• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I: PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya:

1. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Maros

Membantu sosialisasi dalam menyampaikan dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan kepada masyarakat.

2. Bagi masyarakat

Agar masyarakat mengerti bagaimana cara menyampaikan dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi di Kantor Pajak.

3. Bagi penulis

Penelitian ini untuk menambah wawasan dan pengetahuan sebagai bekal untuk menerapkan suatu keadaan secara teoritis maupun praktis, khususnya yang berkenaan dengan Pengelolaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Maros.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Perpajakan Di Indonesia 1. Pengertian Pajak

Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut mempunyai tujuan yang sama. Untuk lebih jelasnya dan untuk memahami pengertian tentang apa yang dimaksud dengan pajak, maka dikemukakan beberapa definisi pajak sebagai berikut:

1. Undang – undang No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang – Undang No.6 Tahun 1983 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bahwa: “Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat”.

2. Menurut Prof. Dr. Mardiasmo (2011: 1) bahwa : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

3. Menurut Adriani dalam Sugeng Wahon (2012: 2) bahwa: “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan dengan tidak mendapat prestasi

10

kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara menyelenggarakan pemerintahan.”

Definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. luran dan rakyat kepada negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. luran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan Undang-Undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal (kontraprestasi) dan negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat di tunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeIuaran yang bermanfaat bagi masyarakat luar.

2. Fungsi Pajak

Menurut Sugeng Wahono (2012: 3) ada 4 fungsi pajak, yaitu:

a) Fungsi Anggaran (Budgetair)

Yaitu sebagai sumber pendapatan Negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran negara.

b) Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi ini pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.

c) Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan.

d) Fungsi Redisrtibusi Pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh Negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

3. Jenis – Jenis Pajak

Menurut Siti Resmi (2013: 7) jenis pajak dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu menurut golongan, sifat dan lembaga pemungutnya:

a. Menurut Golongan

1) Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan.

2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa.

b. Menurut Sifatnya

1) Pajak Subyektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang meperhatikan keadaan subjeknya.

2) Pajak objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib Pajak) maupun tempat tinggal.

c. Menurut Lembaga Pemungutan

1) Pajak negara (pajak pusat), adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya.

2) Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.

4. Tarif Pajak

Menurut Prof. Dr. Mardiasmo (2011: 9) ada 4 macam tarif pajak, yaitu:

a. Tarif sebanding/proporsional,yaitu tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.

b. Tarif tetap, yaitu tarif berupa jumlah yang tetap terhadap jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

c. Tarif progresif, yaitu tarif persentase yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar

d. Tarif degresif, persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin kecil.

5. Asas Pemungutan Pajak

Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan Negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa: ”segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan Undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasa-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak”.

Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh Negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Menurut Trisni Suryarini dan Tarsis Tarmudji (2012: 3), bahwa asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:

a. Asas Domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkependudukan di negara itu.

b. Asas Sumber, Negara yang menganut asa sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di Negara itu.

c. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle). Dalam asas ini yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan.

6. Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka menurut Prof. Dr. Mardiasmo (2011: 2) pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan. Undang-Undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang- undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing – masing. Sedang adil dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada pertimbangan Pajak.

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang – undang (syarat yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik Negara maupun warganya.

c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat financial)

Sesuai dengan budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan sederhana akan memudahkan dalam mendorong masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang– undang perpajakan yang baru.

7. Sistem Perpajakan di Indonesia

Sistem perpajakan disuatu negara terdiri dari tiga unsur, yakni Tax Policy, Tax Law dan Tax Administration. Sistem perpajakan dapat disebut sebagai metode atau cara bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dapat mengalir ke kas negara. Sejak perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan pada tahun 1983 yang merupakan awal dimulainya reformasi perpajakan Indonesia menggantikan peraturan perpajakan yang dibuat oleh kolonial Belanda seperti ordonansi PPs 1925 dan ordonansi PPd 1944.

Sistem pemungutan pajak di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga menurut Siti Resmi (2013: 11) yaitu:

1. Official Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sediri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur perpajakan).

2. Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti penting membayar pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk:

1) Menghitung sendiri pajak yang terutang;

2) Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;

3) Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;

4) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang; dan

5) Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.

Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada pada Wajib Pajak).

3. With Holding System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menetukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukkan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, menyetor, dan mempertanggung jawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

B. Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) 1. Konsep Sistem Informasi di Lingkungan DJP

Perkembangan Teknologi Informasi (TI) Ditjen Pajak dimulai awal 90-an, yaitu dengan penerapan Network Processing Control System (NPCS) yang berfungsi untuk mengawasi dan mengevaluasi pembayaran pajak. Pada awal 1994, mulai diperkenalkan Sistem Informasi Perpajakan untuk menggantikan NPCS yang berfungsi sebagai sarana pengawasan SPT sekaligus untuk mengawasi dan mengevaluasi pembayaran pajak, serta dapat juga berperan sebagai sarana pendukung pengambilan keputusan.

Pada tahun 2002, DJP mengimplementasikan penggunaan SAPT di KPP WP Besar dan hal tersebut masih terus digunakan sampai saat ini di KPP WP Besar, untuk memudahkan pelayanan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak serta meningkatkan produktivitas aparat. Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. SE-15/PJ/2007 JO. SE-25/PJ/2008, tentang persiapan penerapan Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan, Sistem informasi yang pertama kali digunakan seirama dengan modernisasi perpajakan adalah Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) di kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar dan Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar. Selain itu, Ditjen pajak juga menerapkan aplikasi baru meliputi:

a. Situs Internet Ditjen Pajak (http://www.pajak.go.id) yang memuat peraturan perpajakan dan informasi perpajakan.

b. Pengembangan knowledge base di beberapa kanwil yang berisi petunjuk praktis tentang beberapa permasalahan di bidang perpajakan yang dapat dijadikan pedoman oleh fiskus dalam menjawab pertanyaan dari wajib pajak.

c. Situs Internet Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan sarana komunikasi internal Ditjen Pajak dan sekaligus pintu masuk menuju program aplikasi PK-PM dan MP3.

d. Program aplikasi PK-PM yang berfungsi untuk menyandingkan Faktur Pajak Masukan PKP Pembeli dengan Faktur Pajak Keluaran PKP penjual.

e. Program aplikasi “kriteria seksi” sebagai sarana pemilihan pemeriksaan pajak berdasarkan tingkat resiko.

f. Program Aplikasi Monitoring Pelaporan dan Pembayaran Pajak (MP3) yang berfungsi untuk memonitor dan mengawasi penerimaan pajak secara online.

g. Program aplikasi e-registration, sistem pendaftaran wajib pajak memperoleh NPWP secara online.

h. Program aplikasi e-filling, sistem menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak secara online. Program aplikasi e-SPT yang merupakan sarana bagi wajib untuk dapat menyampaikan SPT melalui media elektronik.

i. Sistem Informasi Geografis (SIG) yang telah dikembangkan menjadi suatu

“smart map” sehingga dapat memuat info rinci yang terkait dengan suatu nomor objek pajak (NOP).

j. Program terbaru adalah pengembangan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) untuk menggantikan SIP. Sistem ini dikembangkan hanya pada kantor yang telah menerapkan adminstrasi modern.

Berdasarkan tujuan dari Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan, terdapat beberapa karakteristik antara lain:

1) Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. 6/PJ/2009, tentang tata cara penyampaian surat pemberitahuan dalam bentuk elektronik. Maka seluruh kegiatan sistem administrasi perpajakan harus menggunakan administrasi yang berbasis teknologi, fasilitas tersebut antara lain Website, Call Center, e-Filling, e-SPT, Online payment. Hal ini dilakukan untuk memberi kemudahan dan kenyamanan pelayanan kepada Wajib Pajak.

2) Seluruh Wajib Pajak diwajibkan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) secara elektronik (e-Filling) dengan diterbitkan peraturan Direktur Jenderal

Pajak Nomor KEP-05/PJ/2005 JO. KEP-47/PJ/2008 tentang tata cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara Elektronik (e-Filling) melalui perusahaan Applied Services Provider (ASP).

3) Seluruh Wajib Pajak diwajibkan melaporkan kewajiban perpajakannya dengan menggunakan media komputer (e-SPT).

4) e-SPT merupakan salah satu bagian dari proses modernisasi system administrasi perpajakan untuk memperoleh kemudahan dalam memenuhi kewajiban Wajib Pajak sehingga pelaporan perpajakan lebih mudah dilaksanakan.

5) Seluruh Wajib Pajak diwajibkan membayar setoran pajak. Pembayaran setoran pajak melalui sistem pembayaran online dilakukan melalui PT. Pos Indonesia (Persero) atau Bank Persepsi/Devisa persepsi online, maupun menggunakan fasilitas alat transaksi yang disediakan oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi Online.

System Adminintrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) menghasilkan data pembayaran dan kewajiban perpajakan setiap Wajib Pajak secara dinamis. Kemudian dikembangkan lagi menjadi Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SI-DJP) dengan menggunakan perangkat keras dan lunak yang dihubungkan dengan suatu jaringan kerja di Kantor Pusat.

2. Pengertian Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP)

Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) didefinisikan sebagai suatu sistem informasi yang terpadu di dalam suatu jaringan kerja dengan menggunakan perangkat lunak dan perangkat keras komputer sebagai pengolah data, hak dan kewajiban perpajakan menjadi informasi yang

bermanfaat untuk mengambil keputusan dalam rangka melaksanakan undang-undang perpajakan. Menurut Idrus dalam Rochmah (2008: 44).

Dalam pengembangan implementasi SIDJP terbagi menjadi beberapa sub sistem, salah satu diantaranya adalah e-filling / e-SPT merupakan suatu layanan yang disediakan oleh DJP agar wajib pajak dapat menyampaikan suatu pemberitahuan SPT pajak beserta lampirannya dengan sistem online dan real time melalui sebuah perusahaan penyedia jasa aplikasi (ASP) yaitu pajakku.com dengan menggunakan jalur internet.

Dengan cara e-filling ini maka pelaporan pajak dapat dilakukan dengan cepat, mudah dan aman. Setiap SPT pajak yang dikirimkan akan di encrypted sehingga terjamin kerahasiaannya. Pihak pihak yang tidak berkepentinagan tidak akan dapat mengetahui isi SPT pajak tersebut.

Tujuan utama layanan pelaporan pajak secara e-filling ini adalah:

1) Membantu para wajib pajak untuk menyediakan fasilitas pelaporan SPT secara elektronik via internet kepada wajib pajak, sehingga wajib pajak orang pribadi dapat melakukannya dari lokasi kantornya atau tempat usahanya. Hal ini akan dapat membantu memangkas biaya dan waktu yang dibutuhkan oleh wajib pajak untuk mempersiapkan, memproses, dan melaporkan SPT ke kantor pajak secara benar dan tepat waktu.

2) Memberikan dorongan kepada Kantor Pelayanan Pajak dalam hal percepatan penerimaan pelaporan SPT dan perampingan kegiatan administrasi, pendataan juga akurasi data, distribusi dan pengarsipan laporan SPT.

C. Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 pada Pasal 1 mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan antara lain meliputi:

1) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2) Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

3) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

4) Pengusaha kena pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa

Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang pajak pertambahan nilai 1984 dan perubahannya.

5) Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

6) Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini.

7) Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

8) Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) tahun pajak.

9) Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

10) Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

11) Surat Pemberitahuan Masa adalah suatu surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak.

12) Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

13) Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

1. Surat Pemberitahuan (SPT)

Menurut Prof. Dr. Mardiasmo (2011: 31) “Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Surat Pemberitahuan pada masa sebelum tax reform merupakan bentuk kerjasama antara Wajib Pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak sebagai sarana yang penting untuk menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang.

Berdasarkan Ordonansi Pajak Pendapatan 1944, Wajib Pajak memberikan data-data melalui Surat Pemberitahuan (SPT) dan barulah kemudian Kantor Pelayanan Pajak akan menentukan besarnya pajak yang terutang dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Reformasi yang terjadi di bidang perpajakan (tax reform) membawa beberapa perubahan dan menyempurnakan beberapa ketentuan mengenai Surat Pemberitahuan. Salah satu perubahan yang terjadi atas sistem penyampaian Surat Pemberitahuan yaitu sistem penyampaian secara elektronik atau biasa disebut dengan e-Filling yang disampaikan secara on-line yang real time melalui website

Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id ) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).

2. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan Pasal 3 ayat (1) UU (No. 28 Tahun 2007), fungsi pelaporan pada Surat Pemberitahuan (SPT) dapat dibedakan menurut yang melaporkannya, diantaranya:

1) Bagi Wajib Pajak, sebagai sarana Wajib Pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan terkait beberapa kegiatan, diantaranya :

- Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungut pihak lain dalam tahun pajak atau bagian tahun pajak.

- Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau yang bukan objek pajak.

- Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

- Harta dan kewajiban.

2) Bagi Pengusaha Kena Pajak, sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang serta melaporkan tentang :

- Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.

- Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3) Bagi pemotong/pemungut pajak, sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang telah dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

3. Jenis-jenis Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) dapat dibedakan berdasarkan jenisnya yaitu:

1) SPT Masa, yaitu Surat Pemberitahuan suatu masa pajak yang digunakan untuk

1) SPT Masa, yaitu Surat Pemberitahuan suatu masa pajak yang digunakan untuk

Dokumen terkait