• Tidak ada hasil yang ditemukan

96. Pada tingkat sub-nasional, staf lokal UPPKHs yang terdiri dari personil yang dikontrak, bertanggung jawab atas pengelolaan seluruh fungsi pelaksanaan program, dan diawasi secara resmi oleh Departemen Sosial tingkat provinsi dan kabupaten. Fasilitator berinteraksi langsung dengan keluarga PKH di bawah pengawasan koordinator kabupaten. Rasio fasilitator dibanding penerima PKH bervariasi tergantung pada lokasi geografis dengan rata-rata 1:200-250. Rasio untuk pulau-pulau atau daerah yang sulit dijangkau lebih rendah. Namun, ada laporan mengenai masalah seputar rekrutmen dan retensi fasilitator, terutama di daerah terpencil, daerah tertinggal. Ada tantangan dalam bentuk tingkat pergantian staf yang tinggi (sekitar 20 persen per tahun) akibat persepsi akan kurangnya stabilitas perkerjaan, gaji rendah, jenjang karir yang tidak jelas, dan lingkungan kerja yang sulit. Pergantian staf yang tinggi berpotensi membahayakan tujuan keseluruhan program karena rasa saling percaya adalah kunci untuk dapat bekerja secara efektif dengan para penerima manfaat PKH.

B. MANAJEMEN RISIKO DAN DAMPAK

97. Fungsi pemantauan dan evaluasi (M&E) program yang bertujuan untuk melacak keluhan serta potensi dampak dan risiko belum secara resmi didefinisikan. Seperti dengan tugas utama lainnya, tim M&E beroperasi dengan cara ad-hoc dan di bawah struktur organisasi baru, unit yang seharusnya bertanggung jawab atas M&E belum didefinisikan secara jelas. Sebuah tim konsultan yang sebelumnya ditugaskan di UPPKH telah diminta mengelola tanggung jawab M&E dan saat ini ditempatkan di bawah

41 Sub Direktorat 3 (Penerima Manfaat)33. Pengaturan semacam itu mengurangi tingkat kemandirian yang diperlukan fungsi M&E dan mengakibatkan potensi adanya konflik kepentingan karena Sub Direktorat 3 menerapkan sebagian dari program. Praktek yang baik secara global adalah untuk meninggikan fungsi M&E dalam struktur hirarkis dan memastikan bahwa mereka independen dari bagian implementasi. 98. Fasilitator PKH berada di garis depan jadi ketika ada masalah implementasi serta keluhan, peran mereka menjadi sangat penting dalam keseluruhan manajemen risiko dan dampak. Para fasilitator diharuskan untuk menjalani tanggung jawab admistratif34 yang memerlukan banyak waktu dan sumber daya yang sebaiknya digunakan untuk memperkuat pekerjaan sosial mereka yang termasuk merujuk keluarga PKH pada program komplementer dan sosialisasi program, termasuk mengklarifikasi kesalahan persepsi di sekitar program. Peningkatan kapasitas fasilitator telah difokuskan pada administrasi program. Ini membuat para fasilitator meminta kapasitas tambahan yang berkaitan dengan komunikasi dan keterampilan fasilitasi, pengetahuan atas program perlindungan sosial baik di tingkat nasional dan sub-nasional yang dapat memperkuat hubungan dengan PKH.

99. Adanya laporan dari para fasilitator tentang masalah keamanan di beberapa lokasi terpencil yang sulit dikunjungi. Fasilitator melaporkan bahwa rasio antara jumlah fasilitator dan penerima manfaat kadang-kadang tidak sebanding meskipun ada diferensiasi rasio berdasarkan karakteristik geografis. Beberapa fasilitator menyebutkan perlunya sebuah upaya untuk melindungi keselamatan mereka karena mereka sering berada di lapangan sampai larut malam. Isu-isu ini cenderung lebih serius di daerah konflik seperti kabupaten di dataran tinggi Papua dan Papua Barat yang memiliki konflik bersenjata berkepanjangan yang didorong oleh operasi militer yang berat dalam

menindak gerakan separatis dan konflik antar-komunal di wilayah tersebut.

100. Rendahnya tingkat pergantian di antara fasilitator senior yang tampaknya telah menemukan tempat mereka di antara masyarakat yang tinggal di lokasi penempatan mereka. Sebagian besar fasilitator ini sudah mulai pekerjaan mereka sejak peluncuran pertama PKH35. Namun, adanya tren terbalik dalam angkatan baru fasilitator dilaporkan terutama di daerah ekspansi yang memiliki tingkat pergantian karyawan yang lebih tinggi. Pelamar seringkali tidak sepenuhnya diberitahu atau menyadari tingkat remunerasi dan beberapa dari mereka yang lolos akhirnya menolak tawaran kerja setelah mengetahui

33 Sub Direktorat 3 (penerima manfaat) bertanggung jawab untuk menemukan penerima manfaat secara fisik , memverifikasi kepatuhan mereka terhadap persyaratan, dan memberikan peningkatan kapasitas kepada penerima manfaat melalui FDS.

34 Penilaian pada HRD sebelumnya, fasilitor PKH menanggung banyak sekali tanggung jawab mulai dari mempersiapkan untuk pertemuan awal dengan keluarga PKH potensial (termasuk koordinasi dengan pejabat pemerintah daerah untuk mengeluarkan surat undangan, pergi dari pintu ke pintu untuk mengatur pertemuan dengan keluarga , sosialisasi program PKH, berkoordinasi dengan kepala keluarga, kepala desa, perwakilan pendidikan dan kesehatan di tingkat lokal, dan tokoh masyarakat untuk berpartisipasi dalam pertemuan pertama), melakukan pemeriksaan ulang dan mengisi formulir validasi, membuat keputusan mengenai keikutsertaan, membuat jadwal pembayaran untuk kabupaten dengan operator dan PT Pos, membuat keputusan tentang mengeluarkan penerima manfaat dari program ini karena gagal memenuhi kriteria, hadir secara fisik ketika penerima manfaat menerima pembayaran di PT Pos agar dapat mengkonfirmasi identitas mereka secara fisik, membuat rekonsiliasi jumlah transfer yang diterima oleh masing-masing keluarga PKH untuk menutup proses pembayaran, membuat verifikasi atas kepatuhan terhadap persyaratan-persyaratan melalui kunjungan lapangan ke rumah, fasilitas pendidikan dan kesehatan, memperbarui formulir pengawasan persyaratan-persyaratan dan mengirimkannya untuk penyimpanan data, dan melakukan sesi peningkatan keluarga untuk keluarga PKH. Hal ini, di antara isu lain, didukung oleh percakapan-percakapan dalam dua pertemuan (April dan Juni 2016) dengan divisi SDM di tim JSK Kemensos serta latihan perencanaan pelaksanaan yang dilakukan pada misi sebelumnya.

35 Kota Medan adalah salah satu daerah pertama yang diperkenalkan dengan PKH, yaitu pada tahun 2008. Kabupaten Sergei menerima PKH mulai tahun 2013.

“Saya merasa takut setiap kali saya

harus melakukan perjalanan ke

sekolah tersebut. Jalanannya becek

dan saya dengar ada preman di

sepanjang jalan. Sekarang, saya

selalu meminta suami saya untuk

menemani saya setiap kali saya pergi

ke sana..."

42 jumlah gaji yang akan diterima (rata-rata kurang dari 3 juta Rupiah atau USD 230 dengan peningkatan inkremental senilai 100.000 Rupiah atau 7,6 USD per tahun). Selain itu, ada kesalahpahaman bahwa penunjukan sebagai fasilitator PKH akan membuka jalan untuk status pegawai negeri dan ketika harapan tersebut gagal terwujud, semangat dapat menurun.

101. Fasilitator36 diperoleh secara terpusat oleh Kemensos baik selama pemilihan dan penempatan dan ini sering mengakibatkan ketidakcocokan fasilitator, keterlambatan dalam pengadaan dan kurangnya rasa kepemilikan pemerintah daerah atas pengelolaan fasilitator. Meskipun penempatan berdasarkan alamat tempat tinggal seperti yang ditunjukkan dalam kartu identitas (KTP), beberapa fasilitator ditempatkan jauh dari tempat tinggal mereka dan ada laporan bahwa ini mempengaruhi tingkat kehadiran mereka. Ketidakcocokan tersebut juga dilaporkan dapat mempengaruhi kinerja fasilitator karena kurangnya keakraban dengan konteks lokal, khususnya bahasa lokal. Sistem manajemen yang terpusat membuat peran pemerintah kabupaten dan provinsi menjadi terbatas, khususnya di bidang pengawasan dan bimbingan. Ada laporan bahwa kerangka acuan (Terms of Reference, ToR) untuk fasilitator yang telah direkrut, dikembangkan tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan pemerintah daerah. Ini mengurangi rasa kepemilikan dan insentif untuk kolaborasi dari pihak pemerintah daerah dan pihak fasilitator. Seorang pejabat kabupaten mengeluh bahwa fasilitator yang ditugaskan di wilayahnya tampaknya hanya menganggap pemerintah daerah sebagai pengguna, bukan pemilik. Ini menjadi tantangan dalam penegakan koordinasi dan pelaporan. Selanjutnya, manajemen fasilitator yang terpusat juga dikaitkan dengan penundaan penggantian fasilitator yang mengakibatkan tidak adanya fasilitator. 102. Dokumentasi mengenai pelaksanaan GRS

yang ada sampai saat ini GRS menunjukan bahwa sistemnyasystem ini harus dikembangkan lebih lanjut. Sistem tersebut dirancang untuk menggunakan beberapa

channel, termasuk pelaporan lewat pertemuan langsung,

faks, e-mail, telepon, atau aplikasi online yang dikembangkan oleh UPPKH pusat. Rancangan GRS pada saat ini menunjukkan bahwa keluhan atau masalah yang terkait dengan pelaksanaan di lapangan akan ditindaklanjuti berdasarkan wilayah oleh petugas di unit UPPKH terdekat. Akan tetapi, kurangnya otoritas dan kapasitas dalam mengatasi keluhan di tingkat lokal telah membuat program GRS tidak efektif.

103. Berdasarkan laporan PKH 2016 GRS, keluhan

yang diterima oleh kantor PKH pusat dikategorikan dengan cara berikut: informasi dan pertanyaan (33%), data penerima PKH (28%), Korupsi, kolusi dan nepotisme (23%) dan

pembayaran pengiriman (18%). Melengkapi ini dengan anekdot dari kunjungan lapangan yang dilakukan untuk ESSA,

mayoritas keluhan adalah kategori pertama, seputar mengapa beberapa keluarga tidak termasuk dalam program ini dan bagaimana mereka dapat menjadi anggota program

ini.37Laporan ini juga menunjukkan tantangan-tantangan

utama berkaitan dengan pelaksanaan GRS, seperti tanggapan yang tidak tepat waktu, kurangnya integrasi dengan MIS, dan kurangnya informasi serta kesadaran antara penerima PKH atas jalan dan channel yang tersedia untuk penanganan keluhan.

36 Saat ini, propinsi Sumatra Utara memiliki 1400 fasilitator yang tersebar antara 3 daerah. 37 MoSA 2016 Laporan SPM (GRS)

Catatan Kajian 6:

Rasa ketidakadilan serta nepotisme yang berkaitan dengan distribusi manfaat SA dilaporkan telah memicu konflik komunal

di beberapa kabupaten di Papua dan Papua Barat yang memiliki sejarah konflik bersenjata yang panjang. Di distrik Kaimana dan Raja Ampat, ada

laporan mengenai demonstrasi yang dilakukan oleh anggota masyarakat yang

tidak puas karena merasa bahwa distribusi KKS (Kartu Kesejahteraan Sosial - tanda pengenal dasar bagi rumah

tangga miskin) condong terhadap keluarga pendatang dan suku lain yang dianggap lebih sejahtera dibandingkan anggota suku setempat. Konflik seperti ini sering terjadi dengan adanya latar belakang ketegangan berkepanjangan

antara masyarakat lokal dan para pendatang.

43 104. Tidak ada mekanisme penanganan keluhan yang dapat digunakan oleh pemerintahan kabupaten dan provinsi untuk mengelola keluhan atau memberikan umpan balik kepada penyampai keluhan tentang status keluhan mereka. Pada teorinya, keluarga PKH dan anggota masyarakat dapat menyampaikan keluhan mereka ke fasilitator. Merekayang bertanggung jawab untuk mencatat keluhan yang diterima dengan mengisi formulir standar dan menyampaikan keluhan ke departemen terkait di Kementerian Sosial untuk diselesaikan lebih lanjut. Petunjuk operasional untuk pelaporan keluhan dan penanganannya telah tersedia, akan tetapi hal ini dilaporkan tidak berjalan dan tidak efektif. Sebagai tambahan, sistem yang ada tidak memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan mereka secara anonim.

105. Dilaporkan bahwa beberapa orang tidak nyaman atau tidak berani menyampaikan keluhan. RCA (2015, p. 36) Temuan menunjukkan beberapa orang menahan diri dari mengajukan pertanyaan tentang bantuan sosial karena khawatir dianggap sebagai orang miskin atau yang

membutuhkan, atau takut dianggap mencampuri otoritas orang lain. Hal ini menunjukkan kemungkinan bahwa indikator GRS tidak cukup untuk menginformasikan masalah seputar pelaksanaan program jadi upaya lebih lanjut untuk mengidentifikasi risiko perlu dibuat, mungkin melalui M&E.

106. Pemerintah daerah memiliki kapasitas terbatas dalam penanganan keluhan pada tingkat lokal karena sistem manajemen pada saat ini sangat terpusat. Keluhan hanya dicatat di Dinas Sosial Kabupaten/Provinsi dan langkah tindak lanjut tidak dapat dimobilisasi secara efektif. Kurangnya otoritas dianggap bermasalah karena protes serta ketidakpuasan masyarakat sering ditargetkan pada pemerintah daerah (Dalam kebanyakan kasus, Dinas Sosial dan kadang-kadang, Badan Perencanaan Daerah/BAPPEDA). Keluhan tersebut sering dibiarkan sementara pemerintah daerah tampaknya enggan untuk mengambil tanggung jawab penuh atau dibuat bertanggung jawab atas program yang hanya melibatkan mereka secara terbatas. Ada laporan bahwa kantor Dinas Sosial di Kabupaten Tolikara dibakar oleh demonstran yang marah karena merasa bahwa distribusi bantuan sosial tidak adil dan mementingkan kelompok tertentu.

107. Dengan perluasan PKH baru-baru ini, kenaikan dalam jumlah keluhan harus diantisipasi dan GRS yang berfungsi dengan lebih baik sangat penting demi mempertahankan legitimasi dan kepercayaan sosial terhadap program. Saran-saran berikut ini mungkin dapat berlaku untuk GRS:

 Kemampuan GRS untuk dimanfaatkan secara optimal dan menanggapi keluhan secara efektif bergantung pada berbagai faktor. Selain ketersediaan sumber daya dan kapasitas lokal untuk mengelola sistem, kejelasan mengenai apa yang dapat diselesaikan pada tingkat lokal oleh pemerintah provinsi kabupaten sangat diperlukan. Karena sebagian besar keluhan yang dilaporkan berasal dari masalah pengecualian, ada kebutuhan yang kuat untuk meninjau mekanisme serta strategi penentuan target demi memastikan bahwa proposal penerima baru dari kabupaten dapat diakomodasi secara tepat waktu;

 SOP GRS yang disepakati perlu dikembangkan dalam konsultasi dengan pemerintah daerah;  Pemilihan sarana GRS harus mempertimbangkan aksesibilitas dan biaya peluang untuk pengadu

dalam mengajukan pengaduan (yaitu, prosedur yang disederhanakan, kerahasiaan, tidak ada tolakan ke belakang, dll) dan;

 Sosialisasi program GRS harus dilakukan dengan cara yang berulang dan terus menerus, bukan hanya sekali dan sumber daya yang memadai harus dialokasikan ke penyebaran informasi.

Dokumen terkait