• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panitia Farmasi dan Terapi Rumah sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Peran instalasi Farmasi dalam Perencanaan Obat

2.2.2 Panitia Farmasi dan Terapi Rumah sakit

Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) menurut Kepmenkes No.1197/Menkes/SK/X/2004 adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara staf medik dan staf farmasi. Anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.

Menurut SK Menkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004 fungsi dan ruang lingkup PFT terkait dengan perannya dalam pelayanan farmasi rumah sakit adalah:

a. Menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para dokter dalam memberi terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk dimasukkan ke dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi produk obat yang sama. PFT berdasarkan kesepakatan dapat menyetujui atau menolak produk obat atau dosis obat yang diusulkan oleh SMF.

b. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit

c. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan meneliti rekam medik kemudian dibandingkan dengan standar diagnose dan terapi.

d. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.

e. Mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat.

f. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional (Siregar dan Amalia, 2004 Hal : 80).

Tujuan dibentuknya Panitia Farmasi dan Terapi yaitu:

a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat, dan evaluasinya.

b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan. Keanggotaan PFT terdiri dari 8-15 orang. Semua anggota tersebut mempunyai hak suara yang sama. Pada rumah sakit umum besar, misalnya kelas A atau B, perlu dibentuk suatu struktur organisasi PFT yang terdiri atas keanggotaan inti yang mempunyai hak suara sama, sebagai suatu tim pengarah dan pengambil keputusan. Anggota inti ini dibantu oleh berbagai subpanitia yang dipimpin oleh salah seorang anggota inti. Anggota dalam subpanitia adalah dokter praktisi spesialis, apoteker spesialis informasi obat, apoteker spesialis farmasi klinik, dan berbagai ahli sesuai dengan keahlian yang diperlukan dalam tiap sub panitia (Siregar dan Lia, 2004).

2.2.3 Formarium Rumah Sakit

Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, formularium adalah himpunan obat yang diterima/ disetujui oleh Komite Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah

sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan dimana formularium harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Penyusunan formularium rumah sakit merupakan tugas Komite Farmasi dan Terapi. Adanya formularium diharapkan dapat menjadi pedoman para dokter staf medis fungsional dalam memberi pelayanan kepada pasien sehingga tercapai penggunaan obat yang efektif dan efisien serta mempermudah upaya menata manajemen kefarmasian di rumah sakit (Siregar dan Amalia, 2004).

Isi formularium terdiri atas:

a. Halaman judul

b. Daftar nama anggota PFT c. Daftar isi

d. Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat e. Produk obat yang diterima untuk digunakan

f. Lampiran

Kegunaan formularium di rumah sakit:

a. membantu menyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit b. sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar

c. memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal (Siregar dan Amalia, 2004).

2.2.4 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia (SDM) di instalasi farmasi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Farmasi di

Rumah Sakit, yaitu apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan instalasi farmasi. Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf instalasi farmasi harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap 3 tahun sesuai kebijakan dan prosedur di instalasi farmasi rumah sakit.

Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM instalasi farmasi diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari apoteker yaitu sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Dan tenaga kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker.

2. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari operator komputer/teknisi yang memahami kefarmasian, tenaga administrasi, dan pekarya/pembantu pelaksana.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 juga dijelaskan bahwa instalasi farmasi dipimpin oleh seorang apoteker sebagai penanggung jawab seluruh pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kepala instalasi farmasi rumah sakit diutamakan yang telah memiliki pengalaman bekerja di instalasi farmasi rumah sakit minimal 3 tahun. Pada pelayanan kefarmasian di rawat inap, penghitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja idealnya dengan rasio

jalan, idealnya 1 apoteker untuk 50 pasien. Selain itu, diperlukan juga masing-masing 1 orang apoteker untuk kegiatan pelayanan kefarmasian di ruang tertentu, yaitu unit gawat darurat, Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU), dan pelayanan informasi obat.

Pihak-pihak yang mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan instalasi farmasi di rumah sakit adalah (Febriawati, 2013) :

1. Direktur rumah sakit

Direktur adalah orang yang wajib tahu tentang perkembangan dan keadaan obat maupun stok obat. Direktur pula yang harus memastikan bahwa formularium obat telah dijalankan dengan benar oleh para tenaga medis.Adanyapenyimpangan penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan bukan kesalahan direktur, namun pada akhirnya akan menjadi tanggung jawab direktur jika penyimpangan ini terus dibiarkan. Direktur harus bisa menjalankan fungsi monitoring, sebagai pengawas dan evaluasi.

2. Kepala instalasi farmasi rumah sakit

Kepala instalasi farmasi adalah orang yang paling berhak dan pertama kali tahu mengenai stok dan kebutuhan obat-obatan di rumah sakit. Tugas dari kepala instalasi farmasi adalah merencanakan pemesanan, menghitung kebutuhan, melaporkan pemakaian rumah sakit. Namun, kepala instalasi farmasi bukan yang bertanggung jawab atas pembelian obat-obatan di rumah sakit. Hal ini sangatpenting dalam menjaga keadilan, transparansi dan mencegah terjadinya kesepakatan tersembunyi antara kepala instalasi farmasi dan perusahaan obat.

3.Bagian logistik rumah sakit

Bagian logistik adalah bagian yang bertugas untuk membeli obat dan menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan yang direkomendasikan oleh kepala instalasi farmasi. Semua pembelian obat-obatan dalam jumlah besar atau jumlah tertentu harus melalui logistik sehingga memudahkan pendataan, penghitungan pembiayaan dan pelaporan keuangan.

4.Instalasi penerimaan dan pengadaan barang di rumah sakit Instalasi penerimaan dan pengadaan barang mempunyai tugas melakukan penerimaan dan penyimpanan perbekalan farmasi yang sudah dibeli oleh bagian logistik. Petugas gudang akan menghitung dan mencocokkan jumlah obat-obatan yang diterima dengan jumlah pesanan. Obat-obatan akan disimpan di dalamgudang dan dikeluarkan sesuai dengan permintaan kepala instalasi farmasi. Kepala instalasi penerimaan dan pengadaan barang harus sesering mungkin memberikan laporan kepada kepala instalasi farmasi, dengan tujuan agar kepala instalasi farmasi bisa merencanakan pembelian obat-obatan berikutnya.

5. Petugas gudang dan apoteker rumah sakit

Petugas gudang dan apoteker adalah orang yang bersentuhan langsung dengan produk atau obat-obatan yang dijual. Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang paling rentan dan paling sering disalahkan apabila ada stok atau obat-obatan yang hilang.

Sebab itu, ada baiknya orang yang bekerja di profesi ini harus orang yang jujur dan melakukan pelaporan setiap saat kepada atasannya. Petugas gudang melaporkan setiap kegiatannya maupun kehilangan obat kepada kepala instalasi

pengadaan barang, dan apoteker melaporkan kegiatan hariannya maupun kehilangan obat kepada kepala instalasi farmasi.

6. Dokter

Dokter sangat berperan dalam pengendalian stok obat, karena dokter merupakan end user. Obat-obat tidak bisa keluar jika tidak ada peresepan dokter.

Direktur bersama dengan kepala instalasi farmasi harus selalu mengingatkan dokter mengenai penggunaan obat dan stok obat yang tersedia dan yang harus dihabiskan.

2.3 Perencanaan Kebutuhan Obat 2.3.1 Pengertian Perencanaan

ada beberapa definisi perencanaan menurut beberapa ahli, yaitu (Azwar, 1996 Hal : 185)

1. Ansoff dan Brendenburg menyataan bahwa perencanaan adalah proses menetapkan pengarahan yang resmi dan menetapkan berbagai hambatan yang dipeerkirakan ada dalam menjalankan suatu program guna dipakai sebagai pedoman dalam suatu organisasi

2. Le Breton menyatakan bahwa perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta penyusunan kegiatanyang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebih baik.

3. Louis A. Allen menyatakan bahwa perencanaan adalah menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

4. Billy E. Goetz menyatakan bahwa perencanaan adalah pemilihan yang fundamental dan masalah perencanaan timbul jika terdapat alternatif-alternatif.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan adalah pekerjaan mental untuk memilih sasaran, kebijakan, dan program yang diperlukan untuk mencapai apa yang diinginkan pada masa yang akan datang.

Kemenkes RI, Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota 2010a), tim perencanaan obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar pihak yang terkait dengan perencanaan obat. Tim perencanaan obat terpadu di rumah sakit dibentuk melalui Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit.

2.3.2 Pentingnya Perencanaan

Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam manajemen, dan sebagai landasan dasar dari fungsi manajemen secara keseluruhan. Menurut Hasibuan (2009), perencanaan itu sangat penting, karena :

1. Tanpa perencanaan berarti tidak ada tujuan yang ingin dicapai.

2. Tanpa perencanaan tidak ada pedoman pelaksanaan sehingga banyak pemborosan.

3. Tanpa perencanaan, pengendalian tidak dapat dilakukan, karena perencanaan adalah dasar pengendalian.

4. Tanpa perencanaan berarti tidak ada keputusan dan proses manajemen pun tidak ada.

2.3.3 Tujuan perencanaan

Hasibuan (2009) menyatakan bahwa tujuan perencanaan adalah:

1. Menentukan tujuan, kebijakan-kebijakan, prosedur, dan program serta memberikan pedoman cara-cara pelaksanaan yang efektif dalam mencapai tujuan.

2. Menjadikan tindakan ekonomis, karena semua potensi yang dimiliki terarah dengan baik kepada tujuan.

3. Memperkecil risiko yang dihadapi pada masa yang akan datang.

4. Menyebabkan kegiatan-kegiatan dilakukan secara teratur dan bertujuan.

5. Memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang seluruh pekerjaan.

6. Membantu penggunaan suatu alat pengukuran hasil kerja.

7. Menjadi suatu landasan untuk pengendalian.

8. Menghindari mismanagement dalam penempatan karyawan.

9. Membantu peningkatan daya guna dan hasil guna organisasi 2.4 Tahapan – tahapan Perencanaan Obat

Alur tahapan perencanaan obat di rumah sakit adalah sebagai berikut (Febriawati, 2013 Hal : 70).

1. Masing-masing ruangan pelayanan/user harus menyusun daftar kebutuhan barang farmasi.

2. Daftar kebutuhan tersebut dikirim ke kepala instalasi pelayanan dimana ruangan pelayanan/user tersebut berada.

3. Kepala instalasi pelayanan merekap seluruh usulan ruangan-ruangan yang ada dalam organisasinya menjadi daftar kebutuhan instalasi.

4. Mengirim daftar usulan kebutuhan tersebut ke instalasi farmasi.

5. Di instalasi farmasi usulan kebutuhan tersebut akan dibandingkan dengan data pemakaian periode yang lalu, dikurangi jumlahnya dengan jumlah persediaan yang ada, dihitung nilai uangnya untuk memperkirakan alokasi anggaran yang diperlukan.

6. Diusulkan ke pengendali program dan diteruskan ke pengendali anggaran.

7. Dibuat surat perintah untuk panitia penerimaan barang farmasi, dan panitia pembelian akan melaksakan tender.

8. Pemenang tender akan mengirim barang ke panitia penerimaan barang farmasi.

9. Barang yang tidak bermasalah dikirim ke gudang instalasi farmasi untuk disimpan dan disalurkan, sedangkan barang yang masih bermasalah dikirim ke gudang transito/karantina.

Kegiatan pokok dalam perencanaan obat adalah sebagai berikut (Satibi, 2014 Hal : 30)

1) Seleksi/perkiraan kebutuhan.

a) Memilih obat yang akan dibeli

b) Menentukan jumlah obat yang akan dibeli.

2) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.

Adapun pedoman perencanaan obat adalah sebagai berikut:

a. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit dan ketentuan setempat yang berlaku.

b. Data catatan medik.

c. Anggaran yang tersedia.

d. Penetapan prioritas.

e. Siklus penyakit.

f. Sisa persediaan.

g. Data pemakaian periode yang lalu.

h. Rencana pengembangan.

Menurut Kemenkes RI (2010b), kegiatan-kegiatan dalam perencanaan obat meliputi pemilihan, kompilasi penggunaan dan perhitungan kebutuhan.

2.4.1 Tahapan Pemilihan Obat

Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah obat benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di rumah sakit. Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing-masing, Formularium Rumah Sakit, Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) (Kemenkes RI, Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit 2010b)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016, formularium rumah sakit disusun mengacu kepada formularium nasional.

Formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh KFT yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Formularium rumah sakit harus tersedia untuk semua penulis resep, pemberi obat, dan penyedia obat di rumah sakit. Evaluasi terhadap formularium rumah sakit harus dilakukan secara rutin dan direvisi sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit.

2.4.2 Tahap Kompilasi Penggunaan Obat

Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Adapun informasi yang didapat dari kompilasi penggunaan perbekalan farmasi adalah

a. Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing unit pelayanan.

b. Persentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total penggunaan setahun seluruh unit pelayanan.

c. Penggunaan rata-rata untuk setiap perbekalan farmasi.

2.4.3 Tahap Perhitungan Kebutuhan

Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di rumah sakit. Masalah kekosongan atau kelebihan obat dapat terjadi, apabila informasi yang digunakan semata-mata hanya berdasarkan kebutuhan teoritis saja. Dengan koordinasi dan prosesperencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui tahapan-tahapan tersebut, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat

jumlah, tepat waktu, dan tersedia pada saat dibutuhkan (Kemenkes RI, Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit 2010b).

Adapun perhitungan rencana kebutuhan obat dapat dilakukan melalui beberapa metode yaitu :

1. Metode Konsumsi

Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data riil konsumsi obat periode yang lalu. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka menghitung jumlah obat yang dibutuhkan adalah (Kemenkes RI, Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit 2010b):

a. Pengumpulan dan pengolahan data

Sumber data diperoleh melalui pencatatan, pelaporan dan informasi yang ada. Jenis data yang dikumpulkan adalah mengenai alokasi dana, daftar obat-obat yang dibutuhkan, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang/rusak atau kadaluarsa, kekosongan obat, pemakaian rata-rata tahunan, indeks musiman, waktu tunggu, stok pengaman dan perkembangan pola kunjungan.

b. Analisa data untuk informasi dan evaluasi

Analisa data konsumsi tahun sebelumnya dimaksudkan untuk melihat lebih mendalam pola penggunaan obat, untuk meningkatkan efektifitas penggunaan dana dan obat, serta optimasi penggunaan dana obat. Hasil analisis dapat digunakan sebagai panduan dalam menyusun anggaran/perencanaan penggunaan obat tahun berikutnya.

c. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat

Langkah-langkah dalam menghitung perkiraan kebutuhan obat adalah :

1) Menghitung pemakaian nyata per tahun (a) Pemakaian nyata per tahun adalah jumlah obat yang dikeluarkan dengan kecukupan untuk jangka waktu tertentu.

(a) = stok awal + penerimaan – sisa stok* - jumlah obat hilang/rusak/kadaluarsa

*sisa stok dihitung per 1 November

2) Menghitung pemakaian rata-rata per bulan (b) (b) = (a) : n (bulan)

3) Menghitung kekurangan obat (c)

Kekurangan obat adalah jumlah obat yang diperlukan pada saat terjadi kekosongan obat.

(c) = waktu kekosongan obat x (b)

4) Menghitung kebutuhan obat sesungguhnya (riil) per tahun (d) kunjungan per tahun

Menghitung waktu tunggu (lead time) (f) Jumlah waktu tunggu adalah jumlah obat yang diperlukan sejak rencana kebutuhan Adalah jumlah obat yang sesungguhnya dibutuhkan selama satu tahun.

(d) = (a) + (c)

5) Menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang (e) Kebutuhan obat yang akan datang adalah ramalan kebutuhan obat yang sudah mempertimbangkan peningkatan jumlah penduduk yang akan dilayani.

(e) = (d) + y%

6) y = perkiraan kenaikan jumlah diajukan sampai dengan obat diterima.

(f) = (b) x n2

n2 = waktu yang dibutuhkan sejak rencana kebutuhan obat diajukan sampai dengan obat diterima

7) Menentukan stok pengaman (g)

Adalah jumlah obat yang diperlukan untuk menghindari terjadinya kekosongan obat. Nilai stok pengaman dapat diperoleh berdasarkan pengalaman dari monitoring dinamika logistik.

8) Menghitung kebutuhan obat yang akan diprogramkan untuk tahun yang akan datang (h)

(h) = (e) + (f) + (g)

9) Menghitung jumlah obat yang perlu diadakan pada tahun anggaran yang akan datang

(i) = kebutuhan obat yang diprogramkan – sisa stok d. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.

2. Metode Epidemiologi

Metode epidemiologi didasarkan pada data jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan standar pengobatan yang ada. Langkah-langkah dalam metode ini adalah (Kemenkes RI, Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit 2010b):

a. Pengumpulan dan pengolahan data

Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan cara :

1. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani Untuk menentukannya sangat diperlukan data perkiraan realistik dari jumlah penduduk yang akan diobati serta distribusi umur penduduk.

2. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit Jumlah kunjungan kasus masing-masing penyakit atau yang memerlukan pelayanan kesehatan harus diketahui dengan tepat yaitu data-data mengenai gejala, diagnosa atau jenis pelayanan kesehatan.

b. Menyediakan formularium/standar/pedoman pengobatan yang digunakan untuk perencanaan Standar pengobatan sangat diperlukan untuk menghitung jumlah kebutuhan obat. Selain itu penyusunan dan penggunaan standar pengobatan dapat berperan sangat penting dalam memperbaiki pola penggunaan obat. Standar pengobatan untuk tujuan perencanaan harus spesifik yang terdiri dari informasi kode International Classification of Disease (ICD) dan nama penyakit, nama obat (dalam bentuk generik) kekuatan dan bentuk sediaan, dosis rata-rata, jumlah dosis per hari, lama pemberian, dan jumlah obat yang diperlukan per episode.

c. Menghitung perkiraan kebutuhan obat

Dalam menghitung perkiraan kebutuhan obat berdasarkan metode epidemiologi perlu dilakukan langkah-langkah berikut :

1. Menghitung jumlah kebutuhan setiap obat, dengan menghitung jumlah masing-masing obat yang diperlukan per penyakit serta mengelompokkan dan menjumlahkan masing-masing obat

2. Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan mempertimbangkan waktu tunggu dan stok pengaman

3. Menghitung jumlah yang harus diadakan tahun anggaran yang akan datang

4. Menghitung jumlah obat yang dibutuhkan per kemasan d. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia

3. Metode Kombinasi

Metode kombinasi merupakan kombinasi metode konsumsi dan metode epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Acuan yang digunakanyaitu DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, data catatan medik/rekam medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, pola penyakit, sisa persediaan, data penggunaan periode yang lalu dan rencana pengembangan (Kemenkes RI, Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit 2010b).Dalam setiap metode tersebut terdapat kelebihan dan kekurangan yang dapat dijelaskan sebagai berikut (Satibi, 2014 Hal 30 - 32)

Tabel 2.1

Perbandingan kelebihan dan kekurangan antara metode konsumsi dan metode epidemiologi

Kelebihan Kekurangan

I. Metode Konsumsi

- Data konsumsi akurat, metode yang paling mudah

- Tidak memerlukan data epidemiologi maupun standar pengobatan

- Bila data konsumsi lengkap, pola preskripsi tidak berubah dan kebutuhan relatif konstan maka kemungkinan kekurangan atau kelebihan obat sangat kecil

- Data konsumsi, data obat dan data jumlah kontak pasien yang dapat diandalkan mungkin sulit diperoleh - Tidak dapat dijadikan dasar dalam

mengkaji penggunaan obat dan perbaikan preskripsi

- Tidak dapat diandalkan jika terjadi kekurangan stok obat lebih dari 3

- Membutuhkan waktu dan tenaga yang terampil

- Data penyakit sulit diperoleh secara pasti dan kemungkinan terdapat penyakit yang tidak termasuk dalam

- Variasi obat terlalu luas

2.4.4 Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan siklus pengelolaan obat menurut WHO (2004) yang mencakup perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi serta penggunaan obat, sebagai berikut :

Gambar 2.1 Landasan Teori

2.4.5 Kerangka Berfikir Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui manajemen pengelolaan obat di Rumah Sakit Umum Haji Medan melalui salah satu fungsinya yaitu perencanaan. Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori serta mengacu pada Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit menurut

Manajemen pendukung :

• Organisasi

• Pembiayaan

• Manajemen Informasi

• Sumber daya manusia

Perencanaan

Pengadaan Penggunaan

Penyimpanan dan distribusi

Kemenkes RI tahun 2010b, maka peneliti merumuskan kerangka pikir penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir

Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai berikut :

1. Perencanaan obat adalah suatu proses yang dilakukan untuk menyeleksi obat dan perbekalan kesehatan yang bertujuan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat agar terjamin serta terpenuhinya kriteria yang tepat, seperti: jenis, jumlah, waktu dan efesien di instalasi farmasi.

2. Sumber daya manusia adalah orang- orang yang terlibat dalam perencanaan obat di rumah sakit, dan pengalaman mengikuti pelatihan manajemen logistik farmasi.

Proses Perencanaan Obat

Dokumen penggunaan obat dalam satu tahun

Pemilihan jenis obat dan perhitungan jumlah obat Metode pengadaan obat Ketersedian Sumber

Daya Manusia

3. Metode pengadaan obat adalah cara yang di gunakan untuk melakukan perencanaan obat di rumah sakit

4. Perhitungan jumlah obat dan Pemilihan jenis obat yaitu proses yang

4. Perhitungan jumlah obat dan Pemilihan jenis obat yaitu proses yang