• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat bagi peneliti adalah sebagai berikut :

1. Peneliti mampu mengetahui permasalahan yang terjadi dalam perusahaan sehingga pada saat memasuki dunia kerja nanti peneliti mampu menghadapi masalah tersebut.

2. Sebagai tolak ukur bagi peneliti untuk melakukan penelitian yang lebih baik di masa yang akan datang

Adapun manfaat bagi perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Sebagai tolak ukur perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

2. Sebagai sumbangan saran dan masukan agar perusahaan mampu menerapkan apa yang sudah diteliti sehingga kinerja karyawan perusahaan pun bisa lebih baik.

Adapun manfaat bagi Program Studi Ilmu Administrasi Niaga/Bisnis adalah sebagai berikut :

1. Sebagai sarana untuk memperkenalkan Departemen Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara ke perusahaan.

2. Sebagai bahan evaluasi bagi jurusan apakah kurikulum yang diterapkan sudah sesuai dengan teori dan praktis kerja yang sebenarnya.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Komunikasi Interpersonal

2.1.1 Defenisi Komunikasi Interpersonal

Komunikasi merupakan alat yang paling penting untuk menyampaikan atau menerima informasi dari pihak lain. Seorang pemimpin harus dapat menyampaikan informasi yang dapat dipahami dengan jelas agar para bawahan dapat mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Pengertian komunikasi interpersonal menurut Ivancevich et, al (Sunyoto, 2013:60) adalah komunikasi antara individu dengan individu lainnya mulai dari bentuk tatap muka dan dalam susunan kelompok sampai ke bentuk pesan instan dan konferensi video.

Menurut Bangun (2012:366) komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan antar individu dalam masyarakat tertentu dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam suatu organisasi, komunikasi interpersonal terjadi antara manager dengan karyawan atau antara karyawan dengan karyawan dengan media tertentu untuk mencapai tujuan yang bersifat pribadi. Menurut Robbins dan Judge (Wibowo, 2016:172) lebih melihat komunikasi interpersonal dalam caranya bagaimana komunikasi dapat dilakukan, yaitu melalui oral communication, written communication, atau nonverbal communication.

1. Oral communication

Komunikasi lisan merupakan sarana utama untuk menyampaikan pesan.

Bentuknya dapat berupa pidato, diskusi individual atau kelompok, dan

desas-kecepatan dan umpan balik. Kita dapat menyampaikan berita secara verbal dan menerima respon dalam waktu minimal. Sedangkan kerugiannya terletak pada apabila berita disampaikan melalui sejumlah orang, maka semakin banyak orang akan semakin besar potensi distorsi.

2. Written communication

Komunikasi tertulis dilakukan melalui memo, surat, fax, e-mail, instant messaging, organizational periodicals, peringatan pada papan pengumuman, dan cara lain yang disampaikan melalui kata tertulis atau simbol. Keuntungan komunikasi tertulis karena tangible dan verifiable. Ketika tercetak, baik sender maupun receiver mempunyai catatan komunikasi, dan beritanya dapat disimpan untuk waktu tidak terbatas. Tetapi komunikasi tertulis mempunyai kekurangan karena lebih memakan waktu.

3. Nonverbal communication

Dalam penyampaian pesan secara verbal, sering diikuti dengan pesan nonverbal. Wujudnya dapat berupa pandangan sekilas, tatapan, senyuman, mengerutkan dahi, atau gerakan tubuh. Diskusi tidak menunjukkan komunikasi lengkap apabila tidak diikuti komunikasi nonverbal, termasuk gerakan badan, intonasi atau penekanan pada kata, ekspresi wajah, dan jarak fisik antara sender dengan receiver.

Menurut Purwanto (Sunyoto,2013:60) adapun tujuan dari komunikasi interpersonal adalah sebagai berikut :

a. Menyampaikan informasi kepada orang lain

Komunikasi interpersonal bertujuan untuk menyampaikan informasi apapun kepada orang lain.

b. Berbagi pengalaman kepada orang lain

Komunikasi interpersonal juga bertujuan untuk berbagi pengalam pribadibaik yang menyenagkan maupun tidak menyenangka kepada orang lain.

c. Menumbuhkan simpati

Komunikasi interpersonal dapat digunakan untuk menumbuhkan rasa simpati, misalnya dalam bentuk dukungan moral, banttuan keuangan, bantuan barang, dan sebagainya.

d. Melakukan kerjasama

Komunikasi interpersonal bertujuan untuk menyelesaikan suatu perkerjaan tertentu yang membutuhkan bantuan orang lain.

e. Membangkitkan motivasi

Melalui komunikasi interpersonal seseorang depat membangkitkan motivasi orang lain untuk melakukan sesuatu, misalnya dengan pemberian imbalan baik financial maupun non financial.

2.1.2 Indikator Komunikasi Interpersonal 1. Keterbukaan (Openness)

Keterbukaan (Openness) merupakan salah satu faktor yang memperngaruhi efektivitas komunikasi interpersonal. De Vito (Suciati, 2015:29) mengatakan bahwa sebuah keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga hal yaitu:

komunikator antar pribadi yang efektif harus terbuka kepada partner nya, kesetiaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang, serta adanya tanggung jawab terhadap pikiran dan perasaan yang

dilontarkan. Menurut De Vito (1997), elemen keterbukaan diri seseorang meliputi lima hal, yaitu :

a. Kesediaan untuk mengungkapkan identitas diri. Hal ini adalah awal sebuah pengungkapan diri. Kita akan memperkenalkan diri kita kepada orang lain jika hubungan kita berada pada tahap awal. Identitas diri juga meliputi semua yang kita miliki termasuk kemampuan.

b. Kesediaan mengungkapkan sisi diri terlepas dari identitas diri, yang akan diukur melalui kemampuan untuk mengungkapkan sikap, pikiran, perasaan dan ekspresi. Pengungkapan tentang identitas diri berkembang dengan hal-hal yang bersifat tidak kasat mata. Kognitif, dan efektif yang kita miliki mulai diungkapkan dengan melalui ekspresi-ekspresi nonverbal.

c. Kesediaan untuk menerima orang lain apa adanya yang akan diukur melalui ada tidaknya orang lain menerima seseorang tersebut apa adanya.

Aspek penerimaan mulai muncul ketika kita sudah menjalani hubungan relatif lama. Kelebihan dan kekurangan dari partner tidak saja diketahui, tetapi juga diterima sebagai bagian dari realita yang kita hadapi.

d. Kesediaan untuk mendengarkan dan memahami masalah pribadi seseorang. Hubungan berlanjut manakala orang sudah mulai mengungkapkan permasalahan diri yang bersifat pribadi/privasi.

e. Tingkat keluasan (breadth) yang akan diukur dari luas sempitnya jenis topik yang dikomunikasikan kepada seseorang. Percakapan tidak hanya seputar masalah diri dan keluarga dekat, tetapi mungkin yang melibatkan orang lain juga menjadi topik yang dibahas.

Keterbukaan diri akan lebih lancar dalam situasi-situasi tertentu dibanding situasi yang lain. Misalnya yang terjadi antara dua partisipan komunikasi yang berbeda budaya dibutuhkan keterbukaan mengingat rentannya terjadi kesalahpahaman di antara mereka. Menurut De Vito (1997) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterbukaan diri, antara lain :

1) Besaran kelompok

Keterbukaan diri akan lebih banyak terjadi pada kelompok kecil dibandingkan kelompok yang besar, apalagi dalam komunikasi interpersonal yang umumnya hanya terdiri dari dua orang. Respon dan kontak dari sedikit orang akan lebih efektif apabila dibandingkan dengan respon dan kontak dari banyak orang.

2) Perasaan menyukai

Orang cenderung lebih membuka diri pada orang lain yang dipercayainya, dibandingkan yang tidak dipercayai. Demikian juga tingkat keterbukaan dari orang yang disukai akan lebih tinggi daripada orang yang tidak dipercaya mengingat orang yang dipercaya akan bersikap mendukung kita.

3) Efek diadik

Berg dan Acher, dalam penelitiannya membuktikan bahwa keterbukaan diri akan menjadi lebih akrab manakala dilakukan sebagai tanggapan atas keterbukaan diri orang lain. Efek diadik ini membuat kita merasa lebih aman dan memperkuat prilaku keterbukaan diri kita sendiri.

4) Kompetensi

Orang yang kompeten akan lebih banyak melakukan pembukaan diri dikarenakan banyak memiliki hal yang positif tentang diri mereka sendiri ketimbang orang-orang yang tidak kompeten.

5) Topik

Kita cenderung membuka diri terhadap suatu topik tertentu dibandingkan dengan topik yang lain. Semakin pribadi dan negatif suatu topik, maka akan semakin kecil pula untuk kita ungkapkan terhadap orang lain.

6) Jenis kelamin

Dalam penelitian ditemukan bahwa pria lebih kurang terbuka dibandingkan wanita. Banyaknya hal yang dirasakan maka wanita cenderung ingin mengurangi beban hatinya dengan mengungkapkan kepada orang lain melalui face to face.

Keterbukaan adalah sesuatu yang positif. Hal ini terlihat dalam dampak yang dihasilkannya. Adapun beberapa dampak keterbukaan diungkapkan oleh Supratiknya (Suciati, 2015:35), sebagai berikut :

a) Pembukaan diri adalah suatu dasar hubungan yang sehat antara dua orang.

b) Semakin kita bersikap terbuka pada orang lain, maka orang lain akan bersikap terbuka pada kita

c) Orang yang rela membuka diri kepada orang lain, cenderung untuk memiliki sifat-sifat sebagai berikut : kompeten, terbuka, ekstrovet, fleksibel, adaptif, dan matang.

d) Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi yang baik dengan diri kita maupun dengan orang lain.

e) Membuka diri bersikap realistik, maka pembukaan diri kita harus jujur, tulus, dan autentik.

2. Empati

Empati dapat diartikan sebagai kemampuan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan dan dapat melakukan sesuatu yang nyata untuk mewujudkan rasa kepedulian kita terhadap apa yang orang lain alami. Defenisi ini menandakan bahwa selain dari aspek kognitif dan afektif, maka empati membutuhkan aspek konatif sebagai sebuah bentuk nyata kepedulian kita terhadap penderitaan orang lain. Dalam komponen kognitif, seseorang dapat memahami apa yang dialami orang lain, sedangkan komponen afektif berarti seseorang merasakan apa yang dialami orang lain.

Adapun Baron dan Byrne (Suciati, 2015:81) menyatakan bahwa empati membuat seseorang dapat memahami orang lain secara emosional, merasa simpatik, dan mencoba untuk ikut menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, empati dapat dipahami juga sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, melalui sudut pandang dan kacamata orang tersebut.

3. Sikap suportif

Sikap suportif sering diartikan dengan sikap mendukung orang lain. Menurut Humphreys (Suciati, 2015:67) dukungan merupakan pengenalan kognitif atau verbal tetapi hanya tentang seseorang/pribadi, bukan tentang sebuah tindakan.

Tidak semua dukungan akan berpengaruh sebagai salah satu bentuk morivasi.

Ada situasi-situasi tertentu dimana sebuah dukungan akan efektif. Sebuah dukungan akan berpengaruh ketika kedua hal terpenuhi, yaitu murni dan tulus (muncul dari dalam hati) serta diungkapkan dengan tanpa syarat.

4. Sikap positif

Sikap positif terhadap diri sendiri meliputi rasa positif, berfikir positif, dan perilaku yang positif. Sikap positif dalam komunikasi interpersonal dapat ditunjukkan melalui dua cara yaitu menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang yang berinteraksi dengan kita. Sikap positif mengandung tiga aspek yaitu : pertama, komunikasi interpersonal terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, dan merefleksikannya kepada orang lain. Kedua, memiliki perasaan positif saat berinteraksi dengan orang lain dalam pengertian ini kita dituntut untuk dapat menikmati interaksi dan menciptakan suasana yang menyenangkan selama komunikasi berlangsung. Ketiga, sikap positif dapat dijelaskan pula dengan istilah dorongan (stroking).

Perilaku mendorong menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain.

Dorongan positif berbentuk pujian dan penghargaan, sedangkan dorongan negatif bersikap menghukum dan menimbulkan pengertian (Suciati, 2015:56)

Menurut Sugiyo (Suciati, 2015:56) mengartikan bahwa rasa positif adalah adanya kecenderungan bertindak pada diri komunikator untuk memberikan penilaian yang positif pada diri komunikan. Dalam komunikasi antarpribadi hendaknya antara komunikator dengan komunikan saling menunjukkan sikap positif, karena dalam hubungan komunikasi tersebut akan muncul suasana menyenangkan, sehingga pemutusan hubungan komunikasi tidak akan terjadi.

Rakhmat (2005) menyatakan bahwa sukses komunikasi interpersonal banyak tergantung pada kualitas pandangan dan perasaan diri, positif atau negatif.

Pandangan dan perasaan tentang diri yang positif akan lahir pola perilaku komunikasi antarpribadi yang positif pula. Contohnya dalam berkomunikasi antar individu selalu berlaku jujur dan selalu berperasangka baik terhadap orang yang diajak komunikasi.

5. Kesetaraan

Kesetaraan termasuk pada salah satu karakteristik efektifitas dalam komunikasi interpersonal. Hal ini terjadi ketika satu mitra komunikasi melihat mitra lainnya memberikan kontribusi dalam interaksi mereka. Dalam sebuah komunikasi yang mengandung kesetaraan, perbedaan-perbedaan yang ada dipahami bukan sebagai sumber konflik, tetapi lebih pada memahami ketidaksamaan.

2.2 Reward

2.2.1 Defenisi Reward

Manusia selalu mempunyai cita-cita, harapan, dan keinginan. Inilah yang dimanfaatkan oleh metode reward. Maka dengan metode ini seseorang mengerjakan perbuatan baik atau mencapai suatu prestasi yang tertentu diberikan suatu reward yang menarik sebagai imbalan (Kompri, 2015:290). Menurut Kompri (2015:290) reward adalah sebuah bentuk apresiasi suatu prestasi tertentu yang diberikan, baik dari perseorangan ataupun suatu lembaga yang biasanya diberikan dalam bentuk material ataupun ucapan. Reward merupakan padanan kata dari kompensasi, penghargaan, imbalan atau hadiah.

Seorang bekerja memberikan waktu dan tenaganya kepada organisasi dan sebagai kontra prestasinya, organisasi memberikan imbalan atau kompensasi yang bentuknya dapat sangat bervariasi. Dalam kenyataannya, setiap organisasi menerapkan sistem kompensasi secara fleksibel dan bebas sesuai dengan kondisi masing-masing. Werther dan Davis (Wibowo, 2009:158) mendefenisikan kompensasi sebagai apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya kepada organisasi. Dengan kompensasi kepada pekerja diberikan penghargaan berdasarkan kinerja dan bukan berdasarkan senioritas atau jumlah jam kerja (Werther dan Davis, 1996).

Dilihat dari cara pemberiannya, kompensasi merupakan kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung merupakan kompensasi manajemen seperti upah dan gaji atau pay for performance seperti insentif dan gain sharing. Sementara itu, kompensasi tidak langsung dapat berupa tunjangan atau jaminan keamanan dan kesehatan. Pemberian kompensasi dapat terjadi tanpa ada kaitannya dengan prestasi, seperti upah dan gaji. Namun, kompensasi dapat pula diberikan dalam bentuk insentif, yang merupakan kontra prestasi diluar upah atau gaji, dan mempunyai hubungan dengan prestasi sehingga dinamakan pula sebagai pay for performance atau pembayaran atas prestasi.

Disamping upah, gaji dan insentif, kepada pekerja dapat diberikan rangsangan lain berupa penghargaan atau reward. Perbedaan antara insentif dengan reward adalah insentif bersifat memberi motivasi agar pekerja lebih meningkatkan prestasinya, pada reward pekerja lebih bersifat pasif. Bentuk kompensasi lain berupa tunjangan, yang pada umumnya tidak dikaitkan dengan prestasi kerja. Tunjangan lebih banyak dikaitkan dengan pemberian kesejahteraan

dan penciptaan kondisi kerja sehingga pekerja menjadi merasa nyaman dan merasa mendapat perhatian dari atasan.

2.2.2 Indikator Pemberian Kompensasi

Menurut Kadarisman (Arlina, 2015:39) kompensasi finansial terdiri dari:

1. Upah

Upah merupakan balas jasa kepada karyawan sebagai balas jasa atas apa yang telah dikerjakan untuk perusahaan. Pembayaran upah dapat diberikan berdasarkan jumlah jam kerja, jumlah produk yang dihasilkan atau pelayanan yang diberikan. Pemberian upah akan diberikan dengan jumlah yang sesuai dengan apa yang telah dihasilkan oleh karyawan pada priode tersebut.

2. Gaji

Pembayaran gaji berbeda dengan pembayaran upah dimana jumlah gaji yang dibayarkan relatif tetap dibandingkan upah yang jumlahnya relatif berubah-ubah. Pembayaran gaji disesuaikan dengan kedudukan seseorang yang ada pada perusahaan sehingga jumlah gaji yang dibayarkan kepada setiap anggota akan berbeda sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan oleh setiap tingkat jabatan. Pembayaran gaji dilakukan sesuai dengan lamanya kerja baik seminggu, sebulan, atau setahun.

3. Insentif

Kompensasi insentif merupakan jumlah yang dibayarkan perusahaan kepada karyawan yang mengaitkan bayaran dengan produktivitas. Hal ini dapat menjadi motivasi karyawan karena kompensasi insentif hanya

diberikan kepada karyawan yang berprestasi atau yang mampu menghasilkan produk dengan jumlah yang tinggi.

4. Tunjangan

Tunjangan kepada karyawan merupakan pembayaran dan jasa yang melindungi serta melengkapi gaji pokok dimana perusahaan dapat membayar semua atau sebagian dari jumlah tunjangan yang diberikan. Tunjangan ini diberikan sebagai bentuk kontribusi dan tanggung jawab kepada karyawan secara sosial, hal ini dapat menjadi salah satu motivasi kerja untuk karyawan.

Selain bentuk kompensasi finansial, terdapat bentuk kompensasi nonfinansial yang mampu meningkatkan motivasi kerja bagi karyawan maupun manajer. Kompensasi nonfinansial tersebut adalah :

a. Kebijakan Operasional

Menurut Wilson (Arlina, 2015:42) kebijakan operasional (organizational policy) adalah pedoman yang ditetapkan organisasi pada awal kegiatan yang dapat dijadikan dalam pengambilan keputusan. Dengan kebijakan organisasional yang baik, diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Sebagai contoh adalah pada kebijakan perusahaan dalam memberikan sistem administrasi kompensasi yang sesuai dengan apa yang telah dikerjakan oleh karyawan, hal ini akan menciptakan daya tarik perusahaan dalam mempertahankan dan menarik tenaga kerja yang berkualitas. Faktor kondisi kerja juga merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karyawan dalam meningkatkan kualitas kerja yang dihasilkan,

contohnya adalah tersedia fasilitas yang memadai, ruang kerja yang bersih. Kebijakan organisasional akan menghasilkan pengambilan keputusan yang efektif jika pemberi kerja memperhatikan faktor-faktor kepuasan kerja (Wilson, 2012). Kepuasan kerja yang dimaksud seperti pengakuan prestasi yang dihasilkan oleh karyawan, pekerjaan yang menuntut tanggung jawab, promosi jabatan, dan lain-lain.

b. Manajer yang berkualitas

Menurut Wilson (Arlina, 2015:43) kualitas kerja karyawan akan bergantung pada kualitas manajer dan mempunyai kaitan dengan hasil-hasil organisasional. Apabila manajer dapat memimpin karyawan dengan baik, karyawan akan terpacu untuk bekerja secara maksimal, dan hal ini akan berpengaruh pada meningkatnya produktivitas perusahaan. Apabila manajer memimpin dengan kurang bersemangat, kinerja karyawan yang dihasilkan kurang maksimal.

c. Rekan kerja

Menciptakan kondisi kerja yang baik merupakan salah satu kunci perusahaan dalam menghasilkan kepuasan kerja bagi karyawannya.

Salah satu kondisi kerja yang berpengaruh adalah bagaimana rekan kerja dalam perusahaan tersebut. Apabila kerja sama tim dalam perusahaan tersebut baik, diharapkan kinerja yang dihasilkan meningkat pula.

d. Pembagian pekerjaan

Menurut Wilson (Arlina, 2015:43) setiap orang dalam kelompok memiliki keahlian yang berbeda, sehingga dengan prinsip ini

produktivitas akan meningkat. Bekerja sesuai dengan kemampuan, akan dapat meningkatkan kinerja karyawan tersebut. Apabila perusahaan mampu membagi pekerjaan dengan tepat, maka hasil yang diberikan karyawan juga akan menjadi lebih baik.

2.3 Punishment

2.3.1 Defenisi Punishment

Menurut Suwarto (Kompri, 2015:291) punishment adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang berlaku secara umum. Dalam hal ini, hukuman diberikan ketika sebuah tingkah laku yang tidak diharapkan ditampilkan oleh orang yang bersangkutan atau orang yang bersangkutan tidak memberikan respons atau tidak menampilkan tingkah laku yang diharapkan. Meskipun sudah diberikan hukuman atas perilaku yang tidak diharapkan, bukan berarti tidak akan terjadi lagi penyimpangan berikutnya.

Oleh karena itu pengawasan pimpinan masih terus dibutuhkan.

Apabila selanjutnya pegawai melakukan tindakan penyimpangan akan dilakukan investigasi untuk mengetahui tindakan pelanggaran seperti apa yang telah dilakukan pegawai dan sanksi seperti apa yang diberikan. Sanksi dapat diberikan sesuai dengan ketentuan, diawali dengan sanksi lisan berupa teguran atas pelanggaran yang dilakukan, atau peringatan tertulis berupa peringatan pertama, peringatan dua, dan peringatan tiga. Apabila ketiga peringatan telah diberikan masih tetap tidak di tepati maka tindakan skorsing terpaksa dikeluarkan.

Akhirnya, kalau masih tetap ada pelanggaran maka sanksi terakhir menjadi pilihan, yakni dikeluarkan dari organisasi.

2.3.2 Punishment atas pelanggaran disiplin kerja

Menurut Rivai (Sinambela, 2016:353) pelanggaran kerja adalah setiap ucapan, tulisan, perbuatan seorang pegawai yang melanggar peraturan disiplin yang telah diatur oleh pimpinan organisasi, sedangkan sanksi pelanggaran kerja adalah hukuman disiplin yang dijatuhkan pimpinan organisasi kepada pegawai yang melanggar peraturan disiplin yang telah diatur pimpinan organisasi.

Menurut Purwanto (Purnama, 2015:20) secara garis besar, punishment dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Punisment Preventif

Punishment yang dilakukan dengan maksud agar tidak atau jangan terjadi pelanggaran. Punishment ini bermaksud untuk mencegah jangan sampai terjadi pelanggaran sehingga hal itu dilakukannya sebelum pelanggaran dilakukan. Dengan demikian, punishment prefentif adalah hukuman yang bersifat pencegahan. Tujuan dari hukuman preventif ini adalah untuk menjaga agar hal – hal yang dapat menghambat atau mengganggu kelancaran dari proses pekerjaan bisa dihindari.

b. Punishment represif

Punishment yang dilakukan karena adanya pelanggara, oleh adanya dosa yang telah diperbuat. Jadi, punishment ini dilakukan setelah terjadi pelanggaran atau kesalahan. Punishment represif diadakan bila terjadi sesuatu perbuatan yang dianggap bertentangan dengan peraturan-peraturan atau sesuatu perbuatan yang dianggap melanggar peraturan.

Menurut Dharma (Sinambela, 2016:354) berpendapat bahwa sanksi pelanggaran kerja akibat tindakan indisipliner dapat dilakukan mulai dari pendekatan yang mendidik hingga pada pemecatan.

1. Pembicaraan informal

Dalam aturan pembicaraan informal dapat dilakukan terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran kecil dan pelanggaran itu dilakukan pertama kali. Apabila pelanggaran yang dilakukan pegawai hanyalah pelanggaran kecil, seperti terlambat masuk kerja atau istirahat siang lebih lama dari yang ditentukan, atau pegawai yang bersangkutan juga tidak memiliki catatan pelanggaran sebelumnya, pembicaraan informal akan memecahkan masalah. Pada saat pembicaraan usahakan menemukan penyebab pelanggaran, dengan mempertimbangkan potensi pegawai yang bersangkutan dan catatan kepegawaiannya.

2. Peringatan lisan

Peringatan lisan perlu dipandang sebagai dialog atau diskusi, bukan sebagai ceramah atau kesempatan untuk “mengumpat pegawai”.

Pegawai perlu didorong untuk mengemukakan alasannya melakukan pelanggaran. Selama berlangsungnya pembicaraan, sebagai seorang pimpinan perlu berusaha memperoleh semua fakta yang relevan dan memintanya mengajukan pandangan. Apabila fakta telah diperoleh dantelah dinilai maka perlu dilakukan pengambilan keputusan terhadap pegawai bersangkutan.

3. Peringatan tertulis

Peringatan tertulis diberikan untuk pegawai yang telah melanggar peraturan beraturan berulang-ulang. Tindakan ini biasanya di dahului dengan pembicaraan terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran 4. Merumahkan sementara

Merumahkan sementara adalah tindakan pendisiplinan yang dilakukan terhadap pegawai yang telah berulang kali melakukan pelanggaran. Ini berarti bahwa langkah pendisiplinan sebelumnya tidak berhasil mengubah perilakunya. Merumahkan sementara dapat dilakukan tanpa melalui tahapan yang diuraikan sebelumnya jika pelanggaran yang dilakukan adalah pelanggaran yang cukup berat. Tindakan ini dapat dilakukan sebagai alternatif dari tindakan pemecatan jika pimpinan perusahaan memandang bahwa karier pegawai itu masih dapat diselamatkan.

5. Demosi

Demosi berarti penurunan pangkat atau upah yang diterima pegawai.

Akibat yang bisa timbul dari tindakan pendisiplinan ini adalah

Akibat yang bisa timbul dari tindakan pendisiplinan ini adalah

Dokumen terkait