• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

5.3 Manfaat Ekonomi Benih Terong Hibrida terhadap Pendapatan Petani

dengan terong lokal, artinya plasmanutfah lokal terong bulat mendominasi lebih tinggi dibandingkan dengan varietas terong bulat hasil pemuliaan, sehingga petani tidak mengadopsi varietas tersebut.

Sumber : data 2004-2010 dari PT East West Seed Indonesia; 2011 dari PT East West Seed Indonesia dan Toko pertanian di wilayah penelitian.

Gambar 23. Penguasaan pasar benih terong hibrida dari tahun 2004-2011

Penguasaan benih terong hibrida dari tahun 2004 sampai tahun 2011 ini relatif stabil dan jika mengacu pada data dari Kementrial Pertanian pada Tabel 1 bahwa lebih dari 90% varietas yang dilepas adalah benih terong hibrida tipe panjang, sementara terong tipe lainnya bersifat bersari bebas. Dominasi yang tinggi dari benih terong panjang dan kemungkinan masuknya varietas hibrida untuk terong tipe lain dikhawatirkan dapat mendesak plasmanutfah lokal yang saat ini masih bertahan sebesar 20% di pasar. Benih lokal yang tetap digunakan oleh petani di wilayah penelitian adalah benih yang belum tersedia hibrida dengan kualitas sesuai yang diinginkan pasar dan konsumen.

5.3 Manfaat Ekonomi Benih Terong Hibrida terhadap Pendapatan Petani

Analisis manfaat ekonomi teknologi benih terong hibrida dilakukan terhadap 14 petani sampel yang berada di 3 lokasi penelitian, dengan

menggunakan 3 metode, yaitu Partial Budget Analysis (Horton 1982 dan

Soetiarso, et al. 2006) sesuai dengan formula 3 dan 4; Quality Seed Multiplier (Groot 2002) sesuai dengan formula 5 sampai 7 pada metodologi penelitian; dan rasio pendapatan teknologi benih hibrida terhadap benih lokal. Pada tabel 9 dapat dilihat nilai R dalam partial budget analysis dari manfaat teknologi hibrida yang

  69  

berkisar antara 1.09 sampai dengan 7.76 dengan rentang yang sangat besar dan rata-rata sebesar 3.8, sementara itu nilai QSM bervariasi dari kisaran terendah 50 sampai 224 dengan rata-rata 113.9. Menurut Horton (1982) aplikasi teknologi pertanian dapat dikatakan memberikan nilai tambah atau mempunyai manfaat ekonomi jika nilai R ≥ 1, sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan teknologi benih terong hibrida memberikan nilai manfaat dalam usaha tani terong. Nilai R bernilai positif yang memberikan indikasi bahwa baik nilai ∆Ni maupun ∆VC (selisih biaya teknologi hibrida dan non hibrida) bersifat positif. Selain itu nilai ∆Ni positif memberikan indikasi bahwa selisih total penerimaan teknologi hibrida dan non hibrida bersifat positif atau total penerimaan dari usaha tani teknologi benih hibrida mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan nilai penerimaan usaha tani teknologi non hibrida. Basuki (2008) pada penelitiannya terhadap nilai manfaat ekonomi pada teknologi benih bawang merah terhadap umbi botani bawang merah mendapatkan nilai R lebih besar dari 1 sehingga memiliki nilai manfaat bagi petani. Soetiarso et al. (2006) mendapatkan nilai R > 1 pada penelitian tentang aplikasi mulsa plastik hitam perak dalam budidaya cabai merah dibandingkan tanpa mulsa plastik.

Menurut Groot (2002), teknologi benih hibrida akan memberikan nilai manfaat dalam usaha tani jika nilai QSM >25. Dalam penelitian ini diperoleh data bahwa nilai QSM lebih besar dari 25, sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi benih hibrida memberikan nilai manfaat dalam usaha tani terong. Selanjutnya dikemukakan bahwa penggunaan benih terong hibrida di Filipina maupun tomat dan cabai hibrida di Indonesia dapat meningkatkan kesejahteraan petani dilihat dari beberapa parameter, salah satunya adalah QSM yang mencapai angka 60. Nilai QSM pada usaha tani terong hibrida yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai QSM pada komoditas lain secara implisit menggambarkan bahwa selisih harga benih terong hibrida dan benih lokal kecil dibandingkan dengan penambahan pendapatan yang diperoleh oleh petani dengan penggunaan benih hibrida, artinya harga benih hibrida terjangkau oleh petani.

Tabel 12 menjelaskan tentang dampak penggunaan benih terong hibrida terhadap pendapatan petani di wilayah penelitian, dan pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai komponen biaya produksi, produksi per satuan

 

hektar, harga jual produk segar, penerimaan dan pendapatan petani dalam berusaha tani dengan menggunakan benih terong hibrida dan benih lokal. Biaya produksi dalam usaha tani hibrida 1.36 kali lebih tinggi dibandingkan dengan biaya produksi usaha tani dengan benih lokal, sementara itu harga jual produk segar terong hibrida 0.36 kali lebih rendah dibandingkan dengan terong lokal atau harga jual terong hibrida hanya 0.74 kali harga jual terong lokal. Namun karena produktivitas (produksi per satuan luas) 1.36 kali lebih tinggi dibandingkan dengan terong non hibrida maka total pendapatan petani dalam usaha tani benih hibrida adalah 2.16 kali lebih tinggi dibandingkan dengan usaha tani lokal.

Tabel 12. Analisis manfaat ekonomi penggunaan teknologi benih terong hibrida dibandingkan benih lokal.

Metode penilaian manfaat Minimal

Maksi

mal Rerata

Partial budget analysis ( R ) 1.09 7.76 3.85

Quality seed multiplier(QSM) 50 224 113.93

Pendapatan benih hibrida (Rp) 50,390,22

Pendapatan benih lokal (Rp)     2,330,579 

Rasio     2.16 

 

Nilai pendapatan petani dalam usaha tani terong hibrida 2.16 kali lebih tinggi dibandingkan usaha tani non hibrida atau penggunaan benih terong lokal yang mengindikasikan bahwa teknologi benih terong hibrida ini memberikan nilai manfaat dalam peningkatan pendapatan petani. Peningkatan pendapatan ini dapat mendorong petani untuk beralih menggunakan benih hibrida dan meninggalkan benih lokal dalam usaha tani terong. Nilai manfaat ekonomi benih terong hibrida ini dapat berimplikasi pada peralihan penggunaan benih terong yang selanjutnya dapat mengakibatkan keterdesakan plasmanutfah lokal dan homogenitas plasmanutfah lokal seperti terlihat pada pembahasan sebelumnya, terutama terong panjang (Grubben dan Denton 2004). Di Filipina, Groot (2002) mengemukakan bahwa beberapa kulitivar terong panjang lokal yang memiliki nilai ekonomi tinggi didesak oleh varietas terong hibrida hasil pemulian yang berbahan dasar plasmanutfah lokal tersebut. Fenomena ini dapat dimungkinkan terjadi di Indonesia di masa yang akan datang, yakni pada terong bulat dan terong kalapa, jika benih hibrida untuk kedua tipe tersebut sudah tersedia di pasar, seperti halnya

  71  

yang telah terjadi pada komoditas tomat, mentimun, cabai, oyong dan paria, bahkan pada komoditas jagung hibrida yang hampir mendesak plasmanutfah lokal yang ada.

Tabel 13. Komponen pendapatan rata-rata dalam usaha tani terong

Komponen Satuan Hibrida Terong lokal Rasio

Biaya xRp.1000 37,459.78 27,535.71 1.36

Produktivitas kg/ha 60,118.18 44,320.41 1.36

Harga jual xRp.1000 1.449 1.964 0.74

Penerimaan xRp.1000 87,850 52,821.43 1.66

Pendapatan xRp.1000 50,390.22 23,305.79 2.16

Eaton dan Wiersinga (2009) dalam penelitian tentang dampak benih hibrida terhadap kesejahteraan petani di beberapa negara di Asia mengemukakan bahwa dampak teknologi benih hibrida memberikan manfaat nilai ekonomi yang diukur dari livelihood petani pada petani terong dan semangka hibrida di Filipina, tomat dan cabai di Indonesia, tomat dan mentimun di India, mentimun, jagung manis, dan beberapa sayuran lain di Thailand dan Vietnam.

 

Dokumen terkait