• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Alat Pelindung Diri (APD)

2.2.4 Syarat-syarat Alat Pelindung Diri (APD)

Dalam menyediakan perlindungan terhadap bahaya, prioritas pertama seorang majikan adalah melindungi pekerjanya secara keseluruhan ketimbang secara individu. Penggunaan PPE hanya dipandang perlu jika metode-metode perlindungan yang lebih luas ternyata tidak praktis dan tidak terjangkau. Dengan seluruh jenis PPE yang tersedia, pemasok akan menyarankan jenis yang paling sesuai untuk kebutuhan pelindungan pekerja dan dapat menawarkan beberapa pilihan berdasarkan material, desain, warna dan sebagainya.

Persyaratan umum penyediaan alat pelindung diri (personal protective equipment) tercantum dalam Personal Protective Equipment at Work Regulation 1992.

PPE yang efektif harus :

1. Sesuai dengan bahaya yang dihadapi.

2. Terbuat dari material yang akan tahan terhadap bahaya tersebut.

3. Cocok bagi orang yang akan menggunakannya.

4. Tidak mengganggu kerja operator yang sedang bertugas.

5. Memiliki kontruksi yang sangat kuat.

6. Tidak mengganggu PPE lain yang sedang dipakai secara bersamaan.

7. Tidak meningkatkan risiko terhadap pemakainya.

PPE harus :

1. Disediakan secara gratis.

2. Diberikan satu perorang atau jika tidak, harus dibersihkan setelah digunakan.

3 Hanya digunakan sesuai peruntukannya.

4 Dijaga dalam kondisi baik.

5. Diperbaiki atau diganti jika mengalami kerusakan.

6. Disimpan ditempat yang sesuai ketika tidak digunakan.

Operator-operator yang menggunakan PPE harus memperoleh : 1. Informasi tentang bahaya yang dihadapi.

2. Intruksi tentang tindakan pencegahan yang perlu diambil.

3. Pelatihan tentang penggunaan peralatan dengan benar.

4. Konsultasi dan diizinkan memilih PPE yang tergantung pada kecocokannya.

5. Pelatihan cara memelihara dan menyimpan PPE dengan rapi.

6. Intruksi agar melaporkan setiap kecacatan atau kerusakan.

2.2.5 Kebijakan Tentang APD

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kerja yang bekerja agar tempat dan peralatan produksi senantiasa berada dalam keadaan selamat dan

aman bagi mereka. Selain itu pasal 86, paragraf 5 keselamatan dan kesehatan kerja, bab X Undang-Undang RI No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan antara lain menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas K3 untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3, dan perlindungan sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Penjelasan pasal 86, ayat 2 menyatakan upaya K3 dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabi-litasi (Suma’mur, 2009).

Oleh karena itu upaya perlindungan terhadap pekerja akan bahaya khususnya pada saat melaksanakan kegiatan/proses di tempat kerja perlu dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan. Salah satu upaya perlindungan terhadap tenaga kerja tersebut adalah dengan penggunaan alat pelindung diri (APD). Undang-Undang RI No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja khususnya pasal 9, 12 dan 14 yang mengatur penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri ditempat kerja baik pengusaha maupun tenaga kerja. Demikian juga Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri telah mengatur tentang penggunaan APD adalah antara lain :

a. Pasal 3 ayat 1 butir f menyatakan bahwa salah satu syarat-syarat keselamatan kerja adalah dengan cara memberikan alat pelindung diri (APD) pada pekerja.

b. Pasal 9 ayat 1 butir c menyatakan bahwa pengurus (perusahaan) diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada setiap tenaga kerja baru tentang alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

c. Pasal 12 butir b menyatakan bahwa tenaga kerja diwajibkan untuk memakai alat pelindung diri (APD).

d. Pasal 12 butir e menyatakan bahwa pekerja boleh mengatakan keberatan apabila alat pelindung diri yang diberikan diragukan tingkat keamanannya.

e. Pasal 13 menyatakan bahwa barang siapa akan memasuki suatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat pelindung diri yang diwajibkan.

f. Pasal 14 butir c menyatakan bahwa pengurus (pengusaha) diwajibkan untuk mengadakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja.

Peraturan lain yang mengatur penggunaan APD adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 01/Men/1981, disebutkan dalam pasal 4 ayat 3, bahwa pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya untuk mencegah penyakit akibat kerja. Begitu pula dalam pasal 5 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja harus memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan untuk pencegahan penyakit akibat kerja.

Kebijakan sebuah perusahaan tentang pelaksanaan K3 dijelaskan dengan detail dalam bentuk peraturan-peraturan. Kepastian hukum yang kuat akan memberikan kemantapan dalam pengawasan. Karena apabila diberi teguran dan peringatan tidak dihiraukan maka perangkat peraturanlah yang akan berperan dalam hal pemberian sanksi. Maka peraturan yang berkaitan dengan situasi kerja merupakan upaya yang dilakukan dalam meningkatkan efektifitas pelaksanaan program K3 di sebuah perusahaan. Adanya kebijakan dalam bentuk sanksi dan pemberian penghargaan/hadiah ternyata mempunyai makna dalam meningkatkan motivasi berperilaku pekerja terutama dalam penggunaan APD.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Pudjowati pada tahun 2002 dikatakan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara persentase yang menyatakan ada kebijakan dengan yang menyatakan tidak ada kebijakan dalam pemakaian APD. Menurut pendapatnya bahwa kebijakan yang dilakukan oleh pihak manajemen terkesan sebagai suatu hal yang tidak banyak memberikan motivasi positif kepada pekerja, padahal motivasi ini sangat diperlukan agar para pekerja lebih peduli lagi terhadap pentingnya penggunaan APD.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumbung pada tahun 2010 dikatakan bahwa secara statistik variabel kebijakan terbukti mempunyai hubungan bermakna terhadap penggunaan APD. Didalam hal kebijakan, semua responden mengetahui adanya peraturan tentang diberlakukannya penggunaan APD. Pekerja juga mengetahui jika mereka melanggar peraturan, maka mereka akan mendapatkan sanksi dari perusahaan. Namun sanksi yang ada tidak jalan

sebagaimana mestinya, juga tidak ada penghargaan bagi yang memenuhi peraturan khususnya yang bersifat individual sehingga tidak memberikan dorongan kepada pekerja untuk lebih peduli terhadap penggunaan APD.

2.2.6 Masalah Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)

Adapun yang menjadi masalah dalam pemakaian alat pelindung diri (APD), yaitu (Santoso, 2004) :

1. Pekerja tidak mau memakai dengan alasan.

a. Tidak sadar/tidak mengerti.

b. Panas.

c. Sesak.

d. Tidak enak dipakai.

e. Tidak enak dipandang.

f. Berat.

g. Mengganggu pekerjaan.

h. Tidak sesuai dengan bahaya yang ada.

i. Tidak ada sangsi.

j. Atasan juga tidak memakai.

2. Tidak disediakan oleh perusahaan.

a. Ketidakmengertian.

b. Pura-pura tidak mengerti.

c. Alasan bahaya.

d. Dianggap sia-sia (karena pekerja tidak mau memakai).

3. Pengadaan oleh perusahaan.

a. Tidak sesuai dengan bahaya yang ada.

b. Asal beli (terutama memilih yang murah).

2.3 Tanaman Sawit

2.3.1 Pengertian Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat bibit kelapa sawit yang dibawa oleh Mauritius dari Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor.

Tanaman Kelapa Sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911 di Aceh dan Sumatera Utara oleh Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia. Luas kebun kelapa sawit terus bertambah dari tahun ke tahun.

2.3.2 Panen dan Proses Panen Kelapa Sawit

Panen adalah pemotongan tandan buah dari pohon sampai dengan pengangkutan ke pabrik yang meliputi kegiatan pemotongan tandan buah matang, pengutipan brondolan, pemotongan pelepah, pengangkutan hasil ke TPH, dan pengangkutan hasil ke pabrik (PKS).

Panen merupakan salah satu kegiatan penting dalam pengelolaan tanaman

kelapa sawit menghasilkan. Selain bahan tanam (bibit) dan pemeliharaan tanaman, panen juga merupakan faktor penting dalam pencapain produktivitas.

Berdasarkan tinggi tanaman ada 2 cara panen yg umum di lakukan oleh perkebunan kelapa sawit.

Cara-cara tersebut di antaranya adalah :

1. Menggunakan gagang pipa besi/tongkat kayu (Dodos).

Untuk tanaman yg berumur kurang dari 7 tahun cara panen menggunakan alat dodos yg lebar 10-72,5 cm. Dengan cara ini pekerja harus mengangkat alat dodos dan menancapkannya ke buah yang akan di panen, sehingga buah yang tertancap mata pisau dodos akan jatuh ke bawah.

2. Menggunakan egrek yang di sambung dengan pipa almunium atau tongkat bambu (Egrek).

Untuk tanaman yg berumur 7 tahun atau lebih, pekerja harus menggunakan egrek yang di sambung dengan tongkat yang panjang di karenakan kelapa sawit yang akan di panen lebih tinggi. Dengan cara ini pekerja harus mengangkat egrek dan menancapkannya ke buah yang akan di panen.

2.4 Kecelakaan Kerja Perkebunan

Bentuk kecelakaan kerja di perkebunan, khususnya perkebunan sawit adalah tertimpa pelepah dan buah, mata terkena kotoran dan duri bagi buruh bagian panen. Terkena tetesan gromoxone, roun-dup dan terhirup racun pestisida, fungisida dan insektisida terutama pekerjaan yang berhubungan dengan penyemprotan. Bentuk kecelakaan kerja tersebut berdampak pada resiko cacat

anggota tubuh seperti mata buta bagi pemanen buah sawit dan penderes karet, cacat kelahiran terutama bagi wanita penyemprot, bahkan menemui ajal ketika tertimpa tandan buah segar (TBS).

Umumnya penyebab kecelakaan kerja adalah tempat kerja yang tidak aman seperti lokasi yang tidak rata menyulitkan memanen, lokasi kerja bersemak tempat bersemainya binatang berbisa jalan licin dan berlobang terpeleset. Serta budaya kerja kurang beradap seperti alat pelindung kerja tidak cukup atau tidak memenuhi standar keselamatan kerja dan perilaku tidak mengindahkan kerja yang benar terutama akibat minimnya sosialisasi dan pelatihan kerja bagi buruh perkebunan.

Dengan demikian di sektor perkebunan potensi kecelakaan kerja cukup tinggi. Sedangkan penyebab kecelakaan kerja di perkebunan umumnya disebabkan oleh :

1. Lingkungan kerja fisik oleh pemakaian alat/mesin (suara, panas, sinar, dan lainnya).

2. Lingkungan kerja kimia oleh pemakaian bahan kimia (pupuk, pestisida, dan lainnya).

3. Lingkungan kerja biologis oleh makhluk hidup (babi, tikus, landak, lalat anclylostoma, dan lain-lain).

4. Lingkungan kerja ergonomi oleh pemakaian alat yang tidak sesuai dengan keterbatasan kemampuan anatomi dan fisiologis tenaga kerja.

5. Lingkungan kerja umumnya disebabkan oleh suasana kerja, lokasi pemukiman jauh dari kota.

6. Human Error (Sumber daya manusia yang salah).

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Pemakaian APD Kecelakaan Kerja

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat survey analitik yaitu penelitian untuk mencari hubungan antara pemakaian APD dengan kecelakaan kerja. Dengan menggunakan desain studi cross-sectional yaitu mencari hubungan dengan variabel dependen (informasi dan gambaran analisis mengenai situasi yang ada) dalam waktu yang bersamaan. Penggunaan jenis penelitian yang dimaksud adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan pemakaian APD dengan kecelakaan kerja pada pekerja kelapa sawit di PT. Socfindo Kebun Bangun Bandar Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2017.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Socfindo Kebun Bangun Bandar Afdeling 1 Kabupaten Serdang Bedagai.

3.2.2 Waktu Peneltian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2017 sampai bulan Februari 2018.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja kelapa sawit yang bekerja di

Kebun Bangun Bandar Afdeling 1 Kabupaten Serdang Bedagai PT. Socfindo yang dalam pekerjaannya memerlukan Alat Pelindung Diri (APD) berjumlah 38 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah total populasi atau seluruh populasi dijadikan sampel yang berjumlah 38 orang.

3.4 Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dengan dua cara, yakni data primer (wawancara langsung kepada responden dan observasi) dan data sekunder yang diperoleh dari Profil PT. Socfindo Kebun Bangun Bandar Kabupaten Serdang Bedagai meliputi data geografis kebun Socfindo dan Visi, Misi PT. Socfindo.

3.5 Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas (Independen Variabel)

Adapun yang menjadi variabel bebas (Independent Variabel) adalah : Pemakaian APD.

3.5.2 Variabel Terikat (Dependen Variabel)

Adapun yang menjadi variabel terikat (Dependen Variabel) adalah : Kecelakaan Kerja.

3.6 Definisi Operasional Variabel

Variabel penelitian ini dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas adalah Pemakaian Alat Pelindung Diri. Variabel terikat adalah Kecelakaan Kerja.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Defenisi Alat

Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

3.7 Aspek Pengukuran 3.7.1 Kecelakaan Kerja

Untuk mengukur variabel Kecelakaan Kerja dilakukan dengan cara pembagian lembar kuesioner untuk menanyakan kecelakaan kerja yang terjadi tahun 2017 yang diberi 32 pertanyaan dengan alternatif jawaban Ya dan Tidak, dimana jawaban Ya diberi nilai 1, dan Tidak diberi nilai 0. Maka nilai tertinggi yang didapat adalah 32 dan nilai terendah adalah 0.

Berdasarkan jumlah yang diperoleh maka Kecelakaan Kerja dapat dikategorikan :

1. Ada kecelakaan kerja = jika jawaban responden dengan nilai 1 2. Tidak ada kecelakaan kerja = jika jawaban responden dengan nilai 0 3.7.2 Pemakaian Alat Pelindung Diri

Untuk mengukur variabel Pemakaian Alat Pelindung Diri dilakukan dengan cara pembagian lembar kuesioner yang diberi 18 pertanyaan dengan alternatif jawaban Ya dan Tidak, dimana jawaban Ya diberi nilai 1, dan Tidak diberi nilai 0.

Maka nilai tertinggi yang didapat adalah 18 dan nilai terendah adalah 0.

Berdasarkan jumlah yang diperoleh maka Pemakaian Alat Pelindung Diri dapat dikategorikan :

1 Memakai dengan lengkap = jika jawaban responden dengan nilai 6 APD

2. Tidak memakai dengan lengkap = jika jawaban responden dengan nilai < 6 APD

3.8 Pengolahan Data

Setelah data terkumpul maka data diolah dengan langkah sebagai berikut : 1. Editing, yaitu setelah data dikumpulkan, data tersebut diolah sedemikian rupa

sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki oleh data tersebut. Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan, antara lain memeriksa kelengkapan data, memeriksa kesinambungan data, dan memeriksa keseragaman data.

2. Coding, yaitu proses pemberian kode pada jawaban kuesioner untuk memudahkan data ketika dimasukkan ke dalam komputer (komputerisasi).

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka.

3. Entry Data, yaitu proses memasukkan data dari kuesioner ke dalam komputer dengan menggunakan bantuan program komputer setelah semua jawaban kuesioner diberikan kode serta kuesioner terisi penuh dan benar.

4. Cleaning, yaitu proses pengecekan kembali data yang sudah di entry untuk memastikan tidak terdapat kesalahan pada data tersebut. Kemudian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.

5. Tabulating, yaitu mengelompokkan data tersebut ke dalam suatu tabel tertentu menurut sifat-sifat yang dimilikinya, sesuai dengan tujuan dan variabel penelitian.

3.9 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat.

1. Analisis univariat merupakan suatu analisis untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan persentase dari variabel dependen dan independen yang ada pada penelitian ini, yaitu variabel Kecelakaan Kerja dan pemakaian APD.

2. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara faktor independen dengan faktor dependen. Variabel independen terdiri dari: Pemakaian APD, sedangkan variabel dependen yaitu Kecelakaan Kerja. Analisis menggunakan uji statistik Chi Square (X2) dengan α= 0,05.

Persamaan Chi Square:

df = (k-1) (b-1)

Keterangan :

X2 = Chi Square

O = Nilai yang diamati (Observasi) E = Nilai yang diharapkan (Ekspetasi) df = derajat kebebasan (degree of freedom) k = Jumlah kolom

b = Jumlah baris

Apabila nilai p≤α maka hasilnya bermakna secara statistik atau terdapat hubungan (Ha diterima), sedangkan bila nilai p≥α maka hasilnya tidak bermakna secara statistik atau tidak terdapat hubungan (Ha ditolak).

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Pada awal lahirnya PT SOCFIN INDONESIA bernama PT SOCFIN MEDAN SA (Societe Financiere des Caoutchoucs Medan Societe Anonyme) yang didirikan pada tahun 1930 berdasarkan akte notaris William Leo No.45 tanggal 07 Desember 1930 yang berkedudukan di Medan dan mengelola perkebunan di daerah Sumatera Timur, Aceh Barat, Aceh Selatan dan Aceh Timur.

Perkembangan selanjutnya berdasarkan penetapan Presiden No.6 tahun 1965, Keputusan Kabinet Dwikor No.A/D/58/1965,No.SK.100/Men.Perk/1965 menyatakan bahwa perusahaan perkebunan yang dikelolah oleh PT Socfin diletakkan di bawah pengawasan Pemerintah, kemudian pada tahun 1966 diadakan serah terima hak milik perusahaan kepada Pemerintah Indonesia atas dasar penjualan perkebunan dan harta Socfin SA.

Pada tanggal 29 April 1968 dicapai kesepakatan antara Pemerintah RI dengan pemilik saham SOCFIN SA diperkuat dengan Surat Keputusan Presiden RI No.B.68./PRES/6/1968 tanggal 13 Juni 1968 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.94/Kpts/Op/6/1968 tanggal 17 Juni 1968 yang berisikan patungan antara Pemerintah RI dengan pengusaha Belgia dengan komposisi permodalan 40%

Pemerintah Republik Indonesia dan 60% Pengusaha Belgia.

Pengusaha Belgia kemudian memberi nama PT SOCFIN INDONESIA (Socfindo) yang didirikan melalui Akte Notaris Chairil Bahri di Jakarta pada

tanggal 21 Juni 1968 No.23 dan Akte Perubahan No.64 tanggal 12 Mei 1968.

Disahkan oleh Menteri Kehakiman pada tanggal 3 September 1969 dan diumumkan dalam tambahan berita negara RI No.68/69 tanggal 31 Oktober 1969.

Sesuai akta tanggal 3 Mei 2002 No.5, Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham PT. Socfindo yang diterbitkan oleh Notaris Ny.R.Arie Soetarjo SH, Pemerintah RI telah melepas 30% sahamnya kepada SOCFIN SA, sehingga saham pemerintah RI saat ini hanya 10% saja.

PT. Socfindo Kebun Bangun Bandar sudah menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan baik, termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri.

PT. Socfindo menyediakan APD yang digunakan pekerja kebun untuk melindungi pekerja dari potensi bahaya terdiri dari pelindung kepala (safety helmet), pelindung tangan (gloves), pelindung mata dan wajah (googles, face shield), pelindung pernapasan (masker),pelindung kaki (safety shoes), dan pelindung pakaian. Semua APD yang di sediakan PT. Socfindo telah memenuhi Standar Nasional Indonesia atau SNI sehingga APD yang di gunakan oleh pekerja layak dan apabila APD yang di berikan kepada pekerja rusak atau tidak memungkinkan untuk di pakai lagi perusahaan akan mengganti APD tersebut dengan yang baru.

PT. Socfindo berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tentang Alat Pelindung Diri menerapkan manajemen APD yaitu identifikasi kebutuhan dan syarat APD, pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan kebutuhan atau kenyamanan pekerja, pelatihan, penggunaan,

perawatan, dan penyimpanan, serta penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan, pembinaan, inspeksi dan evaluasi dan pelaporan.

PT. Socfindo berdasarkan akte pendiriannya yang berkedudukan di Medan, Jl.K.L. Yos Sudarso No.106 Po.Box.1254 Medan-20115, yang bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit dan karet. Dimana luas areal perkebunan kelapa sawit untuk provinsi Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam seluas 37.800 ha dan luas areal untuk perkebunan karet untuk provinsi Sumatera Utara seluas 10.150 ha.

PT Socfindo ini tersebar di wilayah Aceh dan Sumatera Utara yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Perkebunan, Komoditi dan Lokasi Perkebunan PT. Socfindo Medan

No Perkebunan Komoditi Lokasi Provinsi 1. Seunagan Kelapa Sawit Aceh Barat, Aceh 4. Sei Liput Kelapa Sawit Aceh Timur, Aceh 5. Mata Pao Kelapa Sawit Serdang Bedagai, Sumut 6. Bangun Bandar Kelapa Sawit Deli Serdang, Sumut 7. Tanjung Maria Karet Deli Serdang, Sumut

8. Tanah Besi Karet Serdang Bedagai, Sumut

9. Lima Puluh Karet Asahan, Sumut

10. Tanah Gambus Kelapa Sawit Asahan, Sumut 11. Aek Loba Kelapa Sawit Asahan, Sumut 12. Padang Pulo Kelapa Sawit Asahan, Sumut 13. Negeri Lama Kelapa Sawit Labuhan Batu, Sumut 14. Aek Pamingke Karet Labuhan Batu, Sumut

15. Halimbe Karet Labuhan Batu, Sumut

4.1.2 Visi dan Misi PT. Socfindo 4.1.2.1 Visi

Menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit dan karet kelas dunia yang menghasilkan produk yang berkelanjutan dan efisien serta memberikan keuntungan dan manfaat kepada pemegang saham dan para pekerja mendapat keberterimaan dari masyarakat.

4.1.2.2 Misi

1. Mengembangkan bisnis dan memberikan keuntungan bagi pemegang saham.

2. Memberlakukan sistem manajemen yang mengacu pada standar nasional, internasional dan acuan yang berlaku di bisnisnya.

3. Menjalankan operasi dengan efisien dan hasil yang tertinggi (mutu dan produktifitas) serta harga yang kompetitif.

4. Menjadi tempat kerja pilihan bagi karyawannya, aman, sehat dan sejahtera.

5. Penggunaan sumberdaya yang efisien dan minimasi limbah.

6. Membagi kesejahteraan bagi masyarakat di mana kami beroperasi.

4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel confounding (umur, masa kerja, dan pendidikan, ketersediaan APD sesuai jumlah pekerja, sesuai peruntukan pekerja, sesuai standar (SNI) dan perawatannya), variabel bebas (pemakaian alat pelindung diri) dan variabel terikat (kecelakaan kerja) yang telah diperoleh dari hasil penelitian.

4.2.1.1 Umur

Umur pekerja kelapa sawit di PT. Socfindo Kebun Bangun Bandar tahun 2017 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Umur Responden pada Pekerja Kelapa Sawit di PT.

Socfindo Kebun Bangun Bandar Tahun 2017

Umur Jumlah (n) Persentase (%)

≤ 34 Tahun 27 71,1%

> 34 Tahun 11 28,9%

Jumlah 38 100,00%

Pengukuran umur responden pada pekerja kelapa sawit di PT. Socfindo kebun Bangun Bandar dilakukan dengan cara mengambil median pada umur pekerja dari yang paling rendah yaitu 19 tahun dan yang paling tinggi berumur 45 tahun.

Tabel 4.2. di atas menjelaskan bahwa umur pekerja kelapa sawit di PT.

Socfindo Kebun Bangun Bandar tahun 2017 pada kisaran umur ≤ 34 Tahun berjumlah 27 orang (71,1%), umur > 34 tahun berjumlah 11 orang (28,9%). Dengan demikian, persentase umur yang tertinggi adalah pada kisaran ≤ 34 tahun berjumlah 27 orang (71,1%) dan yang terendah pada kisaran > 34 tahun berjumlah 11 orang (28,9%).

4.2.1.2 Masa Kerja

Masa kerja pekerja kelapa sawit di PT. Socfindo Kebun Bangun Bandar tahun 2017 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3 Distribusi Masa Kerja Responden pada Pekerja Kelapa Sawit di PT. Socfindo Kebun Bangun Bandar Tahun 2017

Masa Kerja (Tahun) Jumlah (n) Persentase (%)

≤ 6 Tahun

Pengukuran masa kerja responden pada pekerja kelapa sawit di PT. Socfindo

Pengukuran masa kerja responden pada pekerja kelapa sawit di PT. Socfindo