• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI VERIFIKASI METODE ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF NATRIUM BENZOAT. Oleh : TJWEE SIOE CEN F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI VERIFIKASI METODE ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF NATRIUM BENZOAT. Oleh : TJWEE SIOE CEN F"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

VERIFIKASI METODE ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF NATRIUM BENZOAT

Oleh : TJWEE SIOE CEN

F24104010

2008

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

SKRIPSI

VERIFIKASI METODE ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF NATRIUM BENZOAT

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

TJWEE SIOE CEN F24104010

2008

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

VERIFIKASI METODE ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF NATRIUM BENZOAT

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

TJWEE SIOE CEN F24104010

Dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1986 Di Semarang, Jawa Tengah Tanggal lulus : Agustus 2008

Menyetujui, Bogor, Agustus 2008

Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS. Didah Nur Faridah, STP., MSi.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

Ketua Departemen ITP

(4)

Tjwee Sioe Cen. F24104010. 2008. Verifikasi Metode Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Natrium Benzoat. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS dan Didah Nur Faridah, STP., MSi

ABSTRAK

Ribuan pengukuran analitik telah dilaksanakan setiap menit setiap hari, namun diperkirakan sekitar 10-30 % dari semua pengukuran tersebut tidak valid karena adanya error (Rose dan Oscroft, 1993). Karena itu, validasi maupun verifikasi metode perlu dilakukan agar suatu metode memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dan sesuai dengan persyaratan metode yang baik sehingga dapat digunakan untuk analisis rutin. Salah satu analisis rutin yang dilakukan di laboratorium adalah penetapan kadar bahan pengawet.

Pengawet yang sering digunakan adalah natrium benzoat. Oleh karena itu, diperlukan adanya metode analisis natrium benzoat baik kualitatif maupun kuantitatif yang dapat diterapkan dan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan verifikasi metode standar untuk analisis kualitatif dan kuantitatif natrium benzoat berdasarkan metode AOAC tahun 1999 dengan parameter presisi dan akurasi.

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu tahap analisis kualitatif natrium benzoat dan tahap analisis kuantitatif natrium benzoat. Analisis kualitatif dilakukan pada sampel saus sambal dan minuman dalam kemasan dengan tiga kali ulangan. Tahap analisis kuantitatif dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah penentuan penggunaan pereaksi. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap larutan natrium benzoat +1000 ppm menggunakan tiga perlakuan. Perlakuan 1 digunakan bahan kimia yang semuanya p.a (pro analysis) yang terdiri dari NaCl, kloroform, dan alkohol. Perlakuan 2 digunakan bahan sebagian teknis yaitu kloroform dan alkohol. Perlakuan 3 digunakan bahan kimia teknis (NaCl, kloroform, dan alkohol). Selanjutnya dilakukan analisis statistik berupa uji t, uji F, dan uji ANOVA pada taraf 0.01 untuk membandingkan ketiga perlakuan tersebut. Tahap kedua adalah analisis natrium benzoat pada saus sambal dengan dua metode. Pada metode pertama, ekstraksi menggunakan labu pemisah (separator) seperti pada prosedur AOAC, sedangkan pada metode kedua, ekstraksi menggunakan plateform shaker dengan kecepatan 40 rpm selama 30 menit (modifikasi AOAC). Analisis kadar natrium benzoat pada saus sambal dilakukan sebanyak 7 kali ulangan. Tahap ketiga adalah uji banding antar laboratorium dengan mengirimkan sampel saus sambal ke laboratorium analisis yang telah terakreditasi untuk menentukan kadar natrium benzoatnya dan membandingkannya dengan hasil penelitian ini.

Hasil analisis kualitatif natrium benzoat pada sampel saus sambal dan minuman dalam kemasan menunjukkan bahwa kedua sampel tersebut positif mengandung natrium benzoat. Hal ini ditandai dengan terbentuknya endapan feribenzoat yang berwarna salmon di setiap ulangan yang dilakukan. Dapat disimpulkan bahwa metode analisis kualitatif yang mengacu pada AOAC tahun 1999 dapat diterapkan.

Berdasarkan analisis kuantitatif pada larutan natrium benzoat +1000 ppm, diperoleh rata-rata konsentrasi benzoat pada perlakuan 1 sebesar 970.61 ppm, pada perlakuan 2 sebesar 944.51 ppm, dan pada perlakuan 3 sebesar 954.55 ppm.

(5)

Standar deviasi pada perlakuan 1 sebesar 26.08 ppm, pada perlakuan 2 sebesar 15.18 ppm, dan pada perlakuan 3 sebesar 7.63 ppm. Nilai RSD perlakuan 1 sebesar 2.69 %, perlakuan 2 sebesar 1.61 %, dan perlakuan 3 sebesar 0.80 %.

Ketiga nilai RSD ini masih dapat diterima karena lebih kecil daripada RSD Horwitz. Perlakuan 1 memiliki persen recovery tertinggi yaitu sebesar 98.32 %, diikuti oleh perlakuan 3 sebesar 96.15 %, dan perlakuan 2 sebesar 95.14 %.

Berdasarkan uji t, uji F dan ANOVA yang dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara ketiga perlakuan tersebut (p>0.01). Berdasarkan pada uji statistik yang dilakukan dan dengan pertimbangan biaya yang dikeluarkan untuk analisis maka dipilihlah perlakuan 3 untuk digunakan pada analisis selanjutnya.

Hasil analisis kadar natrium benzoat pada saus sambal dengan metode ekstraksi labu pemisah menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi natrium benzoat pada saus sambal sebesar 796.34 ppm, dengan nilai standar deviasi sebesar 24.84 ppm dan nilai RSD sebesar 3.12 %. Berdasarkan analisis kadar natrium benzoat dengan metode ekstraksi shaker didapatkan rata-rata konsentrasi natrium benzoat sebesar 817.46 ppm dengan nilai standar deviasi sebesar 23.85 ppm dan nilai RSD sebesar 2.92 %. Dari data tersebut terlihat bahwa konsentrasi natrium benzoat yang terukur dengan penggunaan metode ekstraksi shaker lebih tinggi daripada dengan metode ekstraksi labu pemisah dan nilai RSDnya lebih kecil, yang menandakan ketelitiannya lebih tinggi. Nilai RSD yang didapat lebih kecil daripada RSD Horwitz, karena itu nilai RSD ini dapat diterima. Analisis yang dilakukan oleh laboratorium yang terakreditasi, didapat nilai konsentrasi natrium benzoat sebesar 839.00 ppm dengan standar deviasi sebesar 14.40 ppm dan RSD sebesar 1.72 %. Berdasarkan uji t, F, dan ANOVA, diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata dan standar deviasi yang signifikan di antara metode ekstraksi labu pemisah, metode ekstraksi shaker, dan metode laboratorium terakreditasi (p>0.01).

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 6 Juni 1986 dari pasangan Tjwee Siauw Hwa dan Tjiong Song Lie. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan di TK Kanisius Sanjaya Padma (1990-1992), SD Kanisius Brana Weleri (1992-1998), SLTP Kanisius Budi Murni Weleri (1998-2001), SLTA Kolese Loyola Semarang (2001-2004). Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan kuliah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian (2004-2008).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjabat sebagai panitia untuk perayaan Paskah divisi dana usaha (2005), sekretaris retret untuk Mahasiswa Katolik IPB (2005-2006), ketua pelatihan pendamping (2005-2006), panitia Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (LCTIP) sebagai pembuat soal (2006), panitia BAUR (2006), pengurus Kesatuan Mahasiswa Katolik IPB (Kemaki) sebagai koordinator biro dosen (2006-2007), pengurus Tim Pendamping divisi dana usaha (2006-2007), dan panitia Natal Civa divisi humas (2006-2007).

Penulis pernah menjadi asisten praktikum di beberapa mata kuliah yaitu kimia untuk tingkat TPB (2005-2006), biokimia pangan (2006-2007), teknologi pengemasan pangan (2007-2008), dan analisis pangan (2007-2008). Penulis juga pernah mendapatkan pembiayaan dari DIKTI dengan mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (2006-2007) dan pernah mendapatkan beasiswa dari Student Equity (2005-2008).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis menyusun skripsi yang berjudul Verifikasi Metode Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Natrium Benzoat di bawah bimbingan Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS dan Didah Nur Faridah STP., MSi.

(7)

KATA PENGANTAR

Ucapan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas segala anugerah dan kasih-Nya yang begitu besar kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penelitian dan penulisan skripsi, yaitu :

1. Bapak Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat, dan perhatian kepada penulis.

2. Ibu Didah Nur Faridah STP, Msi selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dian Herawati, STP selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat membangun.

4. Papa, Mama, Ce Aicen, Ce Jiu, dan Koko atas doa-doa, perhatian, dorongan, motivasi serta kasih sayang yang tak terukur dalamnya kepada penulis.

5. Teman-teman Pendamping 41 : Mery, Crisna, Enin, Sangkot, Gani, Mona, Adrinus, Sisil, Anton, Adrinus, atas persahabatan yang sangat indah dan hari-hari yang telah kita lalui bersama.

6. Erika yang telah menjadi sahabat setiaku dan mau mendengar semua curhatku, juga untuk pinjaman printernya.

7. Dita dan Ayu atas persahabatannya selama ini.

8. Teman-teman satu angkatan : Dila, Azis, Jendi, Amel, Hajrah, Eci, Farid, Sinta, Sofi, Novi, Nona, Tomi, Gina, Qia, Chabib, Nanang, Rani, Sofiyan, Cici, Yunita, Aris, Bina dan teman-teman yang lain yang telah membuat hari-hari di kampus menjadi menyenangkan.

9. Sinta atas semangat dan doa yang diberikan, juga atas pinjaman kameranya.

10. Teman-teman satu kos : Mia, Ave, Riani, Berry, Eko atas kebersamaannya selama ini.

(8)

11. Berry atas bantuannya selama ini dan untuk pinjaman laptopnya. Juga untuk David atas pinjaman infokus.

12. Mbak Yane, Mbak Rin, Mbak Siti, Mbak Yulia atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

13. Pak Rojak, Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Yahya, Mas Edi, Pak Sidiq atas bantuan selama berlangsungnya penelitian ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Akhir kata penulis memohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu, saran atau kritik yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan guna kesempurnaan tulisan ini.

Terima kasih

Bogor, Agustus 2008

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN PENELITIAN... 2

C. MANFAAT PENELITIAN... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PENGAWET (ANTIMICROBIAL AGENT)... 4

B. ASAM BENZOAT DAN NATRIUM BENZOAT 1. Sifat Fisik dan Kimia... 7

2. Aktivitas dan Mekanisme Penghambatan... 8

3. Aplikasi... 9

4. Mekanisme Detoksifikasi... 12

5. Metode Analisis... 13

C. VALIDASI DAN VERIFIKASI METODE... 13

D. PENGOLAHAN DATA 1. Standar Deviasi dan RSD... 17

2. Uji t dan F... 18

3. ANOVA... 19

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT... 20

B. METODE 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC 910.02B 1999)... 20

(10)

2. Analisis Kuantitatif Natrium Benzoat

a. Penentuan Penggunaan Pereaksi... 21

b. Analisis Saus Sambal... 22

c. Uji Banding Antar Laboratorium... 22

d. Prosedur Analisis Kuantitatif Natrium Benzoat Secara Titrimetri(AOAC 963.19, 1999)... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS KUALITATIF NATRIUM BENZOAT... 26

B. PRINSIP ANALISIS KUANTITATIF NATRIUM BENZOAT... 29

C. PENENTUAN PENGGUNAAN PEREAKSI... 33

D. ANALISIS SAUS SAMBAL... 37

E. FAKTOR-FAKTOR KESALAHAN PADA ANALISIS KUANTITATIF... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN... 44

B. SARAN... 45

DAFTAR PUSTAKA... 46

LAMPIRAN... 49

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Pengaruh pH pada Persentase Asam Tidak Terdisosiasi... 8 Tabel 2. Konsentrasi Natrium Benzoat pada Berbagai Produk... 10 Tabel 3. Batas Maksimum Penggunaan Asam Benzoat dan Natrium

Benzoat di Indonesia... 11 Tabel 4. Validasi Metode Pengujian... 16 Tabel 5. Hasil Analisis Kualitatif Natrium Benzoat pada Saus Sambal

dan Minuman Dalam Kemasan... 29 Tabel 6. Uji t dan F pada Berbagai Perlakuan (α = 0.01)... 36 Tabel 7. Uji t dan F untuk Metode Labu Pemisah, Shaker, dan Lab

Terakreditasi (α = 0.01)... 41

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Asam Benzoat dan Natrium Benzoat... 7

Gambar 2. Proses Detoksifikasi Asam Benzoat... 12

Gambar 3. Pemisahan Fase Eter dan Fase Air... 28

Gambar 4. Pembentukan Ferribenzoat... 28

Gambar 5. Prinsip Analisis Kuantitaf Natrium Benzoat dengan Titrimetri... 33

Gambar 6. Konsentrasi Rata-rata Natrium Benzoat pada Berbagai Perlakuan... 34

Gambar 7. Nilai RSD pada Berbagai Perlakuan... 35

Gambar 8. Persen Recovery pada Berbagai Perlakuan... 36

Gambar 9. Potentiometric Titration (A) dan Colorimetric Titration (B).. 39

Gambar 10. Konsentrasi Rata-rata Natrium Benzoat pada Saus Sambal dengan Metode Labu Pemisah, Shaker, dan Laboratorium Terakreditasi... 40

Gambar 11. % RSD Hasil Analisis Natrium Benzoat pada Saus Sambal dengan Metode Labu Pemisah dan Shaker... 40

Gambar 12. Diagram Ishikawa Faktor-faktor Kesalahan Analisis Kuantitatif Natrium Benzoat Metode Titrimetri... 43

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Karakteristik Metode GC-AOAC dan Liquid

Chromatography- AOAC (Wood et al., 2004)... 49

Lampiran 2. Diagram Alir Penentuan Validasi dan Verifikasi………… 51

Lampiran 3. Tabel t... 52

Lampiran 4. Tabel F... 53

Lampiran 5. Diagram Alir Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC 910.02B 1999)... 54

Lampiran 6. Diagram Alir Analisis Kuantitatif Natrium Benzoat Secara Titrimetri (AOAC 963.19 1999)... 56

Lampiran 7. Data Pengukuran Konsentrasi Natrium Benzoat pada Berbagai Perlakuan... 58

Lampiran 8. Contoh Perhitungan Konsentrasi Natrium Benzoat, SD, RSD, dan Persen Recovery... 59

Lampiran 9. Uji t dan F untuk Perlakuan 1 dan Perlakuan 2... 60

Lampiran 10. Uji t dan F untuk Perlakuan 2 dan Perlakuan 3... 61

Lampiran 11. Uji t dan F untuk Perlakuan 1 dan Perlakuan 3... 62

Lampiran 12. Hasil Uji ANOVA pada Berbagai Perlakuan... 63

Lampiran 13. Rincian Biaya pada Masing-masing Perlakuan (satu kali ulangan, duplo)... 64

Lampiran 14. Data Analisis Natrium Benzoat pada Saus Sambal dengan Metode Labu Pemisah... 65

Lampiran 15. Data Analisis Natrium Benzoat pada Saus Sambal dengan Metode Shaker……….. 66

Lampiran 16. Metode Laboratorium Terakreditasi... 67

Lampiran 17. Hasil Analisis Kuantitatif dari Laboratorium Terakreditasi. 69

Lampiran 18. Uji t dan F untuk Metode Labu Pemisah dan Shaker……. 72

Lampiran 19. Uji t dan F untuk Metode Labu Pemisah dan Laboratorium Terakreditasi... 73

Lampiran 20. Uji t dan F untuk Metode Shaker dan Laboratorium Terakreditasi... 74

Lampiran 21. Hasil Uji ANOVA pada Metode Labu Pemisah, Metode Shaker, dan Metode Laboratorium Terakreditasi... 75

(14)

A. LATAR BELAKANG

Perubahan pola hidup masyarakat sekarang ini menuntut adanya makanan yang praktis, bebas dari mikroba patogen, dan memiliki umur simpan yang panjang. Karena itu, berbagai metode pengawetan mulai dikembangkan, dari pengawetan secara fisik menggunakan suhu tinggi atau rendah, sampai pengawetan secara kimiawi menggunakan garam, gula, asam atau bahan tambahan pangan. Bahan tambahan pangan yang digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak ialah bahan pengawet (antimicrobial agent). Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi. Hal yang penting ketika menggunakan bahan pengawet adalah kadar atau dosis bahan pengawet yang ditambahkan ke dalam pangan.

Jenis bahan pengawet yang sering digunakan dalam industri pangan adalah natrium benzoat. Natrium benzoat umumnya digunakan untuk makanan yang memiliki pH rendah. Di Indonesia, natrium benzoat banyak terdapat pada saus tomat, kecap, jem dan jeli, minuman ringan, dan makanan lain.

Kadar natrium benzoat pada makanan diatur oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-0222-1995 yang kadarnya berkisar antara 600-1000 ppm. Salah satu metode untuk analisis kadar natrium benzoat adalah dengan menggunakan metode titrimetri.

Menurut Rose dan Oscroft (1993), ribuan pengukuran analitik telah dilaksanakan setiap menit setiap hari, namun diperkirakan sekitar 10-30 % dari semua pengukuran ini tidak valid karena adanya error. Data antar laboratorium menunjukkan adanya variasi hasil pada sampel yang sama.

Peralatan yang tidak tepat, personel yang tidak terlatih, maupun peralatan yang tidak dikalibrasi merupakan sumber dari adanya perbedaan tersebut.

Oleh karena itu, validasi atau verifikasi metode perlu dilakukan agar suatu metode memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dan sesuai dengan persyaratan metode yang baik sehingga dapat digunakan untuk analisis rutin.

(15)

Validasi metode adalah sebuah proses yang penting dari program jaminan mutu hasil uji dimana sifat-sifat dari sebuah metode ditentukan dan dievaluasi secara obyektif (Garfield et al. 2000). Dengan adanya validasi ini, dapat diketahui apakah suatu metode layak untuk digunakan. Terdapat banyak metode yang divalidasi oleh organisasi-organisasi standar. Beberapa metode harus digunakan karena metode-metode tersebut sudah terstandar. Sebagai prosedur yang umum, metode standar yang diaplikasikan untuk jenis sampel tertentu, tidak perlu divalidasi sebelum digunakan. Analis harus memilih dan menguji beberapa parameter untuk memverifikasi bahwa metode tersebut dapat dikerjakan. Validasi metode dengan aspek pengujian yang terbatas disebut verifikasi metode (Hadi 2007).

Mengingat banyak industri pangan yang menggunakan bahan pengawet natrium benzoat, maka diperlukan adanya suatu metode yang benar- benar akurat dan teliti untuk menganalisis pengawet tersebut baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hal ini bertujuan untuk memastikan penggunaan bahan pengawet natrium benzoat tepat sasaran dan kadar natrium benzoat dalam produk pangan tidak melebihi dari kadar maksimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, perlu dilakukan validasi atau verifikasi metode untuk analisis kualitatif dan kuantitatif natrium benzoat dalam makanan. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada metode standar Association of Official Analytical Chemists (AOAC) tahun 1999 yang telah diakui secara internasional. Oleh karena itu, cukup dilakukan verifikasi terhadap metode tersebut.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan melakukan verifikasi metode standar untuk analisis kualitatif dan kuantitatif natrium benzoat berdasarkan pada metode AOAC tahun 1999 dengan parameter presisi dan akurasi (persen recovery).

(16)

C. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menentukan tingkat kepercayaan (reliability) dari metode analisis kualitatif dan kuantitatif natrium benzoat.

Pada akhirnya dapat diputuskan apakah metode tersebut dapat digunakan atau tidak.

(17)

A. PENGAWET (ANTIMICROBIAL AGENT)

Menurut FDA, bahan tambahan pangan (BTP) adalah zat yang secara sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk menghasilkan sifat fungsional tertentu pada makanan baik secara langsung atau tidak langsung dan menjadi bagian dari makanan tersebut (termasuk zat yang digunakan selama produksi, pengemasan, pengolahan, transportasi, penyimpanan). Kegunaan BTP adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi, nilai sensori, dan umur simpan makanan (Belitz dan Grosch 1999). BTP tidak boleh digunakan bila bertujuan untuk menyembunyikan kerusakan atau kebusukan makanan atau untuk menipu konsumen (Fennema 1996).

Salah satu golongan BTP adalah bahan pengawet. Sejak dahulu, bahan kimia telah ditambahkan untuk mengawetkan pangan segar. Beberapa bahan pengawet kimia seperti gula, garam, nitrit, dan sulfit telah digunakan selama bertahun-tahun. Salah satu alasan meningkatnya penggunaan bahan pengawet kimia adalah perubahan dalam cara produksi dan pemasaran makanan.

Sekarang ini, konsumen mengharapkan makanan yang selalu tersedia, bebas dari mikroba patogen, dan memiliki umur simpan yang panjang.

Walaupun telah dikembangkan sistem pengolahan dan pengemasan untuk mengawetkan makanan tanpa bahan kimia, namun bahan pengawet tetap memiliki peranan yang penting dalam melindungi suplai makanan. Hal ini disebabkan perubahan pemasaran makanan menjadi sistem yang lebih global sehingga makanan jarang dipasarkan secara lokal seperti zaman dahulu.

Makanan yang diproduksi di satu wilayah, dikirim ke wilayah lain untuk diolah maupun untuk didistribusikan. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun dari sejak makanan diproduksi hingga dikonsumsi. Untuk mencapai kebutuhan umur simpan yang panjang, beberapa cara pengawetan sering diperlukan.

U.S. Food and Drug Administration (FDA; 21CFR 101.22(a)(5)) mendefinisikan bahan pengawet kimia sebagai ”any chemical that, when added to food, tends to prevent or retard deterioration thereof, but does not

(18)

include common salt, sugars, vinegars, spices, or oils extracted from spices, substances added to food by direct exposure thereof to wood smoke, or chemicals applied for their insecticidal or herbicidal properties”. Bahan pengawet digunakan untuk mencegah atau memperlambat kerusakan baik kerusakan kimia maupun kerusakan biologis. Bahan pengawet yang digunakan untuk mencegah kerusakan kimia di antaranya antioksidan, untuk mencegah autoksidasi pigmen, flavor, lipid, dan vitamin; antibrowning, untuk mencegah pencoklatan enzimatik dan nonenzimatik; dan antistaling untuk mencegah perubahan tekstur. Bahan pengawet yang digunakan untuk mencegah kerusakan biologis disebut dengan antimicrobial agents (Davidson dan Branen 2005).

FDA mendefinisikan antimicrobial agents (21CFR 170.3(o)(2)) sebagai “substances used to preserve food by preventing growth of microorganism and subsequent spoilage, including fungistats, mold, and rope inhibitors”. Fungsi utama bahan antimikroba adalah untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kualitas makanan melalui penghambatan mikroba pembusuk (Davidson dan Branen 2005). Mekanisme penghambatan bahan antimikroba pada umumnya adalah reaksi dengan membran sel mikroba yang menyebabkan perubahan permeabilitas atau gangguan pada pengambilan dan transpor, inaktivasi enzim-enzim yang penting, gangguan pada mekanisme genetik, atau penghambatan sintesis protein (Davidson dan Branen 2005).

Bahan antimikroba juga telah banyak digunakan untuk penghambatan atau inaktivasi mikroorganisme patogen di dalam makanan. Beberapa bahan antimikroba telah digunakan untuk mengontrol pertumbuhan patogen tertentu.

Misalnya, nitrit dapat menghambat Clostridium botulinum pada cured meats;

asam organik bertindak sebagai sanitizer terhadap patogen pada karkas sapi;

nisin dan lysozyme menghambat Clostridium botulinum dalam keju pasteurisasi; laktat dan diacetate dapat menginaktivasi Listeria monocytogenes dalam daging olahan (Davidson dan Branen 2005).

Menurut Winarno (1992), bahan pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Bahan pengawet organik

(19)

lebih banyak dipakai daripada bahan pengawet anorganik karena bahan pengawet organik lebih mudah dibuat. Bahan pengawet organik yang sering dipakai yaitu asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida. Sementara bahan pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, nitrit, dan nitrat.

Dalam memilih bahan antimikroba, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan (Branen 1983). Pertama, spektrum bahan antimikroba dari komponen yang digunakan. Hal ini bertujuan agar penggunaan bahan antimikroba sesuai dengan target mikroba yang dituju. Bahan pengawet ini memiliki daya kerja yang berbeda-beda, ada yang khusus menghambat bakteri atau khamir atau kapang. Bahan pengawet yang baik adalah bahan yang memiliki spektrum antimikroba yang luas sehingga untuk menghambat beberapa jenis mikroba cukup menggunakan satu jenis bahan pengawet.

Kedua, sifat fisik dan kimia bahan antimikroba dan produk pangan. Faktor- faktor seperti pKa, kelarutan bahan antimikroba dan pH dari makanan akan mempengaruhi efisiensi penggunaan bahan antimikroba. Bahan antimikroba seperti asam-asam organik mempunyai efektivitas hanya pada makanan berasam tinggi dengan pH kurang dari pH 4.5 (Davidson dan Branen 2005).

Faktor ketiga adalah kondisi penyimpanan produk dan interaksi produk dengan proses yang lain. Hal ini untuk memastikan bahan antimikroba tetap berfungsi selama penyimpanan produk. Proses pengawetan tertentu akan berpengaruh pada jenis dan kadar bahan antimikroba yang dibutuhkan.

Sebagai contoh, penurunan Aw akan menyebabkan tumbuhnya kapang dan khamir, sehingga membutuhkan bahan antimikroba yang berbeda (Davidson dan Branen 2005). Keempat, keadaan mikroba awal bahan pangan sebelum ditambahkan bahan pengawet. Bahan pangan harus memiliki kualitas awal mikrobiologi yang tinggi yang berarti bahwa jumlah mikroba awal pada bahan pangan tersebut berada pada level yang rendah. Oleh karena itu, bahan pengawet dilarang digunakan jika tujuannya untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan.

Pertimbangan lain dalam memilih bahan antimikroba adalah keamanan dan legalitas komponen bahan antimikroba.

(20)

B. ASAM BENZOAT DAN NATRIUM BENZOAT 1. Sifat Fisik dan Kimia

Asam benzoat (C6H5COOH) dan natrium benzoat (C6H5COONa) memiliki struktur kimia seperti pada Gambar 1. Bentuk asam (BM 122.1) dan garam natriumnya (BM 144.1) telah banyak digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dalam makanan. Asam benzoat juga disebut sebagai asam fenilformat atau asam benzenkarboksilat (Chipley 2005). Kelarutan asam benzoat dalam air sangat rendah (0.18, 0.27, dan 2.2 g larut dalam 100 ml air pada 4 oC , 18 oC , dan 75 oC ) (Chipley 2005). Asam benzoat termasuk asam lemah (konstanta disosiasi pada 25oC adalah 6.335 x 10-5 dan pKa 4.19), sangat larut dalam etanol dan sangat sedikit larut dalam benzene dan aceton (WHO 2000).

Natrium benzoat berupa bubuk kristalin yang stabil, tidak berbau, berwarna putih dengan rasa menyengat (astringent) yang manis. Natrium benzoat sangat larut dalam air (62.8, 66.0, dan 74.2 gram larut dalam 100 ml air pada 0oC, 20oC, dan 100 oC), higroskopik pada RH di atas 50 %, memiliki pH sekitar 7.5 pada konsentrasi 10 g/liter air, larut dalam etanol, metanol, dan etilen glikol (WHO 2000; Chipley 2005). Karena kelarutan natrium benzoat dalam air jauh lebih besar daripada asam benzoat, maka natrium benzoat lebih banyak digunakan.

Asam benzoat terdapat secara alami dalam buah-buahan dan rempah- rempah seperti cranberies, prunes, buah plum, kayu manis, dan cengkeh yang tua atau masak (Fardiaz et al. 1988). Asam benzoat juga terdapat secara alami pada produk-produk fermentasi seperti bir, dairy products, teh, dan anggur (Chipley 2005).

O OH O ONa

Asam Benzoat Natrium Benzoat

Gambar 1. Struktur Asam Benzoat dan Natrium Benzoat (Chipley 2005)

(21)

2. Aktivitas dan Mekanisme Penghambatan

Asam benzoat aktif bersifat sebagai antimikroba pada pH rendah yaitu dalam keadaan tidak terdisosiasi (Fardiaz et al. 1988). Semakin tinggi pH, persentase asam tidak terdisosiasi makin kecil sehingga daya kerja benzoat akan semakin rendah. Pengaruh pH pada disosiasi asam benzoat dapat dilihat pada Tabel 1. Karena jumlah asam yang tidak terdisosiasi menurun dengan meningkatnya pH, penggunaan asam benzoat atau natrium benzoat sebagai pengawet makanan terbatas pada makanan yang asam atau memiliki pH rendah. Benzoat paling efektif pada pH 2.5-4.0 dan kurang efektif di atas pH 4.5 (Davidson dan Juneja 1990).

Tabel 1. Pengaruh pH pada Persentase Asam Tidak Terdisosiasi pH Asam tidak terdisosiasi (%)

3 93.5

4 59.3

5 12.8

6 1.44

7 0.144

Sumber : Chipley (2005)

Asam benzoat 100 kali efektif dalam larutan asam dan hanya asam yang tidak terdisosiasi yang mempunyai aktivitas antimikroba. Toksisitas natrium benzoat dalam larutan adalah hasil dari molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi (Chipley 2005). Sebagai contoh, pada keadaan netral, kurang lebih 4% natrium benzoat diperlukan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme fermentatif; pada pH 2.3-2.4 hanya diperlukan konsentrasi 0.02-0.03% dan pada pH 3.5-4.0 (rentang pH sebagian besar jus buah) diperlukan konsentrasi 0.06-0.1% (Aurand et al. 1987).

Fungsi utama dari asam benzoat dan natrium benzoat adalah sebagai antimycotic agents. Kebanyakan kapang dan khamir dihambat pada konsentrasi 0.05% sampai 0.1 % asam tidak terdisosiasi (Chipley 2005).

Bakteri penghasil racun dan bakteri pembentuk spora secara umum dapat

(22)

dihambat pada konsentrasi 0.01% sampai 0.02% asam tidak terdisosiasi, tetapi bakteri pembusuk jauh lebih resisten.

Mekanisme penghambatan mikroba dari asam yang tidak terdisosiasi disebabkan bentuk yang tidak terdisosiasi tidak memiliki muatan. Oleh karena itu, asam yang tidak terdisosiasi dapat larut dalam bagian lipid dari membran sel. Menurut Fardiaz et al. (1988), di dalam sel, asam benzoat akan terdisosiasi menjadi ion H+ dan radikal asam-. Ion H+ tersebut mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ion di dalam sel mikroba dan mikroba akan berusaha mengeluarkannya. Untuk mengeluarkan ion H+ tersebut, diperlukan energi dalam jumlah yang besar sehingga mikroba akan kekurangan energi untuk pertumbuhannya.

Hal yang senada juga dikemukakan oleh Lopez et al. seperti dikutip oleh Saragih (2007) bahwa mekanisme kerja bahan pengawet yang terdiri dari asam organik adalah berdasarkan permeabilitas dari membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam yang tidak terdisosiasi. Isi sel mikroba mempunyai pH yang selalu netral. Bila sitoplasma mempunyai pH lebih asam atau basa maka akan terjadi gangguan pada organ-organ sel sehingga metabolisme dalam sel menjadi terhambat. Menurut Chipley (2005), asam benzoat menghambat atau membunuh mikroba dengan mengganggu permeabilitas membran sel mikroba dan menyebabkan gangguan pada sistem transpor elektron.

3. Aplikasi

Sebagai bahan pengawet makanan, kelebihan asam benzoat dan natrium benzoat antara lain harganya yang murah, mudah diaplikasikan ke produk, dan tidak berwarna. Sementara rentang pH yang sempit, terjadinya off flavor pada produk, dan sifat toksikologi dibandingkan dengan bahan pengawet yang lain telah berkontribusi pada usaha untuk mengganti asam benzoat dan natrium benzoat dengan bahan pengawet lain yang memiliki karakteristik lebih baik. Benzoat tidak dapat mengontrol pertumbuhan mikroorganisme pada level yang tinggi dan karenanya tidak dapat digunakan

(23)

pada makanan yang menggunakan bahan-bahan yang berkualitas rendah atau diolah dengan cara yang buruk.

Natrium benzoat telah digunakan secara luas pada berbagai produk pangan seperti minuman, produk bakeri, dan makanan lain (Tabel 2). Asam benzoat juga digunakan sebagai pengawet dalam industri kosmetik dan farmasi. Umumnya, natrium benzoat dengan konsentrasi 0.1%-0.5 % digunakan pada kosmetik, sedangkan dalam industri farmasi digunakan konsentrasi 0.05%-0.1% (Chipley 2005). Asam benzoat juga dapat digunakan untuk mengontrol penyakit pascapanen pada berbagai buah dan sayur. Asam benzoat dan turunannya telah disarankan untuk digunakan sebagai fungisida, khususnya terhadap A. flavus pada kacang.

Tabel 2. Konsentrasi Natrium Benzoat pada Berbagai Produk Produk pangan Konsentrasi (%) Minuman berkarbonasi 0.03-0.05

Sirup 0.1

Cider 0.05-0.1

Margarin 0.1

Olives 0.1

Pikel 0.1

Relishes 0.1

Kecap 0.1

Jam, jeli, dan preserve 0.1

Pengisi pai dan roti 0.1

Salad buah 0.1

Salad dressing 0.1

Sumber : Davidson dan Juneja (1990)

Menurut FDA, benzoat hingga konsentrasi 0.1 % digolongkan sebagai

’generally recognized as safe’ (GRAS). Di negara-negara selain Amerika Serikat, natrium benzoat digunakan hingga konsentrasi 0.15% dan 0.25%.

Batas European Commision untuk asam benzoat dan natrium benzoat adalah

(24)

0.015-0.5%. Di Indonesia, penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat telah diatur dalam SNI 01-0222-1995 tentang Bahan Tambahan Makanan yang kadarnya berkisar dari 0.06 %-0.1 %. Batas maksimum penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat pada berbagai jenis makanan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Batas Maksimum Penggunaan Asam Benzoat dan Natrium Benzoat di Indonesia

Nama Bahan Tambahan

Makanan

Jenis atau Bahan Makanan

Batas Maksimum Penggunaan

Asam Benzoat 1. Kecap 600 mg/kg

2. Minuman ringan

600 mg/kg 3. Acar ketimun

dalam botol

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan kalium dan natrium benzoat

atau dengan kalium sorbat 4. Margarin 1 g/kg, tunggal atau campuran

dengan garamnya atau dengan asam sorbat dan garamnya

5. Pekatan sari nanas

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam

sorbat dan garamnya dan senyawa sulfit, tetapi senyawa sulfit tidak

lebih dari 500 mg/kg

6. Saus tomat 1 g/kg

7. Makanan lain 1 g/kg

Natrium Benzoat 1. Jem dan jeli 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat dan garam kaliumnya, atau dengan ester dari

asam parahidroksibenzoat

2. Kecap 600 mg/kg

3. Minuman ringan

600 mg/kg

4. Saus tomat 1 g/kg

5. Makanan lain 1 g/kg

Sumber : SNI 01-0222-1995

(25)

4. Mekanisme Detoksifikasi

Benzoat memiliki toksisitas yang rendah terhadap manusia dan hewan karena manusia dan hewan memiliki mekanisme detoksifikasi. Benzoat diabsorbsi dari usus halus dan diaktivasi melalui ikatan dengan CoA untuk menghasilkan benzoyl coenzyme A. Selanjutnya benzoyl coenzyme A berkonjugasi dengan glisin dalam hati untuk membentuk asam hipurat yang kemudian dikeluarkan melalui urin (White et al. 1964 diacu dalam Chipley 2005). Tahap pertama dikatalisis oleh enzim synthetase; tahap kedua dikalatalisis oleh enzim acyltransferase. Keseluruhan reaksi dapat dilihat pada Gambar 2. Mekanisme ini mampu mengeluarkan sekitar 66-95 % asam benzoat. Sisa benzoat yang tidak dikeluarkan sebagai asam hipurat dapat didetoksifikasi melalui konjugasi dengan asam glukuronat dan dapat dikeluarkan melalui urine.

Gambar 2. Proses Detoksifikasi Asam Benzoat (White et al. 1964 diacu dalam Chipley 2005)

Faktor pembatas dalam biosintesis asam hipurat adalah ketersediaan glisin. Penggunaan glisin dalam detoksifikasi benzoat menyebabkan penurunan kadar glisin dalam tubuh. Oleh karena itu, konsumsi asam benzoat atau garamnya mempengaruhi fungsi tubuh atau proses metabolik yang melibatkan glisin, sebagai contoh penurunan kreatinin, glutamin, urea, dan asam urat (WHO 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Hauschildt et al.

(26)

(1983), menunjukkan bahwa pemberian benzoat pada tikus menyebabkan peningkatan sintesis dan dekarboksilasi glisin.

5. Metode Analisis

Metode analisis untuk penentuan asam benzoat meliputi metode spektrofotometri, yang memerlukan prosedur ekstraksi yang rumit dan sangat tidak spesifik; Gas Chromatography (GC), yang lebih sensitif dan spesifik tetapi membutuhkan persiapan sampel dan derivatisasi yang panjang sebelum penentuan; High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) yang memiliki spesifisitas tinggi dan persiapan sampel yang minimum dan tidak memerlukan derivatisasi (WHO 2000).

Metode AOAC Official Methods antara lain metode GC yang diaplikasikan pada jus apel, pasta almond, dan homogenat ikan pada konsentrasi 0.5-2 g/kg, liquid chromatography yang digunakan untuk penentuan 0.5-10 ppm asam benzoat dalam jus jeruk (AOAC 983.16 1999;

AOAC 994.11 1999; Wood et al. 2004). Karakteristik kedua metode ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Analisis kadar asam benzoat dalam minuman ringan bersoda secara kromatografi cair kinerja tinggi dilakukan oleh Hayun et al.(2004). Karakteristik metode yang didapat adalah sebagai berikut : limit deteksi sebesar 0.2 ppm; limit kuantisasi sebesar 0.852; rentang kurva kalibrasi antara 1-60 ppm; dan persen perolehan kembali sebesar 98.73 %.

C. VALIDASI DAN VERIFIKASI METODE

Metode analisis mempunyai atribut tertentu seperti ketepatan, ketelitian, spesifisitas, sensitivitas, kemandirian, dan kepraktisan yang harus dipertimbangkan ketika memilih metode yang cocok untuk memecahkan masalah tertentu (Garfield et al. 2000). Namun atribut-atribut tersebut tidak mungkin semuanya dapat dioptimalkan selama analisis. Karena itu semua informasi yang ada harus dievaluasi dan diputuskan karakteristik metode yang cocok dan tingkat ketidakpastian yang dapat diterima. Informasi ilmiah ini harus seimbang dengan pertimbangan praktis seperti waktu, biaya, resiko kesalahan, dan tingkat keahlian yang diperlukan.

(27)

Pemilihan metode yang tepat sangat penting dalam analisis. Pemilihan sebuah metode sangat tergantung dari tujuan pengukuran. Sebagai contoh, metode yang digunakan untuk pengukuran rapid online processing mungkin kurang akurat dibandingkan dengan metode standar (Nielsen 2003). Metode yang dipilih adalah metode yang telah diuji dan divalidasi; metode yang telah direkomendasikan dan diadopsi oleh organisasi internasional; metode yang sederhana, biaya rendah, atau cepat; metode yang banyak diaplikasikan ke banyak substrat atau analit (Garfield et al. 2000). Menurut Hadi (2007), sebuah laboratorium harus memilih metode yang sesuai yang sudah dipublikasikan dalam standar internasional, regional, atau nasional, atau oleh organisasi teknis yang mempunyai reputasi, atau dari teks atau jurnal ilmiah yang relevan, atau sesuai dengan spesifikasi pabrik pembuat alat. Selain itu, metode yang dikembangkan atau diadopsi oleh laboratorium juga dapat digunakan bila sesuai dan telah divalidasi.

Untuk mendapatkan data yang valid, di samping pengujian dilakukan oleh personel yang kompeten dengan peralatan dan instrumentasi yang telah dikalibrasi, penggunaan metode yang valid juga memegang peranan yang sangat penting (Hadi 2007). Dengan metode yang valid, tingkat akurasi dan presisi data hasil pengujian dapat diketahui. Konsekuensinya, laboratorium harus memvalidasi metode sebelum metode tersebut digunakan.

Validasi metode adalah suatu proses untuk mengkonfirmasi bahwa prosedur analisis yang dilakukan untuk pengujian tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Huber 2001). Sedangkan menurut Garfield et al (2000), validasi metode adalah sebuah proses yang penting dari program jaminan mutu hasil uji dimana sifat-sifat dari sebuah metode ditentukan dan dievaluasi secara obyektif. Hasil dari validasi metode dapat digunakan untuk menilai kualitas, tingkat kepercayaan (reliability), dan konsistensi hasil analisis; itu semua menjadi bagian dari praktek analisis yang baik (Huber 2001).

Laboratorium harus memvalidasi metode tidak baku, metode yang didesain/dikembangkan laboratorium, metode baku yang digunakan di luar lingkup yang dimaksudkan, dan penegasan serta modifikasi dari metode baku

(28)

untuk mengkonfirmasi bahwa metode itu sesuai untuk penggunaan yang dimaksudkan (Hadi 2007). Apabila laboratorium menggunakan metode standar yang telah dipublikasi dan sudah divalidasi oleh lembaga atau organisasi nasional maupun internasional, idealnya laboratorium itu harus memvalidasi metode tersebut meskipun hanya meliputi aspek-aspek tertentu saja. Hal ini dimaksudkan agar laboratorium yang bersangkutan memiliki data validasi yang merupakan bukti objektif yang berlaku di laboratorium tersebut dan sesuai dengan kebutuhannya. Validasi metode dengan aspek pengujian yang terbatas disebut juga verifikasi metode (Hadi 2007). Diagram alir untuk menentukan validasi atau verifikasi yang harus dilakukan menurut Nurhadi (2008) dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pemilihan parameter validasi tergantung pada beberapa faktor seperti aplikasi, sampel uji, tujuan metode, dan peraturan lokal atau internasional.

Parameter-parameter validasi meliputi ketepatan/recovery, ketelitian, spesifisitas, limit deteksi, limit kuantisasi, linearitas, rentang, robustness, dan ruggedness (ICH 1996). Ketepatan menyatakan kedekatan dengan nilai yang dapat diterima, baik nilai sebenarnya maupun nilai pembanding. Ketepatan dilaporkan sebagai persen recovery. Ketelitian menyatakan kedekatan antara satu seri pengukuran yang diperoleh dari pengambilan ganda terhadap contoh homogen yang sama pada kondisi tertentu.

Spesifisitas menyatakan kemampuan metode untuk menilai secara pasti analit yang berada bersama komponen lain. Komponen lain dapat berupa hasil urai, pengotor, dan matriks contoh. Limit deteksi menyatakan jumlah analit terkecil yang dapat dideteksi dalam contoh. Limit kuantisasi menyatakan jumlah terendah analit dalam contoh yang secara kuantitatif dapat ditetapkan dengan ketelitian dan ketepatan yang sesuai. Linearitas menyatakan kemampuan metode analisis untuk memberikan hasil uji yang secara langsung proporsional terhadap konsentrasi analit dalam contoh pada rentang yang ditentukan.

Rentang adalah interval antara konsentrasi tertinggi dan terendah analit dalam contoh yang telah dibuktikan bahwa prosedur analisis ketepatan, ketelitian, dan linearitas pada tingkat yang sesuai. Robustness ialah ukuran

(29)

kemampuan metode analisis untuk tidak terpengaruh oleh perubahan kecil variasi yang sengaja dibuat dalam parameter metode analisis dan memberikan indikasi kehandalannya dalam penggunaan secara normal. Ruggedness adalah derajat reprodusibilitas hasil uji yang diperoleh dari analisis contoh yang sama pada berbagai kondisi pengujian normal. Karakteristik validasi metode pengujian dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Validasi Metode Pengujian Karakteristik yang

dievaluasi

Prosedur yang harus diikuti Jumlah pengujian Presisi

(Repitibilitas)

Pengulangan analisis terhadap sampel

Setidak-tidaknya 7 kali setiap tipe matrik sampel Ketahanan

(Robustness)

Analisis sampel dan sampel yang diperkaya (spiked samples) serta bahan acuan sekunder

Pengulangan analisis setidak-tidaknya 7 kali oleh analis yang berbeda pada periode beberapa hari Reprodusibilitas

(Ruggednes)

Analis oleh operator yang berbeda (biasanya melalui uji banding antar

laboratorium)

Pengulangan pengujian oleh analis yang berbeda, laboratorium yang berbeda, menggunakan peralatan yang berbeda

Uji pungut ulang/uji temu balik

(Recovery test)

Analisis (spike) pada konsentrasi yang sesuai

Setidak-tidaknya 7 kali setiap 3 konsentrasi pada tipe matrik sampel Analisis bahan acuan

bersertifikat (Certified Reference Materials/CRMs)

setidak-tidaknya 7 kali setiap bahan acuan bersertifikat (CRM) Selektivitas

(gangguan) Efek matrik

Analisis (spiked samples), standar bahan acuan (CRMs)

Setidak-tidaknya 7 kali setiap 3 konsentrasi tiap matrik sampel

Batas deteksi Batas kuantitas

Analisis blanko dan (spiked samples) pada level rendah

Setidak-tidaknya 7 kali setiap tipe matrik sampel Rentang linearitas Analisis (spiked samples)

dan standar

Setidak-tidaknya 7 kali setiap 5 konsentrasi pada rentang kerja

Akurasi (bias, kesalahan sistematik)

Bahan acuan (CRMs, jika tersedia)

Setidak-tidaknya 7 kali pengulangan analisis tiap CRM

Sumber : Hadi (2007)

(30)

D. PENGOLAHAN DATA 1. Standar Deviasi dan RSD

Cara yang terbaik untuk mengevaluasi ketelitian dari data analisis adalah dengan menghitung standar deviasi. Standar deviasi mengukur penyebaran data-data percobaan dan memberikan indikasi yang bagus mengenai seberapa dekat data tersebut satu sama lain (Nielsen 2003). Standar deviasi dapat dihitung dengan rumus :

1 - n

) x - (x SD

n i

1 i

2

i

=

= =

Cara lain untuk mengukur ketelitian adalah dengan menghitung nilai Relative Standard Deviation (RSD). Nilai RSD ini merupakan nilai standar deviasi yang yang dinyatakan sebagai persentase dari rata-rata. RSD dapat dihitung dengan rumus :

% x 100 RSD=SD×

Keterangan :

SD = standar deviasi

xi = nilai yang diperoleh setiap ulangan x = nilai rata-rata

n = jumlah ulangan RSD = standar deviasi relatif

Nilai RSD yang dapat diterima tergantung dari konsentrasi analit yang diperoleh dari hasil pengujian. Nilai RSD yang dapat diterima dihitung dengan menggunakan persamaan Horwitz. RSD Horwitz (RSDR) dihitung dengan menggunakan rumus :

logC) 0.5 - (1

R 2

RSD

% =

(31)

dimana RSDR adalah standar deviasi relatif antar laboratorium dan C adalah konsentrasi dalam bentuk fraksi desimal. RSD dalam laboratorium biasanya 1/2 sampai 2/3 RSDR (Pomeranz dan Meloan 1994; Garfield et al. 2000).

Batas RSD yang dapat diterima dalam penelitian ini adalah 2/3 RSDR.

2. Uji t dan F

Uji signifikansi meliputi uji t-student dan uji F . Uji t membandingkan rata-rata ulangan yang dilakukan oleh dua metode dan membuat asumsi dasar atau hipotesis nol, bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata dari dua set data (James 1999). Uji t memberikan jawaban ya atau tidak terhadap pembenaran dari hipotesis nol dengan keyakinan yang pasti, seperti 95% atau bahkan 99%. Nilai kritik untuk t didapat dari tabel (Lampiran 3) pada derajat bebas yang tepat. Jika nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel maka hipotesis nol dapat ditolak yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara dua metode. Nilai t hitung didapat dari rumus :

) (1/n ) (1/n sp

x - hitung x

t

2 1

2 1

+

=

2 n n

s 1) - (n 1)s sp (n

2 1

2 2 2 2 1 1

− +

+

= −

dengan derajat bebas sebesar n1+n2-2

Uji F atau uji rasio-varian digunakan untuk membandingkan antara dua standar deviasi, yang berarti membandingkan pula ketelitian antara dua metode. Asumsi dasar atau hipotesis nol dari uji ini adalah bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara dua standar deviasi. Hipotesis nol ditolak jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel (Lampiran 4) yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara ketelitian dua metode. Nilai F hitung didapat dari rumus :

s hitung s

F 2

2 2

= 1

(32)

Keterangan : nilai s yang lebih besar ditempatkan sebagai pembilang sehingga F >1

3. ANOVA

Selain uji t dan F juga digunakan uji One Way Anova untuk menguji apakah rata-rata lebih dari dua sampel berbeda secara signifikan atau tidak.

Hipotesis nol (H0) yaitu rata-rata populasi adalah identik, sedangkan hipotesis tandingannya (H1) yaitu rata-rata populasi tidak identik. H0 diterima jika nilai probabilitas > 0.05 dan H0 ditolak jika probabilitas < 0.05 (Santoso 2000).

(33)

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan natrium benzoat dengan kemurnian 99 % dan saus sambal. Bahan-bahan kimia untuk analisis meliputi NaOH 10 %, HCl (1+3), eter, NH3, FeCl3 0.5 %, NaCl powder, kloroform, aquades, NaOH 0.05 N, H2SO4, indikator PP, alkohol, dan kertas saring.

Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini antara lain blender, labu pemisah, plateform shaker, hot plate, labu takar, gelas pengaduk, pipet tetes, pipet volumetrik, desikator, buret, gelas piala, erlenmeyer, neraca analitik, rotavapor, dan pH-meter.

B. METODE

1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC 910.02B 1999) Persiapan Sampel

a. Padatan atau semi padatan :

Sampel sebanyak 50-100 g ditambah dengan 300-400 ml air.

Kemudian dihancurkan dengan menggunakan waring blender. Selanjutnya campuran ditambah dengan NaOH 10 % hingga alkalis dan dibiarkan selama + 2 jam, setelah itu disaring.

b. Cairan

Sampel sebanyak 50-100 ml dibuat menjadi alkalis dengan penambahan NaOH 10 %. Kemudian disaring dengan kapas. Jika sampel berkadar gula tinggi, maka harus diencerkan sampai total padatan terlarut 10-15 %.

Pengujian

Sebanyak 100 ml atau lebih filtrat dari persiapan sampel dimasukkan ke dalam labu pemisah. Kemudian ditambahkan HCl (1+3) sampai asam

(34)

(gunakan kertas litmus sebagai indikator) dan ditambahkan lagi 5-10 ml HCl (1+3). Setelah itu, larutan tadi diekstrak dengan 75-100 ml eter. Jika perlu lapisan air diekstrak kembali dengan eter. Ekstrak eter dicuci sebanyak 3 kali, masing-masing dengan 5 ml air. Ekstrak eter yang telah dicuci dimasukkan ke dalam pinggan porselin dan diuapkan ke dalam penangas air. Residu yang dihasilkan mengandung asam benzoat atau eternya, asam salisilat, sakarin, dulsin, dan atau bahan terekstrak lainnya.

Residu yang diperoleh dilarutkan dalam air. Jika perlu dipanaskan sampai 80-85o C selama 10 menit. Larutan tersebut ditambahkan dengan beberapa tetes NH3 sampai larutan menjadi basa. Kemudian larutan diuapkan untuk menghilangkan kelebihan NH3. Residu yang tersisa dilarutkan kembali dengan air panas. Setelah itu, larutan disaring jika perlu. Ke dalam larutan ditambahkan beberapa tetes FeCl3 netral 0.5 %. Terbentuknya endapan Ferribenzoat yang berwarna salmon menunjukkan adanya asam benzoat.

Diagram alir prosedur analisis kualitatif benzoat dapat dilihat pada Lampiran 5.

2. Analisis Kuantitatif Natrium Benzoat a. Penentuan Penggunaan Pereaksi

Pada tahap ini dilakukan analisis larutan natrium benzoat +1000 ppm dengan tiga perlakuan. Perlakuan 1 digunakan bahan kimia yang semuanya pro analysis (p.a) yang terdiri dari NaCl, kloroform, dan alkohol. Perlakuan 2 digunakan kloroform teknis dan alkohol teknis.

Perlakuan 3 digunakan NaCl teknis, kloroform teknis, dan alkohol teknis.

Analisis dilakukan secara duplo. Hasil yang didapat kemudian dilakukan uji t, uji F, dan ANOVA untuk membandingkan apakah ketiga perlakuan tersebut berbeda nyata atau tidak. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan dan pertimbangan biaya analisis, akan dipilih satu perlakuan untuk digunakan pada analisis selanjutnya.

(35)

Larutan Na-benzoat 1000 ppm

Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

ppm Na-benzoat ppm Na-benzoat ppm Na-benzoat

Uji t, F, dan ANOVA

b. Analisis Saus Sambal

Saus Sambal

Dianalisis 7 kali Dianalisis 7 kali (ekstraksi dengan labu pemisah) (ekstraksi dengan shaker)

Presisi Presisi

Uji t, F, dan ANOVA

c. Uji Banding Antar Laboratorium

Saus Sambal

Dianalisis di laboratorium yang telah terakreditasi

Uji t, F ,dan ANOVA dengan hasil yang didapat dari metode titrimetri

(36)

d. Prosedur Analisis Kuantitatif Natrium Benzoat Secara Titrimetri (AOAC 963.19 1999)

Persiapan Sampel a. Prosedur Umum

Sampel dihomogenkan, jika sampel berupa padatan atau semi padat maka harus dihaluskan. Sebanyak 150 ml atau 150 g sampel dimasukkan ke dalam labu takar 500 ml. Kemudian ditambahkan NaCl powder secukupnya untuk menjenuhkan air dalam sampel. Sampel dibuat menjadi alkalis (periksa dengan kertas lakmus) dengan penambahan NaOH 10 % atau dengan suspensi Ca(OH)2 (satu bagian Ca(OH)2 disuspensikan dalam tiga bagian air). Setelah itu, campuran tersebut diencerkan sampai tanda batas dengan larutan NaCl jenuh dan dikocok berulang kali. Larutan dibiarkan selama + 2 jam, dikocok berulang kali, dan disaring. Jika contoh mengandung banyak lemak, bagian yang saringannya terkontaminasi oleh lemak ditambahkan beberapa ml larutan NaOH 10 % ke dalam saringan, kemudian diekstrak dengan eter sebelum penetapan selanjutnya. Jika sampel mengandung alkohol, perlakuan seperti cara d. Jika sampel mengandung sejumlah bahan yang dapat diendapkan oleh larutan NaCl, perlakuan seperti cara e

b. Sampel Saus Tomat

Ke dalam 100 g sampel ditambahkan 15 g NaCl powder dan campuran dipindahkan ke dalam labu takar 500 ml kemudian dicuci wadah semula dengan +150 ml larutan NaCl jenuh. Larutan dibuat menjadi alkalis dengan NaOH 10 % dan diencerkan dengan larutan NaCl jenuh sampai tanda tera. Larutan dibiarkan selama sedikitnya 2 jam, dikocok setiap selang waktu tertentu, disentrifuse jika perlu, kemudian disaring.

(37)

c. Sampel Jeli, Jam, dan Marmalades

Dihancurkan 150 g sampel di dalam 300 ml larutan NaCl jenuh kemudian ditambahkan 15 g NaCl dan dibuat menjadi alkali dengan suspensi Ca(OH)2. Selanjutnya dipindahkan larutan tersebut ke dalam labu takar 500 ml dan diencerkan dengan larutan NaCl jenuh sampai tanda tera. Larutan dibiarkan selama sedikitnya 2 jam, dikocok berulang kali, disentrifuse jika perlu, kemudian disaring.

d. Sampel Cider yang mengandung alkohol dan produk sejenisnya Ke dalam 250 ml sampel ditambahkan NaOH 10 % sampai alkalis, kemudian diuapkan pada penangas uap sampai volume larutan menjadi100 ml. Dipindahkan sampel ke dalam labu takar 250 ml, ditambahkan 30 g NaCl powder dan dikocok sampai larut. Selanjutnya diencerkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Larutan dibiarkan selama sedikitnya 2 jam, dikocok berulang kali, kemudian disaring.

e. Sampel Ikan asin atau Ikan yang Dikeringkan

Dicuci 50 g sampel yang telah dihaluskan dalam labu takar 500 ml dengan H2O. Sampel dibuat menjadi alkalis dengan NaOH 10 % dan ditepatkan sampai tanda tera dengan H2O. Dibiarkan selama sedikitnya 2 jam, dikocok secara teratur, dan disaring. Lalu dipipet sebanyak mungkin filtrat (>300 ml), dimasukkan ke dalam labu takar 500 ml kedua dan ditambahkan 30 gram NaCl untuk setiap 100 ml larutan. Kemudian larutan dikocok sampai NaCl larut. Larutan tersebut diencerkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh, dikocok sampai homogen dan disaring protein/bahan lain yang mengendap.

Penetapan Sampel

Sebanyak 100-200 ml filtrat sampel dipipet dan di masukkan ke dalam labu pemisah. Filtrat dinetralkan dengan penambahan HCl (1 + 3) dan ditambahkan lagi 5 ml HCl sesudah netral. Filtrat yang telah diasamkan, diekstrak dengan menggunakan kloroform (CHCl3) beberapa

(38)

kali dengan volume kloroform 70, 50, 40, dan 30 ml. Untuk mencegah pembentukan emulsi, digoyang-goyang secara kontinyu setiap kali ekstraksi dengan gerakan rotasi. Lapisan kloroform biasanya memisah dengan mudah sesudah dibiarkan beberapa menit. Jika emulsi terbentuk, emulsi dihilangkan dengan mengocok lapisan CHCl3 menggunakan gelas pengaduk, dengan memindahkan dan memisahkan emulsi dengan menggunakan labu pemisah lain atau dengan sentrifusa beberapa menit.

Setiap kali ekstraksi selesai, diambil bagian jernih lapisan kloroform sebanyak mungkin, diusahakan jangan tercampur dengan emulsi. Jika lapisan kloroform yang diperoleh kurang jernih maka perlu dicuci dengan akuades sampai jernih. Selanjutnya seluruh ekstrak kloroform dipindahkan ke dalam cawan penguap porselen, dibilas wadah beberapa kali dengan beberapa ml CHCl3 dan diuapkan sampai kering pada suhu kamar dalam aliran udara kering.

Hasil ekstraksi dapat juga dipindahkan dari labu pemisah ke dalam erlenmeyer 300 ml dan bilas labu pemisah dengan 5-10 ml CHCl3

tiga kali. Ekstrak tersebut didistilasi dengan lambat pada suhu rendah sampai volume ekstrak seperempat dari volume semula, kemudian diuapkan sampai kering pada suhu kamar di atas penangas air sampai tinggal beberapa tetes cairan saja yang tinggal. Selanjutnya residu dikeringkan semalaman (atau sampai tidak tercium bau asam asetat bila sampelnya adalah saus tomat) dalam desikator yang mengandung H2SO4 pekat. Kemudian residu asam benzoat dilarutkan dalam 30-50 ml alkohol, ditambahkan 12-15 ml air dan 1 atau 2 tetes. Diagram alir prosedur analisis kuantitatif benzoat dapat dilihat pada Lampiran 6.

Perhitungan :

Volume larutan ppm Na Titer x N NaOH x 144 x yang dibuat pada x 106 benzoat = persiapan sampel anhidrat Volume yang diambil x berat sampel x 1000

untuk penetapan

(39)

A. ANALISIS KUALITATIF NATRIUM BENZOAT

Tujuan analisis kualitatif natrium benzoat adalah untuk mengetahui apakah di dalam suatu sampel terkandung natrium benzoat. Pada analisis ini, sampel yang digunakan adalah sampel saus sambal dan minuman dalam kemasan yang terdapat di pasaran. Kedua jenis sampel yang dipilih tersebut adalah yang mengandung natrium benzoat, seperti yang tercantum pada label kemasan. Masing-masing sampel dilakukan analisis dengan tiga kali ulangan.

Metode analisis yang dilakukan mengacu pada AOAC Official Method 910.02B (1999) yaitu dengan uji feriklorida. Persiapan sampel yang dilakukan untuk saus sambal berbeda dengan sampel minuman dalam kemasan. Pada sampel saus sambal, karena karakteristik substrat atau matriks sampel diperlukan perlakuan pendahuluan yang lebih kompleks agar dapat menghilangkan interferen yang mengganggu dan meningkatkan konsentrasi solute. Untuk sampel minuman, perlakuan pendahuluan yang dilakukan tidak terlalu rumit dibandingkan dengan perlakuan pendahuluan pada makanan (Gomis dan Alonso 1996). Pada saus sambal, dilakukan persiapan sampel untuk sampel padatan atau semi padatan. Pertama-tama sampel diencerkan terlebih dahulu, lalu dibasakan dengan penambahan NaOH 10 %, kemudian didiamkan selama + 2 jam agar reaksi dengan NaOH berjalan dengan sempurna. Setelah itu campuran disaring. Sementara untuk sampel minuman, tidak perlu diencerkan terlebih dahulu. Sampel langsung ditambahkan NaOH 10 % hingga alkalis, kemudian disaring. Untuk sampel minuman ini, tidak perlu diencerkan lagi karena total padatan terlarut (TPT) tidak melebihi 15 %.

Filtrat yang diperoleh diasamkan dengan penambahan HCl (1+3), kemudian diekstrak dengan eter (dietil eter). Ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ini termasuk ekstraksi pelarut (liquid-liquid extraction). Ekstraksi pelarut didefinisikan sebagai proses pemisahan suatu zat dari sebuah campuran dengan melarutkan zat tersebut dalam sebuah pelarut dimana zat tersebut dapat larut tetapi zat lain yang ada dalam campuran tidak dapat larut (Holden 1999). Prinsip dari ekstraksi yaitu jika sebuah larutan kontak dengan

(40)

pelarut immiscible, solute akan terdistribusi di antara dua fase cair (liquid) (Jacobs et al. 1974). Pada kesetimbangan, rasio konsentrasi solute dalam dua fase kurang lebih konstan. Rasio ini dinamakan rasio distribusi atau koefisen distribusi. Ketika komponen yang diinginkan berada dalam larutan air (fase kedua), maka komponen itu bisa dipindahkan dengan menggunakan pelarut yang tidak larut air (fase satu). Komponen yang diinginkan tersebut mudah larut dan impurities tidak atau hanya sedikit larut. Ekstraksi sangat berguna untuk memisahkan solute yang diinginkan dari impurities dan by product yang larut air.

Pelarut yang baik untuk ekstraksi harus mempunyai kelarutan yang rendah di fase kedua (biasanya air), titik didih rendah, dan memiliki kemampuan untuk melarutkan analit tanpa melarutkan impurities (Jacobs et al. 1974). Pelarut juga harus bersifat inert dan tidak mengalami reaksi dengan reaktan atau produk. Dietil eter adalah pelarut yang umum digunakan untuk ekstraksi karena sifatnya yang inert dan kelarutan air yang rendah dalam eter (1 g/75 g eter). Kelemahan dari pelarut eter ini adalah sangat mudah terbakar sehingga diperlukan penanganan yang hati-hati.

Setelah ekstraksi, akan terdapat dua lapisan yang terpisah. Lapisan bawah adalah fase aqueous, sedangkan lapisan atas merupakan fase eter. Hal ini disebabkan berat jenis eter (ρ=0.713 g/ml) lebih rendah daripada berat jenis air (ρ=1 g/ml). Pemisahan kedua fase ini dapat dilihat pada Gambar 3. Ekstrak eter kemudian diuapkan pada penangas air (hotplate) pada suhu yang rendah, sehingga akan tersisa residu. Residu tersebut dilarutkan dalam air dan ditambahkan dengan NH3 hingga basa. Larutan kemudian diuapkan untuk menghilangkan kelebihan NH3. Residu yang terbentuk dilarutkan dengan air panas dan disaring untuk menghilangkan kotoran-kotoran sehingga pembentukan ferribenzoat akan jelas terlihat. Filtrat tersebut kemudian ditambahkan dengan FeCl3. Jika sampel positif mengandung benzoat, maka akan terbentuk endapan ferribenzoat yang berwarna kekuningan atau salmon.

Terjadinya endapan ferribenzoat dapat dilihat pada Gambar 4. Pada Gambar 4 terlihat bahwa sebelum ditambah dengan FeCl3, larutan masih terlihat jernih.

Namun setelah ditambah dengan FeCl3, terdapat endapan ferribenzoat yang

(41)

berwarna kekuningan atau warna salmon. Adanya endapan tersebut menandakan bahwa sampel tersebut positif mengandung natrium benzoat.

fase eter

fase air

Gambar 3. Pemisahan Fase Eter dan Fase Air

A B

Gambar 4. Pembentukan Ferribenzoat, A = Larutan Sebelum Ditambah Pereaksi FeCl3 0.5 %, B = Larutan Setelah Ditambah Pereaksi FeCl3 0.5 %

Hasil analisis kualitatif natrium benzoat pada sampel saus sambal dan minuman dalam kemasan dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil analisis

(42)

menunjukkan bahwa kedua sampel tersebut positif mengandung natrium benzoat pada ketiga ulangan yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan komposisi yang tertera pada label kemasan yang menyebutkan bahwa kedua sampel tersebut mengandung natrium benzoat.

Tabel 5. Hasil Analisis Kualitatif Natrium Benzoat pada Saus Sambal dan Minuman Dalam Kemasan

Ulangan Saus Sambal Minuman Dalam Kemasan

1 + +

2 + +

3 + +

Keterangan :

+ : positif mengandung benzoat, ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna salmon

B. PRINSIP ANALISIS KUANTITATIF NATRIUM BENZOAT

Analisis kuantitatif berkaitan dengan penetapan berapa banyak suatu zat yang terkandung dalam suatu sampel (Day dan Underwood 2002). Zat yang ditetapkan tersebut, yang seringkali dinyatakan sebagai konstituen atau analit, menyusun sebagian kecil atau sebagian besar sampel yang dianalisis.

Jika zat yang dianalisa (analit) tersebut menyusun lebih dari 1 % dari sampel, maka analit ini dianggap sebagai konstituen utama. Namun jika jumlahnya berkisar antara 0.01 hingga 1 % dari sampel, maka zat itu dianggap sebagai konstituen minor. Jika zat yang terkandung di dalamnya kurang dari 0.01 % dianggap sebagai konstituen perunut (trace).

Prosedur analisis kuantitatif benzoat didahului dengan persiapan sampel yang prosedurnya sedikit berbeda untuk tiap sampel. Tetapi, secara umum sampel dihomogenkan terlebih dahulu, kemudian dijenuhkan dengan penambahan NaCl powder. Sampel dibuat menjadi basa dengan penambahan NaOH 10 % agar benzoat yang terdapat dalam sampel berubah menjadi bentuk garamnya sehingga semakin larut dalam fase air dan dapat meningkatkan efisiensi ekstraksi benzoat. Penambahan NaOH juga bertujuan untuk mengendapkan komponen pangan yang lain seperti protein dan lipida sehingga komponen tersebut tidak masuk ke dalam filtrat. Selanjutnya sampel

(43)

diencerkan dengan larutan NaCl jenuh. Kemudian sampel didiamkan selama + 2 jam, sambil sesekali dikocok. Setelah didiamkan, sampel disaring untuk menghilangkan bagian padatan, namun asam benzoat tertinggal dalam larutan (filtrat) (Aurand et al. 1987).

Filtrat hasil penyaringan diasamkan dengan HCl (1+3), setelah itu diekstraksi dengan menggunakan kloroform berkali-berkali dengan volume kloroform berturut-turut adalah 70 ml, 50 ml, 40 ml, dan 30 ml. Ekstraksi yang berulang-ulang dengan volume ekstraktan yang lebih kecil dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi sehingga jumlah analit yang terekstrak akan semakin besar (Jacobs et al. 1974). Kloroform walaupun tidak sebaik pelarut eter, dipilih karena beberapa alasan yaitu melarutkan hanya senyawa traces dan substansi pengganggu lain, nonflammable (tidak mudah terbakar), lebih berat daripada air (ρ = 1.48 g/ml) sehingga akan berada pada lapisan bawah dan karena itu mudah dikeluarkan melalui corong labu pemisah (Aurand et al. 1987).

Menurut prosedur AOAC tahun 1999, ekstrak kloroform yang terkumpul kemudian didistilasi pada suhu rendah sampai volume ekstrak seperempat dari volume semula. Namun pada penelitian ini, ekstrak kloroform diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary vacuum evaporator (rotavapor), pada suhu rendah + 40oC, sampai tertinggal sedikit cairan. Cairan tersebut dipindahkan ke gelas piala. Labu rotavapor harus dibilas beberapa kali dengan kloroform untuk menghindari hilangnya asam benzoat. Cairan bilasan tersebut disatukan dengan cairan hasil rotavapor, kemudian diuapkan pada suhu kamar sampai tertinggal beberapa tetes cairan. Residu tersebut kemudian dikeringkan semalaman dalam desikator yang mengandung H2SO4

pekat. Residu asam benzoat kemudian dilarutkan dengan alkohol (etanol).

Menurut Jacobs et al. (1974), alkohol adalah pelarut yang larut air karena bisa bertindak sebagai donor dan akseptor dalam pembentukan ikatan hidrogen.

Etanol adalah pelarut yang paling penting karena bisa melarutkan baik senyawa polar ataupun non polar dan asam benzoat sangat larut dalam alkohol (WHO 2000). Larutan tersebut kemudian ditambah air dan indikator

Gambar

Tabel 3. Batas Maksimum Penggunaan Asam Benzoat dan Natrium Benzoat          di Indonesia
Gambar 2. Proses Detoksifikasi Asam Benzoat (White et al. 1964           diacu dalam Chipley 2005)
Tabel 4. Validasi Metode Pengujian  Karakteristik yang
Gambar  4.  Pembentukan  Ferribenzoat,  A  =  Larutan  Sebelum  Ditambah  Pereaksi  FeCl 3   0.5  %,  B  =  Larutan  Setelah  Ditambah  Pereaksi  FeCl 3  0.5 %
+7

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap total mikroba

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode spektrofotometri ultraviolet dapat digunakan untuk penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C secara simultan dengan

Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi natrium benzoat memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar vitamin C, total asam, total soluble solid, kadar air,

Analisis kadar Natrium Benzoat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum 230 nm menunjukkan bahwa sampel J mengandung Natrium Benzoat

belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap total mikroba, berbeda nyata

Penentuan kadar zat pengawet natrium benzoat pada ekstrak cabe merah giling menggunakan spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang serapan maksimum

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif rhodamin B dan natrium benzoat pada saus cabai di Kota Medan. Sampel yang dianalisis

Analisis kadar Natrium Benzoat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum 230 nm menunjukkan bahwa sampel J mengandung Natrium