Bagi Bank Mega Syariah, manajemen risiko merupakan salah satu prasyarat mutlak yang harus diterapkan dalam pengelolaan bisnis
perbankan. Manajemen risiko yang baik tidak
hanya menciptakan bank yang sehat, tetapi juga menanamkan kepercayaan para pemangku
kepentingan. Prinsip dasar inilah yang menjadi
pondasi Bank Mega Syariah dalam menjalankan
aktivitas usaha.
Bank Mega Syariah melakukan pengelolaan risiko
sesuai dengan ketentuan dalam SE OJK No10/ SEOJK.03/2014 tanggal 11 Juni 2014 tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Bank Mega Syariah
menetapkan peringkat risiko dan melaporkan hasilnya ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap sepuluh jenis risiko yang telah ditentukan, yakni risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko strategi, risiko reputasi, risiko hukum, risiko imbal hasil, dan risiko
investasi.
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
nomor 8/POJK.03/2014 , peringkat risiko
dikategorikan menjadi lima, yaitu low, low to moderate, moderate, moderate to high, dan high. Mengacu pada peringkat tersebut, hasil penilaian risiko selama tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
1. Uraian Jenis Risiko dan Mitigasi
a. Risiko Kredit
Risiko Kredit adalah risiko yang disebabkan karena kegagalan counterpart dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Hal ini
dapat timbul dari aktivitas fungsional, yaitu penyediaan dana dan aktivitas investasi
seperti pembelian surat berharga dengan tujuan untuk membentuk secondary reserve, disamping imbalan berupa marjin yang merupakan pendapatan Bank. Tujuan penerapan manajemen risiko Kredit adalah menjaga kualitas pembiayaan agar tetap berada pada kondisi baik, tanpa menghalangi ekspansi pembiayaan yang telah disusun dalam rencana bisnis.
Aktivitas mitigasi risiko Kredit dilakukan dalam seluruh aktivitas pembiayaan
sejak pendekatan kepada nasabah hingga pelunasan pembiayaan.
b. Risiko Pasar
Penilaian risiko pasar Bank Mega Syariah
dilakukan berdasarkan aktivitas bisnis
utama dan portofolio penyaluran dana mayoritas berbentuk pembiayaan. Karakteristik neraca Bank Mega Syariah terdiri atas pembiayaan dan sebagian kecil
investasi dalam bentuk surat berharga
sukuk yang ditujukan sebagai cadangan
likuiditas. Aktivitas trading treasury secara
over the counter dengan tujuan profitt tidak dilakukan, sehingga paparan dan mitigasi risiko pasar. lebih kepada perubahan perilaku dan menjaga loyalitas nasabah penyimpan dana pada saat terjadi kenaikan
suku bunga konvensional di pasar, serta
memadukannya dengan pembiayaan yang kebanyakan bersifat marjin tetap.
c. Risiko Operasional
Risiko Operasional adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh proses internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan
sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian
eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Bank Mega Syariah telah menyusun kebijakan, prosedur dan proses untuk
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
Risiko Inhiren 2 2 2 2
mengendalikan atau mengurangi risiko operasional sesuai dengan kompleksitas operasional. Selain itu, dalam rangka pengendalian, dilakukan pemisahan fungsi antara satuan kerja operasional dan satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian, serta penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (KYC) secara konsisten sesuai dengan paparan risiko operasional.
d. Risiko Likuiditas
Risiko Likuiditas adalah potensi timbulnya kerugian akibat ketidakmampuan Bank dalam membayar seluruh kewajiban yang jatuh tempo. Risiko ini juga muncul pada saat Bank tidak dapat mencairkan
atau menjual aset berupa investasi
surat berharga karena pasar tidak dapat menerima. Pengelolaan likuiditas sangat penting karena kekurangan likuiditas dapat mengganggu sistem Perbankan secara keseluruhan. Kebijakan manajemen risiko likuiditas ditujukan untuk memenuhi kebutuhan operasional serta kebutuhan tak terduga seperti penarikan dana nasabah dalam jumlah signifikan. Kebijakan ini mencakup penetapan strategi likuiditas, pemeliharaan cadangan likuiditas, dan akses pendanaan antar bank.
e. Risiko Kepatuhan
Risiko Kepatuhan terjadi jika Bank tidak
mematuhi dan/atau tidak melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, serta prinsip syariah. Profil risiko kepatuhan selama
tahun 2016 berada pada level yang dapat
diterima, sebagaimana terlihat pada indikator CAR, pemenuhan PPAP dan GWM, serta NPF yang berada dibawah ketentuan maksimal Otoritas Jasa Keuangan dan tidak adanya pelampauan maupun pelanggaran BMPK.
f. Risiko Stratejik
Risiko Stratejik adalah risiko akibat
ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau
pelaksanaan suatu keputusan stratejik, serta
kegagalan dalam mengantisipasi perubahan
lingkungan bisnis. Untuk memudahkan pengawasan atas implementasi produk dan
aktivitas, mitigasi risiko stratejik dilakukan
sejak tahap perencanaan penerbitan produk
dan aktivitas baru yang dicantumkan dalam
Rencana Bisnis Bank. Pengukuran risiko stratejik dan parameter pengukurannya dilakukan berdasarkan kinerja Bank, yaitu dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan rencana bisnis. Faktor-faktor lain
dalam identifikasi risiko stratejik meliputi
kesesuaian strategi dengan kondisi lingkungan bisnis, keahlian dan posisi bank di pasar, dan kondisi makro ekonomi.
g. Risiko Reputasi
Risiko Reputasi adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif terkait dengan kegiatan usaha atau persepsi negatif terhadap Bank. Reputasi dan kepercayaan merupakan pondasi penting dalam industri perbankan. Kegagalan menjaga reputasi dan kepercayaan nasabah akan menimbulkan dampak yang signifikan pada kinerja keuangan, dan pemulihan kembali akan membutuhkan biaya yang besar. Pemantauan risiko reputasi dilakukan secara berkala berdasarkan faktor-faktor penyebab timbulnya risiko, meliputi publikasi negatif pemilik bank dan perusahaan terkait, pemberitaan negatif oleh mitra bisnis, pemberitaan negatif di media, dan keluhan nasabah. Mitigasi risiko dilakukan melalui pemantauan pemberitaan negatif Bank dan penyelesaian keluhan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan OJK.
h. Risiko Hukum
Risiko Hukum adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung, atau kelemahan
perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sah kontrak, dan pengikatan agunan yang tidak sempurna. Kelemahan dari setiap perjanjian pembiayaan atau perjanjian- perjanjian dengan pihak ketiga lainnya dapat mengakibatkan adanya tuntutan hukum yang kemudian berdampak pada kinerja keuangan.
i. Risiko Imbal Hasil
Risiko Imbal Hasil (rate of return risk) adalah risiko akibat perubahan tingkat imbal hasil yang dibayarkan Bank kepada nasabah, karena terjadi perubahan tingkat imbal hasil yang diterima Bank dari penyaluran dana, yang dapat mempengaruhi perilaku nasabah dana pihak ketiga Bank. Hal ini disebabkan oleh perubahan ekspektasi tingkat imbal hasil yang diterima dari Bank akibat faktor internal seperti menurunnya
nilai aset Bank dan/atau faktor eksternal seperti naiknya return/imbal hasil yang