BAB I PENDAHULUAN
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis bagi laporan keuangan dengan adanya IFRS :
a. Transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang
periode yang disajikan.
b. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
2. Manfaat praktis dengan adanya IFRS :
a. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional.
b. Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
c. Menciptakan efisisiensi penyusunan laporan keuangan.
3. Kebijakan akuntansi yang diterapkan PT Mulia Industrindo :
Perusahaan dan anak perusahaan melakukan kebijakan akuntansi
atas tanah dan bangunan dan prasarana dari model biaya ke model
revaluasi. PSAK 16 revisi 2011 diterapkan per 1 januari 2012.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. International Financial Reporting Standards (IFRS)
1. Pengertian International Financial Reporting Standards (IFRS)
Menurut Pura (2012), “International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah standar akuntansi international yang dapat
digunakan oleh perusahaan multinational untuk menjembatani perbedaan-perbedaan antarnegara dalam perdagangan global”.
Selanjutnya menurut Surya (2012), “IFRS adalah standard dan interprestasi yang diadopsi oleh International Accounting Standards Board (IASB), yang meliputi:
a. International Financial Reporting Standards (IFRS) b. International Accounting Standards (IAS)
c. Interprestasi yang dikembangkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) yang dahulunya dikenal
sebagai Standing Interpratations Committee (SIC)
International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan
standar pencatatan dan pelaporan akuntansi yang berlaku secara internasional yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Boards (IASB), sebuah lembaga internasional yang bertujuan untuk
mengembangkan suatu standar akuntansi yang tinggi, dapat dimengerti, diterapkan, dan diterima secara internasional.
6
Perusahaan dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas tinggi, dapat diperbandingkan dan transparan yang digunakan oleh investor di pasar modal dunia maupun pihak-pihak yang berkepentingan lainnya (stakeholder). Saat ini banyak negara-negara di Eropa, Asia, Afrika, Oseania dan Amerika yang menerapkan IFRS. Standar akuntansi internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh 4 organisasi utama dunia, yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC) dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC).
IFRS merupakan kelanjutan dari International Accounting Standards (IAS) yang sudah ada sejak tahun 1973 dan digunakan secara
luas oleh negara-negara di Eropa, Inggris dan negara-negara persemak-muran Inggris. IAS disusun oleh International Accounting Standards Committee (IASC). IASC bertahan sampai dengan 2001 dan perannya digantikan IASB.
2. Penerapan IFRS di Indonesia
Pengertian konvergensi IFRS yang digunakan merupakan awal
untuk memahami apakah penyimpangan dari PSAK harus diatur dalam
standar akuntansi keuangan. Pendapat yang memahami konvergensi IFRS
adalah full adoption menyatakan Indonesia harus mengadopsi penuh
seluruh ketentuan dalam IFRS, termasuk penyimpangan dari IFRS
sebagaimana yang diatur dalam IAS 1 (2009): Presentation of Financial
Statements paragraf 19-24. IFRS menekankan pada principle base
dibandingkan rule base.
Tujuan akhir dari konvergensi IFRS adalah PSAK sama dengan IFRS tanpa adanya modifikasi sedikitpun. Disisi lain, tanpa perlu mendefinisikan konvergensi IFRS itu sendiri, berdasarkan pengalaman konvergensi beberapa IFRS yang sudah dilakukan di Indonesia tidak dilakukan secara full adoption.
Sistem kepengurusan perusahaan di Indonesia yang memiliki dewan direksi dan dewan komisaris (dual board system) berpengaruh terhadap penentuan kapan peristiwa setelah tanggal neraca, sebagai contoh lain dari perbedaan antara PSAK dengan IFRS. Indonesia melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) - Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sedang melakukan proses konvergensi IFRS dengan target penyelesaian tahun 2012. IFRS menekankan pada principle base dibandingkan rule base.
Indonesia telah mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012, Strategi adopsi yang dilakukan untuk konvergensi ada dua macam, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS
sekaligus, tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan
oleh negara-negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS
dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara–negara
berkembang seperti Indonesia. Setelah adanya konvergensi penuh SAK
terhadap IFRS, maka entitas dengan akuntabilitas publik, seperti emiten,
perusahaan publik, perbankan, asuransi, dan BUMN wajib menerapkan IFRS dalam menyusun standar akuntansi dan laporan keuangan.
Setelah adanya konvergensi penuh SAK terhadap IFRS, maka entitas dengan akuntabilitas publik, seperti emiten, perusahaan publik, perbankan, asuransi, dan BUMN wajib menerapkan IFRS dalam menyusun standar akuntansi dan laporan keuangan.
B. Aset Tetap
1. Pengertian Aset Tetap Menurut Para Ahli
a. Menurut Surya (2012) : “Aset tetap (fixed assets) adalah aset berwujud yang dimiliki oleh perusahaan untuk digunanakan dalam produksi atau menyediakan barang atau jasa, untuk disewakan, atau untuk keperluan administrasi; dan diharapkan dapat digunakan lebih dari satu periode”.
b. Menurut Reeve (2010) : “Aset tetap adalah aset yang bersifat jangka panjang atau secara relatif memiliki sifat parmanen serta dapat digunakan dalam jangka waktu panjang. Aset ini merupakan aset berwujud karena memiliki bentuk fisik. Aset ini dimiliki dan digunakan oleh perusahaan dan tidak dijual sebagai bagian dari kegiatan normal”.
c. Menurut Rudianto (2002) : “Aktiva tetap adalah barang berwujud milik perusahaan yang sifatnya relative parmanen dan digunakan dalam kegiatan normal perusahaan, bukan untuk diperjualbelikan”.
2. Pengertian Aset Tetap Berdasarkan Standar
a. Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam PSAK 16 (2011) yaitu:
(1) Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
(2) Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
b. International accounting standard (IAS) 16, Property, Plant and Equipment yang dikutip oleh Purba (2013) : “Aset tetap adalah aset
berwujud yang digunakan untuk menyediakan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lain atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode”.
Berdasarkan definisi tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki perusahaan untuk digunakan dalam produksi dan digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi.
3. Pengakuan Aset Tetap
Menurut Purba (2013) Salah satu permasalahan akuntansi aset tetap adalah menentukan besarnya biaya yang harus diakui pada saat perolehan aset tersebut. Permasalahan perolehan aset tetap adalah menentukan besarnya harga perolehan (cost) aset tersebut yang diakui pada saat perolehan. Untuk menentukan besarnya harga perolehan aset tetap, identifikasi atas biaya-biaya yang dapat dikapitalisasi sebagai bagian dari harga perolehan harus dilakukan.
a. Biaya Perolehan Awal
Harga perolehan suatu aset tetap diakui hanya apabila manfaat
ekonomi aset tersebut akan diperoleh pada masa-masa yang akan
datang baik secara langsung maupun tidak langsung dan manfaat ekonomi tersebut dapat diukur dengan andal. Aset tetap yang memberikaan manfaat langsung dapat berupa mesin-mesin produksi, bangunan dan kendaraan.
Pada awal pengakuan aset tetap, biaya utama yang harus diakui adalah biaya penempatan awal, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap, seperti harga beli, biaya pemasangan, biaya bongkar muat dan pasang. Biaya penempatan awal yang harus dikapitalisasi dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 1.1 Biaya Perolehan Awal
No. Jenis-Jenis Biaya Penjelasan
1. Harga Beli Harga beli adalah harga jual dari pemasok setelah dikurangi dari diskon dan rabat, termasuk bea impor dan pajak pertambahan nilai yang tidak dapat dikreditkan.
2. Biaya pemasangan asset
Biaya-biaya yang dibutuhkan untuk menempatkan aset tersebut ke lokasi dan kondisi hingga aset tersebut dapat dioperasikan sesuai dengan rencana manajemen. Contoh-contoh dari biaya ini adalah biaya tenaga kerja, biaya instalasi, biaya pengujian berjalan, dan biaya konsultan.
3. Biaya bongkar muat dan pasang
Biaya-biaya yang dibuthkan untuk membongkar dan menyiapkan tempat pemasangan aset tersebut.
Sumber: Purba. 2013. (Akuntansi Keuangan Aset Tetap dan Aset TakBerwujud).
Kapitalisasi biaya penghentian aset dan biaya pinjaman sangat lazim dijumpai dalam kasus akuisisi aset tetap, biaya pinjaman dan dan biaya penghentian aset dijelaskan sebagai berikut:
1) Biaya Pinjaman
Biaya pinjaman dapat dikapitalisasi apabila memenuhi ketentuan PSAK 26. Biaya pinjaman biasanya terdiri dari biaya bunga dan rugi selisih kurs yang berasal dari biaya bunga, biaya konsultan, notaris dan lain-lain yang terkait dengan pinjaman.
Berdasarkan PSAK 26, biaya pinjaman harus dikapitalisasi menjadi bagian aset tetap apabila dapat didistribusikan langsung terhadap akuisisi, kostruksi atau produksi aset tersebut. Dalam mengidentifikasi hubungan suatu pinjaman dan pengadaan aset tetap, manajemen harus melakukan evaluasi dan analisa atas kolerasi antara pinjaman dan perolehan aset tetap. Kapitalisasi biaya pinjaman harus dihentikan sementara apabila pembangunan atau pengadaan aset terhenti karena adanya kondisi yang tidak rutin atau tidak biasa. Kapitalisasi biaya pinjaman dihentikan secara permanen apabila aktivitas pembangunan atau penyiapan aset tersebut telah selesai atau aset telah siap untuk digunakan.
2) Biaya Penghentian Aset Tetap
Biaya yang wajib dikeluarkan oleh suatu entitas bisnis
pada saat penghentian penggunaan aset tetap.
b. Biaya Setelah Perolehan Awal
Biaya setelah perolehan awal adalah biaya-biaya yang dikeluarkan setelah suatu aset tetap digunakan. Biaya-biaya ini wajib dikapitalisasi atau diakui sebagai bagian harga perolehan aset tetap apabila biaya-biaya tersebut memenuhi kriteria untuk dikapitalisasi, yaitu memberikan manfaat ekonomi pada masa-masa yang akan datang baik secara langsung maupun tidak langsung dan manfaat ekonomi tersebut dapat diukur dengan andal.
Biaya-biaya perawatan dan pemeliharaan tidak memenuhi kriteria kapitalisasi, apabila manfaat ekonomi pada masa-masa yang akan dating yang tidak dapat diukur dengan andal. Contoh biaya reparasi yang dikapitalisasi sebagai elemen aset tetap adalah biaya-biaya spare-part yang masa manfaatnya lebih dari satu periode akuntansi dan menambah umur ekonomis aset tetap. Biaya spare-part yang sifatnya rutin dan tidak menambah usia aset tetap harus dibebankan pada tahun berjalan pada laporan laba rugi.
4. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
Perlakuan akuntansi untuk aset tetap pada pengukuran awal hanya
mengenal satu cara yaitu diukur sebesar nilai perolehan. Namun, hal ini
berbeda pada saat pengukuran setelah pengakuan awal. Metode penilaian
atau pengukuran untuk aset tetap setelah pengukuran awal yang
diperbolehkan di Indonesia terdiri dari dua metode. Hal ini tertuang dalam
PSAK 16 (2011) : Entitas memilih model biaya dalam paragraf 30 atau
model revaluasi dalam paragraf 31 sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama.
a. Model Biaya (Cost Model)
Berdasarkan PSAK 16 (2011) Setelah diakui sebagai aset, aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi penurunan nilai aset.
Menurut Azil (2009) dengan menggunakan model ini total nilai perolehan atas suatu aset tidak akan berubah selama tidak adatransaksi yang berkaitan dengan aset tetap tersebut. Transaksi yang dapat mempengaruhi nilai perolehan aset tetap antara lain pembelian, penjualan, penghapusan, pertukaran aset tetap, dan perbaikan aset tetap. Jadi, nilai perolehan aset tetap tidak akan berubah meskipun terjadi perubahan harga yang signifikan.
Menurut Purba (2013) Model biaya perolehan adalah pendekatan yang mengharuskan penggunaan harga perolehan sebagai nilai aset tetap setelah pengakuan awal. Sebelum diberlakukan PSAK 16, Model biaya adalah satu-satunya pendekatan yang digunakan dalam menilai aset tetap. Penyusutan dilakukan terhadap nilai tercatat aset atau harga perolehan setelah dikurangi akumulasi penyusutan dan penurunan nilai aset tetap.
Berdasarkan cost model, aset tetap akan diakui sebagai beban
secara bertahap selama masa manfaatnya. Pengakuan sebagai beban
tersebut dilakukan dengan melakukan depresiasi. Jadi entitas melakukan perhitungan depresiasi atas aset yang bersangkutan selama masa manfaatnya. Depresiasi itulah yang akan menjadi beban tiap periode.
Pada umumnya depresiasi termasuk dalam kategori beban operasi dalam pelaporan keuangan entitas. Pengecualiannya adalah depresiasi yang berhubungan dengan aset tetap yang berhubungan langsung dengan aktivitas produksi. Untuk aset tetap yang berhubungan langsung dengan aktivitas produksi depresiasinya dimasukkan dalam perhitungan biaya produksi.
Pada umumnya depresiasi hanya dihitung pada akhir periode akuntansi. Tetapi dalam hal tertentu depresiasi juga perlu dihitung walaupun bukan pada akhir periode. Contohnya adalah ketika terjadi transaksi yang berhubungan dengan pelepasan aset tetap. Pelepasan aset biasanya berhubungan dengan penjualan aset tetap, pertukaran aset, ataupun penghapusan aset yang tidak digunakan lagi.
Depresiasi yang dihitung oleh entitas pada tiap periode akan diakumulasikan dalam akun khusus yang disebut akumulasi depresiasi.
Jadi akumulasi depresiasi dapat dikatakan sebagai bagian dari nilai aset tetap yang sudah memberikan aliran manfaat ekonomis dan tidak lagi bisa memberikan tambahan aliran manfaat ekonomis.
Beban depresiasi tersebut akan dilaporkan sebagai beban
operasi dalam laporan laba rugi. Akumulasi depresiasi akan dilaporkan
dalam neraca sebagai pengurang nilai perolehan aset tetap. Nilai perolehan aset tetap dikurangi dengan akumulasi depresiasinya merupakan nilai buku dari aset tetap tersebut.
b. Model Revaluasi
Berdasarkan PSAK 16 (2011) setelah diakui sebagai aset, aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal. harus dicatat pada jumlah revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup regular untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada akhir periode pelaporan.
Menurut Purba (2013) PSAK 16 mengijinkan aset tetap dengan menggunakan revaluation model dan fair value model. Model revaluasi mengharuskan aset tetap disajikan berdasarkan nilai revaluasi atau nilai wajar setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan. Nilai wajar adalah jumlah yang digunakan untuk mengukur aset yang dapat dipertukarkan melalui suatu transaksi wajar yang melibatkan pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan yang memadai.
PSAK 16 secara sederhana mendefinisikan nilai wajar sebagai jumlah
yang diperoleh dari penjualan aset dalam transaksi antara pihak-pihak
yang bebas. Berdasarkan PSAK 16, nilai wajar ditentukan dengan
menggunakan market-based evidence yang dilakukan oleh penilai
independen yang professional. Jika tidak terdapat market-based evidence, maka penilaian nilai wajar dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan “biaya pengganti yang disusutkan” atau depreciated replacement cost dan pendekatan “pendapatan”. Revaluasi
harus dilakukan terhadap kelompok aset, bukan aset secara individu, atau dengan kata lain revaluasi aset tidak dapat dilakukan secara sebagian – sebagian.
Secara konseptual, nilai wajar ditentukan dengan menggunakan tiga penentuan nilai wajar yaitu sebagai berikut:
(1) Harga pasar resmi pada pasar yang aktif.
(2) Harga aset sejenis pada suatu pasar yang aktif atau penilaian dengan observable input.
(3) Penilaian dengan unobservable input atau input yang diciptakan oleh manajemen.
Langkah yang pertama dilakukan dengan harga pasar resmi atau quoted market price pada suatu pasar yang aktif atau pasar dengan kondisi dimana terdapat permintaan dan penawaran. Di Indonesia, sangat sulit menemukan harga resmi suatu aset, karena memang tidak begitu banyak ditemukan pasar resmi.
Apabila harga pasar resmi tidak dapat diperoleh, maka nilai
wajar ditentukan dengan melakukan langkah kedua yaitu
menggunakan nilai aset sejenis atau price of similar assets pada suatu
pasar yang aktif. Apabila nilai aset sejenis juga tidak dapat diperoleh,
manajemen dapat menggunakan nilai wajar yang dihasilkan melalui penilaian yang dilakukan oleh penilai independen. Namun tidak semua penentuan nilai wajar harus melalui ketiga langkat tersebut. Dalam menentukan nilai wajar tanah dan bangunan, biasanya jasa penilai independen langsung digunakan karena menentukan harga pasar aset tersebut sulit dilakukan. dalam melakukan penilaian, hirarki teknik penilaian berikut ini harus dipilih.
Tabel 1.2 Penilaian Pendekatan Aset Tetap
No. Pendekatan Penjelasan
1. Market approach Menggunakan data yang diperoleh dari transaksi pasar.
2. Income approach
Menggunakan data nilai kini arus kas, dimana tingkat diskonto didasarkan pada ekspektasi pelaku pasar.
3. Cost approach Didasarkan pada jumlah uang yang diperlakukan menggantikan aset.
Seberapa seringkah revaluasi aset tetap dilakukan? Frekuensi revaluasi tergantung pada perubahan material dari nilai wajar aset yang direvaluasi. Revaluasi dilakukan terhadap kelompok aset secara individual. Berdasarkan PSAK 16 paragraf 35, teknik pencatatan revaluasi dapat dilakukan dengan dua teknik pencatatan sebagai berikut:
Sumber: Purba. 2013. (Akuntansi Keuangan Aset Tetap dan Aset TakBerwujud).
a. Penyajian kembali dilakukan secara proporsional terhadap nilai tercatat bruto aset sehingga nilai tercatatnya sama dengan nilai revaluasi atau;
b. Eliminasi dilakukan terhadap nilai tercatat bruto dan nilai tercatat neto disajikan kembali sehingga sama dengan nilai revaluasi.
Selisih antara nilai pasar wajar aset dengan nilai bukunya dibukukan pada akun surplus revaluasi (revaluation surplus) yang merupakan komponen ekuitas, bukan komponen laba rugi.
Berdasarkan PSAK 16, perlakuan akuntansi atas surplus revaluasi dilakukan sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 1.3 Perlakuan Akuntansi Atas Surplus Revaluasi
No. Kondisi Perlakuan Akuntansi
1. Penambahan nilai tercatat aset akibat revaluasi
Selisih diakui sebagai bagian dari ekuitas dengan membentuk pos baru bernama, ”surplus revaluasi”, 2. Penurunan nilai tercatat aset Selisih diakui sebagai rugi
tahun berjalan, 3. Penurunan nilai tercatat aset
yang sebelumnya mengalami penambahan akibat revaluasi
Selisih diakui sebagai pengurang terhadap “surplus revaluasi” hingga surplus tersebut habis atau hingga kembali ke original cost, dan apabila masih ada selisih maka selisih diakui sebagai rugi tahun berjalan,
4. Penambahan nilai tercatat Selisi diakui sebagai laba
aset yang sebelumnya mengalami penurunan
tahun berjalan hingga sebesar rugi yang diakui sebelumnya atau hingga kembali ke original cost, dan bila masih ada selisih, maka selisih diakui sebagai bagian
“surplus revaluasi”, 5. Pelepasan aset, baik melalui
penjualan maupun disposal
“surplus revaluasi” ditransfer atau diklasifikasikan ke laba ditahan.
5. Penyusutan Aset Tetap a. Pengertian Penyusutan
Ada beberapa sumber yang memberikan definisi aset tetap, diantaranya adalah:
(1) Menurut Warren (2010) : “Aset tetap seperti peralatan, gedung dan pengembangan tanah kehilangan kemampuannya untuk memberikan jasa seiring dengan berjalannya waktu. Akibatnya, biaya peralatan gedung, dan pengembangan tanah perlu dipindahkan ke akun beban secara sistematis selama masa kegunaannya. Pemindahan biaya ke beban secara berkala semacam ini disebut penyusutan atau depresiasi”.
(2) Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam PSAK 16 (2011) :
“Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya”.
Sumber: Purba. 2013. (Akuntansi Keuangan Aset Tetap dan Aset Tak Berwujud).