• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.

Tindakan ini dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat,

spesifik, reprodusibel, dan tahan akan kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2009; Harmita, 2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut (Harmita, 2004).

1. Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Untuk mencapai kecermatan yang tinggi, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu:

− Metode simulasi (spiked-placebo recovery)

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).

− Metode penambahan baku (standard addition method)

Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan

dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan).

Persen perolehan kembali dalam kedua metode tersebut dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa metabolit sekunder, maka dapat dipakai metode adisi. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan.

2. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik.

3. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas biasanya dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, dan senyawa lain yang dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan.

4. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan perhitungan matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.

5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis dan diartikan sebagai kuantitas analit terkecil dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

6. Ketangguhan Metode (Ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, dan hari yang berbeda.

Ketangguhan metode dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja terhadap hasil uji.

7. Kekuatan (Robustness)

Kekuatan merupakan kemampuan metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Kekuatan suatu metode adalah dengan membuat variasi parameter-parameter penting dalam suatu metode secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan (Gandjar dan Rohman, 2009).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif dan di Laboratorium Penelitian Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan April 2013 - Juni 2013.

3.2 Bahan-bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan adalah biji dari nangka (Artocarpus integra) muda dan nangka tua beserta kulit dalam (endotesta) yang diambil secara purposif di Jalan Sisingamangaraja Km 8,5 Kelurahan Timbang Deli, Kecamatan Medan Amplas, Medan (Gambar dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 43).

3.2.2 Pereaksi

Pereaksi yang digunakan dalam penelitian ini jika tidak dinyatakan lain mempunyai kualitas pro analis produksi E. Merck yaitu Larutan baku kalsium 1000 µg/ml, larutan baku magnesium 1000 µg/ml, H2SO4 96% b/v, etanol 96% v/v, HNO3 65% b/v, ammonium oksalat 100,25%, NaOH 99,5%, kuning titan, dan akuabides (PT. Ikapharmindo Putramas).

3.3 Alat-alat

Alat yang digunakan antara lain, Spektrofotometer Serapan Atom Hitachi Z-2000 lengkap dengan lampu katoda kalsium dan magnesium, Neraca analitik (AND GF-200), Tanur (Philips Harris Ltd.Shenstone), Hot plate (Shott), blender, krus porselen, botol kaca, dan alat-alat gelas (Pyrex dan Oberoi).

3.4 Identifikasi Sampel

Identifikasi tumbuhan nangka dilakukan oleh Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 42).

3.5 Pembuatan Pereaksi 3.5.1 Larutan HNO3 (1:1) (v/v)

Larutan HNO3 (1: 1) dibuat dengan cara mengencerkan 50 ml HNO3 65% (b/v) dengan air suling hingga 100 ml(Isaac, 1990).

3.5.2 Larutan H2SO4 10%

Ditambahkan secara hati-hati 57 ml H2SO4 96% (b/v) ke dalam lebih kurang 100 ml air suling, didinginkan hingga suhu kamar dan encerkan dengan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.3 Larutan Amonium Oksalat 3,5% b/v

Sebanyak 3,4913 g ammonium oksalat 100,25% dilarutkan di dalam 100 ml air suling (Ditjen POM, 1995).

3.5.4 Larutan Kuning Titan 0,05% b/v

Sebanyak 0,05 g kuning titan dilarutkan di dalam 100 ml air suling (Ditjen POM, 1995).

3.5.5 Larutan NaOH 2 N

Sebanyak 80,4221 gram NaOH 99,5% dilarutkan di dalam 100 ml air suling (Ditjen POM, 1995).

3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas pertimbangan bahwa populasi sampel adalah homogen dan sampel yang tidak diambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang sedang diteliti (Sudjana, 2005).

3.6.2 Penyiapan Bahan

Diambil biji dari buah nangka muda dan buah nangka tua beserta kulit dalam (endotesta) yang telah dipisahkan dari daging buahnya, kemudian dicuci dan ditiriskan, lalu dipotong kasar dan dihaluskan dengan menggunakan blender.

3.6.3 Proses Destruksi Kering

Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak ± 25 g dalam krus porselen, dipanaskan di atas hot plate untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada biji nangka sampai kering dan mengarang. Diabukan di tanur

dengan temperatur awal 100oC dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan menjadi 500oC dengan interval 25oC setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 14 jam dan dibiarkan dingin (Isaac, 1990). Bagan alir proses dekstruksi kering dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 49.

3.6.4 Pembuatan Larutan Sampel

Hasil destruksi dilarutkan dalam 5 ml HNO3 (1:1) kemudian dipanaskan di atas hot plate hingga larutan menjadi bening. Hasilnya dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan krus porselen dibilas dengan akuabides sebanyak 3 kali. Dicukupkan volumenya dengan akuabides hingga garis tanda, lalu disaring dengan kertas Whatman No. 42 dengan membuang 5 ml filtrat pertama, kemudian filtrat selanjutnya ditampung didalam botol kaca.

Larutan ini digunakan untuk analisis kualitatif dan analisis kuantitatif (Isaac, 1990). Perlakuan yang sama diulang sebanyak 6 kali untuk masing-masing sampel. Bagan alir pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 50.

3.6.5 Analisis Kualitatif

3.6.5.1 Analisis Kualitatif Kalsium 3.6.5.1.1 Uji Mikroskop Kalsium Sulfat

Diletakkan 2-3 tetes larutan sampel di atas object glass dan ditambahkan 1 tetes larutan H2SO4 10% v/v, kemudian diamati di bawah mikroskop, akan terbentuk kristal seperti kumpulan jarum atau prisma yang memanjang (Svehla, 1979).

3.6.5.1.2 Reaksi dengan Ammonium Oksalat 3,5% b/v

Dipekatkan sebanyak 5 ml larutan sampel hingga tersisa 2 ml larutan sampel, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan ammonium oksalat 3,5% b/v dan akan terbentuk endapan putih kalsium oksalat. Endapan diamati di bawah mikroskop, akan terbentuk kristal seperti amplop (Svehla,1979).

3.6.5.2 Analisis Kualitatif Magnesium

3.6.5.2.1 Reaksi dengan Larutan Kuning Titan 0,05% b/v

Dimasukkan kedalam tabung reaksi 1 ml larutan sampel, ditambah 5-6 tetes NaOH 2 N dan 3 tetes pereaksi kuning titan 0,05% b/v. Dihasilkan endapan merah terang (Svehla, 1979).

3.6.6 Analisis Kuantitatif

3.6.6.1 Analisis Kuantitatif Kalsium

3.6.6.1.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Kalsium

Larutan baku kalsium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, di masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Ditambahkan 5 ml HNO3 (1:1), dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda. Diperoleh konsentrasi kalsium pada Larutan Induk Baku (LIB) I adalah 100 µg/ml.

Dari LIB I dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, kemudian dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda. Diperoleh konsentrasi kalsium pada Larutan Induk Baku (LIB) II adalah 10 µg/ml.

3.6.6.1.2 Penentuan Kurva Kalibrasi Kalsium

Dari LIB II dipipet 1,25 ml; 2,5 ml; 5,0 ml; 7,5 ml; dan 10,0 ml kemudian di masukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan volumenya dengan akuabides hingga garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 0,5 µg/ml; 1,0 µg/ml; 2,0 µg/ml; 3,0 µg/ml; dan 4,0 µg/ml. Diukur serapan pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.6.6.1.3 Penentuan Kadar Kalsium dalam Sampel

Larutan sampel dipipet sebanyak 1 ml di masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda (faktor pengenceran: 50/1 = 50 kali), kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.6.6.1.4 Perhitungan Kadar Kalsium dalam Sampel

Menurut Isaac (1990), perhitungan kadar kalsium dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Kadar (µg/g) = 𝐶𝐶 𝑥𝑥 𝑉𝑉 𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐹𝐹 𝐵𝐵𝐵𝐵 Keterangan:

C = Konsentrasi logam dalam larutan sampel (µg/ml) V = Volume larutan sampel (ml)

Fp = Faktor pengenceran BS= Berat sampel (g)

3.6.6.2 Analisis Kuantitatif Magnesium

3.6.6.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Magnesium

Larutan baku magnesium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Ditambahkan 5 ml HNO3 (1:1), dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda. Diperoleh konsentrasi magnesium pada Larutan Induk Baku (LIB) I adalah 100 µg/ml.

Dari LIB I dipipet sebanyak 2,5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, kemudian dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda. Diperoleh konsentrasi magnesium pada Larutan Induk Baku (LIB) II adalah 5 µg/ml.

3.6.6.2.2 Penentuan Kurva Kalibrasi Magnesium

Dari LIB II dipipet sebanyak (1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; dan 6,0) ml kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda. Larutan ini mengandung (0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5;

dan 0,6) µg/ml dan diukur pada panjang gelombang 285,2 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.

3.6.6.2.3 Penentuan Kadar Magnesium dalam Sampel

Larutan sampel biji nangka tua dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda. Dari larutan tersebut, dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda (faktor pengenceran: 50 x 25 = 1250 kali). Untuk biji nangka muda, dipipet sebanyak 2,5 ml larutan sampel lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda. Dari larutan tersebut,

dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda (faktor pengenceran: 20 x 50

= 1000 kali). Diukur absorbansi dari masing-masing larutan sampel dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 285,2 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku magnesium. Konsentrasi magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.6.6.2.4 Perhitungan Kadar Magnesium dalam Sampel

Menurut Isaac (1990), perhitungan kadar magnesium dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Kadar (µg/g) =𝐶𝐶 𝑥𝑥 𝑉𝑉 𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐹𝐹 𝐵𝐵𝐵𝐵 Keterangan :

C = Konsentrasi logam dalam larutan sampel (µg/ml) V = Volume larutan sampel (ml)

Fp = Faktor pengenceran BS= Berat sampel (g)

3.6.7 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Menurut Harmita (2004), batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sebaliknya batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

Batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan baku �𝐵𝐵𝑆𝑆𝑋𝑋 =

(𝑆𝑆−𝑆𝑆𝑌𝑌)𝑛𝑛−2 2

Batas Deteksi (LOD) = 3𝑥𝑥 �

3.6.8 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam metode ini, kadar logam dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar logam dalam sampel yang sudah ditambahkan larutan standar dengan konsentrasi tertentu, kemudian dihitung kembali berapa jumlah analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

Sampel biji nangka tua ditimbang sebanyak ± 25 g, lalu ditambahkan 1 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml) dan 1 ml larutan baku magnesium (konsentrasi 1000 µg/ml), kemudian dilanjutkan dengan prosedur dekstruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Prosedur pengukuran uji perolehan kembali dilakukan sama dengan prosedur penetapan kadar sampel.

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

Persen Perolehan Kembali = 𝐶𝐶𝐹𝐹− 𝐶𝐶𝐴𝐴

3.6.9 Simpangan Baku Relatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah sebagai berikut:

RSD = ×100% 3.6.10 Analisis Data Secara Statistik

Menurut Gandjar dan Rohman (2009), kadar kalsium dan magnesium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik dengan cara menghitung standar deviasi menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar kalsium dan magnesium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing ke enam larutan sampel, diuji secara statistik dengan uji T.

Untuk mengetahui data ditolak atau diterima dilakukan dengan uji T yang dapat dihitung dengan rumus:

thitung = �(Xi − X )𝐵𝐵𝑆𝑆

√𝑛𝑛

Hasil pengujian atau nilai thitung yang diperoleh ditinjau terhadap tabel distribusi t, apabila thitung > ttabel maka data tersebut ditolak.

Menurut Sudjana (2005), untuk menentukan kadar kalsium dan magnesium di dalam sampel dengan tingkat kepercayaan 99%, α = 0,01, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

µ = X ± t (½α,dk) x (SD/ √𝑛𝑛)

Keterangan : µ = kadar sebenarnya (mg/100 g) X = kadar rata-rata sampel (mg/100 g) t = harga t tabel sesuai dengan dk = n-1 α = tingkat kepercayaan

SD = standar deviasi (mg/100 g) n = jumlah pengulangan

3.6.11 Pengujian Beda Nilai Rata-rata

Menurut Sudjana (2005), sampel yang dibandingkan adalah independen dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan varians (σ) tidak diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah varians kedua populasi sama (σ1 = σ 2) atau berbeda (σ1 ≠ σ 2) dengan menggunakan rumus:

F0 = 𝐵𝐵1

Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus:

to = (𝑋𝑋1− 𝑋𝑋2) Sp = simpangan baku (mg/100 g)

n1 = jumlah pengulangan sampel 1 n2 = jumlah pengulangan sampel 2 S1 = Standar Deviasi sampel 1 (mg/100 g) S2 = Standar Deviasi sampel 2 (mg/100 g)

Dan jika Fo melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus:

to = (𝑋𝑋1− 𝑋𝑋2) 𝐵𝐵𝐹𝐹 �𝐵𝐵12/𝑛𝑛1+ 𝐵𝐵22/𝑛𝑛 2

Keterangan : X1 = kadar rata-rata sampel 1 (mg/100 g) X2 = kadar rata-rata sampel 2 (mg/100 g) Sp = simpangan baku (mg/100 g)

n1 = jumlah pengulangan sampel 1 n2 = jumlah pengulangan sampel 2 S1 = Standar Deviasi sampel 1 (mg/100 g) S2 = Standar Deviasi sampel 2 (mg/100 g)

Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila to yang diperoleh melewati nilai

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk mengetahui ada atau tidaknya kalsium dan magnesium dalam sampel. Data dan Gambar dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 5, halaman 47.

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif Biji Nangka Muda

No. Mineral Pereaksi Hasil Reaksi Keterangan

1. Kalsium 2. Magnesium Kuning titan 0,05%

b/v + NaOH 2N Endapan Merah + Keterangan : + = Mengandung mineral

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa biji nangka mengandung kalsium dan magnesium. Sampel positif mengandung kalsium karena menghasilkan kristal jarum dengan penambahan H2SO4 10% v/v serta menghasilkan kristal amplop dengan penambahan ammonium oksalat 3,5% b/v, dan mengandung magnesium karena menghasilkan endapan merah terang dengan penambahan larutan kuning titan 0,05% b/v dan natrium hidroksida 2 N (Svehla, 1979).

Hasil absorbansi dengan spektrofotometer serapan atom menunjukkan adanya absorbansi pada panjang gelombang kalsium yaitu 422,70 nm dan magnesium 285,20 nm, hal ini membuktikan hasil dengan reaksi warna maupun reaksi kristal benar adanya, bahwa sampel mengandung kalsium dan magnesium.

4.2 Analisis Kuantitatif

4.2.1 Kurva Kalibrasi Kalsium Dan Magnesium

Kurva kalibrasi kalsium dan magnesium diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan baku kalsium dan magnesium pada panjang gelombang 422,7 nm dan 285,2 nm. Dari pengukuran kurva kalibrasi untuk kalsium dan magnesium diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y = 0,02832632X + 0,004278947 untuk kalsium dan Y = 0,4689286X + 0.005092857 untuk magnesium.

Kurva kalibrasi larutan baku kalsium dan magnesium dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.

Gambar 4.1 Kurva kalibrasi kalsium

-0,02

Y = 0,02832632X + 0,004278947 r = 0,9981

Y = 0,4689286X + 0,005092857 r = 0,9991

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi, dimana koefisien korelasi (r) untuk kalsium sebesar 0,9981 dan magnesium 0,9991. Nilai r ≥ 0,95 menunjukkan adanya korelasi yang linier antara X dan Y (Ermer, 2005).

4.2.2 Penetapan Kadar Kalsium Dan Magnesium dalam Biji Nangka

Sampel yang digunakan dalam penetapan kadar kalsium dan magnesium adalah biji nangka muda dan biji nangka tua beserta kulit dalam (endotesta). Adapun karakteristik buah nangka muda adalah buah nangka yang digunakan sebagai bahan sayur, yang dipanen saat masih muda yaitu saat berumur ± 3 bulan sejak pembungaan atau saat daging buah, dami, serta biji nangka masih bewarna putih. Karakteristik buah nangka tua adalah buah nangka yang dapat langsung dimakan, yang dipanen saat berumur ± 8 bulan sejak pembungaan atau pada saat duri-duri buah nangka berukuran besar dan rata, warna kulit buah dan daging buah kuning, serta menebarkan bau harum.

Karakteristik biji nangka muda yang digunakan adalah biji nangka yang kulit luarnya bewarna putih, kulit tengah bewarna putih dan lunak, kulit dalam bewarna putih dan melekat kuat pada biji, serta inti biji yang belum terlalu keras. Adapun karakteristik dari biji nangka tua adalah biji nangka yang kulit luarnya bewarna kuning, kulit tengah bewarna putih dan keras, kulit dalam bewarna cokelat dan tidak melekat kuat pada biji, serta inti biji yang keras.

Penetapan kadar kalsium dan magnesium dilakukan secara spektrofotometri serapan atom. Konsentrasi kalsium dan magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi Hasil

analisis kuantitatif kalsium dan magnesium pada sampel dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Analisis Kuantitatif Kalsium dan Magnesium pada Bij Nangka

No. Sampel Mineral Kadar (mg/100 g)

1. Biji Nangka Muda Kalsium 23,7865 ± 0,6937 Magnesium 29,0621 ± 0,3830 2. Biji Nangka Tua Kalsium 17,7813 ± 1,2756 Magnesium 62,9777 ± 4,2948

Dari hasil analisis kuantitatif kalsium dan magnesium, sesuai yang tercantum pada tabel, biji nangka muda mengandung kadar kalsium yang lebih tinggi dibandingkan dengan biji nangka tua. Biji nangka tua mengandung kadar magnesium yang lebih tinggi dibandingkan dengan biji nangka muda.

Kalsium dalam tumbuhan berperan sebagai pengikat antara molekul-molekul fosfolipid dengan protein penyusun membran sehingga akan memperkuat dinding sel. Selain itu, kalsium juga berperan dalam pengambilan nitrat dan mereduksinya menjadi nitrit yang merupakan penyusun asam amino pada tumbuhan. Mineral ini juga berfungsi untuk merangsang perkembangan akar dan daun, serta sangat dibutuhkan dalam perkembangan biji. Hal inilah yang menyebabkan kandungan kalsium lebih banyak terdapat pada jaringan tumbuhan yang masih muda (Winarso, 2005).

Magnesium dalam tumbuhan berperan sebagai unsur penyusun klorofil dan memegang peranan penting dalam pertukaran zat fosfat. Mineral ini dapat bergabung dengan ATP sehingga dapat berfungsi dalam berbagai reaksi. Selain itu, magnesium juga berfungsi sebagai aktivator dari berbagai enzim seperti enzim transfosforilase, dehidrogenase, dan karboksilase, serta ikut

mempengaruhi proses pernapasan dan pembentukan DNA maupun RNA. Hal inilah yang menyebabkan kandungan magnesium lebih banyak terdapat pada jaringan tumbuhan yang tua (Dwijoseputro, 1980).

4.2.3 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Kalsium dan Magnesium pada Biji Nangka Tua dan Biji Nangka Muda

Pengujian nilai beda rata-rata kadar kalsium dan magnesium pada sampel bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan pada rata-rata kadar kalsium dan magnesium antara biji nangka tua dan biji nangka muda. Uji statistik yang digunakan yaitu uji beda nilai rata-rata kadar kalsium dan magnesium antara biji nangka tua dan biji nangka muda yang dilanjutkan dengan menggunakan uji t pada taraf kepercayaan 99%. Perbedaan kadar yang signifikan antara kedua sampel diperoleh jika to atau thitung lebih tinggi atau lebih rendah dari range ttabel. Hasil uji beda nilai rata-rata kadar kalsium dan magnesium dalam biji nangka tua dan biji nangka muda dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Uji Beda Nilai Rata-rata Kadar Kalsium dan Magnesium dalam Biji Nangka Tua dan Biji Nangka Muda

Mineral thitung ttabel Hasil

Kalsium -16,0033 -3,2498 – 3,2498 Beda

Magnesium 16,0119 -3,1693 – 3,1693 Beda

Setelah dilakukan uji statistik terhadap kadar sampel maka dapat dilihat bahwa kadar kalsium dan magnesium yang terdapat dalam biji nangka muda dan biji nangka tua (Autocarpus integra) mempunyai perbedaan yang signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor perbedaan tua dan mudanya sampel yang diperiksa (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

4.2.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Berdasarkan data kurva kalibrasi kalsium dan magnesium diperoleh batas deteksi dan batas kuantitasi untuk kedua mineral tersebut. Batas deteksi dan batas kuantitasi kalsium dan magnesium dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Kalsium dan Magnesium Mineral Batas Deteksi (µg/ml) Batas Kuantitasi (µg/ml)

Kalsium 0,2372 0,7906

Magnesium 0,0294 0,0979

Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh

Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh

Dokumen terkait