• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Penelitian

Dalam dokumen PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE, (Halaman 26-0)

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

Sejalan dengan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Bagi Penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya mengenai pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap integritas laporan

2. Bagi Peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi di dalam melakukan penelitian sejenis serta menambah pengetahuan dengan memberikan gambaran dan bukti empiris mengenai integritas laporan keuangan.

3. Bagi Investor, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam keputusan invetasi pada perusahaanperusahaan yang menerapkan corporate governance.

4. Bagi manajemen, diharapkan dengan adanya penelitian ini pihak manajemen mampu berkerja dengan maksimal dan berintegritas.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Teori Keagenan (Agency Teory)

Teori keagenan menjelaskan tentang hubungan antara dua pihak yakni pemilik (principal) dan manajemen (agent). Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Astria (2011) menyatakan bahwa terdapat dua macam bentuk hubungan keagenan, yaitu antara manajer dan pemegang saham (shareholders) dan antara manajer dan pemberi pinjaman (bondholders). Manajemen adalah agen yang ditunjuk oleh pemegang saham (principal) untuk diberi tugas dan wewenang mengelola perusahaan dan selanjutnya, principal mempunyai tanggungjawab untuk memberi imbalan kepada agen atas jasa yang terlah diberikannya. Adanya perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipal inilah yang dapat menyebabkan terjadinya konflik keagenan. Konflik keagenan yang timbul antara berbagai pihak yang memiliki kepentingan berbeda-beda dapat menyulitkan dan menghambat perusahaan di dalam mencapai kinerja yang positif untuk menghasilkan nilai bagi perusahaan itu sendiri dan juga bagi shareholders.

Eisenhardt (1989) dalam Astria (2011) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar

manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya. Sebagai seorang yang terjun langsung mengelola perusahaan, tentu manajer lebih mengetahui keadaan intern perusahaan dengan baik dibandingkan dengan pihak pemegang saham (principal).

Anthony dan Govindarajan (2005: 269) menyatakan teori agensi mengasumsikan setiap individu bertindak dengan mengutamakan kepentingannya masing-masing. Adanya ketidakseimbangan penguasaan informasi tersebut dapat menjadi pemicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Adanya asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat membuka peluang bagi manajer untuk melakukan tindakan earnings management dalam rangka mengelabuhi pemilik mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Dalam hal ini apabila manajer memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan pemilik saham, maka manajer akan cenderung melakukan kecurang dengan melakukan praktik manajemen laba untuk meningkatkan keuntungannya sendiri.

Munculnya masalah-masalah yang disebabkan oleh konflik kepentingan dan asimetri informasi menyebabkan perusahaan menanggung biaya keagenan (agency cost). Teori mengenai hubungan keagenan ini digunakan dalam rangka untuk lebih memahami corporate governance. Penerapan mekansisme corporate governance diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Penerapan corporate governance juga dapat memberikan

kepercayaan terhadap kinerja manajemen dalam mengelola kekayaan pemilik (pemegang saham), sehingga dapat meminimalkan konflik kepentingan dan biaya keagenan (agency cost).

2.1.2. Integritas Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan keuangan memuat inforamsi yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan ekonomi oleh para pengguna laporan keuangan apabila informasi yang tercantum dalam laporan keuangan tersebut memenuhi karakteristik kualitatif informasi akuntansi. Laporan keuangan dikatakan berintegritas apabila laporan keuangan memenuhi kualitas reliability (Hardiningsih, 2010), sedangkan (PSAK ,2012) menjelaskan bahwa informasi memiliki kualitas reliability jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Informasi akuntansi yang memiliki integritas yang tinggi dapat diandalkan karena merupakan suatu penyajian yang jujur sehingga memungkinkan pengguna informasi akuntansi bergantung pada informasi tersebut, sehingga memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keputusan pengguna laporan keuangan untuk membantu membuat keputusan yang tepat.

Terkait dengan reliability, Mayangsari (2003) menyatakan bahwa laporan keuangan yang reliable atau berintegritas dapat dinilai dengan penggunaan prinsip konservatisme. Konservatisme merupakan salah satu prinsip yang

digunakan oleh akuntansi dalam menghadapi dua atau lebih alternatif dalam penyusunan laporan keuangan. Konsep konservatisme akuntansi dalam pelaporan keuangan bertujuan untuk mengakui, mengukur, dan melaporkan nilai aset dan pendapatan yang rendah, serta kewajiban dan beban yang tinggi (Jama’an, 2008).

Hal ini berarti bahwa konsep konservatisme berimplikasi terhadap prinsip akuntansi yang akan mengakui beban atau kerugian yang mungkin akan terjadi, namun tidak dengan segera mengakui pendapatan atau laba yang akan terjadi walaupun kemungkinannya besar.

Konservatisme merupakan prinsip penting dalam pelaporan keuangan yang dimaksudkan agar pengakuan dan pengukuran aktiva serta laba dilakukan dengan penuh kehati-hatian yang disebabkan oleh adanya ketidakpastian dalam aktivitas ekonomi dan bisnis (Widya, 2005). Ketidakpastian dan risiko tersebut harus dicerminkan dalam laporan keuangan agar nilai prediksi dan kenetralan bisa diperbaiki. Pelaporan yang didasari kehati-hatian akan memberi manfaat yang terbaik untuk semua pemakai laporan keuangan. Konservatisme indentik dengan laporan keuangan yang understate yang resikonya lebih kecil daripada laporan keuangan yang overstate. Manipulasi yang paling sering dilakukan adalah penyajian laba yang overstated, hal ini disebabkan karena laba dapat mencerminkan kinerja operasional perusahaan dan menjadi perhatian pengguna laporan keuangan dalam menilai perusahaan. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah manipulasi laporan keuangan adalah dengan memilih prinsip akuntansi konservatif.

2.1.3. Corporate Governance

Corporate governance didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang

menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Pada prinsipnya tujuan corporate governance adalah menciptakan nilai bagi pihak yang berkepentingan.. Dalam penelitian ini, elemen-elemen yang terkandung dalam pengukuran mekanisme corporate governance adalah:

1. Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan 2. Persentase saham yang dimiliki oleh manajemen 3. Persentase saham yang dimiliki oleh institusi 4. Keberadaan komite audit dalam perusahaan Komisaris Independen

Komisaris independen merupakan sebuah badan dalam perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan komisaris yang independen yang berasal dari luar perusahaan yang berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan. Adanya komisaris independen dalam suatu perusahaan dapat menyeimbangkan dalam pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait. Komisaris independen dapat menjadi penengah apabila terjadi perselisihan diantara

manajer internal dan mengawasi kebijakan-kebijakan manajer sera memberikan nasihat kepada manajemen .Dapat disimpulkan keberadaan komisaris independen pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi integritas suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajemen. Jika perusahaan memiliki komisaris independen maka laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen cenderung lebih berintegritas, karena didalam perusahaan terdapat badan yang mengawasi dan melindungi hak pihak-pihak diluar manajemen perusahaan.

Beberapa kriteria tentang komisaris independen adalah sebagai berikut:

a. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders) perusahaan tercatat yang bersangkutan,

b. Komisaris independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan,

c. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan, d. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan

dibidang pasar modal,

e. Komisaris independen disusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling shareholders) dalam Rapat Umum pemegang Saham (RUPS).

Jika perusahaan memiliki komisaris independen maka laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen cenderung lebih berintegritas, karena didalam

perusahaan terdapat badan yang mengawasi dan melindungi hak pihakpihak diluar manajemen perusahaan (Susiana dan Herawaty, 2007).

Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan saham oleh perusahaan merupakan mekanisme yang dapat digunakan agar pengelola melakukan aktivitas sesuai dengan kepentingan pemilik perusahaan. Persentase saham yang dimiliki oleh manajemen termasuk didalamnya persentase saham yang dimiliki oleh manajemen secara pribadi maupun dimiliki oleh anak cabang perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya.

Suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Sedangkan pada kenyataannya, baik pemegang saham maupun manajer memiliki kepentingannya masing-masing. Hal inilah yang menjadi masalah dalam teori agensi yaitu konflik kepentingan. Masing-masing pihak memiliki risiko terkait dengan fungsinya. Manajer memiliki risiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sedangkan pemegangsaham memiliki risiko kehilangan modalnya jika salah memilih manajer. Kondisi ini merupakan konsekuensi adanya pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan.

Akan tetapi, kondisi tersebut akan berbeda apabila manajer juga merupakan pemegang saham perusahaan. Dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menyelaraskan kepentingannya dengan kepentingan pemegang saham. Dengan semakin besarnya kepemilikan manajer, maka manajer dapat lebih leluasa dalam

mengatur pemilihan metode akuntansi, serta kebijakan-kebijakan akuntansi penting terkait dengan masa depan perusahaan. Semakin baik kinerja perusahaan tersebut maka akan meningkatkan proporsi kepemilikan saham oleh manajemen. Semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh manajemen akan memotivasi manajemen untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dapat memenuhi keinginan pemegang saham yang salah satunya adalah manajemen itu sendiri.

Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun dan investment banking . Persentase saham institusi ini diperoleh dari penjumlahan atas persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan lain baik yang berada di dalam maupun di luar negeri serta saham pemerintah dalam maupun luar negeri. Keberadaan investor institusional dapat menunjukkan corporate governance yang kuat yang bisa digunakan untuk memonitor perusahaan pada

umumnya dan manajemen pada khususnya. Tindakan monitoring tersebut dapat menjamin kemakmuran untuk pemegang saham. Dengan adanya pengawasan intensif dari institusional sebagai pemegang saham, manajer akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan sehingga dapat memberikan keyakinan bahwa manajemen akan bertindak dengan mengutamakan kepentingan pemegang saham termasuk dalam pelaporan keuangan.

Investor institusional adalah investor dengan kepemilikan saham yang besar sehingga mereka memiliki peluang, sumber daya, dan kemampuan untuk

mengawasi dan mempengaruhi manajemen. Mekanisme corporate governance melalui kepemilikan institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan meminimalkan perilaku oportunistik atau prilaku yang mengutamakan diri sendiri.

Tingkat pengawasan yang ketat dari institusi sebagai pemilik saham perusahaan mampu mengurangi insentif para manajer yang bertindak dengan mengutamakan kepentingan diri sendiri. Dalam kaitannya dengan fungsi pengawasan, investor institusional diyakini memiliki kemampuan untuk mengawasi tindakan manajemen lebih baik dibandingkan investor individual.

Selain itu, adanya monitoring yang efektif oleh pihak institusional juga dapat menyebabkan penggunaan utang menurun. Hal ini karena peranan utang sebagai salah satu alat monitoring sudah diambil alih oleh kepemilikan institusional.

Komite audit

Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan direksi yang bertugas melaksanakan pengawasan independen atas proses laporan keuangan dan audit ekstern. Komite audit berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah masalah yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi dan pengendalian intern. Dalam pedoman pembentukan komite audit yang efektif dijelaskan bahwa komite audit yang dimiliki perusahaan paling sedikit beranggotakan tiga orang, yang diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan anggota lainnya merupakan orang

eksternal yang independen terhadap perusahaan serta menguasai dan memiliki latar belakang keuangan dan akuntansi.

Supriyono (dalam Susiana dan Herawati, 2007) menjelaskan tujuan pembentukan komite audit antara lain :

1. Memastikan laporan keuangan yang dikeluarkan tidak menyesatkan dan sesuai dengan praktik akuntansi yang berlaku umum.

2. Memastikan bahwa internal kontrolnya memadai.

3. Menindaklanjuti terhadap dugaan adanya penyimpangan yang meterial di bidang keuangan dan implikasi hukumnya.

4. Merekomendasikan seleksi auditor eksternal.

Dalam hal pelaporan keuangan, peran dan tanggungjawab komite audit adalah memonitor dan mengawasi audit laporan keuangan dan memastikan agar standar dan kebijaksanaan keuangan yang berlaku terpenuhi, memeriksa ulang laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan standar dan kebijksanaan tersebut dan apakah sudah konsisten dengan informasi lain yang diketahui oleh anggota komite audit, serta menilai mutu pelayanan dan kewajaran biaya yang diajukan auditor eksternal.

Pembentukan komite audit dan komisaris independen sudah diatur dalam regulasi-regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia dan Bapepam, antara lain sebagai berikut:

1. Keputusan Nomor Kep-315/BEJ/06/2000 perihal Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A yang antara lain mengatur tentang kewajiban mempunyai

Komisaris Independen, Komite Audit, memberikan peran aktif Sekretaris 24 Perusahaan di dalam memenuhi kewajiban keterbukaan informasi serta mewajibkan perusahaan tercatat untuk menyampaikan informasi yang material dan relevan.

2. Surat Edaran Ketua Bapepam-LK Nomor SE-03/PM/2000 tentang Komite Audit yang berisi himbauan perlunya komite Audit dimiliki oleh setiap Emiten

3. Surat Edaran Ketua bapepam-LK Nomor SE-07/PM/2004 yang dijelaskan dalam peraturan Nomor IX.I.5 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite Audit. Dengan dibentuknya komite audit merupakan salah satu upaya auditor dalam mempertahankan independensinya. Sesuai dengan fungsi komite audit di atas, keberadaan komite audit dalam perusahaan dapat mempengaruhi kualitas dan integritas laporan keuangan yang dihasilkan.

2.1.4. Manajemen Laba

Manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan oleh manajemen untuk memengaruhi laba dari suatu perusahaan. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan dan menambah bias dalam laporan keuangan, serta dapat mengganggu para pemakai laporan keuangan dalam mempercayai angka-angka dalam laporan keuangan tersebut (Setiawaty dan Na’im 2000).

Beberapa faktor yang menjadi alasan manajemen melakukan manajemen

bonus jika kinerja perusahaan mencapai jumlah tertentu. Janji bonus inilah yang merupakan alasan bagi manajer untuk mengelola dan mengatur laba perusahaan pada tingkat tertentu sesuai dengan yang disyaratkan agar dapat menerima bonus.

Selain itu, manajemen laba disebabkan adanya regulasi dari pemerintah, misalnya regulasi dalam penetapan pajak. Besar kecilnya pajak tergantung pada besar kecilnya laba perusahaan.

Manajemen laba dapat terjadi karena dalam penyusunan laporan keuangan menggunakan basis akrual. Akuntansi berbasis akrual menggunakan prosedur akrual, deferral, pengalokasian yang bertujuan untuk menghubungkan pendapatan, biaya, keuntungan (gains), dan kerugian (losses) untuk menggambarkan kinerja perusahaan selama periode berjalan, meski kas belum diterima dan dikeluarkan (Sulistyanto, 2008). Dengan melukakan menajemen laba maka pelaporan laporan keuangan di oleh manajemen dianggap tidak integritas, karena dianggap disajikan untuk memenuhi kepentingan manajemen saja.

2.1.5. Independensi

Independensi auditor merupakan suatu standar auditing yang sangat penting karena mampu mempengaruhi integritas dari suatu laporan keuangan manajemen yang mana opini kewajarannya dibuat oleh seorang auditor.

Mulyadi (2011:26) menyatakan bahwa :

“Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain.

Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya”.

Akuntan Publik dinyatakan tidak independen apabila selama periode audit dan selama periode penugasan profesionalnya, baik Akuntan, Kantor Akuntan Publik, maupun orang dalam Kantor Akuntan Publik :

1) Mempunyai kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung yang material pada klien.

2) Mempunyai hubungan pekerjaan dengan klien.

3) Mempunyai hubungan usaha secara langsung atau tidak langsung yang material dengan klien, atau dengan karyawan kunci yang bekerja pada klien, atau dengan pemegang saham utama klien.

4) Memberikan jasa-jasa non audit kepada klien.

5) Memberikan jasa atau produk kepada klien dengan dasar Fee Kontinjen atau komisi, atau menerima Fee Kontinjen atau komisi dari klien.

Aspek Independensi

Menurut (Taylor dalam Susiana dan Herawaty, 2007) ada dua aspek independensi, yaitu:

1. Independensi sikap mental (independence of mind/independence of mental attitude), independensi sikap mental ditentukan oleh pikiran akuntan publik

untuk bertindak dan bersikap independen.

2. Independensi penampilan (image projected to the public/appearance of independence), independensi penampilan ditentukan oleh kesan masyarakat

terhadap independensi akuntan publik. Artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Auditor harus menjaga kedudukannya sedemikian rupa sehingga pihak lain akan mempercayai sikap

independensi dan objektifitasnya. Meskipun auditor telah menjalankan auditnya dengan baik secara independen dan objektif, pendapat yang dinyatakan melalui laporan audit tidak akan dipercaya oleh pemakai jasa auditor independen bila ia tidak mampu mempertahankan independensi dalam penampilan.

Indikator Independensi Auditor

Pada penelitian Harjanto (2014:27) terdapat empat indikator independensi auditor, yaitu sebagai berikut :

1) Lama Hubungan Dengan Klien (Audit Tenure)

Di Indonesia, masalah audit tenure atau masa kerja auditor dengan klien sudah diatur dalam keputusan Menteri Keuangan No.423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik. Keputusan menteri tersebut membatasi masa kerja auditor paling lama 3 tahun untuk klien yang sama, sementara untuk Kantor Akuntan Publik (KAP) boleh sampai 5 tahun. Pembatasan ini dimaksudkan agar auditor tidak terlalu dekat dengan klien sehingga dapat mencegah terjadinya skandal akuntansi.

2)

Tekanan dari Klien

Dalam menjalankan fungsinya auditor sering mengalami konflik kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajer mungkin ingin operasi perusahaan atau kinerjanya tampak berhasil yakni tergambar melalui laba tinggi dengan maksud untuk menciptakan penghargaan. Agar tercapai tujuan tersebut tidak jarang manajemen perusahaan melakukan tekanan kepada auditor sehingga

laporan keuangan auditan yang dihasilkan tersebut sesuai dengan keinginan klien. Dalam situasi ini, auditor mengalami suatu dilema, dimana dilema yang dialami oleh auditor dikarenakan di satu sisi jika auditor mengikuti keinginan klien maka ia melanggar standar profesi, akan tetapi jika auditor tidak mengikuti klien maka klien dapat menghentikan penugasan atau mengganti KAP auditornya.

3)

Telaah dari Rekan Auditor (Peer Review)

Peer review adalah review oleh akuntan publik, namun pada praktiknya di Indonesia peer review dilakukan oleh Departemen Keuangan yang memberikan izin prektek dan Badan Review Mutu dari profesi Institusi Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Tujuan dari peer review adalah untuk menentukan dan melaporkan apakah KAP yang direview itu telah mengembangkan kebijakan dan prodedur yang memadai bagi kelima unsur pengendalian mutu dan mengikuti kebijakan serta prosedur tersebut dalam praktek. Review diadakan setiap 3 tahun dan biasanya dilakukan oleh KAP yang dipilih oleh kantor yang direview.

4)

Jasa Nonaudit

Pemberian jasa selain audit dapat menjadi ancaman potensial bagi independensi auditor karena manajemen dapat meningkatkan tekanan pada auditor agar bersedia mengeluarkan laporan yang dikehendaki oleh manajemen yaitu wajar tanpa pengecualian. Pemberian jasa selain jasa audit bearti auditor telah terlibat dalam aktivitas manajemen klien. Jika pada saat dilakukan pengujian laporan keuangan ditemukan kesalahan yang terkait

dengan jasa yang diberikan auditor tersebut.

2.1.6. Ukuran KAP

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.5 Tahun 2011, Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mendapatkan izin usaha berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mendapatkan izin usaha berdasarkan Undang-Undang ini. Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) merupakan besar kecilnya KAP yang dibedakan menjadi dua 2 kelompok, yaitu KAP yang berafiliasi dengan Big 4 dan KAP yang tidak berafiliasi dengan Big 4.

Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) akan menunjukkan kemampuan auditor dalam bersikap independen dan melaksanakan proses audit secara profesional. Hal ini dikarenakan KAP besar (Big 4) kurang tergantung secara ekonomi terhadap klien dan juga cenderung tidak berkompromi atas kualitas audit, sehingga dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik daripada KAP kecil (non Big 4). Dengan adanya alasan-alasan tersebut maka KAP besar (big 4) lebih dipercaya oleh masyarakat atau pengguna laporan keuangan dalam pelaksanaan tugasnya. KAP 4 besar yang disebutkan adalah price water house (PWC), Deloitte Touche Tohmatsu, Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) International, dan Ernst and Young (EY).

KAP Big Four tersebut memiliki afiliasi diberbagai Negara termasuk di Indonesia, berikut adalah KAP Big Four dan afiliasinya di Indonesia:

1. KAP Purwanto, Suherman & Surja ( Ernest & Young)

3. KAP Siddharta dan Widjaja (Klynveld Peat Main Goerdeler)

4. KAP Tanudiredja, Wibisana dan Rekan (PWC/ Price Waterhouse Coopers)

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa studi telah dilakukan oleh beberapa negara mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi integritas laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Astria (2011) mengamati adanya pengaruh yang signifikan antara ukuran KAP terhadap konservatisma akuntansi namun dengan arah negatif. Hal ini menjelaskan bahwa pada perusahaan yang menggunakan jasa KAP big four yang memiliki reputasi baik dan juga mampu melakukan audit secara lebih cepat dan cermat karena memiliki sumber daya manusia yang lebih baik justru memilih menyajikan laporan keuangan berintegritas rendah.

Putra (2012) meneliti mengenai integritas laporan keuangan dimana variabel manajemen laba ditambahkan kedalam variabel independen. Variabel ini ditambahkan karena dalam praktiknya manajemen laba mampu memengaruhi jumlah laba yang diperoleh perusahaan, sehingga pelaporan dalam laporan keuangan menjadi tidak berintegritas. Penelitian ini menemukan bahwa Independensi, Komite Audit, Kualitas Audit, dan Manajemen Laba

Putra (2012) meneliti mengenai integritas laporan keuangan dimana variabel manajemen laba ditambahkan kedalam variabel independen. Variabel ini ditambahkan karena dalam praktiknya manajemen laba mampu memengaruhi jumlah laba yang diperoleh perusahaan, sehingga pelaporan dalam laporan keuangan menjadi tidak berintegritas. Penelitian ini menemukan bahwa Independensi, Komite Audit, Kualitas Audit, dan Manajemen Laba

Dalam dokumen PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE, (Halaman 26-0)

Dokumen terkait