TETAP PADA PT MULIA INDUSTRINDO Tbk
SULFIANTO 10573 02486 11
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR
2015
i
ANALISIS PERLAKUAN PSAK 16 BERBASIS IFRS TERHADAP ASET TETAP PADA PT MULIA INDUSTRINDO Tbk
SULFIANTO 10573 02486 11
Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Makassar
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2015
ii
iii
iv
Terhadap Aset Tetap Pada PT. Mulia Industrindo Tbk, dibimbing oleh Dr.H.Ansyarif Khalid,SE.,M.Si.Ak.CA dan Ismail Badollahi,SE.,M.Si.Ak.CA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan PSAK 16 berbasis IFRS terhadap aset tetap pada PT Mulia Industrindo Tbk.
Metode analisis yang digunakan untuk memecahkan rumusan masalah adalah metode deskriptif yaitu menggambarkan secara deskriptif penyajian asset tetap berdasarkan PSAK 16 berbasis IFRS pada PT Mulia Industrindo Tbk.
Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan PSAK 16 Berbasis IFRS melalui penilaian aset yaitu meningkatakan jumlah nilai aset tetap PT Mulia Industrindo Tbk serta telah sesuai aset tetap menurut perusahaan dengan PSAK 16 berbasis IFRS.
Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa Perusahaan telah menerapkan dengan baik PSAK 16 berbasis IFRS secara keseluruhan. Namun, beberapa kekeliruan telah terjadi dan terjadi pula ketidaksesuaian dengan PSAK 16 berbasis IFRS. Secara umum kekeliruan tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman PSAK 16 berbasis IFRS, seperti item-item pada harga perolehan yang tidak dikapitalisasi perusahaan ke harga perolehan.
Kata kunci : Perlakuan PSAK 16 Berbasis IFRS, Aset Tetap.
v
Puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada penulis, sehingga penulis beserta bisa menyusun Skripsi ini dengan judul “Analisis Perlakuan PSAK 16 Berbasis IFRS Terhadap Aset Tetap Pada PT Mulia Industrindo Tbk”.
Sholawat dan salam kita hadiahkan ke arwah Nabi besar Muhammad SAW, seorang pemimpin sejati, suri tauladan yang baik bagi semua umat, yang telah membawa kita ke zaman modern yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti sekarang ini.
Dengan segala kerendahan hati penulis menghanturkan banyak terimakasih serta penghargaan yang setulus-tulusnya kepada Ibu saya Aisyah Bajeng tercinta atas dorongan, kasih sayang, saran, dan doa yang tak pernah putus, karena ibu, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan penuh semangat. Kepada Alm. Ayah saya Syarifuddin Gassing yang telah membesarkan dan mendidik saya sewaktu masih hidup dengan penuh kasih sayang. Serta tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama menyusun skripsi ini, terutama kepada :
1. Bapak Dr. Irwan Akib.,M.Pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Dr. Mahmud Nuhung, M.A selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Muhammadiyah Makssar.
vi
Bapak Ismail Badollahi, SE, M.Si.Ak.CA selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan koreksi yang mendetail sehingga penulis dapat mengerti tentang metode penulisan skripsi.
5. Bapak dan Ibu dosen yang memberikan bekal ilmu selama penulis kuliah di Universitas Muhammadiyah Makassar.
6. Saudaraku tercinta Sulfiandi dan segenap keluargaku yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moral dalam pembuatan skripsi ini.
7. Terspesial kepada seseorang yang selama ini setia menemani perjalanan hidupku Hajriani Nur, Amd.Ft yang telah banyak memberikan dukungan, dorongan, semangat, perhatian, do’a dan kasih sayang.
8. Sahabat Nur Indrawan, SE yang telah bermurah hati memberikan saran selama proses pembuatan skripsi ini, serta sahabat terbaik dan seperjuanganku Anas Rimba, Raden Rava, RD dan Heryl yang sama-sama berjuang dalam menyelesaikan study sebagai seorang Sarjana Ekonomi.
9. Teman-teman di Universitas Muhammadiyah Makassar, terkhusus untuk kelas AK 3 Dian, Tika, Uni, Riska, Ana, Ipul, Hajar, Afif dan seluruh teman-teman yang namanya tidak dapat penulis cantumkan satu persatu.
terima kasih atas bantuannya.
vii
diakhir pendidikan dan sebagai sarana pencarian ilmu sebagai pertanda bahwa akhir study bukan akhir dari pencarian ilmu. Semoga skripsi ini tidak hanya menjadi syarat untuk menjadi sarjana dalam proses akhir study akan tetapi memiliki nilai dan kontribusi bagi pemikiran dan pengetahuan setiap pembaca serta semoga dapat menjadi motivasi untuk melanjutkan penelitian selanjutnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan baik isi maupun bahasanya, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata semoga Allah SWT memberikan perlindungan kepada kita semua. Amin.
Wassalamu Alaikum. Wr. Wb
Makassar, November 2015
Penulis
viii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. International Financial Reporting Standards ... 6
B. Aset Tetap ... 9
C. Kerangka Pikir ... 31
D. Hipotesis ... 31
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
B. Metode Pengumpulan Data... 32
C. Jenis dan Sumber Data ... 33
D. Metode Analisis ... 33
ix
A. Sejarah Singkat PT Mulia Industrindo Tbk ... 34
B. Visi dan Misi Perusahaan ... 36
C. Struktur Organisasi PT Mulia Industrindo Tbk ... 37
D. Uraian Tugas ... 39
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Akuntansi PT Mulia Industrindo Tbk ... 42
B. Aset Tetap PT Mulia Indutrindo Tbk ... 43
C. Perlakuan PSAK 16 berbasis IFRS terhadap Aset Tetap menurut Perusahaan ... 59
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
Gambar 2. Struktur Organisasi ... 38
xi
Tabel 1.1 Biaya Perolehan Awal ... 11
Tabel 1.2 Penilaian Pendekatan Aset Tetap ... 18
Tabel 1.3 Perlakuan Akuntansi Atas Surplus Revaluasi ... 19
Tabel 5.1 Penyusutan aset tetap tahun 2009-2013 dengan mengguanakan metode garis lurus ... 42
Tabel 5.2 Aset Tetap Tahun 2009 ... 44
Tabel 5.3 Aset Tetap Tahun 2010 ... 45
Tabel 5.4 Aset Tetap Tahun 2011 ... 45
Tabel 5.5 Aset Tetap Tahun 2012 ... 46
Tabel 5.6 Aset Tetap Tahun 2013 ... 46
Tabel 5.7 Perubahan Penilaian Model Biaya dengan Model Revaluasi atas Nilai Tanah Serta Bagunan dan Prasarana ... 47
Tabel 5.8 Perubahan Penilaian Model Biaya dengan Model Revaluasi atas Nilai Mesin dan Peralatan ... 48
Tabel 5.9 Perbandingan antara Model Biaya dengan Model Revaluasi Tahun 2009 dengan 2010 ... 49
Tabel 5.10 Perbandingan antara Model Biaya dengan Model Revaluasi Tahun 2010 dengan 2011 ... 51
Tabel 5.11 Perbandingan antara Model Biaya dengan Model Revaluasi Tahun 2012 dengan 2013 ... 52
Tabel 5.12 Pengalokasian Beban Penyusutan ... 54
Tabel 5.13 Penjualan Aset Tetap ... 55
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini era globalisasi menuntut adanya suatu sistem akuntansi yang dapat distandardisasi secara internasional sehingga diperlukan adanya harmonisasi terhadap standar akuntansi Internasional dengan tujuan dapat menghasilkan informasi keuangan yang dapat diperbandingkan, mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, investor, dan kreditor. Namun sampai sekarang ini banyak sekali ditemukan praktik akuntansi yang terbukti tidak konsisten di berbagai belahan dunia dan kesemuanya itu memiliki sejarah yang historis sehingga membuat peneliti di bidang akuntansi merasa tertarik selama bertahun – tahun.
Dengan dibuatnya satu standar akuntansi yang sama dan digunakan oleh seluruh negara akan semakin mendorong investor untuk masuk dalam pasar modal seluruh dunia, hal ini dikarenakan mutu dari laporan keuangan yang dihasilkan memiliki kredibilitas tinggi, pengungkapan yang lebih luas, informasi keuangan yang relevan dan akurat serta dapat diperbandingkan dan satu lagi yang sangat penting adalah dapat berterima secara internasional dan mudah untuk dipahami. Maka dari itu muncullah suatu standard internasional yaitu IFRS. Namun dalam prosesnya terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam melakukan konvergensi ke IFRS ini. Mulai dari perbedaan budaya tiap
1
negara, perbedaaan sistem pemerintahan, perbedaan kepentingan antara perusahaan serta tingginya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan prinsip akuntansi.
International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah standar
pelaporan keuangan internasional yang digunakan oleh setiap entitas diseluruh dunia dalam melakukan pencatatan dan pelaporan transaksi keuangan. IFRS menjadi trend topic yang hangat bagi akuntan dan top manajemen pada perusahaan-perusahaan yang sudah terjun di Bursa Efek global dan juga para akademisi serta para auditor yang akan melakukan pemeriksaan pada perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan IFRS tersebut. Jika sebuah negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal.
Dalam kerangka konseptual Standar Akuntansi Keuangan (2009)
laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan
yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan
ekonomi. Dalam kaitannya untuk dapat menghasilkan informasi keuangan
yang berguna, diperlukan pemilihan metode akuntansi yang tepat, jumlah dan
jenis informasi yang harus diungkapkan, serta format penyajian melibatkan
penentuan alternatif mana yang menyediakan informasi paling bermanfaat
untuk tujuan pengambilan keputusan.
Pemilihan metode akuntansi yang tepat diperlukan untuk memastikan setiap elemen-elemen dalam laporan keuangan telah diperlakukan sesuai dengan perlakuan akuntansi yang berlaku. Pemilihan metode akuntansi yang berbeda akan menyebabkan nilai dari elemen laporan keuangan akan berbeda yang akan berpengaruh terhadap laporan keuangan. Salah satu elemen yang cukup penting bagi suatu entitas adalah aset tetap dan pemilihan metode penyusutan. Seperti elemen laporan keuangan yang lain, aset tetap juga mempunyai metode penilaian tersendiri.
International Accounting Standard Committee (IASC) telah mempublikasikan dalam International Financial Reporting Standards (2004), perlakuan akuntansi bagi aset tetap yang diatur dalam International Accounting Standard 16 (IAS 16) yang sudah diadopsi dalam PSAK 16
(2011) dalam Par. 29 mengatur mengenai Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Aset Tetap, yaitu Suatu entitas harus memilih model biaya (cost model) dalam par. 30 atau model revaluasi (revaluation model) dalam par. 31 sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama.
PT Mulia Industrindo Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX) yang beralamat di A.P Pettarani No. 18 Makassar. Sesuai dengan pasal 3 anggaran dasar, ruang lingkup kegiatan Perusahaan meliputi perdagangan atas hasil produksi anak perusahaan. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1990.
Jumlah karyawan Perusahaan dan anak perusahaan rata-rata 6.804 karyawan
tahun 2013 dan 6.541 karyawan tahun 2012. Perusahaan tergabung dalam kelompok usaha (grup) Mulia.
PT Mulia Industrindo Tbk memiliki beberapa anak perusahaan yaitu PT Muliakeramik Indahraya yang bergerak di bidang industri keramik lantai dan dinding, PT Muliaglass yang bergerak di bidang industri kaca lembaran, botol, stoples dan gelas blok, Muliakeramik Finance Limited yang bergerak dibidang pembiayaan, Muliaglass Finance Limited yang bergerak di bidang pembiayaan, Mulia Industrindo Finance B.V. yang bergerak di bidang pembiayaan, dan Muliaglass Finance B.V. yang bergerak di bidang pembiayaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana perlakuan PSAK 16 berbasis IFRS terhadap aset tetap pada PT Mulia Industrindo Tbk?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui perlakuan PSAK 16 berbasis IFRS terhadap aset tetap pada PT Mulia Industrindo Tbk.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis bagi laporan keuangan dengan adanya IFRS :
a. Transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang
periode yang disajikan.
b. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
2. Manfaat praktis dengan adanya IFRS :
a. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional.
b. Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
c. Menciptakan efisisiensi penyusunan laporan keuangan.
3. Kebijakan akuntansi yang diterapkan PT Mulia Industrindo :
Perusahaan dan anak perusahaan melakukan kebijakan akuntansi
atas tanah dan bangunan dan prasarana dari model biaya ke model
revaluasi. PSAK 16 revisi 2011 diterapkan per 1 januari 2012.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. International Financial Reporting Standards (IFRS)
1. Pengertian International Financial Reporting Standards (IFRS)
Menurut Pura (2012), “International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah standar akuntansi international yang dapat
digunakan oleh perusahaan multinational untuk menjembatani perbedaan- perbedaan antarnegara dalam perdagangan global”.
Selanjutnya menurut Surya (2012), “IFRS adalah standard dan interprestasi yang diadopsi oleh International Accounting Standards Board (IASB), yang meliputi:
a. International Financial Reporting Standards (IFRS) b. International Accounting Standards (IAS)
c. Interprestasi yang dikembangkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) yang dahulunya dikenal
sebagai Standing Interpratations Committee (SIC)
International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan
standar pencatatan dan pelaporan akuntansi yang berlaku secara internasional yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Boards (IASB), sebuah lembaga internasional yang bertujuan untuk
mengembangkan suatu standar akuntansi yang tinggi, dapat dimengerti, diterapkan, dan diterima secara internasional.
6
Perusahaan dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas tinggi, dapat diperbandingkan dan transparan yang digunakan oleh investor di pasar modal dunia maupun pihak-pihak yang berkepentingan lainnya (stakeholder). Saat ini banyak negara-negara di Eropa, Asia, Afrika, Oseania dan Amerika yang menerapkan IFRS. Standar akuntansi internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh 4 organisasi utama dunia, yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC) dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC).
IFRS merupakan kelanjutan dari International Accounting Standards (IAS) yang sudah ada sejak tahun 1973 dan digunakan secara
luas oleh negara-negara di Eropa, Inggris dan negara-negara persemak- muran Inggris. IAS disusun oleh International Accounting Standards Committee (IASC). IASC bertahan sampai dengan 2001 dan perannya digantikan IASB.
2. Penerapan IFRS di Indonesia
Pengertian konvergensi IFRS yang digunakan merupakan awal
untuk memahami apakah penyimpangan dari PSAK harus diatur dalam
standar akuntansi keuangan. Pendapat yang memahami konvergensi IFRS
adalah full adoption menyatakan Indonesia harus mengadopsi penuh
seluruh ketentuan dalam IFRS, termasuk penyimpangan dari IFRS
sebagaimana yang diatur dalam IAS 1 (2009): Presentation of Financial
Statements paragraf 19-24. IFRS menekankan pada principle base
dibandingkan rule base.
Tujuan akhir dari konvergensi IFRS adalah PSAK sama dengan IFRS tanpa adanya modifikasi sedikitpun. Disisi lain, tanpa perlu mendefinisikan konvergensi IFRS itu sendiri, berdasarkan pengalaman konvergensi beberapa IFRS yang sudah dilakukan di Indonesia tidak dilakukan secara full adoption.
Sistem kepengurusan perusahaan di Indonesia yang memiliki dewan direksi dan dewan komisaris (dual board system) berpengaruh terhadap penentuan kapan peristiwa setelah tanggal neraca, sebagai contoh lain dari perbedaan antara PSAK dengan IFRS. Indonesia melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) - Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sedang melakukan proses konvergensi IFRS dengan target penyelesaian tahun 2012. IFRS menekankan pada principle base dibandingkan rule base.
Indonesia telah mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012, Strategi adopsi yang dilakukan untuk konvergensi ada dua macam, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS
sekaligus, tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan
oleh negara-negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS
dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara–negara
berkembang seperti Indonesia. Setelah adanya konvergensi penuh SAK
terhadap IFRS, maka entitas dengan akuntabilitas publik, seperti emiten,
perusahaan publik, perbankan, asuransi, dan BUMN wajib menerapkan IFRS dalam menyusun standar akuntansi dan laporan keuangan.
Setelah adanya konvergensi penuh SAK terhadap IFRS, maka entitas dengan akuntabilitas publik, seperti emiten, perusahaan publik, perbankan, asuransi, dan BUMN wajib menerapkan IFRS dalam menyusun standar akuntansi dan laporan keuangan.
B. Aset Tetap
1. Pengertian Aset Tetap Menurut Para Ahli
a. Menurut Surya (2012) : “Aset tetap (fixed assets) adalah aset berwujud yang dimiliki oleh perusahaan untuk digunanakan dalam produksi atau menyediakan barang atau jasa, untuk disewakan, atau untuk keperluan administrasi; dan diharapkan dapat digunakan lebih dari satu periode”.
b. Menurut Reeve (2010) : “Aset tetap adalah aset yang bersifat jangka panjang atau secara relatif memiliki sifat parmanen serta dapat digunakan dalam jangka waktu panjang. Aset ini merupakan aset berwujud karena memiliki bentuk fisik. Aset ini dimiliki dan digunakan oleh perusahaan dan tidak dijual sebagai bagian dari kegiatan normal”.
c. Menurut Rudianto (2002) : “Aktiva tetap adalah barang berwujud milik perusahaan yang sifatnya relative parmanen dan digunakan dalam kegiatan normal perusahaan, bukan untuk diperjualbelikan”.
2. Pengertian Aset Tetap Berdasarkan Standar
a. Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam PSAK 16 (2011) yaitu:
(1) Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
(2) Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
b. International accounting standard (IAS) 16, Property, Plant and Equipment yang dikutip oleh Purba (2013) : “Aset tetap adalah aset
berwujud yang digunakan untuk menyediakan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lain atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode”.
Berdasarkan definisi tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki perusahaan untuk digunakan dalam produksi dan digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi.
3. Pengakuan Aset Tetap
Menurut Purba (2013) Salah satu permasalahan akuntansi aset tetap adalah menentukan besarnya biaya yang harus diakui pada saat perolehan aset tersebut. Permasalahan perolehan aset tetap adalah menentukan besarnya harga perolehan (cost) aset tersebut yang diakui pada saat perolehan. Untuk menentukan besarnya harga perolehan aset tetap, identifikasi atas biaya-biaya yang dapat dikapitalisasi sebagai bagian dari harga perolehan harus dilakukan.
a. Biaya Perolehan Awal
Harga perolehan suatu aset tetap diakui hanya apabila manfaat
ekonomi aset tersebut akan diperoleh pada masa-masa yang akan
datang baik secara langsung maupun tidak langsung dan manfaat ekonomi tersebut dapat diukur dengan andal. Aset tetap yang memberikaan manfaat langsung dapat berupa mesin-mesin produksi, bangunan dan kendaraan.
Pada awal pengakuan aset tetap, biaya utama yang harus diakui adalah biaya penempatan awal, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap, seperti harga beli, biaya pemasangan, biaya bongkar muat dan pasang. Biaya penempatan awal yang harus dikapitalisasi dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 1.1 Biaya Perolehan Awal
No. Jenis-Jenis Biaya Penjelasan
1. Harga Beli Harga beli adalah harga jual dari pemasok setelah dikurangi dari diskon dan rabat, termasuk bea impor dan pajak pertambahan nilai yang tidak dapat dikreditkan.
2. Biaya pemasangan asset
Biaya-biaya yang dibutuhkan untuk menempatkan aset tersebut ke lokasi dan kondisi hingga aset tersebut dapat dioperasikan sesuai dengan rencana manajemen. Contoh-contoh dari biaya ini adalah biaya tenaga kerja, biaya instalasi, biaya pengujian berjalan, dan biaya konsultan.
3. Biaya bongkar muat dan pasang
Biaya-biaya yang dibuthkan untuk membongkar dan menyiapkan tempat pemasangan aset tersebut.
Sumber: Purba. 2013. (Akuntansi Keuangan Aset Tetap dan Aset TakBerwujud).
Kapitalisasi biaya penghentian aset dan biaya pinjaman sangat lazim dijumpai dalam kasus akuisisi aset tetap, biaya pinjaman dan dan biaya penghentian aset dijelaskan sebagai berikut:
1) Biaya Pinjaman
Biaya pinjaman dapat dikapitalisasi apabila memenuhi ketentuan PSAK 26. Biaya pinjaman biasanya terdiri dari biaya bunga dan rugi selisih kurs yang berasal dari biaya bunga, biaya konsultan, notaris dan lain-lain yang terkait dengan pinjaman.
Berdasarkan PSAK 26, biaya pinjaman harus dikapitalisasi menjadi bagian aset tetap apabila dapat didistribusikan langsung terhadap akuisisi, kostruksi atau produksi aset tersebut. Dalam mengidentifikasi hubungan suatu pinjaman dan pengadaan aset tetap, manajemen harus melakukan evaluasi dan analisa atas kolerasi antara pinjaman dan perolehan aset tetap. Kapitalisasi biaya pinjaman harus dihentikan sementara apabila pembangunan atau pengadaan aset terhenti karena adanya kondisi yang tidak rutin atau tidak biasa. Kapitalisasi biaya pinjaman dihentikan secara permanen apabila aktivitas pembangunan atau penyiapan aset tersebut telah selesai atau aset telah siap untuk digunakan.
2) Biaya Penghentian Aset Tetap
Biaya yang wajib dikeluarkan oleh suatu entitas bisnis
pada saat penghentian penggunaan aset tetap.
b. Biaya Setelah Perolehan Awal
Biaya setelah perolehan awal adalah biaya-biaya yang dikeluarkan setelah suatu aset tetap digunakan. Biaya-biaya ini wajib dikapitalisasi atau diakui sebagai bagian harga perolehan aset tetap apabila biaya-biaya tersebut memenuhi kriteria untuk dikapitalisasi, yaitu memberikan manfaat ekonomi pada masa-masa yang akan datang baik secara langsung maupun tidak langsung dan manfaat ekonomi tersebut dapat diukur dengan andal.
Biaya-biaya perawatan dan pemeliharaan tidak memenuhi kriteria kapitalisasi, apabila manfaat ekonomi pada masa-masa yang akan dating yang tidak dapat diukur dengan andal. Contoh biaya reparasi yang dikapitalisasi sebagai elemen aset tetap adalah biaya- biaya spare-part yang masa manfaatnya lebih dari satu periode akuntansi dan menambah umur ekonomis aset tetap. Biaya spare-part yang sifatnya rutin dan tidak menambah usia aset tetap harus dibebankan pada tahun berjalan pada laporan laba rugi.
4. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
Perlakuan akuntansi untuk aset tetap pada pengukuran awal hanya
mengenal satu cara yaitu diukur sebesar nilai perolehan. Namun, hal ini
berbeda pada saat pengukuran setelah pengakuan awal. Metode penilaian
atau pengukuran untuk aset tetap setelah pengukuran awal yang
diperbolehkan di Indonesia terdiri dari dua metode. Hal ini tertuang dalam
PSAK 16 (2011) : Entitas memilih model biaya dalam paragraf 30 atau
model revaluasi dalam paragraf 31 sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama.
a. Model Biaya (Cost Model)
Berdasarkan PSAK 16 (2011) Setelah diakui sebagai aset, aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi penurunan nilai aset.
Menurut Azil (2009) dengan menggunakan model ini total nilai perolehan atas suatu aset tidak akan berubah selama tidak adatransaksi yang berkaitan dengan aset tetap tersebut. Transaksi yang dapat mempengaruhi nilai perolehan aset tetap antara lain pembelian, penjualan, penghapusan, pertukaran aset tetap, dan perbaikan aset tetap. Jadi, nilai perolehan aset tetap tidak akan berubah meskipun terjadi perubahan harga yang signifikan.
Menurut Purba (2013) Model biaya perolehan adalah pendekatan yang mengharuskan penggunaan harga perolehan sebagai nilai aset tetap setelah pengakuan awal. Sebelum diberlakukan PSAK 16, Model biaya adalah satu-satunya pendekatan yang digunakan dalam menilai aset tetap. Penyusutan dilakukan terhadap nilai tercatat aset atau harga perolehan setelah dikurangi akumulasi penyusutan dan penurunan nilai aset tetap.
Berdasarkan cost model, aset tetap akan diakui sebagai beban
secara bertahap selama masa manfaatnya. Pengakuan sebagai beban
tersebut dilakukan dengan melakukan depresiasi. Jadi entitas melakukan perhitungan depresiasi atas aset yang bersangkutan selama masa manfaatnya. Depresiasi itulah yang akan menjadi beban tiap periode.
Pada umumnya depresiasi termasuk dalam kategori beban operasi dalam pelaporan keuangan entitas. Pengecualiannya adalah depresiasi yang berhubungan dengan aset tetap yang berhubungan langsung dengan aktivitas produksi. Untuk aset tetap yang berhubungan langsung dengan aktivitas produksi depresiasinya dimasukkan dalam perhitungan biaya produksi.
Pada umumnya depresiasi hanya dihitung pada akhir periode akuntansi. Tetapi dalam hal tertentu depresiasi juga perlu dihitung walaupun bukan pada akhir periode. Contohnya adalah ketika terjadi transaksi yang berhubungan dengan pelepasan aset tetap. Pelepasan aset biasanya berhubungan dengan penjualan aset tetap, pertukaran aset, ataupun penghapusan aset yang tidak digunakan lagi.
Depresiasi yang dihitung oleh entitas pada tiap periode akan diakumulasikan dalam akun khusus yang disebut akumulasi depresiasi.
Jadi akumulasi depresiasi dapat dikatakan sebagai bagian dari nilai aset tetap yang sudah memberikan aliran manfaat ekonomis dan tidak lagi bisa memberikan tambahan aliran manfaat ekonomis.
Beban depresiasi tersebut akan dilaporkan sebagai beban
operasi dalam laporan laba rugi. Akumulasi depresiasi akan dilaporkan
dalam neraca sebagai pengurang nilai perolehan aset tetap. Nilai perolehan aset tetap dikurangi dengan akumulasi depresiasinya merupakan nilai buku dari aset tetap tersebut.
b. Model Revaluasi
Berdasarkan PSAK 16 (2011) setelah diakui sebagai aset, aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal. harus dicatat pada jumlah revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup regular untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada akhir periode pelaporan.
Menurut Purba (2013) PSAK 16 mengijinkan aset tetap dengan menggunakan revaluation model dan fair value model. Model revaluasi mengharuskan aset tetap disajikan berdasarkan nilai revaluasi atau nilai wajar setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan. Nilai wajar adalah jumlah yang digunakan untuk mengukur aset yang dapat dipertukarkan melalui suatu transaksi wajar yang melibatkan pihak- pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan yang memadai.
PSAK 16 secara sederhana mendefinisikan nilai wajar sebagai jumlah
yang diperoleh dari penjualan aset dalam transaksi antara pihak-pihak
yang bebas. Berdasarkan PSAK 16, nilai wajar ditentukan dengan
menggunakan market-based evidence yang dilakukan oleh penilai
independen yang professional. Jika tidak terdapat market-based evidence, maka penilaian nilai wajar dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan “biaya pengganti yang disusutkan” atau depreciated replacement cost dan pendekatan “pendapatan”. Revaluasi
harus dilakukan terhadap kelompok aset, bukan aset secara individu, atau dengan kata lain revaluasi aset tidak dapat dilakukan secara sebagian – sebagian.
Secara konseptual, nilai wajar ditentukan dengan menggunakan tiga penentuan nilai wajar yaitu sebagai berikut:
(1) Harga pasar resmi pada pasar yang aktif.
(2) Harga aset sejenis pada suatu pasar yang aktif atau penilaian dengan observable input.
(3) Penilaian dengan unobservable input atau input yang diciptakan oleh manajemen.
Langkah yang pertama dilakukan dengan harga pasar resmi atau quoted market price pada suatu pasar yang aktif atau pasar dengan kondisi dimana terdapat permintaan dan penawaran. Di Indonesia, sangat sulit menemukan harga resmi suatu aset, karena memang tidak begitu banyak ditemukan pasar resmi.
Apabila harga pasar resmi tidak dapat diperoleh, maka nilai
wajar ditentukan dengan melakukan langkah kedua yaitu
menggunakan nilai aset sejenis atau price of similar assets pada suatu
pasar yang aktif. Apabila nilai aset sejenis juga tidak dapat diperoleh,
manajemen dapat menggunakan nilai wajar yang dihasilkan melalui penilaian yang dilakukan oleh penilai independen. Namun tidak semua penentuan nilai wajar harus melalui ketiga langkat tersebut. Dalam menentukan nilai wajar tanah dan bangunan, biasanya jasa penilai independen langsung digunakan karena menentukan harga pasar aset tersebut sulit dilakukan. dalam melakukan penilaian, hirarki teknik penilaian berikut ini harus dipilih.
Tabel 1.2 Penilaian Pendekatan Aset Tetap
No. Pendekatan Penjelasan
1. Market approach Menggunakan data yang diperoleh dari transaksi pasar.
2. Income approach
Menggunakan data nilai kini arus kas, dimana tingkat diskonto didasarkan pada ekspektasi pelaku pasar.
3. Cost approach Didasarkan pada jumlah uang yang diperlakukan menggantikan aset.
Seberapa seringkah revaluasi aset tetap dilakukan? Frekuensi revaluasi tergantung pada perubahan material dari nilai wajar aset yang direvaluasi. Revaluasi dilakukan terhadap kelompok aset secara individual. Berdasarkan PSAK 16 paragraf 35, teknik pencatatan revaluasi dapat dilakukan dengan dua teknik pencatatan sebagai berikut:
Sumber: Purba. 2013. (Akuntansi Keuangan Aset Tetap dan Aset TakBerwujud).
a. Penyajian kembali dilakukan secara proporsional terhadap nilai tercatat bruto aset sehingga nilai tercatatnya sama dengan nilai revaluasi atau;
b. Eliminasi dilakukan terhadap nilai tercatat bruto dan nilai tercatat neto disajikan kembali sehingga sama dengan nilai revaluasi.
Selisih antara nilai pasar wajar aset dengan nilai bukunya dibukukan pada akun surplus revaluasi (revaluation surplus) yang merupakan komponen ekuitas, bukan komponen laba rugi.
Berdasarkan PSAK 16, perlakuan akuntansi atas surplus revaluasi dilakukan sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 1.3 Perlakuan Akuntansi Atas Surplus Revaluasi
No. Kondisi Perlakuan Akuntansi
1. Penambahan nilai tercatat aset akibat revaluasi
Selisih diakui sebagai bagian dari ekuitas dengan membentuk pos baru bernama, ”surplus revaluasi”, 2. Penurunan nilai tercatat aset Selisih diakui sebagai rugi
tahun berjalan, 3. Penurunan nilai tercatat aset
yang sebelumnya mengalami penambahan akibat revaluasi
Selisih diakui sebagai pengurang terhadap “surplus revaluasi” hingga surplus tersebut habis atau hingga kembali ke original cost, dan apabila masih ada selisih maka selisih diakui sebagai rugi tahun berjalan,
4. Penambahan nilai tercatat Selisi diakui sebagai laba
aset yang sebelumnya mengalami penurunan
tahun berjalan hingga sebesar rugi yang diakui sebelumnya atau hingga kembali ke original cost, dan bila masih ada selisih, maka selisih diakui sebagai bagian
“surplus revaluasi”, 5. Pelepasan aset, baik melalui
penjualan maupun disposal
“surplus revaluasi” ditransfer atau diklasifikasikan ke laba ditahan.
5. Penyusutan Aset Tetap a. Pengertian Penyusutan
Ada beberapa sumber yang memberikan definisi aset tetap, diantaranya adalah:
(1) Menurut Warren (2010) : “Aset tetap seperti peralatan, gedung dan pengembangan tanah kehilangan kemampuannya untuk memberikan jasa seiring dengan berjalannya waktu. Akibatnya, biaya peralatan gedung, dan pengembangan tanah perlu dipindahkan ke akun beban secara sistematis selama masa kegunaannya. Pemindahan biaya ke beban secara berkala semacam ini disebut penyusutan atau depresiasi”.
(2) Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam PSAK 16 (2011) :
“Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya”.
Sumber: Purba. 2013. (Akuntansi Keuangan Aset Tetap dan Aset Tak Berwujud).
(3) Menurut Tomas (2012) : “Pengalokasian sistematis atas biaya aset selama umur manfaatnya”.
(4) Menurut Surya (2012) : “Penyusutan adalah alokasi jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut dikurangi dengan estimasi nilai sisa (salvage value) aset tersebut pada akhir masa manfaatnya”.
(5) Menurut Purba (2013) : “Penyusutan adalah proses alokasi manfaat yang diperoleh suatu entitas dari aset tetap yang dimiliki”.
Semua jenis aktiva tetap kecuali tanah, akan semakin berkurang kemampuannya untuk memberikan jasa bersamaan dengan berlalunya waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi menurunnya kemampuan ini adalah pemakaian, keausan, ketidakseimbangan kapasitas yang tersedia dengan yang diminta dan keterbelakangan teknologi.
Berkurangnya kapasitas berarti berkurangnya nilai aktiva tetap yang bersangkutan. Hal ini perlu dilaporkan. Pengakuan adanya penurunan nilai aktiva tetap berwujud disebut penyusutan.
Setiap bagian dari aset tetap yang memiliki biaya perolehan
cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh aset harus
disusutkan secara terpisah. Entitas mengalokasikan jumlah pengakuan
awal aset pada bagian aset tetap yang signifikan dan menyusutkan
secara terpisah setiap bagian tersebut. Misalnya, adalah tepat untuk
menyusutkan secara terpisah antara badan pesawat dan mesin pada pesawat terbang, baik yang dimiliki sendiri maupun yang berasal dari sewa pembiayaan.
Suatu bagian yang signifikan dari aset tetap mungkin memiliki umur manfaat dan metode penyusutan yang sama dengan umur manfaat dan metode penyusutan bagian signifikan lainnya dari aset tersebut. Bagian-bagian tersebut dapat dikelompokkan menjadi satu dalam menentukan beban penyusutan. Sepanjang entitas menyusutkan secara terpisah beberapa bagian dari aset tetap, maka entitas juga menyusutkan secara terpisah bagian yang tersisa.
Bagian yang tersisa terdiri atas bagian yang tidak signifikan secara individual. Jika entitas ekspektasi yang bermacam-macam untuk bagian tersebut, teknik penaksiran tertentu diperlukan untuk menentukan penyusutan bagian yang tersisa sehingga mampu mencerminkan pola penggunaan dan atau umur manfaat dari bagian tersebut. Entitas dapat juga memilih untuk menyusutkan secara terpisah bagian dari aset yang biaya perolehannya tidak signifikan terhadap total biaya perolehan aset tersebut.
Beban penyusutan untuk setiap periode harus diakui dalam
laporan laba rugi, kecuali jika beban tersebut dimasukkan dalam
jumlah tercatat aset lainnya. Beban penyusutan untuk setiap periode
biasanya diakui dalam laporan laba rugi. Namun, kadang kala manfaat
ekonomis dimasa depan dari suatu aset adalah untuk menghasilkan
aset lainnya. Dalam hal ini, beban penyusutan merupakan bagian dari biaya perolehan aset lain dan dimasukkan dalam biaya konversi dari persediaan. Sama halnya, penyusutan aset tetap untuk aktivitas pengembangan mungkin dimasukkan dalam biaya perolehan aset tidak berwujud.
b. Jenis
Aset tetap dapat dibedakan menjadi dua (2) jenis berdasarkan penyusutannya, yaitu:
(1) Depreciable assets adalah aset tetap yang bisa disusutkan, seperti bangunan, mesin, peralatan.
(2) Nondepreciable assets adalah aset tetap yang tidak bisa disusutkan.
Aset tetap yang termasuk dalam jenis ini hanya satu (1) yaitu tanah sedangkan aset tetap yang lain termasuk dalam kategori depreciable assets.
c. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Biaya Penyusutan
Faktor–faktor yang mempengaruhi biaya penyusutan menurut Reeve (2010) yaitu:
(1) Harga Perolehan (Acquisition Cost)
Harga Perolehan adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap biaya penyusutan.
(2) Nilai Residu (Salvage Value)
Merupakan taksiran nilai atau potensi arus kas masuk
apabila aktiva tersebut dijual pada saat penarikan/penghentian
(retirement) aktiva. Nilai residu tidak selalu ada, ada kalanya suatu aktiva tidak memiliki nilai residu karena aktiva tersebut tidak dijual pada masa penarikannya alias di jadikan besi tua, hingga habis terkorosi. Tentu saja ini tidak dianjurkan, alangkah bagusnya jika didaur ulang.
(3) Umur Ekonomis Aktiva (Economical Life Time)
Sebagian besar, aktiva tetap memiliki 2 jenis umur, yaitu:
Umur fisik: Umur yang dikaitkan dengan kondisi fisik suatu aktiva.
Suatu aktiva dikatakan masih memiliki umur fisik apabila secara fisik aktiva tersebut masih dalam kondisi baik (walaupun mungkin sudah menurut fungsinya). Umur Fungsional: umur yang dikaitkan dengan kontribusi aktiva tersebut dalam penggunaanya. Suatu aktiva dikatakan masih memiliki umur fungsional apabila aktiva tersebut masih memberikan kontribusi bagi perusahaan.
Faktor yang mempengaruhi penyusutan menurut IAI dalam PSAK 16 (2011), jumlah tersusutkan dan periode Penyusutan sesuai dengan paragraf 51 sampai paragraf 60 yaitu: Jumlah tersusutkan dari suatu aset dialokasikan secara sistematis sepanjang umur manfaatnya.
Nilai residu dan umur manfaat setiap aset tetap di-review
minimum setiap akhir tahun buku dan apabila ternyata hasil review
berbeda dengan estimasi sebelumnya maka perbedaan tersebut
diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan
PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan.
Penyusutan diakui walaupun nilai wajar aset melebihi jumlah tercatatnya, sepanjang nilai residu aset tidak melebihi jumlah tercatatnya. Perbaikan dan pemeliharaan aset tidak meniadakan keharusan untuk menyusutkan aset.
Jumlah tersusutkan suatu aset ditentukan setelah mengurangi nilai residualnya. Dalam praktik, nilai residu aset terkadang tidak signifikan sehingga tidak material dalam penghitungan jumlah tersusutkan.
Nilai residu aset dapat meningkat ke suatu jumlah yang setara atau lebih besar dari jumlah tercatatnya. Jika hal tersebut terjadi, maka beban penyusutan aset adalah nol, hingga nilai residu selanjutnya berkurang menjadi lebih rendah dari jumlah tercatatnya.
Penyusutan aset dimulai pada saat aset tersebut siap untuk
digunakan, misalnya pada saat aset tersebut berada pada lokasi dan
kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan intensi
manajemen. Penyusutan aset dihentikan lebih awal ketika aset tersebut
diklasifikasikan sebagai aset dimiliki untuk dijual (atau aset tersebut
termasuk dalam kelompok aset lepasan yang diklasifikasikan sebagai
dimiliki untuk dijual) sesuai dengan PSAK 58 (revisi 2009): Aset
Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan
dan pada saat aset tersebut dilepaskan. Oleh sebab itu depresiasi tidak
dihentikan pengakuannya ketika aset tidak digunakan atau dihentikan penggunaannya kecuali telah habis disusutkan. Namun, apabila metode penyusutan yang digunakan adalah usage method (seperti unit of production method) maka beban penyusutan menjadi nol bila tidak ada
produksi.
Manfaat ekonomi masa depan melekat pada aset yang dikonsumsi olehentitas terutama melalui penggunaan aset itu sendiri.
Namun, beberapa faktor lain seperti keusangan teknis, keusangan komersial dan keausan selama aset tersebut tidak terpakai, sering mengakibatkan menurunnya manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari aset tersebut. Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, seluruh faktor berikut ini diperhitungkan dalam menentukan umur manfaat dari setiap aset:
(1) Ekspektasi daya pakai dari aset. Daya pakai atau daya guna tersebut dinilai dengan merujuk pada ekspektasi kapasitas aset atau keluaran fisik dari aset;
(2) Ekspektasi tingkat keausan fisik, yang tergantung pada faktor pengoperasian aset tersebut seperti jumlah penggiliran (shift) penggunaan aset dan program pemeliharaan aset dan perawatannya, serta perawatan dan pemeliharaan aset pada saat aset tersebut tidak digunakan (menganggur);
(3) Keusangan teknis dan keusangan komersial yang diakibatkan oleh
perubahan atau peningkatan produksi, atau karena perubahan
permintaan pasar atas produk atau jasa yang dihasilkan oleh aset tersebut; dan
(4) Pembatasan penggunaan aset karena aspek hukum atau peraturan tertentu, seperti berakhirnya waktu penggunaan sehubungan dengan sewa.
Umur manfaat aset ditentukan berdasarkan kegunaan yang diharapkan oleh entitas. Kebijakan manajemen aset suatu entitas dapat meliputi pelepasan aset yang bersangkutan setelah jangka waktu tertentu atau setelah pemanfaatan sejumlah proporsi tertentu dari manfaat ekonomik masa depan yang melekat pada aset. Oleh karena itu, umur manfaat dari suatu aset dapat lebih pendek dari umur manfaat dari aset tersebut. Estimasi umur manfaat suatu aset merupakan hal yang membutuhkan pertimbangan berdasarkan pengalaman entitas terhadap aset yang serupa.
Tanah dan bangunan merupakan aset yang dapat dipisahkan dan harus dicatat terpisah meskipun keduanya diperoleh sekaligus.
Pada umumnya tanah memiliki umur manfaat tidak terbatas sehingga
tidak disusutkan, kecuali entitas meyakini umur manfaat tanah terbatas
misalnya tanah yang ditambang dan tanah digunakan untuk tempat
pembuangan akhir. Bangunan memiliki umur manfaat terbatas
sehingga merupakan aset yang disusutkan. Peningkatan nilai tanah
dengan bangunan diatasnya tidak memengaruhi penentuan jumlah
yang dapat disusutkan dari bangunan tersebut.
Jika biaya perolehan tanah yang didalamnya termasuk biaya untuk membongkar, memindahkan dan memugar, dan manfaat yang diperoleh dari pembongkaran, pemindahan dan pemugaran tersebut terbatas, maka biaya tersebut harus disusutkan selama periode manfaat yang diperolehnya. Dalam beberapa kasus, tanah itu sendiri memiliki umur manfaat yang terbatas, dalam hal ini disusutkan dengan cara yang mencerminkan manfaat yang diperoleh dari tanah tersebut.
d. Metode Penyusutan
Berdasarkan IAI dalam PSAk 16 (2011) menyatakan bahwa Metode penyusutan yang digunakan mencerminkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomik masa depan dari aset oleh entitas. Metode penyusutan yang digunakan untuk aset direview minimum setiap akhir tahun buku dan, apabila terjadi perubahan yang signifikan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi masa depan dari aset tersebut, maka metode penyusutan diubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan metode penyusutan diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan.
Berbagai Metode penyusutan dapat digunakan untuk
mengalokasikan jumlah yang disusutkan secara sistematis dari suatu
aset selama masa manfaatnya. Metode tersebut antara lain metode
garis lurus (straight line method), metode saldo menurun (diminishing
balance method), dan metode jumlah unit (sum of the unit method).
Metode garis lurus menghasilkan pembebanan yang tetap selama umur manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah. Metode saldo menurun menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset.
Metode jumlah unit menghasilkan pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau output yang diharapkan dari suatu aset.
Menurut Purba (2013), Metode yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
(1) Metode Garis Lurus
Metode garis lurus adalah metode yang paling sederhana dari semua metode penyusutan yang ada. Berdasarkan metode ini, pola besarnya manfaat yang diharapkan dari aset sama setiap tahunnya. Beban penyusutan tiap tahun pelaporan dihitung dengan membagikan nilai yang disusutkan terhadap umur ekonomis atau masa manfaat aset. Metode ini digambarkan dengan rumus dibawah ini:
Beban penyusutan =
(2) Metode Saldo Menurun
Metode saldo menurun digunakan apabila manfaat yang
diperoleh pada awal umur ekonomi aset lebih besar jika
dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh pada tahun-tahun
setelahnya. Penyusutan dihasilkan dengan mengalikan harga
perolehan dengan suatu angka penyusutan.
(3) Metode Jumlah Unit
Jika metode jumlah unit yang digunakan maka besarnya beban penyusutan setiap tahunnya didasarkan ekspektasi penggunaan atau output aset yang digunakan, sehingga besarnya beban penyusutan sangat relatif setiap tahunnya.
Pemilihan metode penyusutan dan estimasi umur manfaat aset adalah hal-hal yang memerlukan pertimbangan. Oleh karena itu, pengungkapan metode yang digunakan dan estimasi umur manfaat atau tarif penyusutan memberikan informasi bagi pengguna laporan keuangan dalam me-review kebijakan yang dipilih manajemen dan memungkinkan perbandingan dengan entitas lain untuk alasan serupa, juga perlu diungkapkan:
(a) Penyusutan, apakah diakui dalam laba rugi atau diakui sebagai dari biaya perolehan aset lain, selama suatu periode; dan
(b) Akumulasi penyusutan pada akhir periode.
Metode penyusutan aset dipilih berdasarkan eskpektasi
pola konsumsi manfaat ekonomik masa depan dari aset dan
diterapkan secara konsisten dari periode ke periode kecuali ada
perubahan dalam ekspektasi pola konsumsi ekonomik masa
depan dari aset tersebut.
C. KERANGKA PIKIR
D. HIPOTESIS
“Diduga, bahwa perlakuan aset tetap pada PT Mulia Industrindo Tbk telah menggunakan PSAK 16 berbasis IFRS”.
PENYAJIAN ASET TETAP
Perolehan Aset tetap
Penyusutan Aset tetap
Penghapusan Aset tetap
Penyajian Aset tetap dalam LK PERLAKUAN AKUNTANSI PSAK 16
Berbasis IFRS PT MULIA INDUSTRINDO
Tbk
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam membantu penulisan ini, maka penulis memilih PT Mulia Industrindo Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX) yang beralamat di A.P Pettarani No. 18 Makassar. Sedangkan jangka waktu penelitian dilaksanakan kurang lebih dua bulan yaitu Juli sampai Agustus 2015.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, dengan tahapan sebagai berikut :
1. Penelitian pustaka (Library Research)
Penelitian dimaksudkan untuk mengumpulkan data melalui penelaan terhadap buku-buku literatur yang berhubungan dengan topik dan masalah yang diteliti.
2. Penelitian lapangan (Field Research)
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dengan cara melakukan kunjungan langsung pada objek penelitian. Untuk mendapatkan data lapangan ini, digunakan tehnik :
a. Wawancara yaitu tanya jawab atau wawancara yang dilakukan penulis dengan pihak atau staff yang terkait langsung pada PT Mulia
32
Industrindo Tbk yang diteliti. Dari hasil wawancara tersebut penulis memperoleh data yang diperlukan.
b. Dokumentasi yaitu pengumpulan data sebanyak mungkin yang berkaitan dengan variabel yang akan diteliti.
C. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data
a. Data kualitatif, yaitu data dari perusahaan dalam bentuk informasi baik lisan maupun tulisan seperti sejarah berdirinya perusahaan, struktur organisasi perusahaan yang disertai uraian tugasnya.
b. Data kuantitatif, yaitu data yang berupa angka-angka seperti besarnya nilai aset tetap yang diakui oleh perusahaan, serta data-data lain yang dibutuhkan dalam rangka penulisan
2. Sumber Data
a. Data primer, yaitu sumber data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung di lapangan oleh seseorang atau kelompok yang melakukan penelitian.
b. Data sekunder, yaitu merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari tempat dilaksanakannya penelitian tersebut.
D. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan untuk memecahkan rumusan masalah
adalah metode deskriptif yaitu menggambarkan secara deskriptif penyajian
asset tetap berdasarkan PSAK 16 berbasis IFRS pada PT Mulia Industrindo
Tbk.
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Singkat PT Mulia Industrindo Tbk
PT. Mulia Industrindo Tbk (Perusahaan), didirikan berdasarkan akta No. 15 tangga l5 Nopember 1986 dari Liliani Handajawati Tamzil S.H., notaris di Jakarta, kemudian diubah dengan akta No. 7 tanggal 6 Mei 1987 dari notaris yang sama. Anggaran dasar serta perubahannya telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. C2- 3936.HT.01.01.TH.87 tanggal 25 Mei 1987 dan diumumkann dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia No. 40 tanggal 18 Mei 1990.
Anggaran dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta No. 95 tanggal 25 Juni 2008 dari Fathiah Helmi S.H., notaris di Jakarta, sehubungan dengan penyesuaian terhadap Undang-Undang No. 40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas. Akta perubahan ini telah memperoleh persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusannya No. AHU- 83795.AH.01.02.tahun 2008 tanggal 11 Nopember 2008. Perusahaan berdomisili di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Kantor pusat grup Perusahaan beralamat di Wisma Mulia Lt. 53, Jl. Gatot Subroto No. 42 Kuningan Barat Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Sesuai dengan pasal 3 anggaran dasar, ruang lingkup kegiatan Perusahaan meliputi perdagangan atas hasil produksi anak perusahaan. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada tahun
34
1990. Jumlah karyawan Perusahaan dan anak perusahaan rata-rata 6.804 karyawan tahun 2013 dan 6.541 karyawan tahun 2012. Perusahaan tergabung dalam kelompok usaha (grup) Mulia. Susunan pengurus Perusahaan pada tanggal 30 September 2013 adalah sebagai berikut:
Komisaris Utama : Toni Surjanto Komisaris : Tjahja Sathiadi
Mansyur Ismail (merangkap sebagai komisaris Independen)
Direktur Utama : Eka Tjandranegara
Direktur : Hendra Herjadi Widjonarko Rudi Djaja
Ekson Tjandranegara Henry Bun
Medriyani Cendra Komite Audit : Mansyur Ismail Anggota : Karnanto
Lie Gwat Lian
PT Mulia Industrindo Tbk memiliki beberapa anak perusahaan yaitu PT
Muliakeramik Indahraya yang berdomisili di Cikarang dan bergerak di bidang
industri keramik lantai dan dinding, PT Muliaglass yang berdomisili di
Cikarang dan bergerak di bidang industri kaca lembaran, botol, stoples dan
gelas blok, Muliakeramik Finance Limited yang berdomisili di Mauritius dan
bergerak dibidang pembiayaan, Muliaglass Finance Limited yang berdomisili
di Mauritius dan bergerak di bidang pembiayaan, Mulia Industrindo Finance B.V. yang berdomisili di Belanda dan bergerak di bidang pembiayaan, dan Muliaglass Finance B.V. yang berdomisili di Belanda dan bergerak di bidang pembiayaan.
B. Visi dan Misi Perusahaan
a. Adapun visi perseroan dan anak perusahaan adalah:
1)
Untuk menjadi produsen kaca yang terpercaya di dunia
2)Untuk menjadi produsen keramik yang terkemuka di dunia
b. Adapun misi perseroan dan anak perusahaan berdasarkan kegiatan usaha yaitu:
1) Muliaglass
a) Memproduksi produk-produk kaca dengan biaya seminimal mungkin.
b) Perseroan akan meningkatkan pelayanannya kepada para pelanggan secara berkesinambungan.
c) Perseroan akan terus meningkatkan kualitas dan kemampuannya dalam memproduksi produk-produknya.
2) Muliakeramik
a) Menjadi salah satu pabrik keramik terbesar ketiga di Asia dan terbesar di Indonesia.
b) Menawarkan kepada pelanggan berbagai produk keramik dengan
kualitas yang prima dan harga dapat terjangkau oleh masyarakat
luas.
c) Memberikan kontribusi terhadap pembangunan gedung-gedung dan perumahan secara nasional.
C. Struktur Organisasi PT Mulia Industrindo Tbk
Struktur organisasi pada perusuhaan sangatlah penting arti dan peranannya, karena kebaradaannya memberikan suatu gambaran tentang hierarki setiap unit kerja dalam perusahaan sehingga personil atau unit kerja akan lebih mudah memahami dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya. Dalam struktur organisasi telah ditekankan tentang garis koordinasi dan tanggung jawab dari masing-masing personil atau unit kerja dengan tujuan untuk berbagai aktifitas perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Penyusunan struktur organisasi haruslah sesuai dengan operasional
perusahaan bahkan cenderung menggambarkan ruang lingkup kegiatan usaha
pada umumnya. Struktur organisasi merupakan susunan bagian atau unit kerja
dalam sebuah organisasi yang mencerminkan tugas-tugas yang diemban
masing-masing personil. Struktur organisasi cukup penting dalam mendukung
kelancaran aktifitas sebuah organisasi, karena semua pihak sudah ditentukan
tugas dan tanggung jawabnya, sehingga tidak terjadi over lapping. Adapun
gambar dari struktur organisasi PT Mulia Industrindo Tbk sebagai berikut:
STRUKTUR ORGANISASI PT MULIA INDUSTRINDO TBK
Sumber : PT Mulia Industrindo Tbk, 2014
Gambar 2. Struktur Organisasi PT Mulia Industrindo Tbk.
Sales Director
Operation Director Board
Of Comminissioners
Board Of Directors
Board of Directors Assistant
COO1 Risk Assessment
Head
Manajement Audit Head
COO2
MULIAGLASS (Float) Director
Human Capital
& Corporate Affairs Director Sales &
Marketing Director
MULIAKERAMI K Deputy
COO
Finance & Corp Information
Director MULIAGLASS
(Container) Director
D. Uraian Tugas
1. Board of Commissioners (Dewan Komisaris)
a. Uraian tugas-tugas Dewan Komisaris Perseroan sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar Perseroan sebagai berikut:
1)
Dewan Komisaris ditugaskan untuk mengawasi pengurusan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi dan memberikan nasehat kepada Direksi.
2)
Dewan Komisaris berhak memasuki gedung-gedung, kantor- kantor dan halaman-halaman yang dipergunakan oleh Perseroan selama jam-jam kantor dan berhak untuk memeriksa buku-buku dan dokumen-dokumen serta kekayaan Perseroan.
b. Gaji dan tunjangan lain dari anggota Komisaris ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham.
c. Rapat Komisaris dapat diadakan sekurang-kurangnya setahun sekali kecuali apabila dianggap perlu oleh Komisaris Utama atau setidaknya oleh 2 (dua) orang Komisaris atau atas permintaan tertulis seorang atau lebih anggota Direksi atau atas permintaan 1 (satu) pemegang saham atau lebih bersama-sama memiliki 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham yang telah ditempatkan oleh Perseroan dengan hak suara yang sah.
2. Board of Directors (Dewan Direksi)
a. Uraian tugas-tugas Direksi Perseroan sebagaimana yang tercantum
dalam Anggaran Dasar Perseroan adalah sebagai berikut:
1) Setiap anggota Direksi bertanggung-jawab penuh dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan Perseroan dalam mencapai maksud dan tujuannya.
2) Setiap anggota Direksi menjalankan tugasnya dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Jenis penghasilan setiap anggota Direksi ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham dan wewenang tersebut oleh Rapat Umum Pemegang Saham dapat dilimpahkan kepada Komisaris.
c. Rapat Direksi dapat diadakan pada setiap waktu apabila dianggap perlu oleh Direkstur utama atau seorang Direksi lainnya atau atas permintaan tertulis dari seorang atau lebih anggota Komisaris atau atas permintaan tertulis 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang bersama mewakili 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham yang telah ditempatkan oleh Perseroan dengan hak suara yang sah.
3. Audit Committee (Komite Audit)
a. Adapun uraian tugas dan tanggungjawab Komite Audit adalah sebagai berikut:
1) Bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris, Komite Audit
yang diketuai oleh Komisaris Independen sepanjang tahun
secara periodik melakukan telaah dan analisis terhadap
kegiatan dan temuan-temuan audit internal Perseroan.
2) Komite juga menelaah dan ikut serta dalam penyiapan Laporan Keuangan pertengahan tahun serta pemasangan iklannya di media cetak sebagaimana ditentukan. Dalam hal penyiapan Laporan Keuangan Konsolidasi dan Anak Perusahaan serta Laporan Auditor Independen, Komite Audit dalam bulan Oktober dan November 2007 ikut dalam pertemuan-pertemuan yang diadakan dengan Kantor Akuntan Publik Osman Ramli Satrio dan Rekan.
3)