• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi RSU Haji Medan, sebagai bahan masukan bagi rumah sakit agar perencanaan obat dapat terlaksana dengan optimal dimasa yang akan datang untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

2. Bagi instalasi farmasi RSU Haji Medan, sebagai bahan masukan dalam melakukan perencanaan obat di masa yang akan datang sesuai dengan pedoman yang berlaku.

3. Bagi peneliti hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan informasi tambahan Bagi peneliti lain, dapat menambah wawasan keilmuan dan pengalaman, serta dapat dijadikan referensi dalam melakukan penelitian yang terkait dengan perencanaan obat di rumah sakit.

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang di pengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

Rumah sakit harus tetap mampu meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu dan terjangkau bagi masyarakat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setingi-tingginya dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat, melakukan upaya kesehatan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu. Menyuluruh dan berkesinambungan dengan tujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat (Depkes RI, 2009).

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Untuk menjalankan tugasnya, maka rumah sakit mempunyai fungsi :

a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;

dan

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 56 Tahun 2014, dijelaskan bahwa berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

Sedangkan rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ,

jenis penyakit atau kekhususan lainnya. Rumah sakit juga dapat diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan yang terdiri atas rumah sakit umum kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D. Adapun klasifikasi rumah sakit umum adalah sebagai berikut :

a. klasifikasi rumah sakit umum adalah sebagai berikut : 1. Rumah Sakit Umum kelas A

Rumah sakit umum kelas A yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi; 5 (lima) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi dan rehabilitasi medik; 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain yaitu : pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik; 16 (enam belas) pelayanan medik sub spesialis yaitu : pelayanan subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik, serta gigi dan mulut; dan 7 (tujuh) pelayanan medik spesialis gigi dan mulut yaitu : pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonsi, periodonti, orthodonti, prosthodonti, pedodonsi dan penyakit mulut

2. Rumah Sakit Umum kelas B

Rumah Sakit Umum kelas B yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi; 5 (lima) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi dan rehabilitasi medik; paling sedikit 8 (delapan) pelayanan dari 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain yaitu : pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik; paling sedikit 2 (dua) pelayanan subspesialis dari 4 (empat) subspesialis dasar yaitu : pelayanan subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, serta obstetri dan ginekologi; dan paling sedikit 3 (tiga) pelayanan medik spesialis gigi dan mulut yaitu : pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonsi dan orthodonti.

3. Rumah Sakit Umum kelas C

Rumah Sakit Umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik umum yaitu : pelayanan medik dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana; 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi; 3 (tiga) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi dan patologi klinik;

dan paling sedikit 1 (satu) pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.

4. Rumah Sakit Umum kelas D

Rumah Sakit Umum kelas D yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik umum yaitu:

pelayanan medik dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana; paling sedikit 2 (dua) dari 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi;

dan 2 (dua) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan radiologi dan laboraturium.

2.2 Peran instalasi Farmasi dalam Perencanaan Obat

Di rumah sakit apoteker berperan dalam penerapan terapi dengan memastikan ketepatan pemberian obat oleh dokter, penyediaan obat dan memastikan penggunaan obat dengan tepat. Apoteker juga berperan dalam manajemen farmasi rumah sakit (Siregar dan Lia, 2004 Hal : 4).

2.2.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, tugas IFRS, meliputi :

1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi;

2. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;

3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;

4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;

5. Berperan aktif dalam Komite Farmasi dan Terapi (KFT);

6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan kefarmasian;

7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit.

Fungsi IFRS, adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai a. Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit;

b. Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai secara efektif, efisien dan optimal;

c. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku;

d. Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit;

e. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku;

f. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian;

g. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit;

h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;

i. Melaksanakan pelayanan obat “unit dose” / dosis sehari;

j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (apabila sudah memungkinkan);

k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;

l. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak dapat digunakan;

m. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;

n. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

2. Pelayanan farmasi klinik

a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat;

b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat;

c. Melaksanakan rekonsiliasi obat;

d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan resep maupun obat non resep kepada pasien/keluarga pasien;

e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;

f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain;

g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;

h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO) : Pemantauan Efek Terapi Obat; Pemantauan Efek Samping Obat; Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

j. Melaksanakan dispensing sediaan steril : melakukan pencampuran obat suntik; menyiapkan nutrisi parenteral;

melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik; melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil;

k. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar rumah sakit;

2.2.2 Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit

Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) menurut Kepmenkes No.1197/Menkes/SK/X/2004 adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara staf medik dan staf farmasi. Anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.

Menurut SK Menkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004 fungsi dan ruang lingkup PFT terkait dengan perannya dalam pelayanan farmasi rumah sakit adalah:

a. Menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para dokter dalam memberi terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk dimasukkan ke dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi produk obat yang sama. PFT berdasarkan kesepakatan dapat menyetujui atau menolak produk obat atau dosis obat yang diusulkan oleh SMF.

b. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit

c. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan meneliti rekam medik kemudian dibandingkan dengan standar diagnose dan terapi.

d. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.

e. Mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat.

f. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional (Siregar dan Amalia, 2004 Hal : 80).

Tujuan dibentuknya Panitia Farmasi dan Terapi yaitu:

a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat, dan evaluasinya.

b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan. Keanggotaan PFT terdiri dari 8-15 orang. Semua anggota tersebut mempunyai hak suara yang sama. Pada rumah sakit umum besar, misalnya kelas A atau B, perlu dibentuk suatu struktur organisasi PFT yang terdiri atas keanggotaan inti yang mempunyai hak suara sama, sebagai suatu tim pengarah dan pengambil keputusan. Anggota inti ini dibantu oleh berbagai subpanitia yang dipimpin oleh salah seorang anggota inti. Anggota dalam subpanitia adalah dokter praktisi spesialis, apoteker spesialis informasi obat, apoteker spesialis farmasi klinik, dan berbagai ahli sesuai dengan keahlian yang diperlukan dalam tiap sub panitia (Siregar dan Lia, 2004).

2.2.3 Formarium Rumah Sakit

Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, formularium adalah himpunan obat yang diterima/ disetujui oleh Komite Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah

sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan dimana formularium harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Penyusunan formularium rumah sakit merupakan tugas Komite Farmasi dan Terapi. Adanya formularium diharapkan dapat menjadi pedoman para dokter staf medis fungsional dalam memberi pelayanan kepada pasien sehingga tercapai penggunaan obat yang efektif dan efisien serta mempermudah upaya menata manajemen kefarmasian di rumah sakit (Siregar dan Amalia, 2004).

Isi formularium terdiri atas:

a. Halaman judul

b. Daftar nama anggota PFT c. Daftar isi

d. Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat e. Produk obat yang diterima untuk digunakan

f. Lampiran

Kegunaan formularium di rumah sakit:

a. membantu menyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit b. sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar

c. memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal (Siregar dan Amalia, 2004).

2.2.4 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia (SDM) di instalasi farmasi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Farmasi di

Rumah Sakit, yaitu apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan instalasi farmasi. Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf instalasi farmasi harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap 3 tahun sesuai kebijakan dan prosedur di instalasi farmasi rumah sakit.

Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM instalasi farmasi diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari apoteker yaitu sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Dan tenaga kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker.

2. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari operator komputer/teknisi yang memahami kefarmasian, tenaga administrasi, dan pekarya/pembantu pelaksana.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 juga dijelaskan bahwa instalasi farmasi dipimpin oleh seorang apoteker sebagai penanggung jawab seluruh pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kepala instalasi farmasi rumah sakit diutamakan yang telah memiliki pengalaman bekerja di instalasi farmasi rumah sakit minimal 3 tahun. Pada pelayanan kefarmasian di rawat inap, penghitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja idealnya dengan rasio

jalan, idealnya 1 apoteker untuk 50 pasien. Selain itu, diperlukan juga masing-masing 1 orang apoteker untuk kegiatan pelayanan kefarmasian di ruang tertentu, yaitu unit gawat darurat, Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU), dan pelayanan informasi obat.

Pihak-pihak yang mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan instalasi farmasi di rumah sakit adalah (Febriawati, 2013) :

1. Direktur rumah sakit

Direktur adalah orang yang wajib tahu tentang perkembangan dan keadaan obat maupun stok obat. Direktur pula yang harus memastikan bahwa formularium obat telah dijalankan dengan benar oleh para tenaga medis.Adanyapenyimpangan penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan bukan kesalahan direktur, namun pada akhirnya akan menjadi tanggung jawab direktur jika penyimpangan ini terus dibiarkan. Direktur harus bisa menjalankan fungsi monitoring, sebagai pengawas dan evaluasi.

2. Kepala instalasi farmasi rumah sakit

Kepala instalasi farmasi adalah orang yang paling berhak dan pertama kali tahu mengenai stok dan kebutuhan obat-obatan di rumah sakit. Tugas dari kepala instalasi farmasi adalah merencanakan pemesanan, menghitung kebutuhan, melaporkan pemakaian rumah sakit. Namun, kepala instalasi farmasi bukan yang bertanggung jawab atas pembelian obat-obatan di rumah sakit. Hal ini sangatpenting dalam menjaga keadilan, transparansi dan mencegah terjadinya kesepakatan tersembunyi antara kepala instalasi farmasi dan perusahaan obat.

3.Bagian logistik rumah sakit

Bagian logistik adalah bagian yang bertugas untuk membeli obat dan menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan yang direkomendasikan oleh kepala instalasi farmasi. Semua pembelian obat-obatan dalam jumlah besar atau jumlah tertentu harus melalui logistik sehingga memudahkan pendataan, penghitungan pembiayaan dan pelaporan keuangan.

4.Instalasi penerimaan dan pengadaan barang di rumah sakit Instalasi penerimaan dan pengadaan barang mempunyai tugas melakukan penerimaan dan penyimpanan perbekalan farmasi yang sudah dibeli oleh bagian logistik. Petugas gudang akan menghitung dan mencocokkan jumlah obat-obatan yang diterima dengan jumlah pesanan. Obat-obatan akan disimpan di dalamgudang dan dikeluarkan sesuai dengan permintaan kepala instalasi farmasi. Kepala instalasi penerimaan dan pengadaan barang harus sesering mungkin memberikan laporan kepada kepala instalasi farmasi, dengan tujuan agar kepala instalasi farmasi bisa merencanakan pembelian obat-obatan berikutnya.

5. Petugas gudang dan apoteker rumah sakit

Petugas gudang dan apoteker adalah orang yang bersentuhan langsung dengan produk atau obat-obatan yang dijual. Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang paling rentan dan paling sering disalahkan apabila ada stok atau obat-obatan yang hilang.

Sebab itu, ada baiknya orang yang bekerja di profesi ini harus orang yang jujur dan melakukan pelaporan setiap saat kepada atasannya. Petugas gudang melaporkan setiap kegiatannya maupun kehilangan obat kepada kepala instalasi

pengadaan barang, dan apoteker melaporkan kegiatan hariannya maupun kehilangan obat kepada kepala instalasi farmasi.

6. Dokter

Dokter sangat berperan dalam pengendalian stok obat, karena dokter merupakan end user. Obat-obat tidak bisa keluar jika tidak ada peresepan dokter.

Direktur bersama dengan kepala instalasi farmasi harus selalu mengingatkan dokter mengenai penggunaan obat dan stok obat yang tersedia dan yang harus dihabiskan.

2.3 Perencanaan Kebutuhan Obat 2.3.1 Pengertian Perencanaan

ada beberapa definisi perencanaan menurut beberapa ahli, yaitu (Azwar, 1996 Hal : 185)

1. Ansoff dan Brendenburg menyataan bahwa perencanaan adalah proses menetapkan pengarahan yang resmi dan menetapkan berbagai hambatan yang dipeerkirakan ada dalam menjalankan suatu program guna dipakai sebagai pedoman dalam suatu organisasi

2. Le Breton menyatakan bahwa perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta penyusunan kegiatanyang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebih baik.

3. Louis A. Allen menyatakan bahwa perencanaan adalah menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

4. Billy E. Goetz menyatakan bahwa perencanaan adalah pemilihan yang fundamental dan masalah perencanaan timbul jika terdapat alternatif-alternatif.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan adalah pekerjaan mental untuk memilih sasaran, kebijakan, dan program yang diperlukan untuk mencapai apa yang diinginkan pada masa yang akan datang.

Kemenkes RI, Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota 2010a), tim perencanaan obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar pihak yang terkait dengan perencanaan obat. Tim perencanaan obat terpadu di rumah sakit dibentuk melalui Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit.

2.3.2 Pentingnya Perencanaan

Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam manajemen, dan sebagai landasan dasar dari fungsi manajemen secara keseluruhan. Menurut Hasibuan (2009), perencanaan itu sangat penting, karena :

1. Tanpa perencanaan berarti tidak ada tujuan yang ingin dicapai.

2. Tanpa perencanaan tidak ada pedoman pelaksanaan sehingga banyak pemborosan.

3. Tanpa perencanaan, pengendalian tidak dapat dilakukan, karena perencanaan adalah dasar pengendalian.

4. Tanpa perencanaan berarti tidak ada keputusan dan proses manajemen pun tidak ada.

2.3.3 Tujuan perencanaan

Hasibuan (2009) menyatakan bahwa tujuan perencanaan adalah:

1. Menentukan tujuan, kebijakan-kebijakan, prosedur, dan program serta memberikan pedoman cara-cara pelaksanaan yang efektif dalam mencapai tujuan.

2. Menjadikan tindakan ekonomis, karena semua potensi yang dimiliki terarah dengan baik kepada tujuan.

3. Memperkecil risiko yang dihadapi pada masa yang akan datang.

4. Menyebabkan kegiatan-kegiatan dilakukan secara teratur dan bertujuan.

5. Memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang seluruh pekerjaan.

6. Membantu penggunaan suatu alat pengukuran hasil kerja.

7. Menjadi suatu landasan untuk pengendalian.

8. Menghindari mismanagement dalam penempatan karyawan.

9. Membantu peningkatan daya guna dan hasil guna organisasi 2.4 Tahapan – tahapan Perencanaan Obat

Alur tahapan perencanaan obat di rumah sakit adalah sebagai berikut (Febriawati, 2013 Hal : 70).

1. Masing-masing ruangan pelayanan/user harus menyusun daftar kebutuhan barang farmasi.

2. Daftar kebutuhan tersebut dikirim ke kepala instalasi pelayanan dimana ruangan pelayanan/user tersebut berada.

3. Kepala instalasi pelayanan merekap seluruh usulan ruangan-ruangan yang ada dalam organisasinya menjadi daftar kebutuhan instalasi.

4. Mengirim daftar usulan kebutuhan tersebut ke instalasi farmasi.

5. Di instalasi farmasi usulan kebutuhan tersebut akan dibandingkan dengan data pemakaian periode yang lalu, dikurangi jumlahnya dengan jumlah persediaan yang ada, dihitung nilai uangnya untuk memperkirakan alokasi anggaran yang diperlukan.

6. Diusulkan ke pengendali program dan diteruskan ke pengendali anggaran.

7. Dibuat surat perintah untuk panitia penerimaan barang farmasi, dan panitia pembelian akan melaksakan tender.

8. Pemenang tender akan mengirim barang ke panitia penerimaan barang farmasi.

9. Barang yang tidak bermasalah dikirim ke gudang instalasi farmasi untuk disimpan dan disalurkan, sedangkan barang yang masih bermasalah dikirim ke gudang transito/karantina.

Kegiatan pokok dalam perencanaan obat adalah sebagai berikut (Satibi, 2014 Hal : 30)

1) Seleksi/perkiraan kebutuhan.

a) Memilih obat yang akan dibeli

b) Menentukan jumlah obat yang akan dibeli.

2) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.