, pengecekan suhu tubuh, mengenakan masker, dan menerapkan physical distancing. Pembatasan dalam penyelenggaraan pelatihan ini berpengaruh terhadap proses manajemen pelatihan di UPTD BLK Disnaker Kota Semarang. Manajemen pelatihan yang seharusnya dapat dilakukan secara leluasa kini harus dilaksanakan dengan batasan-batasan dengan mematuhi protokol kesehatan.

Pelatihan pembuatan masker dilaksanakan dalam waktu yang lebih singkat jika dibandingkan dengan pelatihan pada umumnya yang dilaksanakan di BLK ini. Pelatihan pembuatan masker juga merupakan program yang pertama kali

(23)

dilaksanakan di BLK, selain itu dalam pelatihan ini tidak dilakukan uji kompetensi seperti yang biasa dilakukan pada program pelatihan di BLK. Peserta yang menguasai unit kompetensi pada buku informasi dianggap sudah lolos dan layak mendapatkan sertifikat pelatihan. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam lagi manajemen program pelatihan menjahit yang dilaksanakan di UPTD BLK Disnaker Kota Semarang dimasa pandemi Covid-19 yang berjudul “Manajemen Program Pelatihan Menjahit pada Masa Pandemi Covid-19 di UPTD Balai Latihan Kerja Disnaker Kota Semarang”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dirumuskan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu :

1.2.1 Bagaimana Manajemen Program Pelatihan Menjahit pada Masa Pandemi Covid-19 di UPTD Balai Latihan Kerja Disnaker Kota Semarang?

1.2.2 Apa Faktor Pendukung dalam Manajemen Program Pelatihan Menjahit pada Masa Pandemi Covid-19 di UPTD Balai Latihan Kerja Disnaker Kota Semarang?

1.3 Tujuan Penelitian

1.1.1 Untuk Mendeskripsikan Manajemen Program Pelatihan Menjahit pada Masa Pandemi Covid-19 di UPTD Balai Latihan Kerja Disnaker Kota Semarang

1.1.2 Untuk Mendeskripsikan Faktor Pendukung dari Manajemen Program Pelatihan Menjahit pada Masa Pandemi Covid-19 di UPTD Balai Latihan Kerja Disnaker Kota Semarang

(24)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa memberi manfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Pendidikan Nonformal yang didalamnya memuat tentang manajemen program pelatihan menjahit. Disamping itu, hasil penelitian ini bagi penelitian selanjutnya bisa menjadi sebuah referensi yang terkait dengan manajemen program pelatihan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Bagi lembaga terkait, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya dalam meningkatkan pengetahuan di UPTD BLK Disnaker Kota Semarang. Bagi penulis, penelitian ini dapat menjadi sebuah pengalaman dalam melakukan penelitian khususnya tentang proses Manajemen Program Pelatihan Menjahit pada Masa Pandemi Covid-19 di UPTD Balai Latihan Kerja Disnaker Kota Semarang.

1.5 Penegasan Istilah

1.5.1 Manajemen

Menurut Umam (2012) manajemen secara umum memiliki arti sebuah kegiatan untuk mencapai tujuan maupun sasaran yang sudah ditentukan dengan menggunakan SDM. Sudjana (2000) menyatakan bahwa manajemen atau pengelolaan adalah suatu kemampuan dan keterampilan khusus untuk melakukan kegiatan bersama dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Manajemen yang

(25)

akan dibahas disini yaitu manajemen pelatihan meliputi beberapa tahapan, dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan sampai evaluasi pelatihan untuk mencapai tujuan pelatihan.

1.5.2 Pelatihan

Pelatihan merupakan bagian dari sebuah pendidikan yang didalamnya terdapat proses memahami, mendalami, menata ulang sikap, dan mempraktikkan bidang latih tertentu yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan cara menekankan pada penambahan ataupun penguasaan suatu kompetensi (Sutarto, 2013). Penyelenggaraan kursus atau pelatihan diharapkan agar warga masyarakat dapat mengembangkan dirinya untuk memiliki keterampilan hidup.

1.5.3 Menjahit

Menjahit merupakan proses menyambung kain, bulu, kulit hewan, atau bahan lain yang bisa dimasuki benang dan jarum. Menjahit dalam pelatihan ini difokuskan ke pelatihan pembuatan masker, yaitu membuat masker dari pembuatan pola, memotong,dan menyatukan dengan cara dijahit menggunakan mesin jahit. Masker disini merupakan bagian dari alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi dari polusi, debu, maupun partikel lain yang masuk kedalam tubuh melalui mulut dan hidung (Dewi & Utami, 2020:34). Masker sesuai dengan standar kesehatan dua lapis. Masker dibuat dengan bahan kain yang dipotong dan dijahit sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.

(26)

1.5.4 Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 merupakan peristiwa penyebaran penyatik koronavirus 19 atau Covid-19. Penyakit ini disebabkan SARS-CoV-2. Virus diduga menyebar antar manusia melalui percikan pernapasan (droplet) yang dihasilkan selama batuk. Selain itu, virus juga menyebar akibat menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi dan kemudian menyentuh wajah seseorang. Pandemi ini telah menyebabkan gangguan sosioekonomi global.

1.5.5 Balai Latihan Kerja

Balai Latihan Kerja (BLK) yang dinaungi Kementerian Ketenagakerjaan merupakan sebuah upaya dalam meningkatkan dan membangun sumberdaya manusia yang berkualitas. BLK merupakan tempat untuk melaksanakan program pelatihan yang disediakan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

(27)

13

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pelatihan

Menurut Sutarto (2013) pelatihan merupakan bagian dari sebuah pendidikan yang didalamnya terdapat proses memahami, mendalami, menata ulang sikap, dan mempraktikkan bidang latih tertentu yang menyangkut pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan cara menekankan pada penambahan ataupun penguasaan suatu kompetensi. Kamil (2010:3) menuliskan bahwa istilah pelatihan merupakan terjemahan dari kata training atau train yang berarti (1) memberi pelajaran dan praktik, (2) menjadikan berkembang ke arah yang dikehendaki, (3) persiapan, (4) praktik. Disimpulkan bahwa pelatihan adalah kegiatan praktik dengan pembelajaran yang dilakukan untuk berkembang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan, dengan bertujuan agar warga masyarakat dapat mengembangkan dirinya untuk memiliki keterampilan hidup. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 26 ayat 5 yang menyebutkan :

“Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi”.

Pelatihan secara umum dapat disimpulkan, yaitu merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menambah pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang yang dijadikan bekal untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Pelatihan lebih ditekankan kepada penguasaan keterampilan oleh peserta untuk meningkatkan

(28)

kompetensi agar mampu bersaing didunia kerja maupun sebagai modal usaha mandiri.

2.1.1 Model Pelatihan

Terdapat berbagai model pelatihan sebagai kegiatan pendidikan luar sekolah. model-model itu terutama dilihat dari tujuan pelatihan yang kemudian menentukan proses pelatihan. setiap model memiliki karakteristik tersendiri serta keunggulan dan kelemahan masing-masing. pemilihan suatu model pelatihan terutama didasarkan pada kebutuhan di satu pihak dan potensi atau peluang yang dimiliki di pihak lain. model model pelatihan dalam pendidikan luar sekolah diantaranya: model magang atau pemagangan, model internship, model pelatihan kerja, model pelatihan kewirausahaan, model pelatihan keaksaraan, dan model pelatihan manajemen peningkatan mutu, (Kamil, 2010:35-36).

2.1.2 Fungsi Pelatihan

Menurut Sutarto (2013:7-8) bagi organisasi sedikitnya terdapat 7 fungsi yaitu : 1. Peningkatan produktivitas kerja organisasi sebagai keseluruhan untuk

mencapai sasaran yang telah ditetapkan serta lancarnya koordinasi sehingga organisasi bergerak sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh.

2. Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dengan bawahan 3. Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat

4. Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi

5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang partisipatif

(29)

6. Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif

7. Penyelesaian konflik secara fungsional yang dampaknya adalah tumbuh suburnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan di kalangan para anggota organisasi

2.1.3 Tujuan Pelatihan

Menurut Marzuki (1992:12) terdapat tiga tujuan pokok dari sebuah pelatihan, yaitu : (1) memenuhi kebutuhan organisasi; (2) memperoleh pengertian dan pemahaman yang lengkap tentang pekerjaan dengan standar dan kecepatan yang telah ditetapkan dan dalam keadaan yang normal serta aman; (3) dan membantu para pemimpin organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Kamil (2010:10) menuliskan tujuan pelatihan menurut beberapa ahli, Moekijat (1981) mengatakan bahwa tujuan umum dari sebuah peatihan adalah untuk mengembangkan keahlian sehigga pekerjaan bisa diselesaikan dengan lebih efektif dan lebih cepat, untuk mengembangkan pengetahuan agar pekerjaan yang dilaksanakan dapat diselesaikan secara rasional, dan untuk mengembangkan sikap agar menimbulkan kemauan untuk melakukan kerjasama. Menurut (Pribadi, 2014) adanya program pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, juga sikap positif peserta peltihan. Mayombe (2017:120) berpendapat “(non formal education training) was trainee-centred and directly intended to solve a trainee’s problem of unemployment”, bahwa dengan adanya pelatihan, dapat mengurangi pengangguran. Pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari sebuah pelatihan adalah untuk memberikan pengetahuan keterampilan kepada

(30)

peserta pelatihan agar dapat menyelesaikan pekerjaan dengan efisien dan dapat memenuhi kebutuhan organisasi dalam melaksanakan tugasnya.

2.2 Manajemen

Menurut Hasibuan (2002), manajemen merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen adalah ilmu dan seni dalam mengatur proses pemanfaatan sumber daya utuk mencapai tujuan tertentu. Priyono (2007:13) menuliskan pengertian manajemen menurut Barnard (1886-1961) bahwa manajemen memiliki fungsi-fungsi utama, yaitu perumusan tujuan dan pengadaan sumberdaya yang dibutuhkan dalam pencapaian tujuan. Menurut Umam (2012) manajemen secara umum memiliki arti sebuah kegiatan untuk mencapai tujuan maupun sasaran yang sudah ditentukan dengan menggunakan SDM. Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa manajemen merupakan rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan dengan melalui proses perumusan tujuan, pengorganisasian sumberdaya yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan organisasi. Sarinah (2017:8-9) menyebutkan bidang manajemen ada 4 macam :

(1) Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia ini merupakan kegiatan manajemen yang didasarkan pada fungsinya dalam memperoleh sumber daya manusia yang terbaik untuk bisnis yang akan dijalankan dan memelihara sumber daya manusia tersebut dengan kualitas kerja yang konstan ataupun bertambah.

(2) Manajemen Operasional

Manajemen Operasional merupakan kegiatan manajemen yang didasarkan pada fungsi untuk menghasilkan produk sesuai standar sesuai permintaan

(31)

konsumen. teknik yang digunakan hendaknya efisien mulai dari pemilihan lokasi produksi hingga hasil produksinya.

(3) Manajemen Pemasaran

Manajemen pemasaran didasarkan pada fungsi yang intinya berusaha mengidentifikasi kebutuhan dari konsumen dan cara memenuhi kebutuhan tersebut agar dapat terwujudkan.

(4) Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan ini berdasarkan fungsi untuk memastikan bahwa tujuan bisnis yang telah ditetapkan bisa tercapai secara ekonomis yang diukur berdasarkan profit. Manajemen ini dimulai dari merencanakan sumber pembiayaan, cara yang digunakan untuk mengalokasikan dana secara tepat.

Sesuai dengan fungsinya, manajemen yang digunakan setiap organisasi tentu berbeda. Berdasarkan sasaran penelitian mengenai pelaksanaan pelatihan di BLK, manajemen yang digunakan dalam pelatihan adalah manajemen sumber daya manusia, yaitu untuk mengatur sumber daya yang ada seperti staf, instruktur, dan peserta pelatihan yang ada di BLK tersebut.

2.3 Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Samsuni (2017) merupakan bagaimana cara mengatur secara maksimal hubungan dan peran sumber daya dari setiap individu dalam organisasi guna mencapai sebuah tujuan bersama. Ulfatin & Triwiyanto (2016) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia sebagai sebuah usaha agar SDM tersebut dapat secara maksimal dalam bekerja utntuk mencapai tujuan. Senada dengan Farndale dkk, (2020) :

(32)

“The core content of HRM is generally well-understood and includes what practices organisations adopt to regulate employees, such as recruitment, selection, training, rewardand performance management, either studied as individual practices or as bundles of practices in HRM systems”,

Yakni dalam MSDM adanya proses mengatur karyawan, seperti rekruitmen, seleksi, pelatihan, penghargaan dan manajemen kinerja yang dipelajari sebagai praktik individu dan manajemennya. MSDM dilaksanakan dengan mengelola unsur manusia dan potensi-potensi yang dimiliki untuk sehingga sumber daya manusia tersebut dapat mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa MSDM merupakan manajemen dalam mengelola sumber daya manusia seperti rekruitmen, pelatihan, dan sebagainya dalam pencapaian tujuan organisasi.

Husaini (2017) menyebutkan tujuan MSDM meliputi tujuan organisasional, fungsional, sosial, dan personal. Serupa, menurut Sumual (2017:8) tujuan MSDM meliputi tujuan kemasyarakatan, organisasional, fungsional, dan pribadi. Menurut Uhbiyati (2015) “The stages of the HR development management are planning and organizing, implementation, and monitoring”. Secara umum, tujuan dari MSDM yakni untuk memastikan dengan kerja sama dan kontribusi aktif manusia maka keberhasilan akan tercapai dengan efektif dan efisien. Proses MSDM ini berkaitan dengan upaya perencanaan sumber daya manusia, perekrutan anggota, kontrak kerja, penempatan, pembinaan dan pengembangan tenaga kerja. Salah satu proses MSDM dalam sebuah organisasi, dilaksanakan dalam sebuah pelatihan.

(33)

(1) Tujuan organisasional MSDM sebagai alat bantu organisasi untuk mencapai tujuan, meningkatkan produktivitas perusahaan, dan mengkomunikasikan kebijakan kepada anggota organisasi.

(2) Tujuan fungsional dalam hal ini yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memberi kontribusi sesuai dengan kebutuhan organisasi. (3) Tujuan sosial yaitu dengan merespon terhadap kebutuhan dan tantangan

masyarakat namun meminimalisir dampak negatif terhadap organisasi (4) Tujuan personal membantu anggota dalam mencapai tujuan personal

mereka, dan mempertimbangkan tujuan pribadi anggota jika mereka harus dipertahankan, dimotivasi, atau dipensiunkan.

2.4 Manajemen Pelatihan

Pelatihan berjalan dan tujuan bisa dicapai apabila ada manajemen yang dilaksanakan didalamnya. Kamil (2012) menjelaskan bahwa dalam sebuah pelatihan memang memerlukan pengorganisasian, maka dari itu dikenal dengan adanya panitia atau organizer pelatihan dan secara manajerial fungsi organizer pelatihan yaitu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pelatihan. Manajemen penyelenggaraan pelatihan menurut Wulandari & Ilyas (2015) meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan untuk mencapai tujuan pelatihan. Bedasarkan pendapat tersebut, maka menurut penulis manajemen merupakan serangkaian kegiatan dalam mencapai tujuan pelatihan dengan menerapkan fungsi manajemen.

(34)

Manajemen pelatihan memiliki beberapa tahap yang digambarkan dalam model rancang bangun pelatihan menurut Sudjana (2007:77)

Bagan 2.1 Model Rancangan Bangun Pelatihan Sumber : Sudjana (2007:77)

2.5 Fungsi Manajemen

Fungsi manajemen menurut Umam (2012) secara garis besar meliputi perencanaan, pengaturan, kepemimpinan, bimbingan, motivasi, pengoordinasian, pengawasan, reporting, staffing dan forecasting. Menurut Ulfatin & Triwiyanto (2016) fungsi manajerial SDM meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Sedangkan dalam manajemen pelatihan, fungsi pelatihan menurut Kamil (2012) fungsi pengelolaan pelatihan meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelatihan. Berdasarkan beberapa pengertian yang telah disebutkan, dapat dikombinasikan fungsi-fungsi manajemen pelatihan dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi pelatihan sesuai dengan tugas UPTD BLK Disnaker Kota Semarang.

Tes Awal Pelaksanaan Tes Akhir Supervisi & Evaluasi serta

Umpan Balik Penyusunan Alat Tes

Penyusunan Alat Tes

Pelatihan bagi Pelatih Penyusunan Program dan Identifikasi Kebutuhan,

(35)

2.5.1 Perencanaan

Perencanaan program sendiri merupakan bagian yang sangat penting dalam manajemen pelatihan. Perencanaan atau yang bersal dari kata rencana yang memiliki arti pengambilan sebuah keputusan mengenai apa saja yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Dikemukakan Mujiman (2006) dan ditegaskan lagi oleh Sutarto (2013:31) bahwa perencanaan program pelatihan merupakan suatu kegiatan untuk merencanakan suatu program pelatihan secara keseluruhan sebelum dilaksanakannya suatu pelatihan. Saat kita akan merencanakan, tentu pola pikir kita diarahkan bagaimana agar tujuan tersebut dapat tercapai secara efektif dan efisien, (Sanjaya 2008). Jadi, proses sebuah perencanaan haruslah dimulai dengan penetapan tujuan yang akan dicapai, kemudian menetapkan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pencapaian tujuan. Perencanaan dalam sebuah program merupakan hal yang penting, karena dengan adanya perencanaan tujuan dari program menjadi terarah. Perencanaan dalam organisasi dapat mengantisipasi hambatan maupun peluang dalam pencapaian tujuan. Perencanaan memberikan sebuah pandangan atau gambaran mengenai tindakan apa saja yang akan dilakukan oleh organisasi sehingga menjadikan pelaksanaan program lebih efektif dan efisien.

2.5.1.1 Tahapan Perencanaan

Sutarto (2013:31) menyatakan komponen dalam sebuah perencanaan meliputi tujuan dari program, bahan belajar, metode yang digunakan dalam pembelajara, sarana dan prasarana, suber belajar atau tutor, peserta didik, sistem penilaian hasi belajar, waktu dan tempat kegiatan. Ditegaskan oleh Mujiman

(36)

(2006) namun terdapat beberapa tahapan yang tidak disebutkan diatas seperti menetapkan pengelola dan pembantu program pelatihan dan menghitung anggaran yang diperlukan. Jadi, langkah-langkah atau tahapan dalam sebuah perencanaan program pelatihan atau kursus secara umum yaitu:

2.5.1.1.1 Menetapkan Pengelola dan Staf Pembantu Program

Kemnaker (2017) menegaskan bahwa tenaga pelatihan merupakan seseorang yang memiliki tugas, wewenang, dan tanggung jawab dan kompetensi untuk menyelenggarakan, mengelola, dan mengembangkan pelatihan dilembaga yang membidangi pelatihan kerja. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 menyebutkan bahwa pengelola dalam sebuah kursus dan pelatihan memiliki peran yang sangat penting dalam memelihara keberlangsungan kegiatan pembelajaran yang ada dalam lembaga kursus dan pelatihan. Pengelola hendaknya memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai standar pengelola kursus dan pelatihan.

Kualifikasi pengelola suatu program pelatihan dan kursus yaitu minimal memiliki pendidikan tingkat SMA/MA/SMK sederajat, dan mempunyai pengalaman bekerja sekurang-kurangnya tiga tahun dalam lembaga kursus dan pelatihan. Mempunyai sertifikat pengelola kursus dan pelatihan yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan oleh Pemerintah. Sirodjuddin & Suparman (2013) menyatakan bahwa dalam menetapkan pengelola dan staf dalam sebuah pelatihan didasarikan pada surat keputusan yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja, dan pelaksana kegiatan program pelatihan yang di bantu oleh staf seksi sebagai staf pembantu program pelatihan. Kesimpulannya yaitu bahwa pengelola

(37)

merupakan seseorang yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pelatihan.

2.5.1.1.2 Menetapkan tujuan

Komponen tujuan ini memiliki fungsi yang amat penting dalam suatu program. Adanya tujuan, pasti ada sebuah langkah untuk mencapai tujuan tersebut (Sanjaya, 2008:121). Anugerah (2015) menyebutkan tujuan pelatihan dalam tiga domain, yaitu cognitive domain, adalah tujuan pelatihan yang berkaitan dengan meningkatkan pengetahuan peserta; affective domain, adalah tujuan pelatihan yang berkaitan dengan sikap dan tingkah laku; dan psychomotor domain yaitu tujuan pelatihan yang berkaitan dengan ketrampilan/skill peserta pelatihan. Menurut Pribadi (2014) tujan dalam program pelatihan menggambarkan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta pelatihan. Perlu dirumuskannya suatu tujuan karena dengan adanya rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektivitas keberhasilan proses pembelajaran. Tujuan dapat digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pelatihan

2.5.1.1.3 Menetapkan bahan ajar

Bahan ajar atau bahan pembelajaran dalam konteks pembelajaran merupakan salah satu komponen penting yang harus ada, bahan ajar ini merupakan komponen yang harus dikaji, dicermati, dipelajari dan dijadikan bahan materi yang akan dikuasai oleh peserta kursus dan dijadikan sebagai suatu pedoman. Hamalik (2005:67) menuliskan pengertian bahan ajar, bahwa bahan ajar adalah salah satu komponen yang penting dalam sistem pelatihan yakni sebagai sebuah penunjang proses pembelajaran, dan dapat menjadi motivasi belajar

(38)

peserta pelatihan. Bahan ajar memuat materi pelatihan yang menurut Sudjana (2007) yang merupakan sekumpulan keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai tertentu untuk mencapai tujuan pelatihan. Pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bahan ajar merupakan pedoman dalam pelatihan yang didalamnya memuat materi yang akan dipelajari untuk mencapai tujan pelatihan.

Bahan pembelajaran merupakan komponen isi pesan yang harus disampaikan kepada siswa (Wahyuningsih & Sucipto, 2016:40). Bahan ajar dalam suatu pelatihan merupakan sumber belajar bagi peserta didik berupa materi yang disampaikan oleh instruktur. Bahan ajar ini disusun oleh instruktur dan mengacu pada Standar Kurikulum Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan peserta pelatihan. SKKNI dalam pelatihan berbasis kompetensi diperlukan untuk memastikan kesesuaian kebutuhan ditempat kerja, SKKNI juga sebagai acuan dalam menyusun program, kurikulum, hingga modul-modul atau bahan ajar pelatihan dalam proses pelatihan, dan juga dalam LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) digunakan sebagai acuan penyusunan materi uji kompetensi.

2.5.1.1.4 Menetapkan metode-metode yang akan digunakan

Mujiman (2006) menyebutkan secara jelas metode-metode pembelajaran dalam pelatihan diantaranya seperti ceramah, demonstrasi, diskusi panel, diskusi kelompok, penugasan individu dan penugasan kelompok. Sutarto (2013:60) secara garis besar membagi metode pembelajaran dalam sebuah pelatihan menjadi dua, yaitu metode tatap muka dan metode non tatap muka. Metode tatap muka dapat dilakukan saat sedang berada didalam kelas seperti pembelajaran pendahuluan

(39)

klasikal dan metode non tatap muka berupa penugasan kelompok maupun individu. Metode yang digunakan dalam pelatihan dibuat lebih bebas agar peserta dapat mengembangkan minat dan bakatnya dalam pelatihan. Metode yang diterapkan untuk peserta perorangan teknik yang digunakan seperti tutorial, bimbingan, magang, dan lain sebagainya. Pembelajaran kelompok dapat menggunakan teknik ceramah, diskusi, curah pendapat, simulasi dan lain sebagainya. Sedangkan untuk pembelajaran komunitas teknik yang bisa digunakan adalah demonstrasi, komunikasi sosial, kontak sosial, dan lain sebagainya. Metode yang ditetapkan dalam sebuah pelatihan haruslah disesuaikan dengan pelatihan yang akan dilaksanakan.

2.5.1.1.5 Menetapkan media atau alat bantu pelatihan

Media sebagai sumber belajar dapat berupa manusia, benda, peristiwa yang memungkinkan peserta didik memperoleh bahan pembelajaran. Fungsi-fungsi media pembelajaran yaitu untuk menyederhanakan bahan ajar yang tidak mudah dipahami oleh peserta pelatihan seperti penggunaan grafik, gambar dan lain-lain. Menurut Sutarto (2013) media dapat berupa manusia, benda ataupun peristiwa sebagai sumber belajar. Media dapat memfokuskan pelatihan, peserta pelatihan dapat fokus terhadap inti pokok bahasan. Media yang digunakan dapat menjadikan materi lebih mudah diingat, dibandingkan dengan penyajian melalui ceramah atau kata-kata, penggunaan slide, model, film, diagram, poster maupun suara lebih mudah ditangkap oleh peserta pelatihan. Keberagaman penggunaan media pembelajaran akan mengurangi kebosanan dan kurangnya konsentrasi pada peserta pelatihan. Media sebagai alat bantu yang berfungsi membantu instruktur

(40)

dalam mencapai tujuan pembelajaran dan dapat menunjang kebutuhan dalam pelaksanaan pelatihan.

2.5.1.1.6 Menetapkan cara evaluasi

Penetapan cara evaluasi dilakukan dalam sebuah perencanaan. Penetapan ini dilakukan dengan menentukan apa saja yang akan menjadi sasaran evaluasi dan cara evaluasinya seperti apa. Evaluasi dalam sebuah pelatihan haruslah dirancang terlebih dahulu bersama dengan perancangan pelatihan (Utomo & Tehupeiory, 2014). Penetapan evaluasi disesuaikan dengan kebutuhan pelatihan. Evaluasi akhir ini dilaksanakan untuk mengetahui efektivitas pelatihan, seperti yang diungkapkan oleh Sutarto (2013:86) bahwa evaluasi akhir dilakukan untuk mengukur hasil efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan pelatihan. Menurut Mujiman (2006) bahwa evaluasi merupakan bagian dari program pelatihan sehingga evaluasi masuk dalam perencanaan program. Jadi untuk melaksanakan evaluasi, kita harus merencanakan terlebih dahulu evaluasi yang akan digunakan dalam pelatihan, aspek apa saja yang akan dievaluasi dalam penyelenggaraan pelatihan.

2.5.1.1.7 Menetapkan tempat dan waktu pelatihan

Menetapkan kapan dan dimana program pelatihan tersebut akan dilaksanakan. Tempat dan waktu pelaksanaan harus dirancang agar tidak terjadi tumbukan waktu maupun tempat pelaksanaan pelatihan yang satu dengan pelatihan yang lainnya. Santoso (2010:65) menjelaskan agar peserta pelatihan dapat berinteraksi dengan leluasa maka dalam pemilihan tempat pelatihan hendaknya didesain lebih dinamis dan menggunakan ruangan yang cukup luas.

(41)

Oktarina (2016) menegaskan bahwa waktu dan tempat pelatihan menentukan berhasil atau tidaknya pelaksanaan pendidikan dan latihan. Dengan ditetapkannya tempat pelaksanaan pelatihan yang sesuai, maka akan mendukung pencapaian pelaksanaan pelatihan yang tepat.

2.5.1.1.8 Menetapkan instruktur pelatihan

Pratama, Marjiono, & Indrianti, (2018:20) menuliskan bahwa dalam suatu pelatihan, instruktur merupakan orang yang memiliki keterlibatan secara langsung dan berinteraksi dengan peserta pelatihan, dalam pelatihan tersebut instruktur hendaknya berusaha mengoptimalkan pengajaran yang diberikan kepada peserta pelatihan. Pribadi (2014:128) menyebutkan karakter utama instruktur yang baik meliputi : (1) Instruktur selalu siap dalam melakukan sebuah presentasi; (2) Senang dalam menyajikan informasi; (3) bahan pelatihan yang digunakan senantiasa yang terbaik; (4) materi atau isi pelatihan yang di sampaikan hendaknya mampu menarik perhatian peserta pelatihan; (5) membantu peserta pelatihan dalam menguasai kompetensi pelatihan; (6) selalu menutup sesi pembelajaran dengan perasaan puas dalam hati peserta pelatihan. Instruktur selaku pendidik profesional yang memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik dalam sebuah kursus ataupun pelatihan dituntut untuk memiliki kompetensi dan kualifikasi minimum yang menjadi syarat pendidik dalam sebuah pelatihan.

Adapun standar kualifikasi akademik instruktur diantaranya :

(1) Kualifikasi instruktur pada kursus dan pelatihan berbasis keilmuan instruktur pada kursus dan pelatihan berbasis keilmuan harus memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana (S-1) atau Diploma Empat (D-IV)

(42)

yang diperoleh dari perguruan tinggi terakreditasi, sertifikat kompetensi keahlian dalam bidang yang relevan, dan sertifikat instruktur. Sertifikat kompetensi keahlian dikeluarkan atau diakui oleh perguruan tinggi penyelenggara program keahlian dan/atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah. Sertifikat instruktur diperoleh setelah calon instruktur mengikuti pelatihan dan lulus ujian kompetensi instruktur yang diselenggarakan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah.

(2) Kualifikasi instruktur pada kursus dan pelatihan bersifat teknis-praktis. Instruktur pada kursus dan pelatihan bersifat teknis-praktis harus memiliki kualifikasi akademik minimal lulusan SMA/SMK/MA/Paket C dengan pengalaman minimal 3 (tiga) tahun sebagai pendidik dalam bidangnya, dan memiliki sertifikat instruktur. Sertifikat Instruktur diperoleh setelah calon instruktur mengikuti pelatihan dan lulus ujian kompetensi instruktur yang diselenggarakan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah.

2.5.1.1.9 Menyusun rencana kegiatan dan jadwal

Santoso (2010:13) menyatakan dalam menentukan alokasi waktu harus sesuai dengan kebutuhan dan didasarkan pada skala prioritas. Materi atau topik yang menjadi prioritas akan mendapatkan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan topik atau materi yang lainnya. Menurut Sudjana (2007) bahwa dalam menyusun jadwal pelatihan, didalamnya memuat hari pelaksanaan, waktu yang digunakan, kegiatan yang dilakukan dan tempat pelaksanaan kegiatan. Jadi jadwal pelatihan yaitu kegiatan untuk mendeskripsikan berbagai penjelasan yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas atau disampaikan dalam

(43)

beberapa kali pertemuan, dan kegiatan apa saja yang akan dilakukan. Waktu yang digunakan pun hendaknya efektif selama pelatihan berlangsung agar pemaparan dan pelatihan yang diberikan oleh instruktur dipahami secara maksimal oleh peserta pelatihan.

2.5.1.1.10 Menghitung anggaran yang dibutuhkan

Anggaran sangat penting dalam sebuah pelatihan guna mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam pelatihan tersebut. Anggaran sendiri memiliki arti suatu rencana yang telah disusun secara sistematis dalam bentuk angka yang meliputi kegiatan yang akan dilaksanakan. Abduh (2016:368) menuliskan bahwa terdapat proses penentuan prioritas dan penilaian kebutuhan dalam sebuah perencanaan anggaran. Menurut Almareza (2016) merencanakan suatu anggaran merupakan hal yang penting dalam sebuah kegiatan pelaksanaan program demi kelancaran pelaksanaan program. Perencanaan anggaran diantaranya yaitu merumuskan tujuan dan sasaran pelatihan, merancang program dan kegiatan dan sumber pembiayaannya, mengalokasikan berbagai sumber daya dalam program yang sudah disusun, dan membuat indikator hasil kerja dan mengukur sejauh mana strategi organisasi tersebut tercapai. Dengan adanya anggaran, maka akan menunjang keperluan selama pelaksanaan pelatihan dan bisa berjalan sesuai perencanaan yang telah dibuat.

2.5.1.2 Tujuan Perencanaan

Aryanto (2013:27-29) menuliskan tujuan perencanana menurut Stephen Robbins dan Mary Clouter, yaitu :

(44)

(1) Perencanaan ini memberi arahan dan petunjuk bagi pengelola dan anggota organisasi tersebut. Pengelola dan anggota dapat mengetahun apa saja yang harus mereka capai, bagaimana cara untuk mencapainya, langkah apa yang harus dilakukan, apa saja peralatan yang dipakai, bekerjasama dengan siapa, dan bagaimana cara mencapai tujuan dari organisasi tersebut.

(2) Perencanaan dapat mengurangi ketidakpastian dimasa yang akan datang. Perencanaan harus dibuat dengan melihat jauh kedepan, memperkirakan dampak dan perubahan agar meminimalisir ketidakpastian yang akan terjadi.

(3) Meminimalisir pemborosan dalam segi waktu,biaya maupun energi sehingga pelaksanaannya lebih efektif dan efisien.

(4) Menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam proses pengendalian dan pengevaluasian dengan membandingkan rencana dengan pelaksanaan dan hasil kerja yang ada.

2.5.1.3 Manfaat Perencanaan

Beberapa manfaat perencanaan menurut Hanafi (2008) adalah :

(1) Untuk memberi arah suatu kegiatan dalam organisasi yang meliputi penggunaan sumber daya dan penggunaannya untuk mencapai tujuan organisasi.

(2) Untuk memantapkan konsistensi kegiatan para anggota organisasi agar sesuai dengan tujuan organisasi.

(3) Memonitor kemajuan organisasi, apabila kegiatan tidak sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan, maka dapat dilakukan yang erat kaitannya

(45)

dengan kegiatan pengendalian. Pengendalian memerlukan perencanaan dan perencanaan bermanfaat bagi pengendalian.

2.5.2 Pengorganisasian

Pengorganisasian merupakan proses kegiatan manajerial untuk membentuk organisasi yang akan diberikan tugas sesuai dengan perencanaan untuk mencapai tujuan organisasi (Sudjana, 2000). Menurut (Wulandari & Ilyas, 2015) pengorganisasian dalam lembaga pelatihan merupakan pembagian tugas kepada pengelola dan staf agar melaksanakan tugasnya masing-masing untuk mencapai tujuan pelatihan. Ditegaskan oleh Sutarto (2013) bahwa dalam penyelenggaraan pelatihan akan berjalan efektif dan efisien apabila anggota pengelola melaksanakan tugas sesuai dengan job describsion. Pengorganisasian terdapat proses pembagian tugas dan wewenang masing-masing anggota dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan pelatihan.

Sudjana (2000) menyebutkan tujuh ciri pengorganisasian, diantaranya : (1) Pengorganisasian berkaitan dengan upaya pengelola. Pengelola

mengupayakan untuk memadukan sumber yang diperlukan, baik manusiawi dan non-manusiawi.

(2) Sumber manusiawi merupakan orang-orang yang ditetapkan pengelola dan memenuhi syarat untuk melaksanakan pelatihan,baik memenuhi syarat dalah hal keahlian, maupun kondisi fisik sesuai dengan tuntutan organisasi. (3) Sumber non-manusiawi yang meliputi fasilitas seperti gedung, dan

(46)

(4) Sumber tersebut diintegrasikan atau dipadukan dalam pelaksanaan pelatihan dalam organisasi tersebut.

(5) Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan sesuai dengan perencanaan

(6) Rangkaian kegiatan diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi

(7) Sumber manusiawi sebagai pemegang peran utama yang menentukan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi.

2.5.3 Pelaksanaan

Astorini (2016) menyimpulkan bahwa pelaksanaan adalah keseluruhan usaha, cara, teknik, metode dalam mendorong anggota organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ditegaskan oleh Mujiman (2006:65) bahwa dalam pelaksanaan program pelatian mengikuti rencana yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan sebuah program pelatihan yang disebutkan oleh Sudjana (2007:198) ada beberapa langkah, diantaranya pembinaan keakraban, identifikasi kebutuhan dan potensi peserta pelatihan, penetapan tes kontrak pembelajaran, tes awal peserta pelatihan, proses pembelajaran, dan tes akhir kepada peserta pelatihan. Pelaksanaan program pelatihan kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2013 dilaksanakan setelah penyusunan perencanaan. Jamna (2020) menuliskan komponen dalam sebuah pelaksanaan pelatihan menurut Sudjana meliputi media yang digunakan dalam pelatihan, metode dalam pembelajaran pelatihan, serta evaluasi atau penilaian pelatihan. Disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pelatihan meliputi cara pencapaian tujuan pelatihan sesuai dengan yang telah direncanakan dengan

(47)

pelaksanaan pembelajaran atau pelatihan. Adapun tahap penyelenggaraan pelatihan berbasis kompetensi diawali dengan melakukan rekruitmen peserta, pelaksanaan pelatihan, dan penilaian peserta.

2.5.3.1 Rekruitmen Peserta Pelatihan

Akbar, Farid, & Ilyas, (2017) dalam sebuah BLK rekruitmen peserta didik merupakan proses pencarian, menentukan dan menarik pelamar untuk menjadi peserta didik dalam pelatihan tersebut. Rekruitmen peserta pelatihan ini dilakukan untuk menyeleksi calon peserta pelatihan yang memenuhi syarat. Adapun proses untuk melakukan rekruitmen peserta pelatihan dengan membuka pendaftaran, melakukan seleksi pada calon peserta pelatihan, dan pengumuman hasil seleksi. Seleksi dapat dilaksanakan dengan tes wawancara, tertulis, dan atau verifikasi dokumen.

2.5.3.2 Pelaksanaan Pelatihan

Sebelum melaksanakan pelatihan, persiapkan peserta agar merasa nyaman, memahami tugas masing-masing dan dapat memahami materi yang akan di sampaikan. Penyampaian materi oleh instruktur dalam proses pelaksanaan pelatihan dilaksanakan sesuai dengan bahan ajar yang telah disiapkan dan menggunakan media dan metode yang tepat. instruktur hendaknya memberi variasi dalam proses pembelajaran agar peserta tidak merasa jenuh.

Jamna (2020) berpendapat bahwa penggunaan media, metode, dan evaluasi dalam sebuah pelatihan dapat mewujudkan suasana pelatihan yang menarik. Menurut Sudjana (2007:202) dalam proses pembelajaran pelatihan mencakup pendekatan, metode, teknik, dan media pembelajaran. Metode dalam

(48)

proses pembelajaran merupakan cara pengorganisasian peserta pelatihan dalam mencapai tujuan pelatihan. Metode tersebut diantaranya pembelajaran perorangan, pembelajaran kelompok, dan pembelajaran komunitas.

(1) Ceramah.

Metode ceramah adalah metode yang paling tua, dan paling sering digunakan. Caranya dengan menyampaikan bahan ajar didepan kelas. Keuntungan dari metode ini adalah banyak bahan pelajaran atau materi yang bisa disampaikan kepada banyak peserta pelatihan dalam waktu yang bersamaan sehingga waktu yang diperlukan relatif pendek.

(2) Penugasan Individual.

Setelah bahan ajar disampaikan oleh instruktur, peserta pelatihan dapat diberi tugas individual. Penugasan ini memiliki tujuan untuk mengkonfirmasikan kebenaran, mengembangkan, atau mengaplikasikan konsep maupun pengetahuan yang telah didapatkan.

(3) Penugasan Kelompok.

Penugasan kelompok ini pada dasarnya sama dengan penugasan individu, hanya saja dalam pelaksanaannya dilakukan secara berkelompok. Penugasan kelompok dimulai dengan diskusi kelompok kemudian menyamakan presepsi tentang tugas yang harus dikerjakan dan output yang harus dicapai.

(4) Demonstrasi

Demonstrasi atau peragaan merupakan metode ceramah namun dilengkapi dengan presentasi gambar, ataupun praktik dengan peralatan yang sesuai dengan materi ceramah.

(49)

(5) Diskusi Kelas

Diskusi kelas bertujuan untuk pendalaman materi, pengembangan konsep atau pengetahuan, sekaligus melatih keberanian mengungkapkan pendapat.

(6) Diskusi Panel

Diskusi panel dapat dilakkan dengan mengundang pakar-pakar sebagai panelis atau memilih beberapa peserta untuk menjadi panelis.

2.5.3.3 Penilaian Peserta Pelatihan

Penilaian peserta ini dilakukan untuk mengetahui atau mengukur sejauh mana kemampuan peserta pelatihan sesuai dengan standar yang di persyaratkan. Penilaian dapat dilakukan dengan pendekatan penilaian sendiri, portofolio, atau observasi langsung yang dilakukan secara formatif, sumatif, atau holistik. Menurut Sudjana, (2007) bahwa tes akhir merupakan gabungan semua mata latihan yang tercantum dalam kurikulum. Menurut Alfiati & Kisworo (2017) penilaian atau evaluasi dilakukan untuk melihat tingkat pencapaian dari peserta didik sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran maupun penyelenggara dari pelatihan. Peserta dinyatakan lulus apabila memenuhi syarat capaian kompetensi kerja, dan peserta diharuskan mengukuti pelatihan terhadap unjuk kerja bagi yang dinyatakan belum lulus.

2.5.4 Pengawasan

Menurut Sudjana (2000) pengawasan merupakan sebuah upaya dalam memantau pencapaian hasil pelatihan, selain itu pengawasan juga dapat digunakan untuk melakukan identifikasi baru mengenai pelatihan yang sedang dilaksanakan dan memberi masukan untuk perencanaan selanjutnya. Menurut Prihantanto

(50)

(2018) pengawasan yaitu upaya memantau kinerja pelaksana program dan memperbaiki kegiatan pelatihan. Berdasarkan pernyataan tersebut disimpulkan bahwa pengawasan adalah upaya yang dilakukan untuk memantau berjalannya suatu program, pencapaian hasil pelatihan, dan kinerja pengelola dalam pelaksanaan pelatihan.

Sudjana (2000) menuliskan dua macam pengawasan menurut Siagian sebagai berikut :

(1) Pengawasan administratif yaitu proses menilik, menjaga, dan memperbaiki seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi dari tingkat pusat dampai daerah dengan tujuan semua perencanaan yang telah disusun dijalankan sesuai dengan ketetapan kebijakan.

(2) Pengawasan manajerial merupakan kegiatan penilikan, pemeliharaan, dan perbaikan terhadap unit, tahap, atau bagian dalam organisasi tersebut.

2.5.5 Evaluasi

Evaluasi menurut Arikunto & Jabar (2010) yaitu suatu kegiatan untuk mengumpulkan informasi mengenai bekerjanya suatu program sehingga digunakan untuk menentukan alternatif dalam mengambil keputusan secara tepat. Dunung R, dkk (2016) menyatakan bahwa evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui ketercapaian suatu program dan memberi rekomendasi untuk program pelatihan selanjutnya. Evaluasi menurut Brandl, Alvarado, & Peltomaa (2019) dilakukan untuk mengetahui apakah ada peningkatan pengetahuan dan peningkatan pengelolaan dalam suatu program :

“Since the original purpose of the evaluation was formative, the partners turned their focus to examining the existing data set to

(51)

determine if the objectives of increasing knowledge and increasing stewardship attitudes were met”.

Adapun evaluasi untuk program pelatihan menurut Mujiman (2006) diantaranya: (1) Pretes, evaluasi ini digunkan untuk mengukur pengetahuan peserta yang

dikaitkan dengan materi yang akan deiberikan dalam pelatihan.

(2) Evaluasi formatif, evaluasi ini dijalankan ditengah masa pelatihan dengan menilai hasil belajar peserta saat pelatihan tersebut sedang berjalan.

(3) Evaluasi sumatif, evaluasi dilaksanakan di akhir pelatihan untuk mengukur hasil belajar peserta.

(4) Evaluasi plan of action partisipan, untuk mengukur rencana penggunaan hasil pelatihan oleh peserta pelatihan setelah selesai pelatihan.

(5) Evaluasi diri, evaluasi ini dilakukan oleh peserta untuk menilai diri sendiri mengenai hasil pelatihan yang telah didapatkan, dan dapat dilaksanakan setiap saat, atau bersamaan dengan evaluasi yang lain.

(6) Refleksi, yaitu dilakukan oleh peserta untuk menilai keberhasilan dan kegagalannya dalam dalam melakukan proses pembelajaran

(7) Evaluasi terhadap instruktur, evaluasi dilakukan oleh partisipan dalam mengukur performa instruktur.

(8) Evaluasi program pelatihan, yang dilakukan oleh peserta dalam mengukur keberhasilan program pelatihan di aspek teknis dan substantif.

(9) Evaluasi pasca pelatihan, dilakukan setelah pelatihan untuk mengukur keberjalanan plan of action dan produktivitas mantan partisipan, yang dianggap sebagai akibat dari perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang di peroleh dari pelatihan tersebut.

Gambar

Gambar 3.2 Triangulasi Teknik/Metode
Gambar 3.3 Komponen Analisis Data
Tabel 4.1  Workshop Pelatihan
Tabel 4.2 Daftar Peserta Pelatihan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pelaksanaan pembelajaran program pelatihan operator garmen di Balai Latihan Kerja Industri Semarang dengan pokok bahasan

Manajemen kurikulum merupakan suatu kegiatan yang dirancang untuk proses pendidikan yang di dalamnya terdapat pelaksanaan pembelajaran yang diawali dari perencanaan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat aktivitas olahraga rekreasi yang dilakukan pada masa pandemi covid-19 di Simpang Lima Semarang tahun 2020 sebesar 85,92%

Menurut Sakban et al ., (2019) Upaya manajemen SDM dalam melakukan perencanaan serta pelaksanaan program pendidikan yang diselaraskan dengan visi, misi, dan tujuan,

Perencanaan ini bertujuan untuk merencanakan teknis manajemen yang sesuai standar dan peraturan yang berlaku untuk Kecamatan Mijen, Kota Semarang dengan membahas lima

TUGAS KELOMPOK III: HARAPAN KEPADA KELAS DAN PENCAPAIAN KOMPETENSI PELATIHAN JARAK JAUH (PJJ) MANAJEMEN PERPUSTAKAAN TAHUN 2021.. BALAI DIKLAT KEAGAMAAN SEMARANG

Berdasarkan hasil dari penelitian, dapat diambil simpulan bahwa pelaksanaan pelatihan tata kecantikan di Balai Latihan Kerja Kota Semarang tahun 2017 dilihat

Sasaran program pelatihan dengan judul “ Kreativitas Sanggar Sang Citra Budaya Surakarta Dalam Pelatihan Tari di Masa Pandemi Covid-19” adalah bentuk kegiatan yang akan dilakukan lebih