• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi petani serta pengambilan keputusan dan kebijaksanaan dalam pengembangan dan pelaksanaan kegiatan penyuluhan di daerah penelitian.

2. Sebagai evaluasi dan bahan masukan bagi penyuluh untuk melakukan perubahan terhadap program System of Rice Intensification (SRI).

3. Sebagai sumber informasi dan masukan bagi peneliti selanjutnya.

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Padi

Tanaman Padi atau yang bernama latin Oryza sativa L dapat diklasifikan dalam ordo Poales yang memiliki ciri batang berongga, berdaun tunggul dan memiliki pelepah. Selain itu tanaman padi juga memiliki ciri batang dengan rongga, anakan tumbuh pada buku-buku batang. Dari setiap anakan akan tumbuh bunga atau yang disebut malai. Tanaman Padi termasuk dalam golong tanaman akar serabut, dimana sangat efektif dalam menyerap kandungan hara namun peka terhadap kekeringan. Akar padi berada pada kedalaman 10−20 cm dari permukaan tanah. Padi dapat beradaptasi pada lingkungan tergenang (anaerob), disebabkan adanya saluran aerenchyma pada akar padi. Saluran ini berfungsi sebagai penyedia oksigen pada bahagian akar tanaman (Tjitrosoepomo 1985).

Biji padi mengandung dua kandungan pati utama yaitu amilosa dan amilopektin yang terletak didalam endosperm. Dari rasio perbandingan kandungan kedua pati tersebeut akan mempengaruhi mutu dan rasa produk akhir yang dihasilkan (pulen, pera, atau ketan). Tanaman padi dapat tumbuh pada iklim tropis maupun subtropis. Namun tanaman padi dapat tumbu dengan subur pada daerah berhawa panas dengan kandungan uap air yang tinggi. Tanaman padi membutuhkan kondisi curah hujan berada pada rata-rata 1500 - 2000 mm dengan distribusi selama 4 bulan. Suhu yang diinginkan dalam pertumbuhan tanaman padi berada pada230C, dengan ketinggian areal tanam dari permukaan laut berkisar antara 0 - 1500 m dpl (Nalwida 2018).

7

Tanaman padi dapat tumbuh pada tanah dengan komposisi fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu. Tanaman padi dapat utmbuh pada kondisi pH tanah berkisar antara 4-7. Tanaman memerlukan air dalam jumlah yang cukup, dengan ketebalan lapisan atasnya berkisar antara 18-22 cm (Loebenstein dan Thottappilly 2007). Catatan sejarah mengenai tanaman padi menyebutkan, budidaya tanaman padi tertua ditemukan pada 3.000 SM (Purwono 2007).

Pada penelitian ini akan dipelajari mengenai teknik budidaya padi menggunakan metode SRI, menurut (Nalwida 2018) terdapat beberapa keunggulan metode SRI antara lain:

1. Penggunaan air selama proses penanaman lebih efisien, dimana selama masa pertumbuhan hingga proses panen penggunaan air maksimum pada ketebalan 2 cm. Tebal lapisan air paling efisien berada sekitar 5 mm atau dalam kondisi macak-macak, proses ini diikuti dengan pengeringan hingga tanah retak (irigasi terputus).

2. Lebih efisein dalam biaya tanam, kebutuhan benih hanya berkisar 5 kg/ha tidak dibutuhkan biaya pencabutan bibit dan biaya pindah bibit.

Penggunaan bibit dan frekuensi tenaga tanam yang lebih sedikit akan menghemat biaya pada proses penanaman.

3. Efisien dalam waktu tanam, pada proses SRI bibit muda ditanam pada waktu 5-12 hari setelah proses semai. Proses tanam dengan bibit muda akan mempersingkat waktu tanam dan lebih cepat panen.

4. Peningkatan produktivitas hingga mencapai 11 ton/ha.

8

5. Lebih ramah lingkungan, peralihan dalam penggunaan pupuk kimia (urea, SP36, KCI) dengan focus pada penggunaan pupuk organik (kompos, kandang dan MOL). Hal yang sama dilakukan pada pestisida yang menekankan pada penggunaan pestisida organik dan pencegahan (Nalwida 2018).

2.2. Penyuluhan Pertanian

Menurut (Ashari et al, 2016), penyuluhan pertanian dapat didefenisikan sebagai sebuah kegiatan pemberdayaan petani, keluarga serta masyarakat yang terlibat dalam kegiatan agribisnis melalui sistem pendidikan non formal di bidang pertanian. Kegiatan ini bertujuan untk meningkatkan pengetahuan petani, keluarga maupun pelaku agribisnis, sehingga terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat pertanian. Pada proses penyuluhan petani harus ikut serta dalam proses pembelajaran mengenai pemeliharaan dan pemanfaatan sumberdaya serta potensi yang ada di lokasi pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan secara berkelanjutan.

Dalam arti yang lebih luas program penyuluhan pertanian dapat didefenisikan sebagai sebuah rencana kegiatan penyuluhan pertanian yang didasari oleh aspirasi petani, nelayan serta masyarakat pertanian. Program ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi wilayah pertanian yang selaras pada program pembangunan pertanian pada daerah tersebut. Program ini harus dapat menggambarkan keadaan yang terjadi pada masa sekarang, tujuan yang akan dicapai, masalah-masalah beserta solusi, serta cara untuk mencapai tujuan.

9

Program ini harus disusun secara sistematis, partisipatif, dan tertulis dilakukan pada tiap tahunnya (Purwono 2007).

Menurut Bahua, (2016), evaluasi penyuluhan pertanian adalah sebuah proses sistematis dan terencana yang berutjuan untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya mengenai ketercapaian tujuan program penyuluhan pertanian pada suatu wilayah. Tujuan akhir dari evaluasi berupa pengambilan suatu kesimpulan dari hasil akhir yang kemudian digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terhadap program penyuluhan yang dilakukan.

2.3. Sistem SRI (System Of Rice Intensification)

SRI (System Of Rice Intensification) merupakan salah satu teknik budidaya padi yang berfokus pada pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui konsolidasi petani serta pemanfaatan potensi daerah lokasi yang didasarkan pada kegiatan ramah lingkungan. Program SRI sangat mendukung terhadap pengmbalian unsur hara tanah serta kesehatan pada pengguna produk akhir (Nalwida 2018).

SRI pertama sekali dikembangkan di Madagaskar awal tahun 1980 oleh Henri de Lauline.Terdapat 6 tahapan utama dalam metode SRI, yaitu :

10 1. Seleksi Benih

a) Proses seleksi benih dengan perendaman dalam air dengan waktu 24 jam

b) Proses penyemaian dapat dilakuka dalam media tanah maupun terpal menggunakan pupuk organik

2. Pengolahan Tanah

a) Pengolahan lahan dilakukan 2 minggu sebelum proses tanam, pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan traktor maupun traktor tangan.

b) Perataan pada permukaan tanah yang bertujuan untuk memudahkan dalam kontrol sistem pengairan.

3. Penanaman

a) Dilakukan proses penanaman pada benih muda yang sudah disemai berumur 7-14 hari.

b) Pada proses tanam harus diberi jarak tanam 30 cm x 30 cm antar tanaman.

4. Pemupukan

a) Pada proses pemupukan difokuskan pada penggunaan pupuk organik, kebutuhan pupuk rata-rata berkisar 5-7 ton/Ha

b) Proses pemupukan dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua, hal ini bertujuan agar pupuk bisa meresap dengan tanah

5. Pemeliharaan

Dalam pencegahan hama dan penyakit, proses SRI tidak menggunakan bahan atau pestisida kimia. Proses pemeliharaan dengan berfokus pada proses

11

pencegahan dengan melakukan proses penyiangan secara lebih awal. Pada proses penanggulangan hama/penyakit dilakukan dengan pestisida nabati maupun pengendalian secara fisik dan mekanik.

6. Panen

Proses pemanenan dilakukan apabila bulir padi sudah rata menguning semua atau 80% bulir padi sudah menguning. (Sato dan Uphoff, 2007)

2.4. Landasan Teori 2.4.1. Model evaluasi CIPP

Model CIPP pertama sekali dikembangkan oleh Stuffleabem, dkk (1967) di Ohio State University. Kelebihan pada model evaluasi CIPP yaitu menekankan pada suatu pengambilan keputusan yang didapatkan dari hasil evaluasi (Mahmudi 2011).

Menurut Stufflebeam, (1993 : 118) dalam (Widoyoko dan Qudsy 2009) mengungkapkan bahwa, konsep pendekatan model CIPP memiliki pandangan dimana tujuan penting dalam suatu kegiatan evaluasi bukan untuk membuktikan, akan tetapi dilakukan untuk memperbaiki. Dalam model evaluasi CIPP terdapat dimensi-dimensi yang digunakan sebagai indikator ukur pada kegiata evaluasi, adapun dimensi dalam model evaluasi CIPP yakni :

1. Evaluasi Konteks (Context Evaluation)

Stufflebeam (1983 : 128) dalam Hamid (2001) evaluasi konteks bertujuan utuk mengetahui kekuatan serta kelemahan yang dimilki evaluan. Pengetahuan akan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki akan memudahkan dalam menentukan arah perbaikan maupun keputusan yang akan diambil.

12 2. Evaluasi Masukan (Input Evaluation)

Menurut Widoyoko dan Qudsy, (2009) evaluasi masukan bertujuan dalam penentuan keputusan, potensi yang dimiliki, alternatif solusi, rencana dan strategi yang dilakukan untuk mencapai tujuan, serta sistem kerja. Komponen evaluasi masukan meliputi : SDM, sarana dan prasarana, kekuatan finansial, serta regulasi dan aturan yang dibutuhkan.

3. Evaluasi Proses (Process Evaluation)

Worthen & Sanders (1981 : 137) dalam Widoyoko dan Qudsy (2009) menjelaskan bahwa, pada evaluasi proses memiliki tiga tujuan utama : Evaluasi proses diguanakan sebagai prediktor dalam rancangan prosedur maupun rancangan implementasi, sebagai penyedia informasi dalam pengambilan keputusan dan sebagai pencatat dan penyimpan prosedur yang telah dilakukan.

4. Evaluasi Produk/Hasil (Product Evaluation)

Sax (1980 : 598) dalam Widoyoko dan Qudsy (2009) memberikan pengertian evaluasi produk/hasil sebagai guiding atau pembantu pimpinan dalam pembuatan keputusan yang berhubungan dengan jalannya kegiatan yang sedang berjalan, tujuan akhir, maupun modifikasi program. Evaluasi produk merupakan kegiatan penilaian yang bertujuan melihat ketercapaian/ keberhasilan suatu program. Ketercapaian program akan dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan.

2.5. Penelitian Terdahulu

Berikut penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan teori-teori di atas :

13 Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu No. Nama

1. Input produksi yang digunakan pada

1. Pelaksanaan sistem tanam SRI (System

of Rice

14 Lanjutan Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

15

1. Apakah terdapat pengaruh pada

2. Apakah terdapat pengaruh pada

Kuantitatif 1. Variabel luas lahan, biaya produksi dan 2. Variabel luas lahan, biaya produksi dan lebih tinggi apabila dibandingkan

Lanjutan Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

16

Kuantitatif Hasil penelitian menunjukkan tingkat penerapan metode SRI di Kecamatan Beringin berada pada skor tinggi, dan dampak penerapan metode SRI terhadap pendapatan

2.6. Kerangka Pemikirian

Tantangan utama dalam proses penanaman padi adalah bagaimana teknik maupun metode yang diterapakan menghasilkan produksi padi yang tinggi dengan biaya seminimal mungkin. Untuk mewujudkan upaya tersebut terdapat kendala berupa petani yang belum sepenuhnya patuh dalam melaksanakan anjuran yang diberikan. SRI (System Of Rice Intensification) merupakan teknik dalam budidaya padi yang berfokus pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui konsolidasi masyarakat pertanian dan pengoptimalan potensi daerah pertanian.

Teknik SRI memiliki basis pada kegiatan ramah lingkungan dengan menggantikan penggunaan pupuk kimia dengan pupuk organik. Dari pengembangan teknik budidaya SRI tersebut didapatkan pemulihan pada kesehatan tanah serta kesehatan pengguna produk hasil pertanian.

Lanjutan Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

17

Dengan adanya metode SRI (System Of Rice Intensification) dibuthkan penataan ulang terhadap program-program penyuluhan. Melalui evaluasi program penyuluhan yang terdiri dari kegiatan analis, pengukuran, serta penialaian dampak yang ditimbulkan atau keberhasilan dari sebuah program.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menilai keberhasilan dari program sistem SRI (System Of Rice Intensification) yakni sudah sejauh mana pencapaiannya di daerah penelitian dengan menggunakan model evaluasi CIPP yakni context, input, process, dan product. Kemudian, menilai pelaksaan program tersebut, apakah petani menerapkannya pada usahataninya sesuai anjuran dari penyuluh. Setelah diterapkan bagaimana hasilnya, apakah berdampak terhadap produksi dan pendapatan petani, apakah ada perubahan sebelum dan setelah mengikuti program sistem SRItersebut. Kemudian diketahui lah apakah program tersebut berhasil atau tidak, jika iya maka disarankan untuk terus dilanjutkan, dan jika tidak maka perlu direvisi kembali. Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat pada gambar 2.1 kerangka pemikiran yang tertera untuk penelitian ini.

18

SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN

Keterangan:

Menyatakan Hubungan Dievaluasi Dengan

Gambar 2.1 Skema Kerangka Penelitian Analisis Evaluasi Pelaksanaan Program Penyuluhan Pertanian SRI Menggunakan Model CIPP

Program Penyuluhan SRI (System of Rice Intencification

Petani Padi Sawah

Evaluasi Penyusunan

Sistem SRI

Evaluasi Hasil Sistem

SRI

Tidak Berhasil Evaluasi

Pelaksanaan Sistem SRI

Evaluasi Tingkat Keberhasilan

Model CIPP

Berhasil

Produksi dan Pendapatan

Setelah Menerapkan Produksi dan

Pendapatan Sebelum Menerapkan

19 2.7. Hipotesis Penelitian

1. Evaluasi program Sistem SRI pada Desa Pematang Setrak sudah berjalan dengan baik.

2. Evaluasi pelaksanaan program SRI pada Desa Pematang Setrak sudah dilaksanakan petani sesuai dengan anjuran penyuluh pertanian.

3. Petani padi sawah di Desa Pematang Setrak sudah merasakan dampak positif terhadap penerapan program SRI di lokasi penelitian.

20 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode yang digunakan dalam penentukan daerah penelitian adalah metode purposive (disengaja) yaitu di Desa Pematang Setrak Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Berdagai. Desa ini dipilih karena merupakan salah satu desa yang menjadi sentra produksi padi sawah di Kecamatan Teluk Mengkudu serta Desa Pematang Setrak merupakan Desa yang sudah menerapkan metode budidaya padi SRI. Selain itu. Desa ini sudah melakukan penyuluhan tentangan SRI dan mendapat respon baik dari petani.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Pada studi ini, jumlah sampel diperoleh dengan menggunakan teknik Non Probability Sampling yaitu Sampling Jenuh (Sensus) yaitu metode pengambilan

sampel yang menggunakan seluruh anggota populasi sebagai sampel. Hal ini terjadi apabila populasinya kecil atau kurang dari 30 orang.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian data terdiri atas data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dan pembagian kuesioner kepada petani yang telah mendapat penyuluhan tentang SRI (System of Rice Intensif) baik yang menerapkan dan tidak menerapkan sistem, juga melakukan wawancara kepada ketua kelompok tani. Pada pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pencatatan dari instansi atau lembaga terkait seperti Dinas Ketahanan Pangan dan

21

Pertanian, Badan Pusat Statistik, Balai Penyuluhan Pertanian, Kantor Kepala Desa. Serta informasi dari literatur terdahulu yang mendukung penelitian ini.

3.4. Metode Analisis Data

Data hasil penelitian kemudian dikumpulkan untuk dilakukan tabulasi, tahapa berikutnya berupa analisis dengan ketentuan yang ditetapkan. Untuk membuktikan hipotesis 1 dilakukan analisis deskriptif dengan melihat data perkembangan penerapan SRI (System of Rice Intensif) selama 5 (lima) tahun terakhir yakni 2015 - 2019.

Untuk membuktikan hipotesis 2, yakni evaluasi program, pelaksanaan program dan hasil program. Untuk evaluasi program dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan Model CIPP (Contexts, Input, Process, Product). Untuk mengetahui indikator penilaian program SRI, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.2 Indikator Penilaian Program Penyuluhan SRI (System of Rice

Intensification) Berdasarkan Dimensi Konteks, Masukan, Proses,

dan Produk.

No. Model CIPP Indikator Kinerja

1. Context 1. Penyusunan program penyuluhan Sistem SRI didasarkan pada kebutuhan petani.

2. Program penyuluhan Sistem SRI dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani.

3. Tujuan akhir dari program penyuluhan Sistem SRI berupa peningkatan hasil produksi dan pendapatan petani.

4. Program disusun untuk menyediakan sarana dan prasarana pendukung sesuai dengan kebutuhan petani.

2. Input 1. Keterlibatan petani dalam perencanaan penyuluhan pertanian sistem SRI.

2. Komunikasi antara kelompok tani dan penyuluh.

22

3. Penyuluhan dan pelatihan oleh PPL kepada petani.

4. Kesiapan petani dalam menerapkan Sistem SRI.

3. Process 1. Keterlaksanaan program penyuluhan Sistem SRI.

2. Frekuensi penyuluhan Sistem SRI.

3. Frekuensi pelaksanaan pengawasan oleh penyuluh.

4. Penyuluh dapat memenuhi keinginan yang sesuai dengan kebutuhan petani.

4. Product 1. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengolah usahataninya.

2. Tingkat penerapan teknologi Sistem SRI.

3. Peningkatan produksi setelah menerapkan Sistem SRI.

4. Peningkatan kerjasama dalam berusahatani.

Sumber : Diolah berdasarkan teori yang dibangun

Dari Tabel 3.2 tersebut diberikan pertanyaan kepada responden yakni petani yang mengikuti program SRI di daerah penelitian. Dari jawaban yang diperoleh kemudian dikonversi dalam bentu skoring dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jika menjawab A skor 3 b. Jika menjawab B skor 2 c. Jika menjawab C skor 1

Tabel 3.3 Skor Penilaian Program Penyuluhan SRI (System of Rice Intensification)

No. Model CIPP Jumlah Parameter Skor Rentang

1 Contexts 4 1-3 4-12

2 Input 4 1-3 4-12

3 Process 4 1-3 4-12

4 Product 4 1-3 4-12

Total 16 16 - 48

23

Dari hasil penilaian akan didapatkan skor pada masing-masing variabel, kemudian dari hasil penjumlahan skor pada tiap-tiap varialbel akan ditentukan tingkat keberhasilan program SRI di daerah penelitian. Skor pelaksanaan Program Penyuluhan Pertanian berada pada rentang 16-48 dimana skor akhir dapat dihitung dengan range dibagi pencapaian.

Keterangan :

Skor 38-48 = Sangat Berhasil Skor 27-37 = Berhasil

Skor 16-26 = Tidak Berhasil

Untuk mengetahui pelaksanaan program dilakukan analisa secara deskriptif dengan menggunakan metode pemberian skor terhadap anjuran pelaksanaan program penyuluhan SRI (System of Rice Intensif) yang disusun secara rinci pada tabel berikut :

Tabel 3.4 Evaluasi Pelaksanaan Program Penyuluhan SRI (System of Rice Intensification)

No. Pelaksanaan Sistem SRI

Anjuran Pengukuran Skor

1. Persiapan Lahan

1. Perencanaan sistem pengairan 2. Penentuan areal

sawah yang tidak tergenangi

3. Pengolahan lahan

1. Dilakuakan dengan semua teknologi dan anjuran.

2. Dilakukan dengan 2-3 teknologi dan anjuran.

3. Menggunakan hanya 1 teknologi dan 2. Persamaian benih

1. Dilakuakan dengan semua teknologi dan anjuran.

2. Dilakukan dengan 2-3 teknologi dan anjuran.

3. Menggunakan hanya 1 teknologi dan anjuran.

3

2

24

1. Dilakuakan dengan semua teknologi dan anjuran.

2. Dilakukan dengan 2-3 teknologi dan anjuran.

3. Menggunakan hanya 1 teknologi dan 3. Pengelolaan air 4. Pengendalian

hama 5. Pemupukan

1. Dilakuakan dengan semua teknologi dan anjuran.

2. Dilakukan dengan 2-3 teknologi dan anjuran.

3. Menggunakan hanya 1 teknologi dan

1. Dilakuakan dengan semua teknologi dan anjuran.

2. Dilakukan dengan 2-3 teknologi dan anjuran.

3. Menggunakan hanya 1 teknologi dan

1. Dilakuakan dengan semua teknologi dan anjuran.

2. Dilakukan dengan 2-3 teknologi dan anjuran.

3. Menggunakan hanya 1 teknologi dan anjuran..

3

2

1

25

Dari Tabel 3.4 di atas didapatkan jumlah nilai pelaksanaan Program Penyuluhan Pertanian berada diantara 6-18 dimana skor akhir dapat dihitung dengan range dibagi jumlah pencapaian. (Subagyo, 1992 :10).

Keterangan :

Skor 14 – 18 = Berhasil

Skor 10 – 13 = Cukup Berhasil Skor 6 – 9 = Tidak Berhasil

Untuk mengetahui hasil dari pelaksanaan program SRI (System of Rice Intensif) dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode skoring.

Komponen penilaian dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Dari Tabel 3.5 dapat dilihat dan diketahui hasil dari pelaksanaan program SRI melalui penilaian jumlah skor yang berada pada 5 – 20, dimana skor akhir dapat dihitung dengan range dibagi jumlah pencapaian (Subagyo, 1992 :10).

Tabel 3.5 Evaluasi Hasil Program Penyuluhan SRI (System of Rice Intensification)

No. Komponen Parameter Skor

1. Peningkatan Pengetahuan 1. Pengetahuan meningkat signifikan .

2. Terjadi peningkatan pengetahuan.

3. Pengetahuan tidak berubah

4. Terjadi penurunan pengetahuan.

4

3 2 1 2. Peningkatan Keterampilan 1. Keterampilan meningkat

signifikan.

2. Terjadi peningkatan keterampilan.

3. Keterampilan tidak beruah

4. Terjadi penurunan Keterampilan.

4

3 2 1 3. Peningkatan Produksi 1. Produksi meningkat

signifikan

2. Terjadi peningkatan

4 3

26 Produksi.

3. Produksi tidak berubah 4. Terjadi penurunan

produksi

2 1 4. Peningkatan Pendapatan 1. Pendapatan meningkat

signifikan

2. Terjadi peningkatan pendapatan.

3. Pendapatan tidak berubah 4. Terjadi penurunan

pendapatan.

4 3 2 1 5. Peningkatan Produktivitas 1. Produktivitas menignkat

signifikan.

2. Terjadi peningkatan Produktivitas.

3. Produktivitas tidak berubah

4. Terjadi penurunan Produktivitas.

Skor >16,25 – 20 = Sangat Berhasil Skor >12,5 – <16,25 = Berhasil Skor >8,75 – <12,5 = Cukup Berhasil Skor 5 – <8,75 = Tidak Berhasil

3.5. Definisi dan Batasan Operasional 3.5.1. Definisi Operasional

1. Evaluasi penyuluhan pertanian merupakan proses kegiatan untuk menilai kegiatan program penyuluhan pertanian. Terdiri atas tahapan pengumpulan data, penentuan indikator, penilaian dan analisa serta penentuan keputusan.

2. Model evaluasi program CIPP merupakan model evaluasi yang didasari pada dimensi konteks, input, proses dan produk

3. Evaluasi pelaksanaan adalah evaluasi yang dilaksankan untuk mengetahui kemampuan petani dalam melaksanakan inovasi yang dianjurkan.

27

4. Evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan untuk melihat hasil pencapaian program yakni pendapatan, produksi, pengetahuan dan kemampuan petani.

5. Produksi adalah jumlah padi sawah yang dihasilkan suatu lahan petanian dalam satuan ton.

3.5.2. Batasan Operasional

1. Lokasi penelitian berada pada Desa Pematang Setrak Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Sampel Penelitian adalah Petani padi sawah yang menerapkan SRI (System of Rice Intensif).

3. Waktu Penelitian adalah tahun 2020.

28 BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1. Kondisi Geografis

Desa Pematang Setrak berada pada Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai, terdiri atas 8 dusun dengan luas wilayah mencapai 670,64 ha. Berdasarkan komposisi tanah tersebut, tanah di Desa Pematang Setrak cocok digunakan sebagai areal pertanian. Kondisi lahan yang tergolong datar dan tidak berbukit memudahkan dalam pembuatan sistem pengairan yang merupakan penunjang teknis dalam sektor pertanian.

Desa Pematang Setrak memiliki jarak ± 7 Km dari ibukota Kecamatan dan

± 20 Km dari ibukota Kabupaten Serdang Bedagai. Pengguanan lahan pada Desa Pematang Setrak didominasi pada pemanfatan sbeagai usahatani, dengan tanaman utama berupa padi. Lahan pertanian sawah pada Desa Pematang Setrak terletak pada Dusun VI, VII dan VIII. Pengoptimalan lahan dalam budidaya padi sawah telah dilakukan oleh masyarakat, dengan luas areal yang didominasi oleh persawahan. Pemanfaatan wilayah di Desa Pematang Setrak dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini :

29

Tabel 4.1 Pemanfaatan Luas Wilayah Desa Pematang Setrak

No Keterangan Luas Wilayah

(Ha)

Persentase (%)

1 Persawahan 265,00 39,510

2 Tegal/Perladangan 103,00 15,350

3 Perkebunan 96,23 14,340

4 Perumahan/Pemukiman 202,92 30,250

5 Perkantoran/Sarana Sosial

a. Kantor/Balai Desa 0,86 0,128

b. Puskesmas/Puskesdes 0,06 0,008

c. 4 Unit Mesjid 0,16 0,023

d. 3 Unit Musholla 0,34 0,050

e. 1 Unit Sekolah 0,08 0,011

f. Jalan Umum/Jalan Dusun 0,40 0,094

g. Saluran Irigasi Tersier 0,75 0,111

h. Saluran Pembuangan 0,84 0,125

Total 670,64 100,000

Sumber: Kantor Kepala Desa Pematang Setrak Tahun 2020

Dari Tabel 4.1 tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar lahan Desa Pematang Setrak digunakan untuk lahan persawahan dengan 265 Ha atau sekitar 39,51% dari total luas area. Tanaman primadona pada Desa Pematang Setrak berupa tanaman padi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Rasio pemanfaatan lahan terkecil didapatkan pada fasilitas kesehatan Desa berupa puskesmas atau puskesdes dengan persentase 0,008%.

4.2. Kondisi Sosio Demografis

4.2.1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari data kantor kepala desa didapatkan jumlah penduduk di Desa Pematang Setrak hingga bulan November 2021 berjumlah sebesar 4.585 jiwa dengan total KK sebesar 1.146 KK yang terdiri dari 8 dusun. Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada pada Tabel 4.2.

30

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Dusun Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Total

(Jiwa) Laki-laki Laki-laki Perempuan L P

1 I 342 336 15,06 14,52 678

2 II 285 294 12,55 12,71 579

3 III 272 310 11,98 13,40 582

4 IV 173 152 7,62 6,57 325

5 V 421 468 18,54 20,22 889

6 VI 225 225 9,91 9,72 450

7 VII 204 206 8,98 8,90 410

8 VIII 349 323 15,37 13,96 672

Total 2.271 2.314 49,53 50,47 4.585

Sumber: Kantor Kepala Desa Pematang Setrak November 2021

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa bedasarkan jenis kelamin Desa Pematang Setrak didominasi oleh penduduk penduduk perempuan 2.314 jiwa atau 50,47% dan jumlah penduduk laki – laki didapatkan sebesar 2.271 jiwa atau 49,53%. Jumlah penduduk terbesar didapatkan pada dusun V dengan total 889 jiwa atau sebesar 19,39% dari total jumlah penduduk Desa Pematang Setrak.

4.2.2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur

Penduduk merupakan salah satu potensi sumber daya dari suatu wiayah.

Tingginya jumlah penduduk menjamin ketersediaan tenaga kerja pada suatu wilayah. Berdasarkan data dari Kantor Desa Pematang Setrak hingga bulan November 2021 didapatkan data distribusi penduduk berdasarkan usia.

Berdasarkan Tabel 4.3 penduduk desa Pematang Setrak didominasi penduduk yang berusia produktif berumur 17-59 tahun, didapatkan sebesar 2.758 jiwa dengan persentase 60,15%. Persentase penduduk terkecil berdasarkan usia didapatkan pada rentang umur 13-16 tahun dengan total 359 jiwa dengan persentase sebesar 7,83%. Berdasarkan data penduduk didapatkan desa Pematang

Berdasarkan Tabel 4.3 penduduk desa Pematang Setrak didominasi penduduk yang berusia produktif berumur 17-59 tahun, didapatkan sebesar 2.758 jiwa dengan persentase 60,15%. Persentase penduduk terkecil berdasarkan usia didapatkan pada rentang umur 13-16 tahun dengan total 359 jiwa dengan persentase sebesar 7,83%. Berdasarkan data penduduk didapatkan desa Pematang

Dokumen terkait