• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan dari hasil penelitian ini sedikit banyak bisa memberikan kontribusi pemikiran serta informasi yang diperlukan oleh manajemen untuk selanjutnya dapat membantu dalam perencanaan laba di masa yang akan datang.

2. Bagi penulis

Sebagai wadah yang tepat dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama di bangku kuliah, terutama kaitanya dengan cost-volume-profit sekaligus memenuhi salah salah satu tugas akhir berupa proposal penelitian.

3. Bagi pihak lain

Sebagai tambahan pengetahuan terutama dalam bidang perencanaan laba serta referensi untuk teman-teman yang melakukan penelitian yang sama.

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Biaya

Dalam aktifitas usaha atau bisnis semua diukur dengan satuan yang lazim disebut biaya. Aktifitas itu merupakan pengorbanan waktu, tenaga, pikiran dan materi untuk mencapai tujuan yang diinginkan yakni berupa laba. Oleh sebab itu, setiap aktifitas harus diperhitungkan secara benefit cost ratio (perhitungn keuntungan dan pengorbanan).

Untuk memproduksi atau menghasilkan suatu barang/jasa maka perlu diketahui besarnya biaya yang akan dikeluarkan. Setiap pengorbanan biaya tentunya diharapkan akan menghasilkan revenue yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dimasa yang akan datang.

Ada beberapa pengertian yang berbeda yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi tentang biaya, tetapi memiliki makna yang sama, sebagai berikut :

Oleh Badric Siregar, Bambang Suripto, Dody Hapsoro, Eko Widodo Lo, Frasto Biyanto (2013:36) mengemukakan bahwa biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat sekarang atau masa yang akan datang.

Menurut Hendra (2009:110) biaya adalah pengorbanan atau pengeluaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau perorangan yang bertujuan untuk memperoleh manfaat lebih dari aktifitas yang dilakukan tersebut.

Sedangkan Mursydi (2007:14) menyebutkan bahwa biaya dapat diartikan sebagai suatu pengorbanan yang dapat mengurangi kas atau harta lainnya untuk mencapai tujuan baik yang dapat dibebankan saat ini maupun pada saat yang akan datang.

Dari defenisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya merupakan suatu pengorbanan atau pengeluaran sumber ekonomi yang dapat mengurangi kas atau harta lainnya baik yang berwujud maupun tidak berwujud yang dapat diukur dalam satuan uang untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan dari dikeluarkannya biaya adalah untuk memperoleh manfaat dimasa yang akan datang.

B. Klasifikasi Biaya

Pada umumnya pola perilaku biaya adalah suatu yang menggambarkan bagaimana jumlah biaya bervariasi atas perubahan kegiatan usaha (business activity). Aktivitas bisnis perusahaan dapat konstan, meningkat atau menurun.

Ada biaya yang konsisten mengikuti perubahan aktivitas bisnis ini. Saat aktivitas bisnis konstan, biaya tidak berubah; saat aktivitas bisnis meningkat, biaya akan meningkat; dan saat aktivitas bisnis menurun, biaya juga akan menurun. Namun, ada pula biaya yang tetap konstan meski aktivitas bisnis berubah-ubah.

Berdasarkan perilakunya, Badric Siregar, Bambang Suripto, Dody Hapsoro, Eko Widodo Lo, Frasto Biyanto (2013:73) membagi biaya menjadi tiga golongan, yaitu :

1. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dan tidak terpengaruh oleh tingkat aktivitas dalam kisaran relevan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa :

a. Jumlah biaya tetap total tidak berubah dalam kisaran relevan tertentu meski tingkat aktivitas berubah;

b. Biaya tetap per unit berubah dengan berubahnya tingkat aktivitas

Berikut contoh biaya tetap baik untuk perusahaan jasa, dagang, maupun manufaktur : biaya gaji pokok pegawai, biaya penyusutan, biaya gaji mandor pabrik, biaya bunga, biaya sewa.

Contoh ilustrasinya sebagai berikut : PT. Rizmy memberikan gaji sebesar Rp 1.800.000 per bulan kepada pengawas produksi tanpa mempertimbangkan jumlah produksi bulanannya. Berdasarkan hal tersebut maka jumlah gaji pengawas produksi akan tetap sebesar Rp 1.800.000 meski PT. Rizmy memproduksi 100 unit kulkas, 200 unit kulkas atau bahkan 300 unit kulkas.

Sebaliknya perubahan jumlah produk (perubahan tingkat aktivitas) akan menyebabkan perubahan biaya tetap per unit bilamana jumlah produksi kulkas 100 maka gaji pengawas produksi Rp 11.800 per unit, apabila jumlah produksi 200 maka gaji pengawas produksi Rp 9.000 per unit dan jika produksi 300 maka gaji mandor Rp 6.000 per unit, semakin tinggi tingkat aktivitas maka semakin rendah biaya tetap per unit. Sebaliknya semakin rendah tingkat aktivitas maka semakin tinggi biaya tetap per unit.

Tabel 2.1 Daftar Biaya Tetap

Unit Produksi Total By. Tetap Biaya Gaji per Unit

100 Rp 1.800.000 Rp 18.000

2. Biaya Variabel (Variable Cost)

Adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume aktivitas dan volume produksi, sementara jumlah biaya per unitnya tidak berubah. Berdasarkan definisi diatas dapat dinyatakan bahwa :

a. Biaya variabel total berubah proporsional dengan perubahan aktivitas;

b. Biaya variabel per unit tidak berubah walaupun aktivitas berubah.

Pada perusahaan jasa, biaya variabelnya yaitu biaya perlengkapan dan biaya perjalanan. Pada perusahaan dagang yaitu biaya persediaan, harga pokok

penjualan, biaya pengiriman, biaya komisi penjualan. Sedangkan pada perusahaan manufaktur, yaitu biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja langsung, biaya pemakaian listrik, dan biaya bahan bakar mesin.

Contoh ilustrasinya sebagai berikut : PT. Rizmy memproduksi kulkas dengan bahan baku lempengan seng. Biaya bahan baku lempengan seng adalah biaya variabel. Pada setiap 1 unit kulkas membutuhkan 4 meter lempengan seng dengan biaya per meter Rp 20.000. PT. Rizmy meproduksi 100 kulkas maka lempengan seng yang di butuhkan adalah 400 meter. Total biaya bahan baku Rp 8.000.000 (400 meter x Rp. 20.000). Jika PT. Rizmy memproduksi kulkas 200 unit maka total biaya Rp 16.000.000 dan jika memproduksi 300 unit kulkas maka total biaya Rp 24.000.000, dari ilustrasi di atas terlihat sangat jelas bahwa setiap perubahan aktivitas (Jumlah Produksi) diikuti oleh perubahan total biaya bahan baku. Di sisi lain perubahan aktivitas (Jumlah Produksi) tidak diikuti perubahan biaya variabel per unit adalah Rp 20.000 .

Tabel 2.2 Daftar Biaya Variabel

Unit Bahan Baku Pembetuk By Bahan Baku Total Produksi 1 Unit Produk (Meter) Per Meter Biaya Variabel

100 4 Rp 20.000 Rp 8.000.000

200 4 Rp 20.000 Rp 16.000.000

300 4 Rp 20.000 Rp 24.000.000

Gambar 2.2 3. Biaya Campuran (Mixed Cost)

Adalah biaya yang memiliki karakteristik biaya tetap sekaligus biaya variabel. Sebagian dari biaya campuran berubah mengikuti perubahan aktivitas secara proposional. Sementara sebagian lainnya tidak berubah meski tingkat aktivitas berubah. Contoh biaya campuran biaya pegawai penjualan dan biaya listrik.

Ilustrasinya sebagai berikut : Rizal adalah pegawai penjualan pada PT.

Rizmy, ia mempunyai gaji pokok bulanan Rp 4.500.000 di tambah 0,5 % dari omset yang dihasilkan, pada bulan tertentu, Rizal berhasil menghasilkan omset sebesar Rp 550.000.000. Oleh karena itu penghasilan Rizal pada bulan tersebut Rp 7.250.000 (Rp 4.500.000 + (0.5 % x Rp 550.000.000). Bulan berikutnya Rizal berhasil menghasilkan omset Rp 600.000.000 maka penghasilan Rizal pada bulan tersebut Rp 7.500.000 (Rp 4.500.000 + (0.5 % x Rp 600.000.000). Jika Rizal

berhasil menghasilkan omset Rp 1.000.000.000 maka penghasilan Rizal pada bulan tersebut Rp 9.500.000 (Rp 4.500.000 + (0.5 % x Rp 1.000.000.000).

Berapapun omset yang dihasilkan, Rizal tetap mendapatkan gaji pokok Rp 4.500.000, jumlah tersebut masuk dalam kategori biaya yang tetap. Sedangkan bonus 0.5 % dari penjualan atau omset adalah biaya variabel.

Tabel 2.3

Daftar Biaya Campuran

Penjualan (Rp) By. Variabel (Bonus 0,5 % dr penjualan)

By. Tetap

(Gaji Pokok) Total Biaya Rp 550.000.000 Rp 2.750.000 Rp 4.500.000 Rp 7.250.000 Rp 600.000.000 Rp 3.000.000 Rp 4.500.000 Rp 7.500.000 Rp 1.000.000.000 Rp 5.000.000 Rp 4.500.000 Rp 9.500.000

Gambar 2.3

C. Biaya Produksi

1. Pengertian Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan produksi dari suatu produk dan akan dipertemukan dengan penghasilan (revenue) di periode mana produk itu dijual. Sebelum laku dijual, biaya produksi diperlakukan sebagai persediaan (inventories). Biaya ini terdiri atas biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.

Sebelum membicarakan masalah biaya produksi maka terlebih dahulu perlu dikemukakan pengertian tentang produksi itu sendiri. Secara umum pengertian produksi adalah kegiatan suatu organisasi atau perusahaan untuk memproses dan merubah bahan baku (raw material) menjadi barang jadi (Finished goods) melalui penggunaan tenaga kerja dan fasilitas produksi

lainnya.

Menurut Sutrisno (2001 : 3) : “ Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku menjadi produk selesai.”

Selanjutnya Harnanto dan Zulkifli (2003 : 16) mengatakan bahwa : ”Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi.”

Biaya produksi menentukan harga pokok yang melekat pada produk yang dihasilkan perusahaan. Selama suatu produk masih belum terjual maka pembebanan biaya tersebut dalam periode tertentu akan tertunda dan diperlukan sebagai aktiva dalam bentuk persediaan. Berbeda sifat dengan biaya periode yang akan dibebankan pada periode terjadinya biaya tersebut tanpa melihat apakah ada

penjualan atau tidak dan ditunda pada periode berikutnya. Biaya periode merupakan biaya non produksi dan meliputi biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum.

Ahmad (2007 : 34) mengemukakan bahwa : ” Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu barang ”. Biaya produksi merupakan biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan penyediaan jasa. Biaya produksi dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai biaya bahan langsung. Tenaga kerja langsung dan overhead pabrik. Sedangkan biaya non produksi adalah biaya yang berkaitan selain fungsi produksi yaitu, pengembangan, distribusi, layanan pelanggan dan administrasi umum.

Selanjutnya menurut Garrison, dkk (2006 : 51) ”Biaya produksi dibagi ke dalam tiga kategori besar, yaitu: bahan langsung (direct material), tenaga kerja langsung (direct labor), dan biaya overhead pabrik (manufacturing overhead)”.

2. Jenis-Jenis Biaya Produksi

Hariadi (2002 : 47) mengemukakan bahwa jenis-jenis biaya produksi dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Biaya bahan baku

2. Biaya tenaga kerja langsung 3. Biaya overhead pabrik.

Untuk lebih jelasnya ketiga unsur biaya produksi yang disebutkan di atas dapat diuraikan satu persatu berikut ini :

a. Biaya Bahan Baku

Biaya bahan baku merupakan bagian penting dalam proses pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi. Tanpa bahan baku, jelas tidak akan ada barang jadi. Bahan baku bisa sama sekali masih mentah dari alam atau sudah diproses sebelumnya oleh pabrik lain sebelum diproses lebih lanjut di dalam perusahaan. Biaya bahan sebenarnya terdiri atas bahan baku itu sendiri dan ada bahan penolong. Bahan baku merupakan komponen utama dalam barang jadi dan nilainya sangat material.

b. Biaya Tenaga Kerja Langsung

Biaya tenaga kerja langsung merupakan tenaga kerja dalam pabrik yang terlibat langsung dalam proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi.

Keterlibatan tenaga kerja ini secara langsung terlihat atas kemampuannya mempengaruhi secara langsung, baik kuantitas atau kualitas barang jadi yang dihasilkan. Di lain pihak terdapat juga tenaga kerja tak langsung dalam pabrik yang sifatnya sekedar membantu pekerjaan tenaga kerja utama.

c. Biaya Overhead Pabrik

Biaya overhead pabrik merupakan biaya yang terjadi di pabrik dan berkaitan dengan proses produksi, diluar biaya bahan dan tenaga kerja langsung, adalah biaya overhead pabrik. Yang termasuk dalam kelompok biaya ini meliputi antara lain bahan penolong, tenaga kerja tak langsung, biaya listrik, penyusutan pabrik atau mesin, reparasi mesin dan biaya pemeliharaan gedung serta bahan bakar mesin. Biaya overhead pabrik dan biaya tenaga kerja langsung disebut juga

sebagai biaya konversi karena kedua jenis biaya ini berfungsi mengkonversi bahan baku menjadi barang jadi.

D. Analisa Cost-Volume-Profit

1. Pengertian Analisa Cost-Volume-Profit

Analisa cost-volume-profit merupakan analisa yang berkaitan dengan penentuan volume penjualan dan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai tingkat laba yang diinginkan. Oleh karena itu, dalam beberapa literaturnya para ahli ekonomi memberi pengertian tentang analisis cost-volume-profit.

Menurut William K Carter (2009 : 283) Analisis cost-volume-profit adalah merupakan alat yang menyediakan informasi bagi manajemen mengenai hubungan antara biaya, laba, bauran produk dan volume penjualan.

Menurut Badric Siregar, Bambang Suripto, Dody Hapsoro, Eko Widodo Lo, Frasto Biyanto (2013 : 317) Analisis cost-volume-profit adalah alat yang berguna untuk perencanaan dan pembuatan keputusan. Analisis ini menekankan pada hubungan antara biaya, volume (kuantitas penjualan), dan harga jual.

Sedangkan menurut Abdul Halim (2007 : 405) Analisis cost-volume-profit adalah teknik analisa yang menggunakan tingkat variabilitas biaya untuk

mengukur pengaruh perubahan volume terhadap laba. Analisis ini mengasumsikan bahwa aktiva tetap perusahan dalam jangka pendek tidak berubah, sehingga tingkat biaya tetap juga tidak berubah selama periode yang dianalisis.

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa analisa cost-volume-profit adalah teknik atau metode analisa yang digunakan untuk memahami hubungan antara biaya, volume (kuantitas penjualan) dan harga jual yang dapat dijadikan sebagai alat perencanaan dan pengambilan keputusan.

Analisa cost-volume-profit dapat diterapkan dalam beberapa hal sehingga membantu manajemen dalam menjawab beberapa pertanyaan antara lain :

1. Pada tingkat penjualan berapa akan mengalami rugi atau laba?

2. Berapa tambahan volume penjualan yang dibutuhkan untuk menutup tambahan biaya akibat expansi?

3. Berapa laba dari produk x jika harganya diturunkan y rupiah?

4. Berapa penjualan yang harus terealisasi agar memperoleh laba yang diinginkan?

5. Apa pengaruh penurunan volume penjualan sejumlah 15%?

6. Berapa penjualan minimal yang harus diperoleh agar perusahaan bisa mempertahankan hidupnya?

2. Metode Analisa Cost-Volume-Profit

Dalam melakukan analisa cost-volume-profit ada beberapa metode yang perhitungan yang sering diterapkan diantaranya : analisis break even point, contribusi margin dan ratio contribusi margin, margin pengaman, target laba dan pendapatan penjualan, grafik biaya-volume-laba, operation laverage, dan bauran penjualan, berikut uraiannya :

a. Analisis Break Even Point

Ada banyak para ahli berpendapat tentang pengertian break even atau titik impas, meskipun pendapat para ahli berbeda, tetapi pada dasarnya memiliki konsep dasar yang sama. Berikut ini beberapa definisi break even menurut pakar-pakar ekonomi dalam literaturnya.

Menurut William K Carter (2009 : 283) mendefinisikan break even dalam buku terjemahan “Akuntansi Biaya” sebagai berikut : “Titik impas (break even point) adalah titik dimana besarnya biaya dan pendapatan adalah sama, tidak ada

laba maupun rugi pada titik impas”.

Menurut Abdul Halim (2007 : 406) mendefinisikan break even dalam buku “Dasar-Dasar Akuntansi Biaya” sebagai berikut :“Break even adalah titik pada saat pendapatan penjualan cukup untuk menutup semua biaya produksi dan penjualan tetapi tidak ada laba yang diperoleh”.

Sedangkan menurut Baldric Siregar, Bambang Suripto, Dody Hapsoro, Eko Widodo Lo, Frasto Biyanto mendefinisikan dalam buku “Akuntansi Manajemen” (2013:318) “Break even point adalah keadaan yang menunjukan bahwa jumlah pendapatan yang diterima perusahaan (pendapatan nol) sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan (biaya total).

Dari pengertian yang dikemukakan para ahli ekonomi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa break even point adalah suatu keadaan atau titik dimana dalam satu periode kerja perusahaan tidak memperoleh laba ataupun tidak mengalami kerugian, dimana laba adalah nol. Analisis break even point

digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk untuk menutup semua biaya yang terjadi dalam satu periode kegiatan produksi (usaha) dimana dari volume produksi tersebut perusahaan tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian.

Dengan mengetahui titik impas (break even point), pimpinan atau manajemen dari suatu perusahaan dapat menentukan tingkat penjualan agar perusahaan tidak mengalami kerugian, dan dapat dijadikan dasar perencanaan laba di masa depan. Dengan mengetahui titik impas ini, pimpinan atau manajemen juga dapat mengetahui sasaran volume penjualan minimal yang harus diraih oleh perusahaan yang dipimpinnya.

Ada beberapa asumsi dalam analisis break even yang tercermin dalam anggaran perusahaan masa yang akan datang. Menurut Henry Simamora (1999:160) dalam bukunya “Akuntansi Manajemen” asumsi-asumsi penting tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Seluruh jenis biaya dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap atau biaya variabel. Apabila ada biaya campuran, maka biaya tersebut harus dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.

b. Fungsi biaya total terbentuk garis lurus. Sudah pasti asumsi ini menganggap hanya benar apabila perusahaan berproduksi dalam kisar relevan (relevant range).

c. Fungsi pendapatan total juga berbentuk garis lurus. Garis ini diharapkan bahwa harga jual per unit adalah konstan untuk seluruh volume penjualan yang mungkin.

d. Analisis terbatas pada satu jenis produk. Apabila perusahaan menjual lebih dari satu produk maka dianggap bahwa kombinasi penjualan adalah konstan.

e. Persediaan awal sama dengan persediaan akhir. Asumsi ini berarti bahwa seluruh pengeluaran ditahun tertentu untuk memperoleh atau memproduksi barang dilaporkan sebagai biaya yang ditandingkan dengan pendapatan di laporan rugi-laba tahun tersebut.

Analisis break even adalah analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat keseimbangan antara biaya, volume dan penjualan agar perusahaan tidak mengalami untung maupun rugi. Alat analisis yang dapat digunakan dalam mencari tingkat break even adalah :

1) Mathematical Aprroach

a) Perhitungan break even atas dasar unit dapat diasumsikan sebagai berikut : Sebuah perusahaan berproduksi dengan biaya variabel sebesar Rp 20.000 perunit, harga jual per unit Rp 40.000, kapasitas produksi 1000 unit, biaya tetap sebesar Rp 10.000.000

Penyelesaian :

Penjualan (Rp 40.000 x 1000 unit) Rp 40.000.000 Biaya Variabel (Rp 20.000 x 1000) Rp 20.000.000

Margin Kontribusi Rp 20.000.000

Biaya Tetap Rp 10.000.000

Laba Sebelum Pajak Rp 10.000.000

Berdasarkan data diatas, maka titik impas dalam unit dapat dihitung sebagai berikut :

0 = (Harga Jual x Unit) - (Biaya Variable x Unit) - Biaya Tetap 0 = (Rp40.000 x Unit) - (Rp 20.000 x Unit) - Rp 10.000.000 0 = Rp 20.000 x Unit - Rp 10.000.000

Rp 20.000 x Unit = Rp. 10.000.000 Unit = 500

Dari uraian dan penyelesaian diatas maka perusahaan harus dapat menjual 500 unit produk untuk menutup semua biaya tetap dan biaya variabel. Kita dapat melakukan cros cek atas penyelesaian di atas sebagai berikut :

Penjualan (Rp 40.000 x 500 unit) Rp 20.000.000 Biaya Variabel (Rp 20.000 x 500) Rp 10.000.000

Margin Kontribusi Rp 10.000.000

Biaya Tetap Rp 10.000.000

Laba Sebelum Pajak Rp 0

b) Perhitungan brek even atas dasar sales dalam rupiah. Untuk menghitung brek even dalam rupiah, biaya variabel perlu dinyatakan dalam persentase penjualan bukan dalam jumlah per unit penjualan, perhitungan dapat dilakukan sebagai berikut :

Sebuah perusahaan berproduksi dengan biaya variabel sebesar Rp 20.000 perunit, harga jual per unit Rp 40.000, kapasitas produksi 1000 unit, biaya tetap sebesar Rp 10.000.000.

Penyelesaian :

Penjualan Rp 40.000.000 (100%)

Biaya Variabel (Rp 20.000 x 1000) (Rp 20.000.000) (50%)

Margin Kontribusi Rp 20.000.000 (50%)

Biaya Tetap (Rp 10.000.000)

Laba Sebelum Pajak Rp 10.000.000

Berdasarkan data diatas maka titik impas dalam rupiah dapat dihitung sebagai berikut :

Laba Operasi = Penjualan - Biaya Variabel - Biaya Tetap

0 = Penjualan - (Rasio Biaya Variabel x Penjualan) -Biaya Tetap 0 = Penjualan - (1 - 0,5) - Rp 10.000.000

Penjualan (0,5) = Rp 10.000.000 Penjualan = Rp 10.000.000

Penjualan = Rp 20.000.000 2) Graphical Approach

Secara grafik Break Even Point ditentukan oleh persilangan antara garis total revenue dan garis total cost :

Gambar 2.4 Dalam Pembelanjaan” beberapa hal penting yang dapat mempengaruhi perubahan break even, yaitu :

a. Perubahan dalam Fixed Cost (Biaya Tetap)

Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat bertambahnya kapasitas produksi. Perubahan fixed cost dalam grafik dapat ditandai dengan naik atau turunnya garis total cost, tetapi perubahan ini tidak mempengaruhi miringnya garis tersebut. Bila fixed cost naik, maka break even point akan bergeser ke atas dan sebaliknya bila fixed cost turun maka break even point akan bergeser ke bawah.

b. Perubahan pada variable cost ratio atau biaya variabel per unit Break Even

Perubahan ini akan menentukan bagaimana miringnya garis total biaya.

Naiknya biaya variabel per unit akan menggeser break even pointkeatas.

c. Perubahan dalam sales prices per unit

Perubahan ini akan mempengaruhi miringnya garis total revenue. Naiknya harga jual per unit pada level penjualan yang sama walaupun semua biaya adalah tetap akan menggeser break even point kebawah, dan sebaliknya.

d. Terjadinya perubahan dalam sales mix

Apabila suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu macam produk, maka komposisi atau perbandingan antara satu produk dengan produk yang lain (sales mix) haruslah tetap.

b. Contribution Margin dan Ratio Contribution Margin

Contribution margin/margin kontribusi merupakan pendapatan penjualan

dikurangi dengan biaya variabel total. Pada titik impas, besarnya margin kontribusi sama dengan besarnya biaya tetap. Apabila margin kontribusi per unit diganti dengan harga jual per unit dikurangi biaya variabel per unit pada persamaan laba operasi dan diperoleh jumlah unit, maka akan diperoleh persamaan impas sebagai berikut :

Jumlah Unit = Biaya tetap total

Harga jual per unit - Biaya variabel per unit

Jumlah Unit = Biaya tetap total Margin kontribusi per unit

Dengan menggunakan PT. Rizmy sebagai ilustrasi dapat dilihat bahwa margin kontribusi per unit dapat dihitung melalui dua cara. Cara pertama dengan membagi margin kontribusi total dengan jumlah unit yang dijual, sehingga diperoleh margin kontribusi per unit sebesar Rp 20.000 (Rp 20.000.000/1.000).

Cara kedua adalah mengurangi harga jual per unit dengan biaya variabel per unit, sehingga diperoleh margin kontri busi per unit sebesar Rp 20. 000 (Rp 40.000 - Rp 20.000) dengan cara tersebut akan diperoleh hasil margin kontribusi per unit yang sama, yaitu sebesar Rp 20.000.

Untuk menghitung jumlah unit titik impas, persamaan impas adalah :

Jumlah Unit = Rp10.000.000 Rp40.000 - Rp20.000

= 500 unit

Hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas sama dengan hasil perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan laporan laba rugi. Ratio Contribusion Margin atau disebut juga Ratio Profit-Volume, merupakan

hubungan antara kontribusi margin dengan penjualan. Meskipun demikian, rasio profit-volume merupakan istilah yang keliru, karena rasio ini tidak ditetapkan

dengan membagi profit dengan penjualan.

Rasio Kontribusi Margin dihitung sebagai berikut :

Ratio Contribusi Margin = Total penjualan - Biaya Variabel Total penjualan

= Rp10.000.000 Rp20.000

= Rp 20.000.000 Rp 40.000.000

= 50 %

Dengan menggunakan ratio contribution margin sebesar 50 %, titik break even dapat dihitung sebagai berikut :

Volume Penjualan Break Even = Biaya tetap Ratio Contribusi Margin

= Rp10.000.000 50%

= Rp 20.000.000

c. Margin Pengaman (Margin Of Safety)

Dalam mengevaluasi resiko dalam pengoperasian suatu usaha, para

Dalam mengevaluasi resiko dalam pengoperasian suatu usaha, para

Dokumen terkait