BAB I PENDAHULUAN
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca maupun peneliti tentang sinonim frasa
حٍاٞقىا ً٘ٝ
di dalam Quran Al-Karim. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan teori ilmu semantik di program studi Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.b) Secara praktis, dengan mengetahui sinonim dari frasa
حٍاٞقىا ً٘ٝ
dalam Al-Quran sehingga penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan bahan pengajaran di masa yang akan datang. Dan penelitian ini diharapkan dapat diambil hikmahnya dalam kehidupan bagi umat Islam.c) Sebagai motivasi bagi penelitian selanjutnya, dan menjadi referensi dalam bidang ilmu semantik.
11 1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan kajian kepustakaan (Library research). Menurut (Nazir, 1988 : 111) studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaah terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Secara harfiah, metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar (Nazir, 2011 : 55).
Metode berasal dari bahasa Yunani, mesods- secara sederhana adalah suatu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran yang bersangkutan (Suyanto dan Sutinah : 2007). Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data penelitiannya. Berdasarkan dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa metode penelitian adalah cara yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian (Arikunto, 2002 : 136).
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) . metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif karena data-data didalam penelitian ini digambarkan dengan kata-kata atau kalimat dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan (Arikunto, 1998:245).
Secara etimologis, istilah research berasal dari dua kata, yaitu re dan search . Re berarti kembali atau berulang-ulang dan search berarti mencari, menjelajahi, atau menemukan makna. Dengan demikian penelitian research berarti mencari, menjelajahi atau menemukan makna secara berulang-ulang (Sudarwan Danim dan Darwis, 2003 : 29).
Jenis metode penelitian yang dipilih adalah deskriptif analisis, adapun pengertian dari metode deksriptif analisis menurut (Sugiono, 2009 : 29) adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.
Dengan kata lain penelitan deskriptif analisis mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan, hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya.
Untuk transliterasi tulisan Arab ke dalam tulisan Latin, peneliti menggunakan Sistem Transliterasi Arab Latin berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.158/1987. Sumber data dalam penelitian ini diambil dari Al-Quran Al-Karim sebagai data primer dan terjemahan Departemen Agama RI 2000 sebagai data sekunder. Data yang akan dijadikan bahan penelitian ini adalah sinonim dari frasa
حٍاٞقىا ً٘ٝ
dan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori Abdul Chaer dengan lebih memfokuskan kepada relasi makna sinonim.Berdasarkan analisis sementara data yang ditemukan ada 19 bentuk di dalam 15 surat yang bermakna hari kiamat. Penelitian ini dilakukan dengan empat tahapan, yaitu:
1. Mengumpulkan buku-buku referensi yang berhubungan dengan pembahasan penelitian ini di antaranya adalah Al-Quran dan Terjemahannya karya Departemen Agama RI penerbit Diponegoro.
2. Membaca Al-Quran dan Terjemahannya berulang-ulang secara cermat pada surah yang ada pembahasan tentang hari kiamat di dalamnya.
3. Membaca, mempelajari, dan mencatat data-data yang telah diperoleh.
4. Mengumpulkan sinonim frasa
حٍاٞقىا ً٘ٝ
di dalam Al-Quran dengan menggunakan software Al-Kalam 1.0 copyright c 2009. Penerbit Diponegoro. Berdasarkan software ini memudahkan peneliti untuk mengidentifikasi variasi makna.5. Mengklasifikasi dan menganalisis data yang telah terkumpul.
6. Menyusun hasil penelitian sehingga terbentuk menjadi sebuah laporan dalam bentuk skripsi.
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terdahulu
Penelitian tentang relasi makna kata dalam Al-Quran sudah pernah diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya antara lain seperti :
1. Nasution (2009) meneliti tentang “Makna Leksikal Dan Relasinya Pada Kata Al-Haqqu di dalam Al-Quran”. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu penelitian yang berawal dari data kemudian mengaplikasikannya ke dalam teori. Teori yang dipakai adalah teori Verhaar
“Asas-asas Linguistik Umum”. Ditambah dengan teori Chaer “Linguistik Umum”. Hasilnya adalah makna leksikal kata
قحىا /
al-haqqu/ bermakna benar dalam Al-Quran berjumlah 146 kata yang tersebar dalam 134 ayat dan mempunyai relasi makna sinonim dan antonim. Relasi makna sinonim kataقحىا
/al-haqqu/ yang ditemukan dalam Al-Quran bermakna: hak, adil, pasti, utang piutang. Berjumlah 48 kata dari 45 ayat. Relasi makna antonim kataقحىا
/al-haqqu/ yang di temukan dalam Al-Quran adalah kataوطاثىا
/al-bathilu/ yang bermakna batil, berjumlah 14 kata dari 13 surat.2. Karina (2017) meneliti tentang “Sinonim Terjemahan Kata
ه٘ق
dalam Quran Surat An-Nisa Karya Aam Amiruddin". Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif analitik. Kualitatif berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat dibalik fakta. Teori yang dipakai adalah teori Djajasudarma “Semantik 2 Relasi Makna, Paradigmatik, Sintagmatik, dan Derivasional”. Ditambah dengan teori Chaer “Pengantar Semantik Bahasa Indonesia”. Hasilnya sinonim terjemahan kataه٘ق
dalam Quran Surat An-Nisa Karya Aam Amiruddin ditemukan 8 kata antara lain; berkata, berucap, berbicara, berdo‟a, bertanya, menjawab, perintah, tuduhan.Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, kajian terdahulu Nasution (2009) dengan judul “Makna Leksikal Dan Relasinya Pada Kata Al-Haqqu di dalam Al-Quran” menggunakan teori Verhaar (1996). Dan Karina (2017) dengan judul “Sinonim Terjemahan Kata ه٘ق dalam Quran Surat An-Nisa Karya Aam Amiruddin” menggunakan teori Djajasudarma (1993).
Adapun penelitian ini mengkaji tentang “Analisis Sinonim Frasa di Dalam Al-Quran”. Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian Nasution (2009) dan penelitian Karina (2017). Objek penelitian ini berbeda dengan objek penelitian Nasution (2009) dan Karina (2017), yang menjadi objek dari penelitian ini adalah sinonim frasa
حٍاٞقىا ً٘ٝ
di dalam Al-Quran dengan menggunakan teori Chaer (1994) dan Verhaar (1996). Dan penelitian sebelumnya berkontribusi untuk menjadi perbandingan dengan penelitian ini.2.2 Sejarah Al-Quran
a. Arti kata Quran dan apa yang dimaksud dengan Al-Quran.
Quran menurut pendapat yang paling kuat seperti yang ditemukan Subhi Al-Salih berarti “bacaan”. Kata Al-Quran itu berbentuk masdar dengan arti isim maf‟ul yaitu maqru‟ (dibaca).
Di dalam Al-Quran sendiri ada pemakaian kata Quran sebagaimana disebutkan dalam ayat 17, 18 surat (75) Al-Qiyamah:
)۸( َُّٔآْشُق ْعِثَّذاَف ُٓاَّْأَشَق اَرِئَف )۷( َُّٔآْشُقَٗ َُٔعََْج اََْْٞيَع َُّ ِإ
/ Inna alainā jam ahụ wa qur`ānah (۷) Fa iżā qara`nāhu fattabi qur`ānah (۸)/
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Quran (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan kami. (karena itu), jika kami telah membacanya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”. (QS. 75: 17-18)
Kemudian dipakai kata “Quran” itu untuk Al-Quran yang dikenal sekarang ini. adapun defenisi Al-Quran ialah: “Kalam Allah SWT yang merupakan
15
mu‟jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah”.
Dengan definisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi selain Nabi Muhammad SAW tidak dinamakan Al-Quran seperti: Teurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. Zabur diturunkan kepada Nabi Daud a.s. Dan Injil diturunkan kepada Nabi Isa a.s.
b. Cara-cara Al-Quran diwahyukan
Nabi Muhammad dalam menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan, di antaranya:
1. Malaikat memasukkan ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi SAW tidak melihat sesuatu apapun. Beliau hanya merasa bahwa itu sudah berada dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: “Ruhul qudus mewahyukan ke dalam kalbuku”, (lihat surat 42 Asy Syuura ayat 51).
2. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
3. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincing lonceng. Cara inilah yang sangat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turun wahyu itu dimusim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: “Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam keras dan keringatnya bercucuran seperti permata.
Kemudian setelahs selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa”.
4. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa laki-laki seperti keadaan no. 2, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hali ini tersebut dalam Al-Quran surat (53) An-Najm ayat 13 dan 14.
ْذَقَىَٗ
“Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain (kedua). Ketika (ia berada) di Sidratulmuntaha. (QS. 53: 13-14).
c. Hikmah diturunkan Al-Quran secara berangsur-angsur
Al-quran diturunkan berangsur-angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al-Quran diturunkan berangsur-angsur adalah:
1. Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan.
2. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan kemaslahatan. Ini tidak dapat dilakukan sekiraya Al-Quran diturunkan sekaligus.
3. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi agar lebih mengesankan dan lebih berpengaruh dihati.
4. Memudahkan penghafalan.
5. Di antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban dari pada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan.
2.3 Pengertian Semantik
Kata semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani Sema (nomina) „tanda‟ : atau dari verba semaino
„menandai‟ „berarti‟. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna (Djajasudarma 1993 : 11). Semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna. Contoh jelas dari perian
17
atau „deskripsi‟ semantis adalah leksikografi : masing-masing leksem diberi perian artinya atau maknanya: perian semantis. Di pihak lain, semantik termasuk tata bahasa juga. Contohnya adalah morfologi. Dalam bentuk (inggris) un-confort-able, morfem un jelas mengandung arti “tidak” uncomfortable artinya sama dengan not comfortable. Demikian pula, bentuk Indonesia memper-tebal mengandung morfem memper-, yang artinya boleh disebut “kausatif” maksudnya, mempertebal artinya „menyebabkan sesuatumenjadi lebih tebal‟ (perian makna dalam ilmu linguistik lazim dilambangkan dengan mengapitnya antara tanda petik tunggal). (Verhar, 1996: 13-14).
Semantik adalah ilmu tentang makna. Semantik merupakan suatu komponen yang terdapat dalam linguistik, sama seperti komponen bunyi dan gramatika. Semantik merupakan bagian dari linguistik karena makna menjadi bagian dari bahasa (Suwandi 2006: 5). Menurut Palmer (1981: 5) dalam Aminuddin (2001 : 15) menyebutkan bahwa semantik semula berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi umumnya menduduki tingkatan pertama, tata bahasa pada tingkatan kedua, maka komponen makna menduduki tingkatan paling akhir. Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa (a). Bahasa pada awalnya merupakan bunyi –bunyi abstrak yang mengacu pada adanya lambang-lambang tertentu, (b). Lambang-lambang merupakan seperangkat sistem yang memiliki tataan dan hubungan tertentu, dan (c). Seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan adanya makna tertentu.
2.4 Pengertian Makna
Ahmad Mukhtar Umar dalam (Matsna, 2016:3) mendefinisikan semantik („il al-dilalah) sebagai berikut:
ٕ٘
al-lughati al-laẕiyatanāwaludirasata al-ma‟na aw ẕālika al-far‟u al-laẕiyadrusu as-syurūṭa al-wājibutuwāfiruhāfīar-ramziḥattayakūna qādiran „alāḥamli al-ma‟nā/“Kajian tentang makna, atau ilmu yang membahas tentang makna, atau cabang linguistik yang mengkaji teori makna, atau cabang linguistik yang mengkaji syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengungkap lambang-lambang bunyi sehingga mempunyai makna.”
Dalam „ilm al-dilalah dijumpai setidaknya delapan teori tentang makna, yaitu: (1) nazhariyyah isyariyyah, disebut juga dengan“nazhariyyah al-ismiyyah bi al-makna” (theory of meanings naming), atau teori referensi/korespondensi adalah teori yang merujuk kepada segitiga makna. (2) al-nazhariyyah al-tashawwuriyyah (teori konsepsional), adalah teori semantik yang memfokuskan kajian makna pada prinsip konsepsi yang ada pada pikiran manusia. (3) al-nazhariyyah al-sulukiyyah (teori behaviorisme), adalah teori semantik yang memfokuskan kajian makna bahasa sebagai bagian dari perilaku manusia yang merupakan manifestasi dari adanya stimulus danrespons.(4) al-nazhariyyah al-siyaqiyyah (teori kontekstual), adalah teori semantik yang berasumsi bahwa sistem bahasa itu saling berkaitan satu sama lain di antara unit-unitnya, dan selalu mengalami perubahan dan perkembangan. (5) al-nazhariyyah al-tahliliyyah (teori analitik), yaitu teori yang menitik beratkan pada analisis kata ke dalam komponen-komponen. (6) al-nazhariyyah al-taulidiyyah (generative theory), adalah teori yang didasarkan pada asumsi bahwa otomatisa gnerasi/pelahiran kalimat-kalimat yang benar itu dapat dilakukan berdasarkan kompetensi pembicara/penulis; dalam arti bahwa kaidah bahasa yang benar yang ada dalam fikiran seseorang dapat digenerasikan (dilahirkan) melalui proses
19
pembentukan kaidah berbahasa. (7) al-nazhariyyah al-wad‟iyyah al-mantiqiyyah fi al-ma‟na (teori situasional logis), teori ini didasarkan pada berbagai pandangan filosofis, baik dari kalangan ahli bahasa maupun ahli logika. (8) nazhariyyah al-brajmatiyyah (teori pragmatisme), teori ini dirintis dan dikembangkan oleh Charles Pierce dari teori situasional logis, atas dasar pengamtan langsung dan kesesuaian makna dengan realitas empiris (Matsna 2016:11).
Makna adalah apa yang dapat dipahami seseorang dari suatu kata ungkapan atau kalimat Al-Khuli (1982 : 166). Menurut Djajasudarma (1993 : 34) makna adalah hubungan yang ada di antara suatu bahasa. Sedangkan pengertian makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : 1. Arti, 2. Maksud pembicara atau penulis KBBI (1995 : 619). Menurut Al-Khuli (1982: 251) mengatakan semantik di dalam bahasa Arab adalah:
ٌيع
al‟alāqata bayna ar-ramzi al-lughawiyi wa ma‟nāhu wa yadrusu tatawwura ma‟āniya kalimāti tārikhiyyan wa tanawwu‟a ma‟ānii wa majāza al-lughawiyya wa al-„alāqati bayna al-kalimāti al-lughati/.“ilmu semantik, ilmu makna: semantik adalah cabang dari linguistik yang mempelajari hubungan antara kode bahasa dan maknanya, dan juga mempelajari perkembangan makna kata-kata, dari segi sejarahnya, dan macam-macam makna, makna sindiran bahasa dan hubungan antara kata-kata dalam bahasa”.
Dalam pemakaian sehari-hari kata makna digunakan dalam berbagai bidang maupun konteks pemakaian. Apakah pengertian khusus kata makna tersebut serta perbedaannya dengan ide, misalnya, tidak begitu diperhatikan. Sebab itu sudah
sewajarnya bila makna juga disejajarkan pengertiannya dengan arti, gagasan, konsep, maksud firasat, isi dan fikiran. (Aminuddin, 1985 : 50).
Kata-kata yang terdapat dalam Al-Quran yang memiliki makna sama dapat dihubungkan dengan sifat keuniversalan makna yang terkandung di dalamnya berdasarkan relasi makna. Yang dimaksud dengan relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa di sini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat; dan relasi semantik itu dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan makna, ketercakupan makna, kegandaan makna, atau juga kelebihan makna. Dalam pembicaraan tentang relasi makna ini biasanya dibicarakan masalah-masalah yang disebut sinonim, antonim, polisemi, homonimi, hiponimi, ambiguiti, dan redundansi (Chaer, 1994: 297).
2.5 Sinonim
Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya.
Misalnya, antara kata betul dengan kata benar; antara kata hamil dan frase duduk perut. Contoh dalam bahasa Inggris, antara kata fall dengan kata autumn (Chaer, 1994: 297).
Relasi sinonimi ini bersifat dua arah. Maksudnya, kalau satu satuan ujaran A bersinonim dengan satuan ujaran B, maka satuan ujaran B itu bersinonim dengan satuan ujaran A. Secara konkret kalau kata betul bersinonim dengan kata benar, maka kata benar itu pun bersinonim dengan kata betul (Chaer, 1994: 297-298).
Sinonim digunakan untuk menyatakan sameness of meaning „kesamaan arti‟. Hal tersebut dilihat dari kenyataan bahwa para penyusun kamus menunjukkan sejumlah perangkat kata yang memiliki makna sama; semua bersifat sinonim, atau satu sama lain sama makna, atau hubungan diantara kata-kata yang mirip (dianggap mirip) maknanya.
21
Dengan demikian kita dapat mencari makna mis., kata pandai bersinonim dengan cerdas dan pintar; ringan bersinonim dengan enteng; lafal bersinonim dengan ucapan; kotor bersinonim dengan noda, dst (Djajasudarma, 1993: 36).
Sinonim
فداشرٍ /
mutaraadifun/. Menurut Al-Khuli (1982: 278)فداشرٍ
/ mutaraadifun/:ٚف ٙشخأ وثاَذ حَيم ْٚعَىا ثٞح ٍِ حغيىا ظفّ
/kalimatun tumāśilu „ukhra fī nafsi al-lugati min hayśu al-ma‟na/
“sinonim adalah kata yang menyerupai kata yang lain dalam satu bahasa dari segi maknanya”.
Unsur-unsur leksikal dalam bahasa dapat dibandingkan menurut hubungan semantis diantaranya. Kata X dan Y dapat berupa “sinonim” (artinya X dan Y bermakna hampir sama). Sebagai contoh dalam bahasa Indonesia, bandingkan nasib dan takdir, yang bermakna hampir sama, tetapi dengan perbedaan nuansa kecil. Sering dikatakan bahwa kata-kata yang sinonim memiliki makna yang
“sama”, dengan hanya bentuk-bentuk yang berbeda. Jika tak ada perbedaan nuansa lagi antara dua sinonim, maka satu akan hilang dari perbendaharaan kata, dan satunya tinggal. Yang normal dalam hubungan antar-sinonim ialah bahwa ada perbedaan nuansa, dan maknanya boleh disebut “kurang lebih sama” (Verhaar, 1996: 394).
2.6 Faktor-Faktor sinonim
Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama.
Ketidaksamaan itu terjadi karena berbagai faktor, antara lain:
1. Faktor waktu, umpamanya kata hulubalang bersinonim dengan kata komandan.
Namun, kata hulubalang memiliki pengertian klasik sedangkan kata komandan tidak memiliki pengertian klasik. Dengan kata lain, kata hulubalang hanya cocok digunakan pada konteks yang bersifat klasik; padahal kata komandan tidak cocok untuk konteks klasik itu.
2. Faktor tempat atau wilayah, misalnya kata saya dan beta adalah dua buah kata yang bersinonim. Namun, kata saya dapat digunakan di mana saja, sedangkan kata beta hanya cocok untuk wilayah Indonesia bagian timur, atau dalam konteks masyarakat yang berasal dari Indonesia bagian timur.
3. Faktor keformalan, misalnya kata uang dan duit adalah dua buah kata yang bersinonim. Namun, kata uang dapat digunakan dalam ragam formal dan tak formal, sedangkan kata duit hanya cocok untuk ragam tak formal.
4. Faktor sosial, umpamanya kata saya dan aku adalah dua buah kata yang bersinonim: tetapi kata saya dapat digunakan oleh siapa saja dan kepada siapa saja; sedangkan kata aku hanya dapat digunakan terhadap orang sebaya, yang dianggap akrab, atau kepada yang lebih muda atau lebih rendah kedudukan sosialnya.
5. Bidang kegiatan, umpamanya kata matahari dan surya adalah dua buah kata yang bersinonim. Namun, kata matahari bisa digunakan dalam kegiatan apa saja, atau dapat digunakan secara umum; sedangkan kata surya hanya cocok digunakan pada ragam khusus. Terutama ragam sastra.
6. Faktor nuansa makna, umpamanya kata-kata melihat, melirik, menonton, meninjau, dan mengintip adalah sejumlah kata yang bersinonim. Namun antara yang satu dengan yang lainnya tidak selalu dapat dipertukarkan, karena masing-masing memiliki nuansa makna yang tidak sama. Kata melihat memiliki makna umum; kata melirik memiliki makna melihat dengan sudut mata; kata menonton memiliki makna melihat untuk kesenangan; kata meninjau memiliki makna melihat dari tempat jauh; dan kata mengintip memiliki makna melihat dari atau melalui celah sempit. Dengan demikian, jelas kata menonton tidak dapat diganti dengan kata melirik karena memiliki nuansa makna yang berbeda, meskipun kedua kata itu dianggap bersinonim. Dari keenam faktor yang dibicarakan diatas,
23
bisa disimpulkan, bahwa dua buah kata yang bersinonim tidak akan selalu dapat dipertukarkan atau disubsitusikan. (Chaer, 1994: 297-299).
Jika dua kata atau lebih memiliki makna yang sama, maka perangkat kata itu disebut sinonim. Kesamaan makna (sinonim) dapat ditentukan dengan tiga cara:
1. Substitusi (penyulihan). Hal tersebut dapat terjadi bila kata dalam konteks tertentu dapat disulih dengan kata yang lain dan makna konteks berubah, maka kedua kata itu disebut sinonim (Lyons, 1997 : 447-450; Palmer, 1976: 63; Ullmann, 1964: 142) dalam (Djajasudarma, 1993: 36).
2. Pertentangan. Kata dapat dipertentangkan dengan sejumlah kata lain.
Pertentangan itu dapat menghasilkan sinonim. Mis., kata berat bertentangan dengan ringan dan enteng di dalam bahasa Indonesia. Maka ringan dan enteng disebut sinonim, atau ask „bertanya‟ bertentangan dengan reply dan answerdi dalam bahasa Inggris. Maka reply dan answer disebut sinonim di dalam bahasa Inggris (Ullmann. 1964: 143-145;
Palmer, 1976: 63) dalam (Djajasudarma, 1993: 37).
3. Penentuan konotasi. Jika terdapat perangkat kata yang memiliki makna kognitifnya sama, tetapi makna emotifnya berbeda, maka kata-kata itu tergolong sinonim, mis., kamar kecil, kakus, jamban, wese mengacu ke acuan yang sama, tetapi konotasinya berbeda (Palmer, 1976: 63) dalam (Djajasudarma, 1993: 37).
2.7 Pengertian Frasa
Frasa (frase) adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif (misal: gunung tinggi disebut frasa karena merupakan kontruksi nonpredikatif) KBBI (1998: 244). Pengertian Frasa Menurut Lyons (dalam Soetikno, 1995:168) ialah sebuah kelommpmok kata yang secara gramatikal
sepadan dengan dengan satu kata dan tidak mempunyai subjek dan predikat sendiri. Frasa adalah kelompok kata yang mempunyai kedudukan sebagai suatu fungsi dalam kalimat yang tidak semuanya dari frase itu sendiri yang terdiri dari
sepadan dengan dengan satu kata dan tidak mempunyai subjek dan predikat sendiri. Frasa adalah kelompok kata yang mempunyai kedudukan sebagai suatu fungsi dalam kalimat yang tidak semuanya dari frase itu sendiri yang terdiri dari