• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, dapat diinformasikan kepada masyarakat tentang kandungan kalsium dan magnesium yang terdapat di dalam biji nangka tua dan biji nangka muda, sehingga masyarakat dapat menjadikan biji nangka sebagai sumber kalsium dan magnesium alternatif yang sangat ekonomis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nangka

2.1.1 Taksonomi Tumbuhan

Menurut Meda (2013), taksonomi nangka adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Urticales Famili : Moraceae Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus integra Merr.

2.1.2 Deskripsi Tumbuhan

Pohon nangka (Artocarpus integra) telah dikenal hampir seluruh masyarakat Indonesia. Tanaman ini tumbuh baik di daerah dataran rendah sampai daerah pegunungan dengan ketinggian 1000 m di atas permukaan laut.

Tumbuhan ini dapat diperbanyak dengan bijinya, okulasi, dan cangkok. Jarak tanam yang baik untuk budi daya tanaman nangka adalah 12 m x 12 m (Sunarjono, 2004).

Nangka merupakan tanaman hutan yang pohonnya dapat mencapai tinggi 25 m. Kayunya keras dan bergetah, bila telah tua berwarna kuning hingga kemerahan. Daunnya bergetah, lonjong, lebar, tebal, dan agak kaku.

Permukaan daun berbulu halus hingga kasar. Cabangnya sedikit, pertumbuhannya cenderung keatas (Soetanto, 1998).

Buah nangka relatif besar dan berbiji banyak. Kulitnya berduri lunak dan bewarna hijau hingga kuning kemerahan. Setiap biji dibalut oleh daging buah yang tipis hingga tebal. Setelah matang, daging buah bewarna kuning merah, lunak, manis, dan aromanya spesifik (Soetanto, 1998).

2.1.3 Manfaat Tumbuhan

Buah nangka muda atau biasa disebut gori sering dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. Sedangkan buah nangka yang sudah masak atau buah nangka tua dapat langsung dikonsumsi sebagai buah segar atau untuk campuran minuman. Buah nangka tua juga dapat dijadikan makanan olahan, misalnya sirup nangka, keripik nangka, manisan nangka, dan sebagainya. Batangnya dapat dipakai untuk bahan bangunan atau bahan perabot rumah tangga (Sunarjono, 2004).

2.2 Biji Nangka

2.2.1 Bagian-Bagian Biji Nangka

Pada umumnya, biji nangka terdiri dari kulit biji (spermodermis) dan inti biji atau isi biji (nukleus seminis). Biji nangka mempunyai tiga lapisan kulit, yaitu kulit luar (sarcotesta), kulit tengah (sclerotesta), dan kulit dalam (endotesta). Kulit luar biasanya tebal berdaging dan kulit tengah merupakan suatu lapisan yang kuat dan keras, sedangkan kulit dalam biasanya tipis seperti selaput, seringkali merekat erat pada inti biji. Inti biji merupakan semua bagian

biji yang terdapat di dalam kulit biji, oleh sebab itu, inti biji juga dapat dinamakan sebagai isi biji (Tjitrosoepomo, 2001).

2.2.2 Manfaat Biji Nangka

Kegunaan dari biji nangka adalah untuk sebagai sumber karbohidrat (biji nangka yang dikukus dan dimakan dapat menjadi sumber karbohidrat tambahan), dan sebagai bahan pembuatan alkohol. Biji buah nangka tua dapat dikonsumsi setelah direbus, dibakar, digoreng, atau diolah menjadi dodol.

Selain itu, biji nangka dapat dibuat menjadi tepung biji nangka yang digunakan sebagai bahan baku industri makanan dengan kandungan gizi yang tinggi, kecap biji nangka, dan susu biji nangka. Susu biji nangka mengandung fosfor dan karbohidrat yang lebih tinggi daripada susu kedelai, serta kandungan lemak yang lebih rendah (Nuraini, 2011).

2.3 Kandungan Gizi Nangka

Menurut Abedin, et al., (2012), biji nangka mengandung kalium sebesar 1300 mg/100 g – 1423 mg/100 g bahan, dan magnesium sebesar 150 mg/100 g – 210 mg/100 g bahan. Selain itu, biji nangka juga mengandung mineral mikro lain seperti sulfur sebesar 30 mg/100 g - 81 mg/100 g, tembaga sebesar 1,467 mg/100 g – 4,133 mg/100 g, dan seng sebesar 1,50 mg/100 g – 3,1 mg/100 g bahan.

Unsur gizi yang terkandung dalam buah nangka muda berbeda dengan yang terkandung dalam buah nangka tua, demikian pula dengan bijinya. Biji nangka muda mempunyai kandungan gizi yang berbeda dengan kandungan

gizi yang terdapat pada biji nangka tua. Adapun kandungan gizi yang terdapat dalam buah dan biji nangka dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Suprapti, 2004).

Tabel 2.1 Kandungan Unsur Gizi dalam Buah dan Biji Nangka

No. Unsur Gizi Kadar/100 g Bahan

Nangka Muda Nangka Tua Biji Nangka

1 Kalori (kal) 81 106 165

Mineral adalah bagian dari tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Kalsium, fosfor, dan magnesium adalah bagian dari tulang, besi dari hemoglobin dalam sel darah merah, dan iodium dari hormon tiroksin. Di samping itu, mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim (Almatsier, 2004).

Mineral digolongkan kedalam mineral makro dan mineral mikro.

Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Jumlah mineral mikro dalam tubuh kurang dari 15 mg. Yang termasuk mineral makro adalah natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfor, magnesium,

dan sulfur. Adapun yang termasuk mineral mikro adalah besi, seng, mangan, dan tembaga (Almatsier,2004).

Sumber mineral yang paling baik adalah makanan hewani, kecuali magnesium yang lebih banyak terdapat di dalam makanan nabati. Hewan memperoleh mineral dari tumbuh-tumbuhan dan menumpuk didalam jaringan tubuhnya (Almatsier, 2004).

2.4.1 Kalsium

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5%-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari jumlah ini, sebanyak 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi, selebihnya tersebar luas didalam tubuh. Didalam cairan ekstraselular dan intraselular, kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, dan menjaga permeabilitas membran sel. Mineral ini juga mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan (Almatsier, 2004).

Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang Indonesia yang ditetapkan adalah 300 mg – 400 mg pada bayi, 500 mg pada anak-anak, 600 mg – 700 mg pada remaja, 500 mg – 800 mg pada orang dewasa, serta lebih besar 400 mg pada ibu hamil dan menyusui. Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan seperti tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh. Selain itu, kekurangan kalsium juga

dapat menyebabkan mineralisasi matriks tulang terganggu serta dapat menyebabkan kejang atau tetani (Almatsier, 2004).

Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil olahan susu seperti keju.

Ikan yang dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu, tempe, serta sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik (Almatsier, 2004).

2.4.2 Magnesium

Magnesium merupakan mineral nomor dua paling banyak setelah natrium di dalam cairan intraselular. Mineral ini di alam merupakan bagian dari klorofil daun. Peranan magnesium dalam tumbuh-tumbuhan sama dengan peranan zat besi dalam ikatan hemoglobin di dalam darah manusia, yaitu untuk pernapasan. Selain itu, magnesium juga terlibat dalam berbagai proses metabolisme (Almatsier, 2004).

Sekitar 60% dari 20 mg – 28 mg magnesium didalam tubuh terdapat didalam tulang dan gigi, 26% di dalam otot, dan selebihnya didalam jaringan lunak lainnya serta cairan tubuh. Magnesium didalam tulang merupakan cadangan yang siap dikeluarkan apabila bagian lain dari tubuh membutuhkan.

Kecukupan magnesium rata-rata sehari untuk Indonesia ditetapkan sekitar 4,5 mg/kg berat badan. Ini berarti kecukupan magnesium untuk orang dewasa laki-laki adalah 280 mg/hari dan untuk wanita dewasa adalah 250 mg/hari (Almatsier, 2004).

Sumber magnesium utama adalah sayuran hijau, serelia tumbuk, biji-bijian dan kacang-kacangan. Daging, susu dan hasil olahannya serta cokelat juga merupakan sumber magnesium yang baik. Kekurangan magnesium dapat terjadi pada kekurangan protein dan energi serta sebagai komplikasi penyakit-penyakit yang menyebabkan gangguan absorpsi dan atau penurunan fungsi ginjal, terlalu lama mendapat makanan tidak melalui mulut, serta penggunaan diuretik. Kekurangan magnesium berat dapat menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan, mudah tersinggung, gugup, kejang tetanus, gangguan sistem saraf pusat, halusinasi, koma, dan gagal jantung (Almatsier, 2004).

Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi yang berkaitan dengan metabolisme energi, karbohidrat, lipid, protein, dan asam nukleat.

Didalam cairan sel ekstraselular, magnesium berperan dalam transmisi saraf, kontraksi otot, dan pembekuan darah. Dalam hal ini, peranan magnesium berlawanan dengan kalsium dimana kalsium merangsang kontraksi otot sedangkan magnesium mengendorkan otot. Kalsium merangsang penggumpalan darah, sedangkan magnesium mencegah. Kalsium menyebabkan ketegangan saraf sedangkan magnesium melemaskan saraf.

Selain itu, magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium didalam email gigi (Almatsier, 2004).

2.5 Spektrofotometri Serapan Atom

2.5.1 Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom

Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace).

Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2009).

Spektroskopi serapan atom didasarkan pada absorbsi cahaya oleh atom.

Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Unsur Ca dengan nomor atom 20 mempunyai konfigurasi elektron 1s22s22p63s23p64s2, tingkat dasar untuk elektron valensi 4s, artinya tidak memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ke tingkat 4p dengan menyerap energi pada panjang gelombang 422,7 nm. Begitu juga dengan unsur Mg dengan nomor atom 12 mempunyai konfigurasi elektron 1s22s22p63s2, tingkat dasar untuk elektron valensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ke tingkat 3p dengan menyerap energi pada panjang gelombang 285,2 nm (Khopkar, 1990).

Interaksi materi dengan berbagai energi seperti energi panas, energi radiasi, energi kimia, dan energi listrik selalu memberikan sifat-sifat yang spesifik untuk setiap unsur. Besarnya perubahan yang terjadi biasanya sebanding dengan jumlah unsur atau persenyawaan yang terdapat didalamnya.

Proses interaksi ini mendasari analisis spektrofotometri atom yang dapat berupa emisi dan absorpsi (Gandjar dan Rohman, 2009).

2.5.2 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Gandjar dan Rohman, 2009).

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom a. Sumber sinar

Sumber sinar yang umum dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari unsur atau dilapisi unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia dengan tekanan rendah yang jika diberikan tegangan pada arus tertentu, katoda akan memancarkan elektron-elektron yang bergerak menuju anoda dengan kecepatan dan energi

yang tinggi. Elektron dengan energi tinggi ini akan bertabrakan dengan gas mulia sehingga gas mulia kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion gas mulia bermuatan positif akan bergerak menuju katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi sehingga menabrak unsur-unsur yang terdapat pada katoda. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar ke luar permukaan katoda dan mengalami eksitasi ke tingkat energi elektron yang lebih tinggi.

b. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame) dan tanpa nyala (flameless).

Teknik atomisasi dengan nyala bergantung pada suhu yang dapat dicapai oleh gas-gas yang digunakan. Untuk gas batubara-udara suhunya kira-kira sebesar 1800ºC, gas alam-udara 1700ºC, gas asetilen-udara 2200ºC, dan gas asetilen-dinitrogen oksida sebesar 3000ºC. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi.

Teknik atomisasi tanpa nyala dapat dilakukan dengan meletakkan sejumlah sampel didalam tungku dari grafit kemudian dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada tabung grafit. Akibat pemanasan ini, zat yang akan dianalisis akan berubah menjadi atom-atom

netral dan dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadi proses penyerapan energi.

c. Monokromator

Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator berfungsi untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan untuk analisis.

Di dalam monokromator, terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan panjang gelombang yang disebut dengan chopper.

d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya, detektor yang digunakan adalah tabung penggandaan foton (photomultiplier tube).

e. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau kurva dari suatu alat perekam yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.

2.6 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.

Tindakan ini dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat,

spesifik, reprodusibel, dan tahan akan kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2009; Harmita, 2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut (Harmita, 2004).

1. Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Untuk mencapai kecermatan yang tinggi, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu:

− Metode simulasi (spiked-placebo recovery)

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).

− Metode penambahan baku (standard addition method)

Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan

dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan).

Persen perolehan kembali dalam kedua metode tersebut dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa metabolit sekunder, maka dapat dipakai metode adisi. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan.

2. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik.

3. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas biasanya dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, dan senyawa lain yang dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan.

4. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan perhitungan matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.

5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis dan diartikan sebagai kuantitas analit terkecil dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

6. Ketangguhan Metode (Ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, dan hari yang berbeda.

Ketangguhan metode dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja terhadap hasil uji.

7. Kekuatan (Robustness)

Kekuatan merupakan kemampuan metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Kekuatan suatu metode adalah dengan membuat variasi parameter-parameter penting dalam suatu metode secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan (Gandjar dan Rohman, 2009).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif dan di Laboratorium Penelitian Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan April 2013 - Juni 2013.

3.2 Bahan-bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan adalah biji dari nangka (Artocarpus integra) muda dan nangka tua beserta kulit dalam (endotesta) yang diambil secara purposif di Jalan Sisingamangaraja Km 8,5 Kelurahan Timbang Deli, Kecamatan Medan Amplas, Medan (Gambar dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 43).

3.2.2 Pereaksi

Pereaksi yang digunakan dalam penelitian ini jika tidak dinyatakan lain mempunyai kualitas pro analis produksi E. Merck yaitu Larutan baku kalsium 1000 µg/ml, larutan baku magnesium 1000 µg/ml, H2SO4 96% b/v, etanol 96% v/v, HNO3 65% b/v, ammonium oksalat 100,25%, NaOH 99,5%, kuning titan, dan akuabides (PT. Ikapharmindo Putramas).

3.3 Alat-alat

Alat yang digunakan antara lain, Spektrofotometer Serapan Atom Hitachi Z-2000 lengkap dengan lampu katoda kalsium dan magnesium, Neraca analitik (AND GF-200), Tanur (Philips Harris Ltd.Shenstone), Hot plate (Shott), blender, krus porselen, botol kaca, dan alat-alat gelas (Pyrex dan Oberoi).

3.4 Identifikasi Sampel

Identifikasi tumbuhan nangka dilakukan oleh Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 42).

3.5 Pembuatan Pereaksi 3.5.1 Larutan HNO3 (1:1) (v/v)

Larutan HNO3 (1: 1) dibuat dengan cara mengencerkan 50 ml HNO3 65% (b/v) dengan air suling hingga 100 ml(Isaac, 1990).

3.5.2 Larutan H2SO4 10%

Ditambahkan secara hati-hati 57 ml H2SO4 96% (b/v) ke dalam lebih kurang 100 ml air suling, didinginkan hingga suhu kamar dan encerkan dengan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.3 Larutan Amonium Oksalat 3,5% b/v

Sebanyak 3,4913 g ammonium oksalat 100,25% dilarutkan di dalam 100 ml air suling (Ditjen POM, 1995).

3.5.4 Larutan Kuning Titan 0,05% b/v

Sebanyak 0,05 g kuning titan dilarutkan di dalam 100 ml air suling (Ditjen POM, 1995).

3.5.5 Larutan NaOH 2 N

Sebanyak 80,4221 gram NaOH 99,5% dilarutkan di dalam 100 ml air suling (Ditjen POM, 1995).

3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas pertimbangan bahwa populasi sampel adalah homogen dan sampel yang tidak diambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang sedang diteliti (Sudjana, 2005).

3.6.2 Penyiapan Bahan

Diambil biji dari buah nangka muda dan buah nangka tua beserta kulit dalam (endotesta) yang telah dipisahkan dari daging buahnya, kemudian dicuci dan ditiriskan, lalu dipotong kasar dan dihaluskan dengan menggunakan blender.

3.6.3 Proses Destruksi Kering

Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak ± 25 g dalam krus porselen, dipanaskan di atas hot plate untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada biji nangka sampai kering dan mengarang. Diabukan di tanur

dengan temperatur awal 100oC dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan menjadi 500oC dengan interval 25oC setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 14 jam dan dibiarkan dingin (Isaac, 1990). Bagan alir proses dekstruksi kering dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 49.

3.6.4 Pembuatan Larutan Sampel

Hasil destruksi dilarutkan dalam 5 ml HNO3 (1:1) kemudian dipanaskan di atas hot plate hingga larutan menjadi bening. Hasilnya dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan krus porselen dibilas dengan akuabides sebanyak 3 kali. Dicukupkan volumenya dengan akuabides hingga garis tanda, lalu disaring dengan kertas Whatman No. 42 dengan membuang 5 ml filtrat pertama, kemudian filtrat selanjutnya ditampung didalam botol kaca.

Larutan ini digunakan untuk analisis kualitatif dan analisis kuantitatif (Isaac, 1990). Perlakuan yang sama diulang sebanyak 6 kali untuk masing-masing sampel. Bagan alir pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 50.

3.6.5 Analisis Kualitatif

3.6.5.1 Analisis Kualitatif Kalsium 3.6.5.1.1 Uji Mikroskop Kalsium Sulfat

Diletakkan 2-3 tetes larutan sampel di atas object glass dan ditambahkan 1 tetes larutan H2SO4 10% v/v, kemudian diamati di bawah mikroskop, akan terbentuk kristal seperti kumpulan jarum atau prisma yang memanjang (Svehla, 1979).

3.6.5.1.2 Reaksi dengan Ammonium Oksalat 3,5% b/v

Dipekatkan sebanyak 5 ml larutan sampel hingga tersisa 2 ml larutan sampel, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan ammonium oksalat 3,5% b/v dan akan terbentuk endapan putih kalsium oksalat. Endapan diamati di bawah mikroskop, akan terbentuk kristal seperti amplop (Svehla,1979).

3.6.5.2 Analisis Kualitatif Magnesium

3.6.5.2.1 Reaksi dengan Larutan Kuning Titan 0,05% b/v

Dimasukkan kedalam tabung reaksi 1 ml larutan sampel, ditambah 5-6 tetes NaOH 2 N dan 3 tetes pereaksi kuning titan 0,05% b/v. Dihasilkan endapan merah terang (Svehla, 1979).

3.6.6 Analisis Kuantitatif

3.6.6.1 Analisis Kuantitatif Kalsium

3.6.6.1.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Kalsium

Larutan baku kalsium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, di masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Ditambahkan 5 ml HNO3 (1:1),

Larutan baku kalsium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, di masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Ditambahkan 5 ml HNO3 (1:1),

Dokumen terkait