• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Pengertian Makna

Ahmad Mukhtar Umar dalam (Matsna, 2016:3) mendefinisikan semantik („il al-dilalah) sebagai berikut:

ٕ٘

al-lughati al-laẕiyatanāwaludirasata al-ma‟na aw ẕālika al-far‟u al-laẕiyadrusu as-syurūṭa al-wājibutuwāfiruhāfīar-ramziḥattayakūna qādiran „alāḥamli al-ma‟nā/

“Kajian tentang makna, atau ilmu yang membahas tentang makna, atau cabang linguistik yang mengkaji teori makna, atau cabang linguistik yang mengkaji syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengungkap lambang-lambang bunyi sehingga mempunyai makna.”

Dalam „ilm al-dilalah dijumpai setidaknya delapan teori tentang makna, yaitu: (1) nazhariyyah isyariyyah, disebut juga dengan“nazhariyyah al-ismiyyah bi al-makna” (theory of meanings naming), atau teori referensi/korespondensi adalah teori yang merujuk kepada segitiga makna. (2) al-nazhariyyah al-tashawwuriyyah (teori konsepsional), adalah teori semantik yang memfokuskan kajian makna pada prinsip konsepsi yang ada pada pikiran manusia. (3) al-nazhariyyah al-sulukiyyah (teori behaviorisme), adalah teori semantik yang memfokuskan kajian makna bahasa sebagai bagian dari perilaku manusia yang merupakan manifestasi dari adanya stimulus danrespons.(4) al-nazhariyyah al-siyaqiyyah (teori kontekstual), adalah teori semantik yang berasumsi bahwa sistem bahasa itu saling berkaitan satu sama lain di antara unit-unitnya, dan selalu mengalami perubahan dan perkembangan. (5) al-nazhariyyah al-tahliliyyah (teori analitik), yaitu teori yang menitik beratkan pada analisis kata ke dalam komponen-komponen. (6) al-nazhariyyah al-taulidiyyah (generative theory), adalah teori yang didasarkan pada asumsi bahwa otomatisa gnerasi/pelahiran kalimat-kalimat yang benar itu dapat dilakukan berdasarkan kompetensi pembicara/penulis; dalam arti bahwa kaidah bahasa yang benar yang ada dalam fikiran seseorang dapat digenerasikan (dilahirkan) melalui proses

19

pembentukan kaidah berbahasa. (7) al-nazhariyyah al-wad‟iyyah al-mantiqiyyah fi al-ma‟na (teori situasional logis), teori ini didasarkan pada berbagai pandangan filosofis, baik dari kalangan ahli bahasa maupun ahli logika. (8) nazhariyyah al-brajmatiyyah (teori pragmatisme), teori ini dirintis dan dikembangkan oleh Charles Pierce dari teori situasional logis, atas dasar pengamtan langsung dan kesesuaian makna dengan realitas empiris (Matsna 2016:11).

Makna adalah apa yang dapat dipahami seseorang dari suatu kata ungkapan atau kalimat Al-Khuli (1982 : 166). Menurut Djajasudarma (1993 : 34) makna adalah hubungan yang ada di antara suatu bahasa. Sedangkan pengertian makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : 1. Arti, 2. Maksud pembicara atau penulis KBBI (1995 : 619). Menurut Al-Khuli (1982: 251) mengatakan semantik di dalam bahasa Arab adalah:

ٌيع

al‟alāqata bayna ar-ramzi al-lughawiyi wa ma‟nāhu wa yadrusu tatawwura ma‟āniya kalimāti tārikhiyyan wa tanawwu‟a ma‟ānii wa majāza al-lughawiyya wa al-„alāqati bayna al-kalimāti al-lughati/.

“ilmu semantik, ilmu makna: semantik adalah cabang dari linguistik yang mempelajari hubungan antara kode bahasa dan maknanya, dan juga mempelajari perkembangan makna kata-kata, dari segi sejarahnya, dan macam-macam makna, makna sindiran bahasa dan hubungan antara kata-kata dalam bahasa”.

Dalam pemakaian sehari-hari kata makna digunakan dalam berbagai bidang maupun konteks pemakaian. Apakah pengertian khusus kata makna tersebut serta perbedaannya dengan ide, misalnya, tidak begitu diperhatikan. Sebab itu sudah

sewajarnya bila makna juga disejajarkan pengertiannya dengan arti, gagasan, konsep, maksud firasat, isi dan fikiran. (Aminuddin, 1985 : 50).

Kata-kata yang terdapat dalam Al-Quran yang memiliki makna sama dapat dihubungkan dengan sifat keuniversalan makna yang terkandung di dalamnya berdasarkan relasi makna. Yang dimaksud dengan relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa di sini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat; dan relasi semantik itu dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan makna, ketercakupan makna, kegandaan makna, atau juga kelebihan makna. Dalam pembicaraan tentang relasi makna ini biasanya dibicarakan masalah-masalah yang disebut sinonim, antonim, polisemi, homonimi, hiponimi, ambiguiti, dan redundansi (Chaer, 1994: 297).

2.5 Sinonim

Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya.

Misalnya, antara kata betul dengan kata benar; antara kata hamil dan frase duduk perut. Contoh dalam bahasa Inggris, antara kata fall dengan kata autumn (Chaer, 1994: 297).

Relasi sinonimi ini bersifat dua arah. Maksudnya, kalau satu satuan ujaran A bersinonim dengan satuan ujaran B, maka satuan ujaran B itu bersinonim dengan satuan ujaran A. Secara konkret kalau kata betul bersinonim dengan kata benar, maka kata benar itu pun bersinonim dengan kata betul (Chaer, 1994: 297-298).

Sinonim digunakan untuk menyatakan sameness of meaning „kesamaan arti‟. Hal tersebut dilihat dari kenyataan bahwa para penyusun kamus menunjukkan sejumlah perangkat kata yang memiliki makna sama; semua bersifat sinonim, atau satu sama lain sama makna, atau hubungan diantara kata-kata yang mirip (dianggap mirip) maknanya.

21

Dengan demikian kita dapat mencari makna mis., kata pandai bersinonim dengan cerdas dan pintar; ringan bersinonim dengan enteng; lafal bersinonim dengan ucapan; kotor bersinonim dengan noda, dst (Djajasudarma, 1993: 36).

Sinonim

فداشرٍ /

mutaraadifun/. Menurut Al-Khuli (1982: 278)

فداشرٍ

/ mutaraadifun/:

ٚف ٙشخأ وثاَذ حَيم ْٚعَىا ثٞح ٍِ حغيىا ظفّ

/kalimatun tumāśilu „ukhra fī nafsi al-lugati min hayśu al-ma‟na/

“sinonim adalah kata yang menyerupai kata yang lain dalam satu bahasa dari segi maknanya”.

Unsur-unsur leksikal dalam bahasa dapat dibandingkan menurut hubungan semantis diantaranya. Kata X dan Y dapat berupa “sinonim” (artinya X dan Y bermakna hampir sama). Sebagai contoh dalam bahasa Indonesia, bandingkan nasib dan takdir, yang bermakna hampir sama, tetapi dengan perbedaan nuansa kecil. Sering dikatakan bahwa kata-kata yang sinonim memiliki makna yang

“sama”, dengan hanya bentuk-bentuk yang berbeda. Jika tak ada perbedaan nuansa lagi antara dua sinonim, maka satu akan hilang dari perbendaharaan kata, dan satunya tinggal. Yang normal dalam hubungan antar-sinonim ialah bahwa ada perbedaan nuansa, dan maknanya boleh disebut “kurang lebih sama” (Verhaar, 1996: 394).

2.6 Faktor-Faktor sinonim

Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama.

Ketidaksamaan itu terjadi karena berbagai faktor, antara lain:

1. Faktor waktu, umpamanya kata hulubalang bersinonim dengan kata komandan.

Namun, kata hulubalang memiliki pengertian klasik sedangkan kata komandan tidak memiliki pengertian klasik. Dengan kata lain, kata hulubalang hanya cocok digunakan pada konteks yang bersifat klasik; padahal kata komandan tidak cocok untuk konteks klasik itu.

2. Faktor tempat atau wilayah, misalnya kata saya dan beta adalah dua buah kata yang bersinonim. Namun, kata saya dapat digunakan di mana saja, sedangkan kata beta hanya cocok untuk wilayah Indonesia bagian timur, atau dalam konteks masyarakat yang berasal dari Indonesia bagian timur.

3. Faktor keformalan, misalnya kata uang dan duit adalah dua buah kata yang bersinonim. Namun, kata uang dapat digunakan dalam ragam formal dan tak formal, sedangkan kata duit hanya cocok untuk ragam tak formal.

4. Faktor sosial, umpamanya kata saya dan aku adalah dua buah kata yang bersinonim: tetapi kata saya dapat digunakan oleh siapa saja dan kepada siapa saja; sedangkan kata aku hanya dapat digunakan terhadap orang sebaya, yang dianggap akrab, atau kepada yang lebih muda atau lebih rendah kedudukan sosialnya.

5. Bidang kegiatan, umpamanya kata matahari dan surya adalah dua buah kata yang bersinonim. Namun, kata matahari bisa digunakan dalam kegiatan apa saja, atau dapat digunakan secara umum; sedangkan kata surya hanya cocok digunakan pada ragam khusus. Terutama ragam sastra.

6. Faktor nuansa makna, umpamanya kata-kata melihat, melirik, menonton, meninjau, dan mengintip adalah sejumlah kata yang bersinonim. Namun antara yang satu dengan yang lainnya tidak selalu dapat dipertukarkan, karena masing-masing memiliki nuansa makna yang tidak sama. Kata melihat memiliki makna umum; kata melirik memiliki makna melihat dengan sudut mata; kata menonton memiliki makna melihat untuk kesenangan; kata meninjau memiliki makna melihat dari tempat jauh; dan kata mengintip memiliki makna melihat dari atau melalui celah sempit. Dengan demikian, jelas kata menonton tidak dapat diganti dengan kata melirik karena memiliki nuansa makna yang berbeda, meskipun kedua kata itu dianggap bersinonim. Dari keenam faktor yang dibicarakan diatas,

23

bisa disimpulkan, bahwa dua buah kata yang bersinonim tidak akan selalu dapat dipertukarkan atau disubsitusikan. (Chaer, 1994: 297-299).

Jika dua kata atau lebih memiliki makna yang sama, maka perangkat kata itu disebut sinonim. Kesamaan makna (sinonim) dapat ditentukan dengan tiga cara:

1. Substitusi (penyulihan). Hal tersebut dapat terjadi bila kata dalam konteks tertentu dapat disulih dengan kata yang lain dan makna konteks berubah, maka kedua kata itu disebut sinonim (Lyons, 1997 : 447-450; Palmer, 1976: 63; Ullmann, 1964: 142) dalam (Djajasudarma, 1993: 36).

2. Pertentangan. Kata dapat dipertentangkan dengan sejumlah kata lain.

Pertentangan itu dapat menghasilkan sinonim. Mis., kata berat bertentangan dengan ringan dan enteng di dalam bahasa Indonesia. Maka ringan dan enteng disebut sinonim, atau ask „bertanya‟ bertentangan dengan reply dan answerdi dalam bahasa Inggris. Maka reply dan answer disebut sinonim di dalam bahasa Inggris (Ullmann. 1964: 143-145;

Palmer, 1976: 63) dalam (Djajasudarma, 1993: 37).

3. Penentuan konotasi. Jika terdapat perangkat kata yang memiliki makna kognitifnya sama, tetapi makna emotifnya berbeda, maka kata-kata itu tergolong sinonim, mis., kamar kecil, kakus, jamban, wese mengacu ke acuan yang sama, tetapi konotasinya berbeda (Palmer, 1976: 63) dalam (Djajasudarma, 1993: 37).

2.7 Pengertian Frasa

Frasa (frase) adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif (misal: gunung tinggi disebut frasa karena merupakan kontruksi nonpredikatif) KBBI (1998: 244). Pengertian Frasa Menurut Lyons (dalam Soetikno, 1995:168) ialah sebuah kelommpmok kata yang secara gramatikal

sepadan dengan dengan satu kata dan tidak mempunyai subjek dan predikat sendiri. Frasa adalah kelompok kata yang mempunyai kedudukan sebagai suatu fungsi dalam kalimat yang tidak semuanya dari frase itu sendiri yang terdiri dari kelompok kata (Bagus, 2008:3).

Menurut Tarmini (11:2012) suatu konstruksi yang terdiri atas dua konstituen atau lebih yang dapat mengisi fungsi sintaksis tertentu yang ada dalam kalimat.

Namun tidak melebihi dari batas-batas fungsi klausa atau disebut dengan frasa itu nonprediktatif. Dilihat dari pengertian frasa dan ciri-ciri frasa tersebut maka bisa disimpulkan kalau frasa adalah gabungan dari dua kata atau lebih yang tidak bisa membentuk kalimat sempurna.

Untuk itu agar lebih memahaminya berikut ini kami berikan beberapa contoh frasa.

1. Tidur siang 2. Banting tulang 3. Sedang tidur 4. Makan siang 5. Nasi goreng

2.7.1 Jenis frasa berdasarkan jenis kata/kelas kata 1. Frasa Nomina

Frasa Nomina adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah kata benda. Jenis frasa nomina ada 3 jenis yaitu sebagai berikut ini:

Frasa nomina Modifikatif (mewarisi). Contoh fasa nomina modifikatif yaitu:

bulan pertama, buku dua buah, hari senin dan lain-lain.

Frasa Nomina Koordinatif (tidak saling menerangkan). Contoh frasa koordinatif yaitu: lahir batin, sandang pangan, hak dan kewajiban, dan lain-lain.

Frasa Nomina adaptatif. Contoh frasa nomina adaptatif yaitu (a) Banjarmasin, kota seribu sungai, mempunyai banayak sajian kuliner yang rasanya

25

enak. (b) Melati, jenis tanaman perdu, telah menjadi simbol bangsa Indonesia sejak dulu. (c) Jakarta, Ibukota Indonesia, telah berumur 485 tahun.

2. Frasa Verbal

Frasa verbal adalah kelompok kata yang terbentuk dari kata kata kerja. Jenis frasa verbal dibagi menjadi 3 jenis yaitu:

Frasa Verbal Modifikatif (pewatas),terdiri dari pewatas depan dan pewatas belakang. Contoh Verbal Modifikatif pewatas depan yaitu: (a) Mereka pasti membuat karya yang lebih menarik lagi di tahun yang akan datang, (b) Kami yakin memperoleh pekerjaan itu. Contoh Verbal Modifikatif pewatas belakang yaitu (a) kami membaca buku itu sekali lagi, (b) Dia bekerja keras sepanjang waktu.

Frasa Verbal Koordinatif adalah dua verba yang telah digabungkan jadi satu dengan penambahan kata hubung „atau‟ dan „dan‟. Contoh Frasa Verbal Koordinatif yaitu (a) Kita mau pergi ke toko buku atau ke perpustakaan. (b) orang tersebut merusak dan menghancurkan rumahnya sendiri.

Frasa Verbal Apositif adalah sebagai keterangan yang diselipkan atau ditambahkan. Contoh Frasa Verbal Apositif yaitu: (a) Jorong, tempat tinggalku dulu, sekarang menjadi tempat penambangan batubara. (b) Pekerjaan orang itu, berjualan sepatu, sekarang semakin maju.

3. Frasa Ajektifa

Frasa ajektifa adalah kelompok kata yang dibentuk dari kata sifat atau keadaan sebagai inti (diterangkan) dengan menambahan kata lain yang fungsinya menerangkan, misalnya sangat, paling, lebih, harus, dapat, dan agak. Jenis Frasa ajektifa terbagi menjadi 3 jenis yakni:

Frasa Adjektifa Modifikatif (membatasi). Contoh Frasa Adjektifa Modifikatif yaitu: hebat benar, indah nian, cantik sekali, dan lain-lain.

Frasa Adjektifa Koordinatif (menggabungkan). Contoh Frasa Adjektifa Koordinatif yaitu: sejahtera, makmur, aman tentram, tegap kekar dan lain-lain.

Frasa Adjektifa Apositif sifatnya memberikan keterangan tambahan. Contoh Frasa Adjektifa Apositif yaitu (a) Desa Jorong, tempat tinggalku dulu, sekarang menjadi tempat penambangan batubara. (b) Srikandi cantik, ayu menawan, diperistri arjuna. Frasa desa jorong dan srikandi cantik adalah unsur utama kalimat, sedangkan frasa tempat tinggalku dulu dan ayu menawan adalah keterangan tambahan.

4. Frasa Adverbial

Frasa Adverbial adalah kelompok kata yang dibentuk menggunakan keterangan kata sifat. Frasa Adverbal bersifat mewatasi (modifikasi). Misalnya:

sangat baik, kata baik adalah inti sedangkan kata sangat sangat pewatas. Contoh frasa Adverbal yang bersifat modifikasi yaitu dengan gelisah, dengan bangga, lebih kuat, pandai sekali, begitu kuat, hampir baik, kurang pandai, agak besar.

Sedangkan Coontoh Frasa Adverbal yang sifatnya koordinatif (yang tidak menerangkan) yaitu lebih kurang kata lebih tidak menerangkan kata kurang dan kata kurang tidak menerangkan kata lebih.

5. Frasa Pronominal

Frasa Pronominal adalah frasa yang dibentuk menggunakan kata ganti. Jenis frasa pronominal terdiri dari 3 jenis yakni:

Frasa Pronominal Modifikatif. Contoh Frasa Pronominal Modifikatif yaitu mereka berdua, mereka itu, mereka semua, anda semua, kalian semua.

Frasa Pronominal Koordinatif. Contoh Frasa Pronominal Koordinatif yaitu saya dan dia, kami dan mereka, engkau dan aku.

Frasa Pronominal Apositif. Contoh Frasa Pronominal Apositif yaitu kami, putra-putri indonesia, menyatakan merdeka.

6. Frasa Numeralia

Frasa Numeralia adalah sebuah kelompok kata yang dibentuk menggunakan kata bilangan. Jenis Frasa Numeralia terdiri dari:

27

Frasa Numeralia Modifikatif. Contoh Frasa Numeralia Modifikatif yaitu (a) Kami membeli setengah lusin jilbab. (b) Mereka memotong sepuluh ekor kerbau kurban.

Frasa Numeralia Koordinatif. Contoh frasa Numeralia Koordinatif yaitu (a) entah empat atau lima orang sudah menyetujui kesepakatan ini. (b) Entah tiga atau empat kerbau yang sudah dikurbankan.

7. Frasa Interogativ Koordinatif adalah frasa yang mempunyai inti pada kata tanya. Contoh Frasa Interogativ Koordinatif yaitu: (a) Jawaban dari bagaimana atau mengapa merupakan pertanda dari jawaban predikat. (b) Jawaban dari siapa atau apa ciri dari subjek kalimat.

8. Frasa Demonstrativ Koordinatif adalah frasa yang dibentuk dari dua kata yang tidak saling menerangkan. Contoh Frasa Demonstrativ Koordinatif yaitu: (a) Saya pergi kesana atau kemari tidak ada masalah. (b) Aku tinggal di sini atau di sana sama saja.

9. Frasa Preposisional Koordinatif adalah frasa yang dibentuk dengan kata depan yang tidak saling menerangkan. Contoh frasa Preposisional Koordinatif yaitu (a) Lapangan tenes ini dari, oleh dan untuk masyarakat sini. (b) Petualangan kami dari dan ke kalimantan membutuhkan waktu sebulan.

2.7.2 Jenis frasa berdasarkan unsur pembentuknya

Jika dilihat dari unsur pembentuknya frasa dibagi menjadi beberapa jenis seperti berikut ini:

Frasa Endosentris adalah frasa yang unsur-unsurnya mempunyai fungsi untuk diterangkan dan menerangkan (DM) atau sebaliknya yaitu menerangkan dan diterangkan (MD). Contoh frasa Endosentris yaitu (DM) Kuda putih, (MD) tiga orang.

Terdapat beberapa jenis frasa endosentris, yaitu sebagai berikut:

Frasa Endosentris atributif adalah frasa ang pola pembentukannya memakai pola DM atau MD. Contoh Frasa Endosentris atributif yaitu (DM) Ayah Kandung, (MD) empat ekor.

Frasa Endosentris apositif yaitu frasa yang salah satu dari unsurnya (pola menerangkan) bisa menggantikan posisi unsur intinya (pola yang diterangkan).

Contoh Frasa Endosentris apositif yaitu Anita si penari ular sangat mempesona.

Penjelasannya kata Anita kedudukannya sebagai yang diterangkan (D) dan si penari ular kedudukannya sebagai yang menerangkan (M).

Frasa Endosentris koordinatif adalah frasa yang unsur-unsur pembentuknya menempati fungsi inti (setara). Contoh . Frasa Endosentris koordinatif yaitu warta berita, ayah ibu.

Frasa eksosentris adalah frasa yang salah satu dari unsur pembentuknya memakai kata tugas. Contoh Frasa eksosentris yaitu di kelurahan, kepada teman, dari bandung.

Jenis frasa berdasarkan satuan makna yang dimiliki unsur pembentuknya Jenis frasa berdasarkan satuan maka yangdimiliki unsur-unsur pembentuknya dikelompokan menjadi berikut ini:

Frasa biasa adalah frasa yang hasil pembentukannya mempunyai makna yang sesungguhnya (denotasi). Contoh frasa biasa yaitu: (a) Meja merah itu milik ibu, (b) Ayah membeli kambing putih.

Frasa idiomatik adalah frasa yang hasil pembentukannya memiliki/

menimbulkan makna baru atau makna konotasi (makna bukan sesungguhnya).

Contoh Frasa idiomatik yaitu Ayah lintang baru balik ke Sumatra.

Berdasarkan penelitian yang diteliti, peneliti menetapkan bahwa dalam penelitian ini memiliki hubungan atau relasi kemaknaan, dalam hal ini kesamaan makna atau sinonim pada kata di dalam Al-Quran yang memiliki makna hari kiamat, contohnya:

Yaumul Wa‟id (hari yang dijanjikan)

ٗ

29 /wa nufikha fiṣ-ṣụr, żālika yaumul-wa īd/.

“Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari yang dijanjikan.” (QS. Qaf; 20)

Kata hari yang dijanjikan dengan kata hari kiamat masuk ke dalam relasi makna sinonimi dan faktor yang mempengaruhi kedua sinonim kata tersebut adalah faktor waktu.

Contoh lainnya:

Yaumul Fashl (hari pemisahan)

ازٕ

ً٘ٝ

وصفىا

ٛزىا

ٌرْم

ٔت

ُ٘تزنذ

/hāżā yaumul-faṣlillażī kuntum bihī tukażżibụn/.

“Inilah hari pemisahan yang dahulu kamu dustakan.” (QS. Ash-Shaffat; 21) Kata hari pemisahan dengan kata hari kiamat masuk ke dalam relasi makna sinonim dan faktor yang mempengaruhi kedua sinonim kata tersebut adalah faktor waktu.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Jumlah Sinonim Frasa

ةمايقلا موي

di Dalam Al-Quran Al-Karim.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan jumlah bentuk sinonim dari frasa

حٍاٞقىا ً٘ٝ

di dalam Al-Quran Al-Karim berjumlah sebagai berikut:

1. Sinonim frasa

حٍاٞقىا ً٘ٝ

di dalam Al-Quran sebanyak 19 (sembilan belas) pada As-Sa‟ah (QS. Al-Mu‟min: 59), yaumul ba‟ats (QS. Ar-Rum: 56), yaumud-din (QS. Al-Fatihah: 4), yaumul hasrah (QS. Maryam: 39), ad-darul-akhirah (QS. Al-Ankabut: 64), yaumul-tanad (QS. Al-Mu‟min: 32), darul qarar (QS. Al-Mu‟min: 39), yaumul fashl (QS. Ash-Shaffat: 21), yaumul jami‟ (QS. Asy-Asyura: 7), hisab (QS. Shad: 53), yaumul-waid (QS. Qaf: 20), yaumul khuld (QS. Qaf: 35), yaumul khuruj (QS. Qaf:

42), al-waqi‟ah (QS. Al-Waqi‟ah: 1), al-haqqah (QS. Al-Haqqah: 1,2,3), ath-thammatul-kubra (QS. An-Nazi‟at: 34), ash-shakhkhah (QS. „Abasa:

33), al-azifah (QS. An-Najm: 57), al-qari‟ah (QS. Al-Qari‟ah: 1,2,3).

3.2 Faktor-faktor yang membedakan sinonim frasa

ةمايقلا موي

yang terdapat di dalam Al-Quran

3.2.1 As-Sa‟ah (QS. Al-Mu‟min: 59).

ٍَُُِْ٘ ْؤُٝ َلا ِطاَّْىا َشَثْمَأ َِِّنَٰىَٗ اَِٖٞف َةَْٝس َلا ٌحَِٞذ َٟ َحَعاَّغىا َُِّإ

/Innas-sā ata la`ātiyatul lā raiba fīhā wa lākinna akṡaran-nāsi lā yu`minụn/

“Sesungguhnya hari kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya, akan tetapi kebanyakan manusia tiada beriman”.

Pada ayat di atas terjadi perubahan makna asli kata

َحَعاَّغىا

menjadi “hari kiamat” disebabkan oleh pengaruh sinonim relasi makna faktor waktu. Karena makna dari asal kata

َحَعاَّغىا

adalah “waktu”.

3.2.2 Yaumul-Ba‟ats (QS. Ar-Rum: 56).

31

ٌُْنَِّْنَٰىَٗ ِثْعَثْىا ًَُْ٘ٝ اَزََٰٖف ۖ ِثْعَثْىا ًَِْ٘ٝ َٰٚىِإ ِ َّاللَّ ِباَرِم ِٜف ٌُْرْثِثَى ْذَقَى َُاََِٝ ْلإاَٗ ٌَْيِعْىا اُ٘ذُٗأ َِِٝزَّىا َهاَقَٗ

َََُُ٘يْعَذ َلا ٌُْرُْْم

/Wa qālallażīna ụtul-'ilma wal-īmāna laqad labiṡtum fī kitābillāhi ilā yaumil-ba'ṡi fa hāżā yaumul-ba'ṡi wa lākinnakum kuntum lā ta lamụn/

“Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir): Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu tidak meyakini(nya)".

Pada ayat di atas terjadi proses sinonim frasa

حٍاٞقىا ً٘ٝ

dengan kata

ثعثىا ً٘ٝ

yang memilik makna “hari berbangkit”. Proses sinonim ini terjadi karena adanya relasi makna sinonim pada faktor nuansa makna, karena masing-masing frasa memiliki nuansa makna yang berbeda, yang tidak dapat dipertukarkan.

3.2.3 Yaumud-Din (QS. Al-Fatihah: 4).

ِلِىاٍَ

ًَِْ٘ٝ

ِِِّٝذىا

/Māliki yaumid-dīn/

“Yang menguasai di Hari Pembalasan”.

Pada ayat di atas terjadi proses sinonim frasa

حٍاٞقىا ً٘ٝ

dengan kata

ِٝذىا ً٘ٝ

yang memiliki makna “hari pembalasan”. Proses sinonim ini terjadi karena adanya relasi makna sinonim pada faktor nuansa makna, karena masing-masing frasa memiliki nuansa makna yang berbeda, yang tidak dapat dipertukarkan.

3.2.4 Yaumul-Hasrah (QS. Maryam: 39).

ٌُْٕ ْسِزَّْأَٗ

“Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman”.

Pada ayat di atas terjadi proses sinonim frasa

حٍاٞقىا ً٘ٝ

dengan kata

ً٘ٝ

جشغحىا

yang memiliki makna “hari penyesalan”. Proses sinonim ini terjadi karena adanya relasi makna sinonim pada faktor nuansa makna, karena masing-masing frasa memiliki nuansa makna yang berbeda, yang tidak dapat dipertukarkan.

3.2.5 Ad-Darul Akhirah (QS. Al-Ankabut: 64).

اٍََٗ

sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”.

Pada ayat di atas terjadi proses sinonim frasa

حٍاٞقىا ً٘ٝ

dengan kata

ساذىا جشخلأا

yang memiliki makna “negeri akhirat”. Proses sinonim ini terjadi karena adanya relasi makna sinonim pada faktor wilayah atau tempat. Karena makna dari frasa

جشخلأا ساذىا

adalah “negeri akhirat” yang artinya menyatakan suatu tempat.

3.2.6 Yaumul-Tanad (QS. Al-Mu‟min: 32).

اََٝٗ

/Wa yā qaumi innī akhāfu alaikum yaumat-tanād/

“Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan siksaan hari panggil-memanggil”.

Pada ayat di atas terjadi proses sinonim frasa

حٍاٞقىا ً٘ٝ

dengan kata

داْرىا ً٘ٝ

yang memiliki makna “hari panggil-memanggil”. Proses sinonim ini terjadi karena adanya relasi makna sinonim pada faktor bidang kegiatan. Karena makna pada frasa

داْرىا ً٘ٝ

adalah “hari panggil-memanggil” yang artinya pada hari ini manusia saling panggil memanggil.

33 3.2.7 Darul-Qarar (QS. Al-Mu‟min: 39).

ًَِْ٘ق اَٝ

/Yā qaumi innamā hāżihil-ḥayātud-dun-yā matā uw wa innal-ākhirata hiya dārul-qarār/

“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal”.

Pada ayat di atas terjadi proses sinonim frasa

حٍاٞقىا ً٘ٝ

dengan kata

سا د

ساشقىا

yang memiliki makna “negeri yang kekal”. Proses sinonim ini terjadi

Pada ayat di atas terjadi proses sinonim frasa

حٍاٞقىا ً٘ٝ

dengan kata

سا د

ساشقىا

yang memiliki makna “negeri yang kekal”. Proses sinonim ini terjadi

Dokumen terkait