• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Manfaat Penelitian

1. Untuk memberikan informasi pada pekerja kelapa sawit akan pentingnya pemakaian APD dalam melakukan pekerjaan sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan aman.

2. Sebagai bahan masukan bagi PT Socfindo Kebun Bangun Bandar untuk menyukseskan pemakaian APD di perusahaan.

3. Sebagai bahan masukan bagi Instansi terkait tentang pelaksanan kesehatan dan keselamatan kerja yaitu khususnya tentang pemakaian alat pelindung diri.

4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti yang akan datang dalam melakukan penelitian mengenai alat pelindung diri pada pekerja stimulasi.

5. Secara khusus bagi penulis adalah untuk menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam penulisan skripsi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2.1.1 Pengertian Kecelakaan Kerja

Menurut Notoadmodjo (2007) perkembangan pesat industri mendorong penggunaan mesin, peralatan kerja dan bahan-bahan kimia dalam proses produksi semakin meningkat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memberikan kemudahan dalam proses produksi, meningkatnya produktivitas kerja, dan meningkatnya jumlah tenaga kerja. Dengan demikian, banyak pula masalah ketenagakerjaan yang timbul termasuk dalamnya masalah-masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Seperti, meningkatnya jumlah dan ragam sumber bahaya di tempat kerja, peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan pencemaran lingkungan.

Kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya. Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan atau organisasi melalui usaha-usaha preventif, promotif dan kuratif terhadap gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungannya.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan peralatan, tempat kerja, lingkungan kerja, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Sekarang ini teknologi sudah lebih maju maka keselamatan kerja menjadi salah satu aspek yang sangat penting, mengingat risiko bahayanya dalam penerapan teknologi.

Keselamatan kerja merupakan tugas semua orang yang bekerja dan juga masyarakat pada umumnya.

Tujuannya adalah sebagai berikut (Daryanto, 2007) :

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melaksanakan pekerjaan.

2. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja.

3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Manajemen keamanan (safety management), langsung atau tidak langsung, menaruh perhatian terhadap peristiwa kecelakaan kerja. Pada saat ini, perhatian terhadap masalah kecelakaan kerja di perguruan-perguruan tinggi modern telah tumbuh sampai suatu titik yang menunjukkan bahwa kurikulum menejemen perlu mencakup bidang kecelakaan kerja, ini sebagai salah satu program instruksionalnya. Oleh karena itu, untuk memastikannya, kita memerlukan definisi mengenai kecelakaan (accident) tersebut. Para ahli telah menyodorkan sejumlah definisi kecelakaan, diantaranya :

1. Kecelakaan adalah suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan (by chance) atau akibat dari penyebab yang tidak diketahui (unknown causes) yang berkaitan dengan pekerjaan.

2. Kecelakaan adalah peristiwa yang tidak diharapkan dan biasanya tiba-tiba atau peluang yang terjadi karena ketidakhati-hatian atau kelalaian atau penyebab yang tidak dapat dihindari yang berhubungan dengan pekerjaan.

3. Kecelakaan adalah setiap peristiwa yang tidak biasa dan tidak diharapkan yang mengganggu kemajuan kegiatan yang tetap, biasa dan teratur.

2.1.2 Jenis- Jenis Kecelakaan Kerja

Menurut Anizar (2009) jenis-jenis kecelakaan kerja itu terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu suatu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali.

2. Kecelakaan di dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja dalam kaitannya dengan adanya hubungan kerja.

2.1.3 Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional 1962 adalah sebagai berikut :

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan : a. Terjatuh.

b. Tertimpa benda jatuh.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh.

d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.

f. Pengaruh suhu tinggi.

g. Terkena arus listrik.

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi menurut penyebab : a. Mesin.

1. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik.

2. Mesin penyalur (transmisi).

3. Mesin-mesin untuk mengerjakan logam.

4. Mesin-mesin pengolah kayu.

5. Mesin pertanian.

6. Mesin pertambangan.

7. Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.

b. Alat angkut dan alat angkat.

1. Mesin angkat dan peralatannya.

2. Alat angkutan di atas rel.

3. Alat angkut lain yang beroda, terkecuali kereta api.

4. Alat angkutan udara.

5. Alat angkutan air.

6. Alat-alat angkutan lain.

c. Peralatan lain.

1. Bejana bertekanan.

2. Dapur, pembakar dan pemanas.

3. Instalasi pendingin.

4. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik (tangan).

5. Alat-alat listrik (tangan).

6. Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik.

7. Tangga.

8. Perancah.

9. Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut.

d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi.

1. Bahan peledak.

2. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak.

3. Benda-benda melayang.

4. Radiasi.

5. Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut.

e. Lingkungan kerja.

1. Di luar bangunan.

2. Di dalam bangunan.

3. Di bawah tanah.

f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut.

1. Hewan.

2. Penyebab lain.

g. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak memadai.

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan : a. Patah tulang.

b. Dislokasi/keseleo.

c. Regang otot/urat.

d. Memar dan luka dalam yang lain.

e. Amputasi.

f. Luka-luka lain.

g. Luka di permukaan.

h. Gegar dan remuk.

i. Luka bakar.

j. Keracunan-keracunan mendadak (akut).

k. Akibat cuaca dan lain-lain.

l. Mati lemas.

m. Pengaruh arus listrik.

n. Pengaruh radiasi.

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.

p. Lain-lain.

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh : a. Kepala.

b. Leher.

c. Badan.

d. Anggota atas.

e. Anggota bawah.

f. Banyak tempat.

g. Kelainan umum.

h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut.

Klasifikasi menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung

mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut.

Klasifikasi kecelakaan berguna untuk menemukan sebab-sebab kecelakaan.

Upaya untuk mencari sebab kecelakaan dapat dilakukan dengan analisa kecelakaan.

Analisa kecelakaan tidak mudah, oleh karena penentuan sebab-sebab kecelakaan secara tepat adalah pekerjaan sulit. Klasifikasi kecelakaan yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan berbagai factor.

2.1.4 Usaha-Usaha Pencegahan

Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja haruslah ditujukan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin dikurangi atau dihilangkan. Setelah ditentukan sebab-sebab terjadinya kecelakaan atau kekurangan-kekurangan dalam sistem atau proses produksi, sehingga dapat disusun rekomendasi cara pengendalian yang tepat (Syukri, 1997).

Suma’mur (1996) menjelaskan bahwa kecelakaan yang terjadi dapat dicegah dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, perawatan, dan pengawasan, pengujian, dan cara kerja peralatan.

2. Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi, atau tidak resmi misalnya syarat-syarat keselamatan sesuai intruksi alat pelindung diri (APD).

3. Pengawasan, agar ketentuan undang-undang wajib dipenuhi.

4. Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan-bahan yang berbahaya, pagar pengaman, pengujian APD, pencegahan ledakan.

5. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi.

6. Pendidikan meliputi subyek keselamatan sebagai mata ajaran dalam akademi teknik, sekolah dagang ataupun kursus magang.

7. Pelatihan yaitu pemberian instruksi-instruksi praktis bagi pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal-hal keselamatan kerja.

8. Asuransi yaitu insentif untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan dan usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.

Usaha pengendalian kecelakaan kerja pokok menurut Tarwaka (2008) ada 5 usaha, yaitu :

1. Eliminasi

Suatu upaya atau usaha yang bertujuan untuk menghilangkan bahaya secara keseluruhan.

2. Substitusi

Mengganti bahan, material atau proses yang berisiko tinggi terhadap bahan, material atau proses kerja yang berpotensi resiko rendah.

3. Pengendalian rekayasa

Mengubah struktural terhadap lingkungan kerja atau proses kerja untuk menghambat atau menutup jalannya transisi antara pekerja dan bahaya.

4. Pengendalian administrasi

Mengurangi atau menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur atau instruksi. Pengendalian tersebut tergantung pada perilaku manusia untuk mencapai keberhasilan.

5. Alat pelindung diri

Pemakaian alat pelindung diri adalah sebagai upaya pengendalian terakhir yang berfungsi untuk mengurangi keparahan akibat dari bahaya yang ditimbulkan.

2.2 Alat Pelindung Diri (APD)

2.2.1 Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)

Perlindungan keselamatan pekerja melalui upaya teknis pengamanan tempat, mesin, peralatan dan lingkungan kerja wajib diutamakan. Namun, kadang-kadang risiko terjadinya kecelakaan masih belum sepenuhnya dapat dikendalikan, sehingga digunakan alat pelindung diri (personal protective equipment).

Jadi penggunaan APD adalah alternatif terakhir yaitu kelengkapan dari segenap upaya teknis pencegahan kecelakaan. Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya kecelakaan.

Pakaian pekerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan atau pun kerutan yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala atau ikat rambut, baju yang pas dan tidak mengenakan perhiasaan.

Pakaian kerja sintetis hanya baik terhadap bahan kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahan yang dapat meledak oleh aliran listrik statis (Suma’mur, 2009).

2.2.2 Ketersedian Alat Pelindung Diri (APD)

PT. Socfindo Kebun Bangun Bandar sudah menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan baik, termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti telah diketahui beberapa APD yang disediakan dan digunakan pekerja kebun di PT. Socfindo untuk melindungi pekerja dari potensi bahaya terdiri dari pelindung kepala (safety helmet), pelindung tangan (gloves), pelindung mata dan wajah (googles, face shield), pelindung pernapasan (masker),pelindung kaki (safety shoes), dan pelindung pakaian.

1. Alat Pelindung Kepala (Safety Helmet)

Alat pelindung kepala (safety helmet) digunakan untuk melindungi pekerja dari bahaya terbentur oleh benda tajam atau benda keras yang dapat meyebabkan luka gores, terpotong, tertusuk, kejatuhan benda, atau terpukul oleh benda-benda yang melayang di udara (seperti kejatuhan buah sawit dan pelepah). Safety helmet juga berfungsi untuk melindungi rambut pekerja dari bahaya terjepit mesin yang berputar, bahaya panas radiasi, dan percikan bahan kimia.

Safety helmet dapat terbuat dari berbagai bahan, antara lain plastic, fiberglass dan logam. Di Indonesia belum ada standar/klasifikasi untuk safety helmet. Di amerika terdapat 4 (empat) jenis safety helmet yaitu (Milos, 2007) :

a. Kelas A : untuk penggunaan umum dan untuk tegangan listrik yang terbatas.

b. Kelas B : tahan terhadap tegangan listrik tinggi.

c. Kelas C : tanpa perlindungan terhadap tegangan listrik, biasanya terbuat dari logam.

d. Kelas D : yang digunakan untuk pemadam kebakaran.

Safety helmet yang baik harus memiliki standar umum sebagai berikut (Milos, 2007) :

a. Bagian dari luarnya harus kuat dan tahan terhadap benturan atau tusukan benda-benda runcing. Cara mengujinya : diuji dengan menjatuhkan benda seberat 3 kg dari ketinggian 1 m, safety helmet tidak boleh pecah.

b. Jarak antara lapisan luar dan lapisan dalam dibagian puncak 4 – 5 cm.

c. Tidak menyerap air. Cara mengujinya : diuji dengan merendam dalam air selama 24 jam, air yang diserap kurang 5% beratnya.

d. Tahan terhadap api. Cara mengujinya : diuji dengan membakar safety helmet selama 10 detik dengan pembakar bunsen atau propan, dengan nyala api bergaris tengah 1 cm. Api harus padam setelah 5 detik.

e. Tahan terhadap tegangan arus listrik. Cara mengujinya : untuk listrik tegangan tinggi diuji dengan mengalirkan arus bolak balik 20.000 volt dan 60 Hz selama 3 menit, kebocoran arus harus lebih kecil dari 9 mA. Sedangkan untuk listrik tegangan rendah diuji dengan mengalirkan arus bolak-balik 2200 volt dan 60 Hz selama 1 menit, kebocoran harus kurang dari 9 mA.

2. Pelindung Tangan (Gloves)

Pelindung tangan digunakan untuk melindungi tangan dan jari-jari dari api, panas, dingin, radiasi elektromagnetik, dan radiasi mengion, listrik, bahan kimia, benturan dan pukulan, luka, lecet dan infeksi. Menurut bentuknya alat pelindung tangan dan jari dapat dibedakan menjadi (Milos, 2007) :

a. Sarung tangan (gloves).

b. Mitten : Sarungan tangan dengan ibu jari terpisah sedang jari lain menjadi satu.

c. Hand pad : Melindungi telapak tangan.

d. Sleeve : Untuk pergelangan tangan sampai lengan, biasanya digabung dengan sarung tangan.

Bahan untuk sarung tangan bermacam-macam bahannya, sesuai dengan fungsinya:

a. Bahan asbes, katun, wool untuk panas dan api.

b. Bahan kulit untuk panas, listrik, luka dan lecet.

c. Bahan karet alam atau sintetik untuk kelembaban air dan bahan kimia.

d. Bahan PVC (Poli Vinil Chloride) untuk zat kimia, asam kuat dan oksidator.

3. Pelindung Mata dan Wajah (googles, face shield)

Pelindung mata dan wajah digunakan untuk melindungi mata dan wajah dari lemparan benda-benda kecil, lemparan benda-benda panas, pengaruh cahaya, pengaruh radiasi tertentu, dan bahaya kimia. Lensa alat pelindung muka dan wajah dapat terbuat dari bahan gelas/kaca biasa dan plastik. Bahan gelas ada 2 jenis yaitu gelas yang ditempa secara panas, dan gelas dengan laminasi aluminium. Sedangkan dari bahan plastik ada beberapa jenis yaitu selulosa asetat, akrilik, poli karbonat,

allyl, diglycol carbonat. Syarat-syarat yang harus dimiliki alat pelindung mata dan wajah (Milos, 2007) :

a. Ketahanan terhadap api, sama dengan helm.

b. Ketahanan terhadap lemparan-lemparan benda. Cara mengujinya : diuji dengan menjatuhkan bola yang berdiameter 1 inchi, dengan bebas dari ketinggian 125 cm, mengenai lensa pada titik pusat geometris lensa, lensa tidak boleh pecah dan tergeser dari framenya.

c. Syarat optis tertentu. Lensa tidak boleh mempunyai efek distorsi/efek prisma lebih dari 1/16 prisma dioptri, artinya perbedaan refraksi, harus lebih dari 1/16 dioptri.

d. Tahan terhadap radiasi. Prinsipnya kacamata yang hanya tahan terhadap panjang gelombang tertentu; standar Amerika ada 16 jenis kaca dengan sifat-sifat tertentu.

Menurut OSHA jenis-jenis pelindung mata dan wajah terdiri dari :

a. Safety spectacles : kacamata ini mempunyai lensa yang terbuat dari gelas atau plastik yang tahan terhadap benturan, dengan atau tanpa pelindung samping.

b. Googles : pelindung mata yang sepenuhnya melindungi mata, rongga mata, dan sekitar area dari paparan debu dan percikan bahan korosif.

c. Welding shields : digunakan untuk melindungi mata dari inframerah, radiasi cahaya yang berlebihan dan juga untuk melindungi mata dan wajah dari serpihan partikel kecil, percikan api dari kegiatan pengelasan, brazing, pematrian, dan pemotongan. Lensanya terbuat dari kaca-serat atau serat yang ditempa panas serta memiliki filter pada lensanya.

d. Laser safety googles : kacamata ini khusus dibuat untuk melindungi mata pekerja dari gelombang sinar laser tertentu yang spesifik penggunaannya.

e. Face shields : digunakan untuk melindungi bagian wajah dari alis mata sampai dagu dari paparan debu, percikan api, bahan korosif. Penggunaannya dapat dikombinasikan dengan menggunakan googles.

4. Pelindung Pernapasan (Masker)

Masker digunakan untuk melindungi saluran pernapasan dari pernapasan secara inhalasi terhadap sumber-sumber bahaya di udara pada tempat kerja seperti kekurangan oksigen, pencemaran oleh partikel (debu, kabut, asap dan uap logam), pencemaran oleh gas atau uap (Milos, 2007). Penggunaannya selain menutup mulut dan hidung, ada juga yang mencakup wajah dan kepala. Penggunaan masker hendaklah memperhatikan apa yang sebaiknya digunakan, dengan memperhatikan jenis bahaya yang dihadapi dan berapa banyak kontak dengan bahan berbahaya tersebut. Berdasarkan jenisnya masker dibagi menjadi 2 (dua) yaitu masker debu dan masker carbon (Milos, 2007).

a. Masker debu

Melindungi dari debu phylon, buffing, grinding, serutan kayu dan debu lain yang tidak terlalu beracun. Masker debu tidak dapat melindungi dari uap kimia, asap cerobong dan asap dari pengelasan.

b. Masker carbon

Melindungi dari bahan kimia yang daya toxicnya rendah yang memiliki absorben dari karbon aktif. Masker carbon harus disertifikasi oleh badan sertifikasi.

5. Pakaian Pelindung

Pakaian pekerja harus dianggap sebagai alat pelindung diri. Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas dan bagian dada atau punggung tidak ada lipatan-lipatan yang memungkinkan mendatangkan bahaya. Pakaian kerja wanita sebaiknya memakai celana panjang, baju yang pas, tutup rambut dan tidak memakai perhiasan-perhiasan.

Pakaian kerja khusus untuk pekerja dengan sumber-sumber berbahaya tertentu seperti :

a. Terhadap radiasi panas

Pakaian kerja untuk radiasi panas harus dilapisi bahan yang bias merefleksikan panas biasanya aluminium dan berkilap, sedangkan pakaian kerja untuk panas konveksi terbuat dari katun yang mudah menyerap keringat serta longgar.

b. Terhadap radiasi mengion

Pakaian harus dilengkapi dengan timbal dan biasanya berupa apron.

c. Terhadap cairan dan bahan-bahan kimiawi

Pakaian kerja terbuat dari plastik atau karet (Milos, 2007).

6. Pelindung Kaki (Safety Shoes)

Safety shoes digunakan untuk melindungi kaki dari tertimpa benda-benda berat, terbakar karena logam cair atau bahan korosif, dermatitis karena zat-zat kimia, tertusuk benda runcing, kemungkinan tersandung atau tergelincir. Safety shoes dapat terbuat dari bahan kulit, karet sintetik atau plastik. Safety shoes yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis risikonya seperti (Milos, 2007) :

a. Untuk melindungi jari-jari kaki terhadap benturan dan tertimpa benda-benda keras, safety shoes dilengkapi dengan penutup jari dari baja atau campuran baja dengan karbon.

b. Untuk mencegah tergelincir dipakai sol anti slip luar dari karet alam atau sintetik dengan bermotif timbul (permukaan kasar).

c. Untuk mencegah tusukan dari benda-benda runcing, sol dilapisi dengan logam.

d. Terhadap bahaya listrik, sepatu seluruhnya harus dijahit atau direkat, tidak boleh menggunakan paku.

e. Untuk pekerja yang bekerja dengan mesin-mesin berputar tidak diperkenankan menggunakan sepatu yang menggunakan tali.

2.2.3 Manfaat Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) digunakan sebagai cara terakhir untuk melindungi pekerja dari potensi bahaya yang ada apabila pengendalian engineering dan administratif telah dilakukan/tidak mungkin dilakukan/dalam keadaan darurat.

APD tidak dapat menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada, APD hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan menempatkan penghalang antara pekerja dengan bahaya. Sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja, APD haruslah enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif terhadap bahaya.

Oleh sebab itu menurut Budiono (2008), APD yang telah dipilih hendaknya memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh pekerja, beratnya harus seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan, harus dapat dipakai secara

fleksibel, bentuknya harus cukup menarik, tidak mudah rusak, tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya, suku cadangnya harus mudah diperoleh sehingga pemeliharaan alat pelindung diri dapat dilakukan dengan mudah, memenuhi ketentuan dari standar yang ada, pemeliharaannya mudah, tidak membatasi gerak, dan rasa tidak nyaman tidak berlebihan (rasa tidak nyaman tidak mungkin hilang sama sekali, namun diharapkan masih dalam batas toleransi). Oleh sebab itu pemeliharaan dan pengendalian APD penting karena alat pelindung diri sensitif terhadap perubahan tertentu, punya masa kerja tertentu dan APD dapat menularkan beberapa jenis penyakit jika secara bergantian.

2.2.4 Syarat-syarat Alat Pelindung Diri (APD)

Dalam menyediakan perlindungan terhadap bahaya, prioritas pertama seorang majikan adalah melindungi pekerjanya secara keseluruhan ketimbang secara individu. Penggunaan PPE hanya dipandang perlu jika metode-metode perlindungan yang lebih luas ternyata tidak praktis dan tidak terjangkau. Dengan seluruh jenis PPE yang tersedia, pemasok akan menyarankan jenis yang paling sesuai untuk kebutuhan pelindungan pekerja dan dapat menawarkan beberapa pilihan berdasarkan material, desain, warna dan sebagainya.

Persyaratan umum penyediaan alat pelindung diri (personal protective equipment) tercantum dalam Personal Protective Equipment at Work Regulation 1992.

PPE yang efektif harus :

1. Sesuai dengan bahaya yang dihadapi.

2. Terbuat dari material yang akan tahan terhadap bahaya tersebut.

3. Cocok bagi orang yang akan menggunakannya.

4. Tidak mengganggu kerja operator yang sedang bertugas.

5. Memiliki kontruksi yang sangat kuat.

6. Tidak mengganggu PPE lain yang sedang dipakai secara bersamaan.

7. Tidak meningkatkan risiko terhadap pemakainya.

PPE harus :

1. Disediakan secara gratis.

2. Diberikan satu perorang atau jika tidak, harus dibersihkan setelah digunakan.

3 Hanya digunakan sesuai peruntukannya.

4 Dijaga dalam kondisi baik.

5. Diperbaiki atau diganti jika mengalami kerusakan.

6. Disimpan ditempat yang sesuai ketika tidak digunakan.

Operator-operator yang menggunakan PPE harus memperoleh : 1. Informasi tentang bahaya yang dihadapi.

2. Intruksi tentang tindakan pencegahan yang perlu diambil.

3. Pelatihan tentang penggunaan peralatan dengan benar.

4. Konsultasi dan diizinkan memilih PPE yang tergantung pada kecocokannya.

5. Pelatihan cara memelihara dan menyimpan PPE dengan rapi.

6. Intruksi agar melaporkan setiap kecacatan atau kerusakan.

2.2.5 Kebijakan Tentang APD

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kerja yang bekerja agar tempat dan peralatan produksi senantiasa berada dalam keadaan selamat dan

aman bagi mereka. Selain itu pasal 86, paragraf 5 keselamatan dan kesehatan kerja, bab X Undang-Undang RI No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan antara lain menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas K3 untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3, dan perlindungan sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Penjelasan pasal 86, ayat 2 menyatakan upaya K3 dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat

Penjelasan pasal 86, ayat 2 menyatakan upaya K3 dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat