• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSU Haji Medan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSU Haji Medan

Instalasi farmasi merupakan salah satu bagian yang ada di Rumah Sakit Haji Medan dan fungsi dari pelayanan instalasi farmasi adalah untuk memudahkan pasien atau keluarganya untuk mengambil obat, seperti menyediakan obat-obatan untuk pasien rawat inap dan pasien rawat jalan serta mengatasi kebutuhan obat-obatan di Rumah Sakit Haji Medan.

Letak instalasi farmasi di Rumah Sakit Haji berada di sebelah kanan dari pintu masuk dan apotek berada di depan ruang instalasi farmasi. Instalasi farmasi dipimpin oleh seorang apoteker. Jumlah SDM di instalasi farmasi RSU Haji Medan sebanyak 38 orang dengan pembagian tugas yaitu 1 orang kepala instalasi farmasi yang dikepalai oleh seorang apoteker, 4 orang dibagian farmasi klinis, 6 orang dibagian gudang farmasi, 11 orang dibagian instalasi farmasi rawat jalan, 10 orang dibagian instalasi farmasi rawat inap , 6 orang dibagian depo operasi.

Struktur organisasi instalasi farmasi RSU Haji Medan seperti bagan berikut ini:

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSU Haji Medan 4.3 Karakteristik Informan

Jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang, yang terdiri dari kepala instalasi farmasi, penanggung jawab gudang farmasi, penanggung jawab bidang pelayanan medik dan keperawatan, penanggung jawab alat kesehatan serta staf perencanaan bagian obat di RSU Haji Medan. Karakteristik masing-masing informan disajikan pada tabel berikut.

Umur Pendidikan Keterangan

1. Informan 1 Perempuan 53 Apoteker Ka. Instalasi

4.4 Pelaksanaan Perencanaan Obat di Instalasi Farmasi RSU Haji Medan RSU Haji Medan memiliki instalasi farmasi dengan salah satu kegiatannya adalah melakukan perencanaan obat yang meliputi : ketersediaan sumber daya manusia, data penggunaan obat dalam satu tahun, metode pengadaan obat, pemilihan jenis obat dan perhitungan jumlah obat. Berikut ini adalah hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan di RSU Haji Medan dalam perencanaan kebutuhan obat adalah sebagai berikut

4.4.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia (SDM) merupakan komponen utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaku aktif dalam setiap aktivitas organisasi, dengan adanya SDM maka organisasi dapat mencapai tujuan organisasi. Adapun yang dikatakan sumber daya manusia dalam instalasi farmasi yaitu orang – orang yang mengabdikan diri dalam bidang farmasi di rumah sakit serta harus mempunyai wewenang untuk melakukan jenis pekerjaan tertentu sesuai bidangnya di instalasi farmasi.

Sumber daya manusia merupakan elemen utam organisasi dibandingkan dengan elemen sumber daya yang lain seperti modal, teknologi, karena manusia itu sendiri yang mengendalikan factor yang lain oleh karena itu SDM merupakan salah satu faktor keberhasilan suatu kegiatan manajemen dengan tersedianya SDM yang cukup, baik dari segi kuantitas, maupun kualitas.

Berdasarkan hasil wawancara mengenai Sumber Daya Manusia (SDM) perencana obat, diperoleh informasi meliputi orang-orang yang terlibat dalam perencana obat, tugas dan tanggung jawab masing-masing SDM dalam

perencanaan obat dan pelatihan yang diberikan kepada SDM perencana obat, dengan hasil sebagai berikut.

“kalau tim perencana obat digudang farmasi ini sebenarnya tidak ada di SK kan., tapi kalau tim perencana bisnis anggaran (MPA) itu ada di SK kan yang menyangkut semua kebutuhan rumah sakit dan instalasi farmasi adalah perwakilannya”(informan 1)

Berdasarkan pernyataan informan tersebut, diperoleh informasi bahwa perencanaan obat di instalasi farmasi RSU Haji Medan tidak dilakukan oleh suatu tim perencanaan obat. Tidak adanya tim perencanaan obat disebabkan karena direktur rumah sakit tidak ada membentuk tim perencanaan obat tersebut, tetapi hanya membentuk tim perencanaan secara global untuk rumah sakit. Berdasarkan pernyataan yang diberikan oleh informan 2 yang merencanakan obat di instalasi farmasi berikut ini.

“Yang di gudang farmasi inilah yang merencanakan obat, seperti penanggung jawab alat kesehatan, penanggung jawab gudang farmasi, Kepala bidang pelayanan medik dan staff gudang farmasi kemudian perencanaan diperiksa oleh kepala instalasi farmasi”

(informan 2)

Berdasarkan informasi tersebut yang melakukan perencanaan obat, kepala instalasi farmasi yang dibantu dengan kepala gudang farmasi, dengan wewenang yang diberikan oleh direktur secara lisan, tanpa adanya Surat Keputusan penunjukan secara tertulis untuk menjadi perencana obat. Hal ini dinilai tidak

sesuai dengan Kemenkes RI (2010a) yang menyatakan bahwa tim perencanaan obat terpadu sebagai suatu kebutuhan agar perencanaan obat dapat terlaksana secara optimal, dan dengan melibatkan semua pihak yang terkait dengan perencanaan obat, yang terdiri dari kepala bidang yang membawahi instalasi farmasi, kepala instalasi farmasi, dokter-dokter, kepala bidang perencanaan rumah sakit, kepala bidang pengadaan dan kepala bagian keuangan. Selain itu Tugas dan tanggung jawab sumber daya manusia yang berperan dalam perencanaan sebagai berikut :

“Tugas saya Cuma mengusulkan semua permintaan dari dokter-dokter, kemudian nanti saya sampaikan ke bagian farmasi” (informan 4)

Berdasarkan pernyataan informan tersebut, diperoleh informasi bahwa tugas dan tanggung jawab pelayanan medik mengusulkan semua permintaan dari dokter-dokter, karena dokter sebagai user ada yang mengajukan permintaan obat kepada bagian pelayanan medik.

“tugas dan tanggung jawab bagian staf perencanaan adalah menerima usulan kebutuhan obat yang diajukan farmasi. Dari jumlah kebutuhan yang diajukan farmasi, selama anggaran kita cukup, kita pesan semuanya. Kalau tidak cukup, kita sesuaikan dengan kebutuhan skala prioritas, kita koordinasikan dengan farmasinya lagi”

(informan 5)

Berdasarkan pernyataan informan tersebut, diperoleh informasi bahwa

kebutuhan obat yang diajukan farmasi lalu akan memutuskan mengenai berapa jumlah obat yang akan diadakan karena tergantung dari dana rumah sakit yang tersedia. Jika dana tidak mencukupi, maka koordinasi kembali dengan bagian farmasi sebelum melakukan pengadaan obat,

“Tugas dan tanggung jawab ibu dalam perencanaan adalah merekap dari semua usulan yang ada. Kalau secara mendasar, dari farmasi di usulkan ke bagian perencanaan, finalnya disana. berapa jumlah yang bisa dipesan oleh perencanaan dikoordinasikan ke kami lagi.”

(informan 2)

“Tugas dan tanggung jawab ibu dalam perencanaan adalah mengumpulkan data untuk dibuat perencanaan. Memantau pengeluaran obat yang ada di farmasi ini. Melihat kebutuhan obat apa-apa saja nantikan didata dan direkap, kemudian kami usulkan berapa jumlah kebutuhan obat yang di perlukan” (informan 1)

Berdasarkan pernyataan informan tersebut, diperoleh informasi bahwa tugas dan tanggung jawab kepala instalasi farmasi yaitu memantau obat-obat yang keluar dari apotik farmasi, melakukan rekap data pemakaian obat, dan membuat usulan rencana kebutuhan obat yang akan datang bersama dengan kepala gudang farmasi.

Untuk mempersiapkan tenaga perencana obat yang berkualitas, maka diperlukan pendidikan dan pelatihan sebagai kegiatan pengembangan SDM instalasi farmasi rumah sakit. Dengan meningkatnya kualitas tenaga perencana

perbekalan kesehatan serta pelayanan kefarmasian yang bermutu dalam rangka mewujudkan penggunaan obat yang rasional dapat tercapai (Kemenkes RI, 2010a).

Selain dari segi kuantitas, kualitas sumber daya manusia di instalasi farmasi juga sangat mempengaruhi keberhasilan perencanaan, sumber daya dikatakan memiliki kualitas yang baik jika didukung oleh pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti

“sudah ada saya pernah ikut seminar mengenai rencana kebutuhan obat yang di buat dinas provinsi, dan tidak semua staf mengikuti seminar itu” (informan 1)

Berdasarkan pernyataan informan tersebut diketahui bahwa tidak ada dilakukan pelatihan untuk sumber daya manusia difarmasi mengenai pelatihan perencanaan obat. Hanya kepala instalasi farmasi yang mengikuti seminar mengenai rencana kebutuhan obat, namun hal tersebut bukanlah termasuk dalam pelatihan mengenai perencanaan obat .

“saya belum pernah ikut pelatihan perencanaan obat” (informan 5)

Berdasarkan pernyataan informan tersebut diketahui bahwa staf perencanaan belum pernah mendapatkan pelatihan di karenakan untuk memberikan pelatihan masih sangat tergantung dari dana yang tersedia. Dengan tidak adanya pelatihan yang diberikan, maka kemampuan tenaga perencana obat tidak mengalami peningkatan, akibatnya perencanaan obat dirumah sakit belum terlaksana secara optimal.

Didukung juga dengan penelitian Modeong, dkk (2013), yang menyatakan bahwa seharusnya di rumah sakit dibentuk tim perencanaan obat terpadu yang terdiri dari kepala instalasi farmasi, dokter-dokter, kepala bidang perencanaan, kepala bidang pengadaan dan kepala bagian keuangan, sehingga dalam menyusun rencana kebutuhan obat dapat mengacu pada anggaran yang tersedia untuk setiap tahunnya dan kebutuhan untuk terapi. Tim perencanaan obat terpadu perlu membahas perencanaan kebutuhan obat melalui pertemuan rutin, sehingga dapat meminimalisasi ketidak akuratan dalam perencanaan kebutuhan obat.

Untuk mempersiapkan tenaga perencana obat yang berkualitas, maka diperlukan pendidikan dan pelatihan sebagai kegiatan pengembangan SDM instalasi farmasi rumah sakit. Dengan meningkatnya kualitas tenaga perencana obat, maka diharapkan ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan serta pelayanan kefarmasian yang bermutu dalam rangka mewujudkan penggunaan obat yang rasional dapat tercapai (Kemenkes RI, 2010).

Menurut Depkes (2007), dalam melaksanakan pengelolaan obat, sebaiknya tenaga apoteker atau asisten apoteker mengikuti berbagai pelatihan yaitu mengenai pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, perencanaan dan pengelolaan obat terpadu, penggunaan obat rasional, pengelolaan obat program kesehatan, dan manajemen umum (keuangan dan administrasi) khusus untuk apoteker penanggung jawab instalasi farmasi. Dengan meningkatnya pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam melakukan perencanaan obat, maka produktifitasnya dapat lebih optimal.

Dapat disimpulkan dari sisi sumber daya manusia tidak ada membentuk tim perencanaan obat terpadu, dan yang berperan dalam perencanaan obat di RSU Haji Medan yaitu kepala instalasi farmasi penanggung jawab alat kesehatan, penanggung jawab gudang farmasi, Kepala bidang pelayanan medik dan keperawatan, staff gudang farmasi, hal ini mengakibatkan perencanaan obat kurang optimal karena tidak melibatkan semua pihak yang terkait dengan perencanaan obat, yang terdiri dari kepala bidang yang membawahi instalasi farmasi, kepala instalasi farmasi, dokter-dokter, kepala bidang perencanaan rumah sakit, kepala bidang pengadaan dan kepala

bagian keuangan.

Kualitas yang ada di instalasi farmasi RSU Haji Medan masih kurang baik dilihat dari tenaga perencana obat belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai perencanaan obat, dengan tidak adanya pelatihan yang diberikan maka kemampuan tenaga perencana obat tidak mengalami peningkatan dan SDM perencana obat menjadi kurang paham dan tidak mengetahui ketentuan mengenai perencanaan obat yang seharusnya.

4.4.2 Analisa Data dalam Satu Tahun

Data merupakan kunci dasar untuk menganalisa kebutuhan obat yang sesungguhnya dalam melakukan perencanaan obat. Berdasarkan Kemenkes RI (2010b), data data yang dibutuhkan untuk menggunakan metode konsumsi yaitu alokasi dana, daftarobat-obat yang dibutuhkan, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang/rusak atau kadaluarsa, kekosongan obat, pemakaian rata-rata tahunan, indeks musiman, waktu tunggu, stok pengaman dan

perkembangan pola kunjungan, sedangkan pada metode epidemiologi, data yang perlu dipersiapkan adalah data jumlah penduduk yang dilayani, jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit, menggunakan formularium rumah sakit dan standar pengobatan yang ada. Berdasarkan hasil wawancara mengenai Data – data yang di butuhkan untuk perencanaan obat di RSU Haji Medan sebagai berikut.

“Data-data itu ada di gudang farmasi semuanya, dari kartu stok.

Untuk daftar obat yang dibutuhkan itu datanya kami dapat dari form permintaan dokter. Kalo perkembangan pola kunjungan ini didapat dari apotik depan, data jumlah penduduk yang dilayani” (informan 1)

Informasi yang sama juga diungkapkan oleh informan 5 berikut ini.

“Data-data yang kami pakai untuk menyusun perencanaan itu ada daftar obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat yang kadaluarsa, obat yang kosong, pemakaian rata-rata tahunan, perkembangan pola kunjungan, data jumlah penduduk yang dilayani, data jumlah kunjungan kasus penyakit, daftar obat esensial nasional.”

(informan 5)

Data – data yang digunakan untuk menyusun rencana kebutuhan obat adalah daftar obat yang ada di formularium nasional beserta usulan obat dari Satuan Medis Fungsional, data pemakaian obat stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat yang kadaluarsa, obat yang mengalami kekosongan, pemakaian rata-rata tahunan, perkembangan pola kunjungan, data jumlah penduduk yang dilayani, data jumlah kunjungan kasus penyakit. Kartu stok tersebut untuk mencatat keluar

masuknya obat setiap harinya, maka akan diperoleh data jumlah sisa stok obat yang menjadi dasar untuk perencanaan obat pada periode berikutnya.

Berdasarkan Jenis Data dalam Perencanaa Obat sebagai berikut

“ Dari konsumtif itu kita lihat pemakaian obat mana yang slow moving dan obat yang fast moving. Berdasarkan data obat yang ingin di pesan dari pihak gudang” (informan 2)

“ kalau merencanakan kebutuhan obat itu kita pakai data pemakaian yang lalu, kemudian lihat dari epidemiologinya untuk tahun ini kira-kira apasih pola penyakit tahun ini yang paling banyak , karena kita pakai metode konsumsi dan epidemiologi, kita lihat dari pemakaian rutinnya saja” (informan 5)

Berdasarkan informan tersebut diperoleh informasi bahwa data-data yang dibutuhkan untuk menyusun rencana kebutuhan obat di rumah sakit adalah data pemakaian sebelumnya, Jadi setelah melihat pemakaian sebelumnya mereka akan melakukan prediksi saja untuk melakukan perencanaan obat. Berdasarkan pernyataan informan 1 diperoleh informasi mengenai evaluasi dalam perencanaa kebutuhan obat di RSU Haji Medan berikut ini

“pihak farmasi ada melakukan evaluasi dan evaluasi biasanya dilakukan pada akhir tahun itu kita lihat berdasarkan rekapan harian dan bulanan untuk acuan perencanaan berikutnya” (informan 1)

Berdasarkan pernyataan informan tersebut di ketahui bahwa evaluasi penggunaan

perhitungan untuk perencanaan tahun berikutnya lebih tepat dan untuk penyesuaian obat yang keluar antara gudang dan apotek. Cara evaluasi dilakukan berdasarkan rekapan harian dan bulanan baik dari gudang maupun apotek, sisa stok dan penggunaan obat terbanyak.

Hal ini sejalan dengan Febriawati (2013), untuk mencari tahu sisa persediaan stok obat yang ada, sangat dibutuhkan adanya kartu stok, karena kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi harian obat, selain itu dapat membantu dalam pembuatan laporan stok setiap bulan dan sebagai pembanding terhadap jumlah fisik obat yang tersedia pada saat dilakukan perhitungan stok (stock opname). Besarnya sisa stok obat dan pemakaian obat periode yang lalu juga menjadi dasar perencanaan obat untuk periode selanjutnya, karena dari sisa stok tidak saja diketahui jumlah dan jenis obat yang diperlukan, tetapi juga diketahui percepatan pergerakan obat, sehingga kita dapat mengetahui jumlah persediaan obat baik obat fast moving maupun slow moving

Data-data yang digunakan instalasi farmasi RSU Haji Medan tersebut, jika dibandingkan dengan data yang seharusnya dibutuhkan masih belum lengkap, yaitu tidak ada menggunakan data stok pengaman, alokasi dana, standar pengobatan. Tidak adanya stok pengaman obat karena instalasi farmasi hanya memperhitungkan jumlah obat yang dibutuhkan untuk yang akan datang.

Kemudian melebihkan pemesanan obat dari jumlah obat yang dibutuhkan untuk waktu yang akan datang. Tidak ada perhitungan khusus untuk obat stok pengaman yang dilakukan instalasi farmasi rumah sakit. Alokasi dana juga tidak di ketahui pihak farmasi karena farmasi hanya bertugas dalam hal perencanaan obat, untuk

masalah dana merupakan tanggung jawab pihak keuangan. Data-data yang belum lengkap untuk menyusun rencana kebutuhan obat, akan mempengaruhi hasil akhir dari perencanaan yang dilakukan. Perencanaan yang tidak tepat akan berakibat terhadap ketersediaan obat hasil perencanaan yang sebagian mengalami stok kosong (out of stcok) dan sebagian lagi jumlahnya berlebih (over stock)

4.4.2.1 Formularium Rumah Sakit

formularium adalah himpunan obat yang diterima/ disetujui oleh Komite Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan dimana formularium harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Penyusunan formularium rumah sakit merupakan tugas Komite Farmasi dan Terapi. Adanya formularium diharapkan dapat menjadi pedoman para dokter staf medis fungsional dalam memberi pelayanan kepada pasien sehingga tercapai penggunaan obat yang efektif dan efisien serta mempermudah upaya menata manajemen kefarmasian di rumah sakit (Siregar dan Amalia, 2004).

Berdasarkan hasil wawancara perencanaan mengenai penyusunan formularium di peroleh informasi sebagai berikut

“Ada formularium di rumah sakit ini. Udah dibentuk, udah dibuat,cuman masih belum berjalan secara maksimal, karena tidak semua dokter mematuhi formarium rumah sakit tersebut. Dasar formularium rumah sakit itukan dasarnya permintaan dokter, sebenarnya kalau ada fungsi yang sama dan tujuan yang sama ada di formularium rumah sakit kenapa gak di formularium rumah sakit aja,

misalnya jenisnya paracetamol di formularium rumah sakit namanya paracetamol, yang di formularium nasional sanmol, kan beda pabrikan beda PBF beda distributor jadi dokter maunya sanmol,karena masuk formularium nasional dan masuk dalam E-katalog” (informan 1)

Berdasarkan pernyataan informan tersebut, diperoleh informasi bahwa draft formularium rumah sakit sudah disusun dan sudah diajukan oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) kepada bagian pelayanan medik. Dan proses penyususnan formularium sudah melibatkan dokter namun belum optimal karena dokter yang tidak mematuhi formularium rumah sakit tersebut. Diketahui informasi dari informan 4 berdasarkan kepatuhan formularium sebagai berikut

“.Formularium itukan dibuat oleh komite farmasi dan terapi.Acuannya dengan pertimbangan usulan dari dokter-dokter spesialis. Panduan pembuatannya juga berdasarkan e-katalog.

Sebenarnya Formularium di rumah sakit telah disusun sedemikian rupa tetapi masi ada dokter yang merasa kesulitan dalam melakukan resep obat yang sesuai dengan formularium rumah sakit,” (informan 4)

Berdasarkan pernyataan informan tersebut di peroleh bahwa ketidakpatuhan dokter terhadap formularium rumah sakit karena dokter merasa kesulitan dalam menuliskan resep obat yang sesuai dengan formularium rumah

sakit karena tidak tersedianya obat di apotek rumah sakit. Hal ini menyebabkan keengganan dokter menulis resep sesuai dengan formularium.

Menurut Permenkes RI No. 58 Tahun 2014, formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh KFT yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Dengan adanya formularium rumah sakit ini, akan menjadi dasar bagi dokter untuk membuat resep obat. Dalam rangka meningkatkan kepatuhan penggunaan formularium rumah sakit, maka rumah sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan obat dalam formularium rumah sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaan, efektivitas, risiko dan biaya.

4.4.3. Metode Pengadaan Obat

Berdasarkan Kemenkes RI (2010b), metode dalam menyusun rencana kebutuhan obat antara lain adalah metode konsumsi, metode epidemiologi dan metode kombinasi yaitu kombinasi antara metode konsumsi dan metode epidemiologi. Dalam menggunakan metode konsumsi hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan adalah pengumpulan data, analisis data untuk informasi dan evaluasi, dan perhitungan perkiraan kebutuhan obat, sedangkan dalam menggunakan metode epidemiologi hal-hal yang perlu diperhatikan untuk perhitungan kebutuhan obat adalah berdasarkan pada pola penyakit, jumlah kunjungan, frekuensi kejadian masing-masing penyakit per tahun serta menggunakan formularium rumah sakit dan standar pengobatan yang ada.

Berikut ini adalah hasil wawancara yang di lakukan terhadap informan mengenai metode pengadaan obat dalam perencanaan kebutuhan obat di instalasi farmasi sebagai berikut :

“di farmasi ini kami menggunakan metode konsumsi dan epidemiologi,tetapi metode epidemiologi tidak terlalu di data sama kami. Jadi paling utamayang di lihat metode konsumsi” (informan 1)

Informasi yang sama juga diungkapkan oleh informan 2 berikut ini.

“Kami pakai metode konsumsi dan epidemiologi untuk merencanakan obat melihat berapa jumlah konsumsi sebelumnya sehingga bisa memprediksi untuk pengadaan obat tersebut untuk yang akan datang”

(informan 2)

Berdasarkan informasi yang di temukan Metode perencanaan obat yang dilakukan di RSU Haji Medan, tidak memenuhi persyaratan metode konsumsi maupun metode epidemiologi, hal ini disebabkan karena ditemukan terdapat banyak kekurangan dalam penerapan metode tersebut. Dalam penerapan metode konsumsi, hanya melihat data - data konsumsi sebelumnya atau bisa jadi data konsumsi tiga bulan yang lalu, sedangkan seharusnya dalam menggunakan metode konsumsi untuk memperoleh data kebutuhan yang mendekati ketepatan perlu dilakukan analisa pemakaian obat tiga tahun sebelumnya.

Selain itu, penerapan metode epidemiologi yang dilakukan dengan melihat sepuluh penyakit terbesar di rumah sakit saja, tidak dapat dikatakan menggunakan metode epidemiologi yang sebenarnya. Karena selain data itu, seharusnya dalam

penerapan metode epidemiologi juga diperlukan data jumlah pasien yang dilayani, jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit, formularium rumah sakit dan standar pengobatan, sehingga dalam perencanaan obat yang dilakukan di RSU Haji Medan tidak menggambarkan penerapan metode konsumsi dan metode epidemiologi yang sebenarnya.

Kelebihan dari metode konsumsi adalah Bila data konsumsi lengkap, pola preskripsi tidak berubah dan kebutuhan relatif konstan maka kemungkinan kekurangan atau kelebihan obat sangat kecil, dan kelebihan metode epidemiologi adalah Perkiraan kebutuhan yang mendekati kebenaran dan dapat digunakan pada program-program baru, Standar pengobatan dapat mendukung usaha memperbaiki pola penggunaan obat

Kesimpulan yang pe neliti dapatkan bahwa metode yang digunakan dalam perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSU Haji Medan adalah lebih menggunakan metode konsumsi yaitu berdasarkan pola pemakaian obat pada periode sebelumnya, metode konsumsi ini digunakan karena merupakan metode yang paling mudah dari pada metode lainnya akan tetapi metode konsumsi belum sesuai dengan Kemenkes 2010 tentang pedoman pengelolaan perbekalan farmasi di rumah.

4.4.4 Perhitungan Obat

Menurut Kemenkes RI (2010b), langkah-langkah dalam menghitung perkiraan jumlah kebutuhan obat adalah dimulai dengan menghitung pemakaian

Menurut Kemenkes RI (2010b), langkah-langkah dalam menghitung perkiraan jumlah kebutuhan obat adalah dimulai dengan menghitung pemakaian