• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menentukan tingkat kepercayaan (reliability) dari metode analisis kualitatif dan kuantitatif natrium benzoat.

Pada akhirnya dapat diputuskan apakah metode tersebut dapat digunakan atau tidak.

A. PENGAWET (ANTIMICROBIAL AGENT)

Menurut FDA, bahan tambahan pangan (BTP) adalah zat yang secara sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk menghasilkan sifat fungsional tertentu pada makanan baik secara langsung atau tidak langsung dan menjadi bagian dari makanan tersebut (termasuk zat yang digunakan selama produksi, pengemasan, pengolahan, transportasi, penyimpanan). Kegunaan BTP adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi, nilai sensori, dan umur simpan makanan (Belitz dan Grosch 1999). BTP tidak boleh digunakan bila bertujuan untuk menyembunyikan kerusakan atau kebusukan makanan atau untuk menipu konsumen (Fennema 1996).

Salah satu golongan BTP adalah bahan pengawet. Sejak dahulu, bahan kimia telah ditambahkan untuk mengawetkan pangan segar. Beberapa bahan pengawet kimia seperti gula, garam, nitrit, dan sulfit telah digunakan selama bertahun-tahun. Salah satu alasan meningkatnya penggunaan bahan pengawet kimia adalah perubahan dalam cara produksi dan pemasaran makanan.

Sekarang ini, konsumen mengharapkan makanan yang selalu tersedia, bebas dari mikroba patogen, dan memiliki umur simpan yang panjang.

Walaupun telah dikembangkan sistem pengolahan dan pengemasan untuk mengawetkan makanan tanpa bahan kimia, namun bahan pengawet tetap memiliki peranan yang penting dalam melindungi suplai makanan. Hal ini disebabkan perubahan pemasaran makanan menjadi sistem yang lebih global sehingga makanan jarang dipasarkan secara lokal seperti zaman dahulu.

Makanan yang diproduksi di satu wilayah, dikirim ke wilayah lain untuk diolah maupun untuk didistribusikan. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun dari sejak makanan diproduksi hingga dikonsumsi. Untuk mencapai kebutuhan umur simpan yang panjang, beberapa cara pengawetan sering diperlukan.

U.S. Food and Drug Administration (FDA; 21CFR 101.22(a)(5)) mendefinisikan bahan pengawet kimia sebagai ”any chemical that, when added to food, tends to prevent or retard deterioration thereof, but does not

include common salt, sugars, vinegars, spices, or oils extracted from spices, substances added to food by direct exposure thereof to wood smoke, or chemicals applied for their insecticidal or herbicidal properties”. Bahan pengawet digunakan untuk mencegah atau memperlambat kerusakan baik kerusakan kimia maupun kerusakan biologis. Bahan pengawet yang digunakan untuk mencegah kerusakan kimia di antaranya antioksidan, untuk mencegah autoksidasi pigmen, flavor, lipid, dan vitamin; antibrowning, untuk mencegah pencoklatan enzimatik dan nonenzimatik; dan antistaling untuk mencegah perubahan tekstur. Bahan pengawet yang digunakan untuk mencegah kerusakan biologis disebut dengan antimicrobial agents (Davidson dan Branen 2005).

FDA mendefinisikan antimicrobial agents (21CFR 170.3(o)(2)) sebagai “substances used to preserve food by preventing growth of microorganism and subsequent spoilage, including fungistats, mold, and rope inhibitors”. Fungsi utama bahan antimikroba adalah untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kualitas makanan melalui penghambatan mikroba pembusuk (Davidson dan Branen 2005). Mekanisme penghambatan bahan antimikroba pada umumnya adalah reaksi dengan membran sel mikroba yang menyebabkan perubahan permeabilitas atau gangguan pada pengambilan dan transpor, inaktivasi enzim-enzim yang penting, gangguan pada mekanisme genetik, atau penghambatan sintesis protein (Davidson dan Branen 2005).

Bahan antimikroba juga telah banyak digunakan untuk penghambatan atau inaktivasi mikroorganisme patogen di dalam makanan. Beberapa bahan antimikroba telah digunakan untuk mengontrol pertumbuhan patogen tertentu.

Misalnya, nitrit dapat menghambat Clostridium botulinum pada cured meats;

asam organik bertindak sebagai sanitizer terhadap patogen pada karkas sapi;

nisin dan lysozyme menghambat Clostridium botulinum dalam keju pasteurisasi; laktat dan diacetate dapat menginaktivasi Listeria monocytogenes dalam daging olahan (Davidson dan Branen 2005).

Menurut Winarno (1992), bahan pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Bahan pengawet organik

lebih banyak dipakai daripada bahan pengawet anorganik karena bahan pengawet organik lebih mudah dibuat. Bahan pengawet organik yang sering dipakai yaitu asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida. Sementara bahan pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, nitrit, dan nitrat.

Dalam memilih bahan antimikroba, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan (Branen 1983). Pertama, spektrum bahan antimikroba dari komponen yang digunakan. Hal ini bertujuan agar penggunaan bahan antimikroba sesuai dengan target mikroba yang dituju. Bahan pengawet ini memiliki daya kerja yang berbeda-beda, ada yang khusus menghambat bakteri atau khamir atau kapang. Bahan pengawet yang baik adalah bahan yang memiliki spektrum antimikroba yang luas sehingga untuk menghambat beberapa jenis mikroba cukup menggunakan satu jenis bahan pengawet.

Kedua, sifat fisik dan kimia bahan antimikroba dan produk pangan. Faktor-faktor seperti pKa, kelarutan bahan antimikroba dan pH dari makanan akan mempengaruhi efisiensi penggunaan bahan antimikroba. Bahan antimikroba seperti asam-asam organik mempunyai efektivitas hanya pada makanan berasam tinggi dengan pH kurang dari pH 4.5 (Davidson dan Branen 2005).

Faktor ketiga adalah kondisi penyimpanan produk dan interaksi produk dengan proses yang lain. Hal ini untuk memastikan bahan antimikroba tetap berfungsi selama penyimpanan produk. Proses pengawetan tertentu akan berpengaruh pada jenis dan kadar bahan antimikroba yang dibutuhkan.

Sebagai contoh, penurunan Aw akan menyebabkan tumbuhnya kapang dan khamir, sehingga membutuhkan bahan antimikroba yang berbeda (Davidson dan Branen 2005). Keempat, keadaan mikroba awal bahan pangan sebelum ditambahkan bahan pengawet. Bahan pangan harus memiliki kualitas awal mikrobiologi yang tinggi yang berarti bahwa jumlah mikroba awal pada bahan pangan tersebut berada pada level yang rendah. Oleh karena itu, bahan pengawet dilarang digunakan jika tujuannya untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan.

Pertimbangan lain dalam memilih bahan antimikroba adalah keamanan dan legalitas komponen bahan antimikroba.

B. ASAM BENZOAT DAN NATRIUM BENZOAT

Dokumen terkait