ANALISIS BAHAN PENGAWET NATRIUM BENZOAT PADA
BUMBU DAN KECAP MIE INSTAN SECARA
SPEKTROFOTOMETER UV-VISIBLE
SKRIPSI
HERBET ERIKSON MANURUNG
070822030
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS BAHAN PENGAWET NATRIUM BENZOAT PADA BUMBU DAN KECAP MIE INSTAN SECARA SPEKTROFOTOMETER UV-VISIBLE
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
HERBET ERIKSON MANURUNG
070822030
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : ANALISIS BAHAN PENGAWET NATRIUM
BENZOAT PADA BUMBU DAN KECAP MIE INSTAN SECARA SPEKTROFOTOMETER UV-VISIBLE
Kategori : SKRIPSI
Nama : HERBET ERIKSON MANURUNG
Nomor Induk Mahasiswa : 070822030
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di
Medan, Februari 2010
Komisi Pembimbing:
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Drs. Ahmad Darwin, M.Sc
NIP 130809703 NIP 131653992
Drs. Chairuddin, M.Sc
Diketahui/Disetujui Oleh:
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
NIP 131459466
PERNYATAAN
ANALISIS BAHAN PENGAWET NATRIUM BENZOAT PADA BUMBU DAN KECAP MI INSTAN SECARA SPEKTROFOTOMETER UV-VISIBLE
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Februari 2010
PENGHARGAAN
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas berkat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang ditetapkan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Chairuddin M.Sc, selaku Dosen Pembimbing I dan Drs. Ahmad Darwin Bangun, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing II pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan, bimbingan, semangat dan kepercayaan kepada saya agar penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
2. Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia F. MIPA USU, DR. Rumondang Bulan, MS dan Drs. Firman Sebayang, MS.
3. Prof. DR. Harlem Marpaung selaku Kepala Laboratorium Kimia Analitik serta seluruh Staf Pengajar, Pegawai dan Asisten Laboratorium Kimia Analitik. 4. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda G. Manurung dan Ibunda T. Sitorus,
Abang saya (Rikardo, Lamhot), Kakak saya ( Rospita, Mariaty, Dermia) dan adek saya Martahan yang selalu memberikan semangat dan dukungan selama menyelesaikan skripsi ini, juga kepada Nova Doloksaribu, Eva Siregar dan Ronald Sitorus, Syarifudin, Lambok.
5. Ir. Naektua Sinabutar dan Pantas MS, ST selaku BPDQCMgr dan QC Spv PT. Indofood Sukses Makmur TBk, Noodle division cabang Medan.
6. Juga tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan saya di PT Indofood Sukses Makmur Tbk cabang medan Tanjung Morawa (Budi, Darwin, Ibu Masita, Ibu Etty, Ruskan, Pak Ridwan, Pak Sudarmin, Pak Syahril, Pak Ngatiman).
ABSTRAK
Telah dilakukan analisis terhadap salah satu bahan pengawet natrium benzoat yang sering digunakan pada bumbu dan kecap mie instan. Pengambilan sampel dilakukan dengan random berdasarkan expire date-nya yang sama atau berdekatan pada tiga lokasi swalayan yaitu: Supermarket Carrefour Medan Fair Gatot Subroto, Swalayan Surya Pasar II P. Bulan, dan Chyke’s Mini Market Karya Wisata. Analisis kualitatif natrium benzoat dilakukan dengan uji FeCl3 5% kemudian
dilanjutkan dengan analisis kuantitatif dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada pada panjang gelombang maksimum 271 nm.
ANALYSIS OF PRESERVATIVE SODIUM BENZOATE BOTH SEASONING POWDER AND SWEET SOY SAUCE IN NOODLE WITH
SPECTROPHOTOMETER UV-VISIBLE
ABSTRACT
Preservative analysis for sodium benzoate both seasoning powder and sweet soy sauce in noodle has been studied. Sampling methode that was random taken concern to the nearest expire date or equal at three different market; supermarket Carrefour Medan Fair Gatot Subroto, swalayan Surya Pasar II P. Bulan and Chyke’s mini market Karya Wisata. Qualitative analysis of preservative sodium benzoate carried out by using FeCl3 5 % test into seasoning powder and sweet soy sauce then
DAFTAR ISI
1.3Pembatasan Masalah 2
1.4Tujuan Penelitian 2
1.5Manfaat Penelitian 2
1.6Metodologi Penelitian 3
1.7Lokasi Penelitian 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fastfood dan Junkfood 4
2.2 Mie Instan 5
2.2.1 Raw Material Mie Instan 5
2..2.2 Fungsi Raw Material Mie Instan 6
2.3 Bumbu 8
2.4 Bahan Tambahan Pangan 8
2.5 Bahan Pengawet 10
2.5.1 NatriumBenzoat 11
2.5.2 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet 13
2.6 Efek Beberapa Bahan Pengawet bagi Kesehatan 13
2.7 Gizi Mie Instan 14
2.8 Efek Mie Instan bagi Kesehatan 15
2.9 Pola Makan Sehat 16
2.10 Teknik Pemisahan dalam Analisis 16 2.11 Spektroskopi Serapan Ultraviolet dan Sinar Tampak 19 BAB 3 BAHAN DAN METODELOGI PENELITIAN
3.1 Bahan-bahan 25
3.2 Alat-alat 25
3.3 Prosedur Penelitian 26
3.3.1 Pembuatan larutan pereaksi 26
3.3.2 Prosedur Kerja 26
3.3.2.1 Uji kualitatif 26
3.3.2.2 Uji kuantitatif 27
3.3.2.3 Pengukuran kadar natrium benzoat pada sampel 27
3.4.1 Uji kualitatif 29
3.4.2 Uji kuantitatif 30
3.4.3 Penentuan λ maks asam benzoat 31
3.4.4 Penentuan kurva kalibrasi larutan standar 31
3.4.5 Pengukuran kadar natrium benzoat pada sampel 32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 33
4.2 Reaksi 38
4.3 Pembahasan 39 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 41 5.2 Saran 41 DAFTAR PUSTAKA 42
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Pengaruh pH pada disosiasi asam benzoat 12
Tabel 4.1 Data hasil uji kualitatif natrium benzoat dengan FeCl3 5 % 33
Tabel 4.2 Data absorbansi larutan standar asam benzoat 33
pada λ maks 271 nm dengan Spektrophotometer UV-Vis
Tabel 4.3 Data absorbansi asam benzoat pada kecap mie instan 34 pada λ maks 271 nm dengan Spektrophotometer UV-Vis
Tabel 4.4 Penurunan persamaan garis regresi metode least square 34
kurva kalibrasi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur bangun asam benzoat 12
Gambar 2.2 Berkas Sinar Melewati Medium 20
ABSTRAK
Telah dilakukan analisis terhadap salah satu bahan pengawet natrium benzoat yang sering digunakan pada bumbu dan kecap mie instan. Pengambilan sampel dilakukan dengan random berdasarkan expire date-nya yang sama atau berdekatan pada tiga lokasi swalayan yaitu: Supermarket Carrefour Medan Fair Gatot Subroto, Swalayan Surya Pasar II P. Bulan, dan Chyke’s Mini Market Karya Wisata. Analisis kualitatif natrium benzoat dilakukan dengan uji FeCl3 5% kemudian
dilanjutkan dengan analisis kuantitatif dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada pada panjang gelombang maksimum 271 nm.
ANALYSIS OF PRESERVATIVE SODIUM BENZOATE BOTH SEASONING POWDER AND SWEET SOY SAUCE IN NOODLE WITH
SPECTROPHOTOMETER UV-VISIBLE
ABSTRACT
Preservative analysis for sodium benzoate both seasoning powder and sweet soy sauce in noodle has been studied. Sampling methode that was random taken concern to the nearest expire date or equal at three different market; supermarket Carrefour Medan Fair Gatot Subroto, swalayan Surya Pasar II P. Bulan and Chyke’s mini market Karya Wisata. Qualitative analysis of preservative sodium benzoate carried out by using FeCl3 5 % test into seasoning powder and sweet soy sauce then
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan zaman membuat segala sesuatu harus dilakukan dengan cepat, tidak
terkecuali dalam menyiapkan hidangan makanan. Salah satu makanan alternatif yang
digemari masyarakat adalah makanan siap saji mie instan. Mie instan memiliki rasa
yang lezat serta proses penyajian yang mudah dan cepat, harganya yang murah
membuat mie instan berpotensi sebagai salah satu bahan makanan substitusi parsial
bagi makanan pokok beras. Namun, mie instan belum dianggap sebagai makanan
penuh karena belum mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang bagi tubuh. Mie yang
terbuat dari tepung terigu mengandung karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi
kandungan protein, vitamin dan mineralnya hanya sedikit.
(http://www.hendyirawan.com/2007/07/20/efek-mi-instan-bagi-kesehatan)
Mie instan terdiri dari mie, bumbu dan bubuk cabe, minyak sayur, solid
ingredient, kecap dan chili sauce. Pada bumbu terdapat bahan penyedap rasa MSG
(Mono Sodium Glutamat), gula, garam, dan bahan-bahan pelengkap bumbu seperti
bahan-bahan penggurih, yeast extract, rempah-rempah dan bahan penambah rasa atau
flavour yang memberi rasa mie seperti rasa kari ayam, ayam bawang, soto ayam, dan
lain sebagainya. (http://www.republika.co.id/berita/23620/mi-instan)
Sebagai salah satu makanan populer yang memiliki daya simpan yang baik dan
digemari oleh berbagai kalangan, mie instan sering dipertanyakan apakah
mengunakan bahan pengawet dalam proses pembuatannya. Pengawetan mie instan
dilakukan dengan deep frying yaitu penggorengan dengan minyak goreng nabati pada
suhu 120–160 0C selama 60 sampai 90 detik sampai kering sehingga diperoleh kadar
airnya kurang dari 4 % sehingga mikroorganisme tidak dapat berkembang biak.
Berbeda halnya dengan kecap dan chili sauce menggunakan bahan pengawet.
Banyak jenis pengawet yang digunakan untuk mengawetkan bahan pangan. Salah satu
bahan pengawet yang sering dipakai pada kecap adalah natrium benzoat. Benzoat juga
sering digunakan untuk mengawetkan sari buah, minuman ringan, saus sambal, selai,
jeli, manisan, dan lain-lain. (Cahyadi, 2008)
Penambahan bahan pengawet natrium benzoat pada bahan pangan tidak
dilarang Pemerintah. Namun, produsen hendaknya tidak menambahkan jenis bahan
pengawet ini sesuka hati, karena bahan pengawet ini akan merugikan kesehatan jika
dipakai secara berlebihan. Pada penderita asma dan urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat dan jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung.
(Cahyadi, 2008)
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menentukan kadar bahan
pengawet natrium benzoat pada bumbu dan kecap mie instan apakah sesuai dengan
standar Permenkes No. 722 tentang bahan tambahan pangan.
1.2 Permasalahan
1. Berapa kadar bahan pengawet natrium benzoat pada bumbu dan kecap mie
instan.
2. Apakah kadar bahan pengawet natrium benzoat pada bumbu dan kecap
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 722 tentang bahan tambahan pangan (yaitu sebesar 600 mg/kg).
1.3 Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya untuk menganalisis bahan pengawet natrium benzoat
pada bumbu dan kecap mie instan yang diperoleh dari supermarket
Carrefour Medan Fair Gatot Subroto, swalayan Surya Pasar II P. Bulan dan
Chyke’s mini market Karya Wisata.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk menentunkan kadar natrium benzoat pada
1.5 Manfaat Penelitian
1. Penelitian dapat memberikan penjelasan secara ilmiah atas asumsi
masyarakat terhadap bahan pengawet dalam mie instan, dan
2 Memberikan informasi apakah penggunaan natrium benzoat pada bumbu
dan kecap sesuai dengan standar.
1.6 Metodologi Percobaan
1. Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium. Sampling dilakukan
dengan random pada 3 lokasi dengan memperhatikan expire date mie
instan dari swalayan Surya Pasar II P. Bulan, supermarket Carrefour Gatot
Subroto dan Chyke’s mini market Karya Wisata.
2. Mie instan yang dianalisis ada 5 jenis merek dari 5 produsen mie instan di
Indonesia yaitu Alhamie 100 goreng extra pedas exp 210610 M1 080821;
ABC semur ayam pedas exp 300510 MDN B1; Gagamie 100 goreng
spesial exp 0510/2A 051509; Wings sambal exp 290410; Indomie goreng
exp 130410 MDN B20313.
3. Analisis kualitatif dengan tes FeCl3 5% terhadap masing-masing bumbu
dan kecap terbentuknya endapan besi (III) benzoat berwarna kecoklatan
menunjukkan adanya pengawet natrium benzoat.
4. Analisis kuantitatif dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum 271 nm.
5. Kurva kalibrasi ditentukan dengan memplotkan absorbansi vs konsentrasi
larutan standar asam benzoat untuk memperoleh persamaan garis regresi
metode least square. Dari persamaan ini ditentukan konsentrasi asam
benzoat sampel mie instan, kemudian dihitung berapa kadar natrium
benzoat pada bumbu dan kecap dari perbandingan berat molekul terhadap
asam benzoat.
6. Kadar natrium benzoat dari hasil penelitian dibandingkan dengan standar
batasan maksimum pengunaan sesuai Permenkes No. 722 tentang bahan
tambahan pangan.
Penelitian dilaksanakan di laboratorium kimia analitik dan Departemen Kimia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fastfood dan Junkfood
Sejalan dengan bertambahnya kesibukan untuk memenuhi kehidupan
sehari-hari berimbas pada penyediaan makanan yang dikenal dengan sebutan fastfood
‘makanan siap saji’. Terdapat makanan siap saji dipasaran seperti Mie Instan, KFC,
McDonald, Hamburger, Pizza, Spagetty, hot dog dan lain-lain.
Fastfood memiliki beberapa kelebihan antara lain penyajian cepat sehingga
tidak menghabiskan waktu dan dapat dihidangkan kapan dan dimana saja; higienis,
dianggap makanan bergengsi, makanan modern, makanan gaul. Akan tetapi komposisi
fastfood kurang memenuhi standar makanan sehat, antara lain kandungan lemak jenuh
yang berlebihan karena kandungan hewani lebih banyak dibanding nabati; kurang
serat, kurang vitamin, dan terlalu banyak natrium.
Selain fastfood, saat ini banyak jenis makanan yang dikemas dalam bentuk
makanan ringan atau snack yang terbuat dari umbi-umbian, kentang, jagung dengan
bumbu masak berupa keripik/chips. Anak-anak sangat menyukai jenis makanan ini
sehingga terkadang anak-anak tidak selera makan makanan utama (nasi) yang
disiapkan di rumah. Chips termasuk jenis makanan berkalori tinggi, tetapi kurang
kandungan vitamin dan protein sehingga diberi sebutan junkfood ‘makanan sampah’.
(Irianto, 2007)
Dampak Buruk
Junkfood adalah makanan yang mengandung banyak lemak, gula, dan
berkalori tinggi dengan kandungan nutrisi rendah serta sedikit serat. Gabungan semua
itu sangat ‘mematikan’, karena jika dikonsumsi berlebihan akan menyebabkan
penyakit degeneratif seperti diabetes, sakit jantung, stroke, darah tinggi, kanker usus,
penyakit ringan seperti karies (gigi berlubang), batuk-batuk dan obesitas pun bias
menyerang tubuh kita.
(http:/www.kompas.com/kompas_cetak/0801/18/muda/4171835.htm
2.2 Mie instan
Mie instan merupakan salah satu makanan favorit masyarakat Indonesia. Bisa
dipastikan hampir setiap orang telah mencicipi mie instan ataupun mempunyai
persedian mie instan di rumah. Saat ini, Indonesia adalah produsen mie instan terbesar
di dunia. Namun Korea Selatan mengkonsumsi mie instan terbanyak per kapita
dengan rata-rata 69 bungkus per tahun, diikuti oleh Indonesia dengan 55 bungkus dan
Jepang 42 bungkus. (http:/www.id.wikipedia.org/wiki/Mi_instan)
Mie telah lama dikenal dan dikembangkan oleh masyarakat Cina dan Jepang
sejak 5000-an tahun yang lalu. Berdasarkan jenisnya, mie digolongkan menjadi tiga
jenis, yaitu mie basah, mie kering dan mie instan. Mie instan memiliki rasa yang lezat
serta proses penyajian yang mudah dan cepat membuat mie instan digemari dan
berpotensi besar sebagai salah satu bahan makanan substitusi parsial bagi makanan
pokok beras. (http:/Eepinside.com/2006).
2.2.1 Raw Material Mie Instan
Bahan baku utama dalam pembuatan mie adalah tepung terigu. Bahan-bahan
lainnya terdiri dari air dan garam-garam seperti NaCl, Natrium Karbonat, Kalium
Karbonat dan Natrium Tripoliphosfat. (Winarno, 2002)
Raw material atau bahan-bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan mie
instan dibagi menjadi 3 bagian:
a. Bahan Baku Utama (BBU)
- Tepung terigu
- Bumbu, cabe, kecap, chili sauce
- Solid ingredient, bawang goreng
c. Pengemas
(Winarno, 2002)
2.2.2 Fungsi Raw Material Mie Instan
Fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam membuat mie instan (tidak
termasuk bumbu) adalah:
1. Tepung Terigu sebagai bahan baku utama pembentuk struktur mie. Terigu
yang baik untuk membuat mie adalah tepung terigu dengan kadar proteinnya
11-14 %.
2. Tepung Tapioka sebagai bahan pengganti terigu, sehingga bisa menurunkan
biaya produksi karena harga tapioka lebih murah daripada terigu.
3. Air berfungsi untuk membentuk adonan jika dicampur dengan tepung.
4. Kansui (Campuran Natrium karbonat dan Kalium karbonat):
Fungsinya untuk mempercepat mie cepat matang ketika dikukus.
(http:/andysoeharsono.blogspot.com/2008_03_01_archive.html)
Natrium karbonat, kalium karbonat dan garam fosfat dikenal sebagai alkali,
berperan dalam pembentukan gluten, meningkatkan elastisitas dan ekstensibilitas serta
menghaluskan tekstur. Natrium tripoliposfat digunakan sebagai bahan pengikat air,
agar air dalam adonan tidak mudah menguap sehingga permukaan adonan tidak cepat
mengering dan mengeras. (Winarno, 2002)
Bahan pengenyal seperti guargum, gum arab atau CMC (Carboxyl Methyl Cellulosa) berfungsi untuk membuat mie menjadi kenyal. Pewarna mie instan yang
sering digunakan adalah Tartrazine (CI 19140).
(http:andysoeharsono.blogspot.com2008_03_01_archive.html)
Pembuatan mie instan meliputi tahap-tahap pencampuran, pengistirahatan,
pembentukan lembaran dan pemotongan, pengukusan, pengeringan, penggorengan
dan pengemasan.
Tepung terigu dicampur dengan air melalui pengadukan dengan alat
mixer bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air dan membuat campuran
merata dengan baik sedanglan larutan alkali diperlukan dalam jumlah sedikit.
2. Pengistirahatan Adonan
Sebelum adonan dibentuk menjadi lembaran, diperlukan waktu adonan
untuk beristirahat sejenak. Tujuannya adalah untuk menyeragamkan distribusi
air dan menggabungkan gluten.
3. Pembentukan Lembaran adonan
Dalam proses pembentukan lembaran adonan, adonan dimasukkkan ke
dalam press roller dengan tujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten yang
tidak beraturan ditarik memanjang searah oleh tekanan antara dua roller stone.
Ketebalan lembaran adonan dari 1,0 cm direntangkan sampai lembaran adonan
yang sangat tipis 1,15 nm ± 3 nm yang siap untuk proses pengirisan
memanjang (slitting).
4. Pengukusan ( Steaming)
Mie mentah diangkut oleh konveyer secara perlahan-lahan melalui
terowongan (tunnel) yang penuh dengan uap air. Mie tersebut berada dalam
terowongan selama 80 - 90 detik dengan menggunakan uap dengan tekanan 2,
8 kg/cm gauge. Setelah keluar dari tunnel pengukus tersebut mie tampak
kuning pucat dan bersifat setengah matang.
5. Pemotongan
Setelah mi melewati pemasakan awal mie kemudian dipotong–potong
dengan mesin cutter kemudian dilipat dua dengan mesin folding, Lipatan mie
ini disesuaikan dengan mangkok penggorengan.
6. Penggorengan
Proses penggorengan dilakukan secara kontinu dan uniform. Konveyer
penggorengan terdiri dari mangkok-mangkok penggorengan yang memuat
potongan mie tadi melewati fryer yang berisi minyak goreng panas. Suhu
minyak dari ujung awal ke ujung akhir dibuat naik secara bertahap yaitu dari
suhu 120 C dan berakhir pada suhu 160 C dalam waktu goreng ± 2 menit.
Melalui proses penggorengan tersebut, kadar air mie dalam mie instan hanya
2–4 % saja sehingga tidak memungkinkan mikroba pembusuk berkembang biak.
Dengan alasan tersebut pada mie tidak perlu ditambah dengan bahan pengawet
makanan. (http:/www.Eepinside.com/2006)
2.3 Bumbu
Bahan penyedap ada yang berasal dari bahan alami seperti bumbu, herba dan
minyak esensial, ekstrak tanaman atau hewan, dan oleorisin. Namun, pada saat ini
sudah dapat dibuat bahan penyedap sintesis yang merupakan komponen atau zat yang
dibuat menyerupai flavour penyedap alami contoh, aroma bawang putih dapat
dihasilkan oleh dialil trisulfida. (Cahyadi, 2008)
Setiap bungkus mie instan terdapat satu sachet bumbu dan beberapa
bahan-bahan pelengkap lainnya. Flavour yang terdapat dalam kantong bumbu mengandung
MSG (Mono Sodium Glutamat), garam, gula, bahan-bahan penggurih sperti HVP
(HydrolizedVegetable Protein) dan yeast extract dan lain-lain. HVP merupakan jenis
protein yang dihidrolisa dengan asam klorida atau enzim. Bahan penambah rasa atau
flavour yang digunakan pada bumbu akan memberi rasa mie seperti ayam bawang,
ayam panggang, kari ayam, soto ayam, baso, berbegu dan sebagainya.
Flavour yang terdapat dalam kantong bumbu juga mengandung zat pewarna
makanan, untuk membuat kaldu atau kuah mie instan menggelitik selera makan
konsumen. Zat pewarna yang digunakan adalah zat pewarna yang memiliki mutu food
grade dan telah disetujui sebagai zat pewarna yang aman bagi manusia. (Winarno,
2002)
Solid ingredient adalah bahan-bahan pelengkap berupa sosis, suwiran sayur,
bawang goreng, cabe kering dan sebagainya. Kecap juga menggunakan flavour, MSG,
bahan pengawet natrium benzoat, kaldu tulang untuk menambah kelezatannnya,
sementara chili sauce emulsifier untuk menstabilkan campurannya.
Bahan tambahan pangan atau zat aditif bahan pangan didefiniskan sebagai
suatu zat bukan gizi yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan sengaja, yang
pada umumnya dalam jumlah kecil untuk memperbaiki kenampakan, cita rasa, tekstur,
atau sifat-sifat penyimpangannya. Zat yang ditambahkan terutama yang mempunyai
nilai gizi, seperti vitamin dan mineral tidak dimasukkan ke dalam golongan ini.
(Desrosier, 1988)
Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan
perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen.
Penyimpangan dalam pengggunaanya akan membahayakan kita bersama, khususnya
generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa. Kita membutuhkan pangan
yang aman dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan mampu bersaing pada pasar global.
(Cahyadi, 2008).
Kelompok Bahan Tambahan Pangan
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan
besar yaitu:
1 Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan
dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat
mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh
pengawet, pewarna, dan pengeras.
2 Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak
mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat dengan tidak sengaja, baik
dalam jumlah sedikit atau banyak akibat perlakuan selama proses produksi,
pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau
kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan
mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa dalam makanan yang akan
dikonsumsi. Contoh residu pestisida, insektisida, fungisida, antibiotik, dan
hidrokarbon aromatik polisiklis.
Regulasi Bahan Tambahan Pangan
Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang
diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (Bahan Tambahan Kimia) oleh Departemen
722/Menkes/Per/IX/88, terdiri dari golongan BTP yang diizinkan diantaranya sebagai
berikut:
1. Antioksidan (Antioxidant)
2. Antikempal (Anticacking Agent)
3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator) 4. Pemanis buatan (Artificial Sweetener)
5. Pemutih dan Pematang tepung (Flour Treatment Agent)
6. Pengemulsi, pemantap, dan pengental (Emulsifier, Stabilizer,Thickener)
7. Pengawet (Preservative)
8. Pengeras (Firming Agent)
9. Pewarna (Colour)
10.Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (Flavour; Flavour enhancer)
11.Sekuestran (Sequestrant)
Bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut
Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/ Menkes/Per/X/1999 sebagai
berikut:
1. Natrium Tetraborat (Boraks)
2. Formalin (Formaldehyde)
3. Minyak nabati yang dibrominasi/brominated vegetable oil
4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)
5. Kalium klorat (Potassium Chlorate)
6. Dietil pirokarbonat (Diethyl Pyrocarbonate, DEPC)
7. Nitrofurazon (Nitrofurazon)
8. P- phenetilkarbamida (P- phenethycarbamide, dulcin, 4- ethoxyphenyl uea)
9. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1168/Menkes/Per/X/1999, selain bahan tambahan pangan di atas masih ada tambahan
kimia yang dilarang, seperti Rhodamin B (pewarna merah), Methanyl Yellow
(pewarna kuning), Dulsin (pemanis sintesis) dan Potassium Bromat (pengeras).
2.5 Bahan Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat
proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba.
Penggunaan pengawet dalam bahan pangan harus tepat, baik jenis dan dosisnya.
(Cahyadi, 2008)
Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi,
kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya baik yang bersifat
langsung, misalnya keracunan maupun yang tidak bersifat langsung atau kumulatif,
misalnya bahan pengawet yang bersifat karsinogenik. (Cahyadi, 2008).
Berdasarkan Permenkes No. 722/88 terdapat 26 jenis pengawet yanmg
diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Adapun kelompok pengawet tersebut
adalah: asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, belerang dioksida, etil p-hidroksi
benzoat, kalium benzoat, kalium bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium
propionat, kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoat, kalsium propionat, kalsium
sorbat, natrium benzoat, metil p-hidroksi benzoat, natrium bisulfit, natrium
metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitri, natrium propionat, natrium sulfit, nisin,
propil -p- hidroksi benzoat. Penggunaan bahan pengawet tersebut harus mengikuti
dosis yang ditetapkan. (Widjajarta, 2006)
2.5.1 Natrium Benzoat
Pengawet yang banyak dijual dipasaran dan digunakan untuk mengawetkan
barbagai bahan makanan adalah benzoat, yang biasanya terdapat dalam bentuk
natrium benzoat atau kalium benzoat karena lebih mudah larut. Benzoat sering
digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti sari buah,
minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap dan
lain-lain.(Cahyadi, 2008)
Garam atau ester dari asam benzoat secara komersial dibuat dengan sintesis
kimia. Bentuk aslinya asam benzoat terjadi secara alami dalam bahan gum benzoin.
Natrium benzoat berwarna putih, granula tanpa bau, bubuk kristal atau serpihan dan
Dalam bahan pangan garam benzaot terurai menjadi lebih efektif dalam bentuk asam
benzoat yang tak terdisosiasi. Memiliki fungsi sebagai anti mikroba yang optimum
pada pH 2,5 – 4,0 untuk menghambat pertumbuhan kapang dan kamir.
(http:/www.yongkikastanyaluthana.wordpress.com/category/natrium_ benzoat/2008)
Tabel 2.1 Pengaruh pH pada disosiasi Asam Benzoat
pH Asam yang tidak terdisosiasi (%)
3
Asam benzoat sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas,
dimana ia akan mengkristal setelah didinginkan; asam benzoat larut dalam alkohol
dan eter dan jika direaksikan dengan larutan besi (III) klorida akan membentuk
endapan besi (III) benzoat basa berwarna jingga kekuningan dari larutan-larutan
netral.
3C6H5COO- + 2Fe3+ + 3H2 O (C6H5COO)3Fe.Fe(OH)3↓ + 3H+ ……..(1)
(Vogel, 1985)
Selain berfungsi sebagai bahan pengawet, asam benzoat juga berperan sebagai
antioksidan karena pada umumnya antioksidan mengandung struktur inti yang sama,
yaitu mengandung cincin benzen tidak jenuh disertai dengan gugus hidroksil atau
gugus amina. Antioksidan dapat menghambat setiap tahap proses oksidasi, dengan
penambahan antioksidan maka energi persenyawaan aktif ditampung oleh antioksidan
COOH
Gambar 2.1Struktur asam benzoat
Antioksidan yang sering digunakan pada bahan pangan umumnya berasal dari
alam (natural antioxidant), misalnya asam sitrat, askorbat dan tartarat, karoteine,
lesitin, asam maleat dan gugus guaiae. Penambahan antioksidan buatan dalam bahan
pangan harus lebih hati-hati, karena banyak diantaranya yang menyebabkan keracunan
pada dosis tertentu, dosis yang diizinkan dalam bahan pangan adalah 0,01-0,1%.
(Ketaren, 1986)
2.5.2 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai
berikut:
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat
patogen maupun yang tidak patogen.
2. Memperpanjang umur simpan pangan
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang
diawetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau
yang tidak memenuhi persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
(Cahyadi, 2008)
2.6 Efek Beberapa Bahan Pengawet
Efek beberapa bahan pengawet terhadap kesehatan:
Metabolisme ini meliputi dua tahap reaksi, pertama dikatalisis enzim syntese
dan pada reaksi kedua dikatalisis oleh enzim acytransferase. Asam hipurat yang
disimpan dalam hati disekresikan melalui urin. Jadi, di dalam tubuh tidak terjadi
penumpukan asam benzoat, sisa asam benzoat yang tidak diekskresikan sebagai asam
hipurat dihilangkan toksitasnya berkonyugasi dengan asam glukoronat dan diekskresi
melalui urin. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangan sensitif
terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi
lambung.
b. Asam Sorbat dan Garamnya
Asam sorbat dalam tubuh dimetabolisme seperti asam lemak bebas, dan
tidak bereaksi sebagai antimetabolit. Kondisi yang ekstrim (suhu dan konsentrat asam
sorbat tinggi) asam sorbat dapat bereaksi dengan nitrit membentuk produk mutagen
yang tidak terdeteksi di bawah kondisi normal penggunaan. Asam sorbat
kemungkinan memberikan efek iritasi kulit apabila langsung dipakai pada kulit,
sedangkan untuk garamnya belum diketahui efeknya terhadap tubuh.
c. Asam Propionat dan Garamnya
Asam propionat dalam tubuh dimetabolisme menjadi senyawa yang lebih
sederhana seperti asam lemak menjadi CO2 dan H2O. Natrium propionat dengan
migrain sedangkan untuk kalsium propionat tidak diketahui efek terhadap kesehatan.
d. Ester dari asam benzoat (paraben)
Ester asam benzoat (metil-p-hidroksi benzoat dan propil-p-hidroksi benzoat)
memberikan gangguan berupa reaksi yang spesifik. Metil-p-hidroksi benzoat dan
garam natriumnya, memberikan efek terhadap kesehatan dengan timbulnya reaksi
alergi pada mulut dan kulit. Sedangkan propil-p-hidroksi benzoat dan garamnya,
terutama pada orang penderita asma, urticaria, dan yang sensitif terhadap aspirin akan
memberikan reaksi alergi pada kulit dan mulut.
c. Nisin
Pada tahun 1969, para ahli dari FAO/WHO dapat menerima Nisin sebagai
bahan tambahan pangan, namun perlu juga diperhatikan timbulnya neprotoksik
2.7 Gizi Mie Instan
Mie instan belum dianggap sebagai makanan penuh karena belum mencukupi
kebutuhan gizi yang seimbang bagi tubuh. Mie yang terbuat dari terigu mengandung
karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi kandungan protein, vitamin dan mineralnya
hanya sedikit.
Pemenuhan kebutuhan gizi mi instan dapat diperoleh jika ada penambahan
sayuran dan sumber protein. Jenis sayuran yang dapat ditambahkan adalah wortel,
sawi, tomat, kol dan tauge, sedangan sumber proteinnya dapat berupa telur, daging,
ikan dan tempe atau tahu. Satu takaran saji mi instan dengan bobot 80 gram dapat
menghasilkan energi sebesar 400 kkal, yaitu sekitar 20 % dari total kebutuhan energi
harian (2.000 kal).
(http:/www.hendryiram.com/2007/07/20/efek-mi-instan-bagi-kesehatan)
2.8 Efek Mie Instan bagi Kesehatan
Kelemahan konsumsi mie instan adalah kandungan natriumnya yang tinggi.
Natrium pada mie instan berasal dari garam NaCl dan bahan pengembangnya. Bahan
pengembang yang umum digunakan adalah natrium tripolifosfat 1 % dari bobot total
mie instan per takaran saji.
(http:/www.hendryiram.com/2007/07/20/efek-mi-instan-bagi-kesehatan)
Natrium memiliki efek yang kurang menguntungkan bagi penderita maag dan
hipertensi. Bagi penderita maag kandungan natrium yang tinggi akan menetralkan
lambung, sehingga lambung akan mensekresi asam yang lebih banyak untuk
mencerna makanan. Keadaan asam lambung yang tinggi akan berakibat pada
pengikisan dinding lambung dan menyebabkan rasa perih. Sedangkan penderita
hipertensi, natrium akan meningkatkan tekanan darah karena ketidakseimbangan
antara natrium dan kalium dalam darah dan jaringan.
(http:/www.hendryiram.com/2007/07/20/efek-mi-instan-bagi-kesehatan)
Menurut seorang ahli gizi klinik, Juniarti Alidjaja, orang yang kebanyakan
makan mie instan tanpa diimbangi makanan berserat berpotensi mengalami gangguan
kesehatan. Hal ini karena mi mengandung karbohidrat sederhana, lemak dan kadar
natrium tinggi misalnya obesitas, kenaikan kadar gula darah.
Bumbu penyedap mengandung monosodium glutamat (MSG), zat ini diteliti
berbahaya jika dikonsumsi berlebihan dan menyebabkan penyakit Chinese Food
Syndrome. Karena kebanyakan makanan dari Cina selalu mengandung MSG dengan
kadar tinggi. Gejala dan penyakit yang ditimbulkan mulai dari sering pusing yang
hilang timbul, halusinasi, ketagihan, dizziness (telinga berdenging hingga vertigo), laziness, penyakit ginjal, jantung hingga berakhir kematian.
(http:/www.id.answer.yahoo.com/question/index?qid=20080925215950Aahrczt)
2.9 Pola Makan Sehat
Penataan makanan yang baik merupakan bagian dari gaya dan perilaku hidup
sehat untuk memperoleh derajat sehat dan bugar, yang perlu dikondisikan pada semua
lapisan masyarakat sehingga akan diperoleh bangsa yang sehat dan negara yang kuat.
(Irianto, 2007)
Asupan gizi yang baik tidak akan terpenuhi tanpa makanan yang sehat, yaitu
makanan yang mengandung semua zat-zat gizi dan zat-zat lain yang dibutuhkan oleh
tubuh. Zat-zat gizi tersebut adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan
air. Buah dan sayuran sangat bermanfaat dan berkhasiat bagi kesehatan yang
mengandung gizi berupa vitamin dan mineral sebagai komponen utama zat-zat non
gizi seperti serat makanan, enzim dan fitonutrien.( Wirakusumah, 2007)
2.10 Teknik Pemisahan dalam Analisis
Apabila pada suatu analisis ada dugaan bahwa komponen matriks akan
mengganggu penentuan dengan prosedur analisis yang telah dipilih, diperlukan
pemisahan analit dari matriksnya dengan salah satu teknik pemisahan yang paling
sesuai. Hasil pemisahan dapat berupa senyawa analit yang sudah murni, tetapi bisa
juga masih bercampur dengan komponen-komponen pengotor akan tetapi dengan
konsentrasi yang rendah dan dapat dianalisis langsung atau mungkin masih
memerlukan pemurnian lebih lanjut.
Untuk memisahkan analit dari komponen matriks yang mengganggu dapat
(Kokasih et al, 2004)
Teknik Ekstraksi cair-cair
Ekstraksi cair-cair digunakan untuk senyawa yang larut dalam air dan
komponen matriks larut atau tidak larut air. Ekstraksi senyawa dari larutan air
dilakukan dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air. Pemilihan pelarut
untuk ekstraksi harus mempertimbangkan kemudahan menguapkan pelarut, polaritas
pelarut, polaritas analit, serta kondisi termodinamika yang mempengaruhi sifat kimia
analit.
Teknik ekstraksi ini berjalan dengan baik jika koefisien distribusi (Kd)
senyawa diantara pelarut organik dan air cukup besar. Koefisien distribusi adalah
tetapan kesetimbangan yang menunjukkan distribusi suatu zat terlarut diantara dua
fase pelarut yang tidak bercampur. Jika larutan zat dalam air dikocok dengan pelarut
organik akan tercapai kesetimbangan antara zat yang terlarut dalam fase air dan zat
terlarut dalam fase organik.
zat (air) ↔ zat(organik)
Rasio aktivitas zat dalam kedua fase itu konstan dan tidak tergantung kepada
kuantitas zat pada temperatur apapun. Tetapan kesetimbangan adalah.
[zat (organik)]
Kd = ………(1)
[zat (air)]
Nilai tetapan kesetimbangan Kd, biasanya disebut koefisien distribusi yang besarnya
lebih kurang sama dengan rasio kelarutan zat dalam pelarut/kelarutan zat dalam air,
kecuali dalam keadaan agregasi berbeda dalam kedua pelarut itu. (Kokasih et al, 2004)
Akan tetapi hukum ini dalam bentuknya yang sederhana, tidak berlaku bila
spesi yang didistribusikan itu mengalami disosiasi atau asosiasi pada salah satu fase.
Oleh karena itu penerapan praktis ekstraksi pelarut ini harus memperhatikan fraksi zat
Misalkan asam lemah HA yang diekstraksi antara dua pelarut yang tidak
bercampur antara eter dan air.
D = C org/C air ……….(2)
Dimana:
D = Rasio Distribusi (angka banding distribusi)
C org = konsentrasi analitik molar HA dalam fase eter
C air = konsentrasi analitik molar HA dalam fase air
Konsentrasi analitik HA dalam air adalah jumlah konsentrasi kesetimbangan asam
lemah dan basa konyugasinya.
C air = [HA (air) + A- (air)] ………(3)
Sebaliknya, dalam pelarut eter tidak ada disosiasi HA sehingga konsentrasi analitik
dan konsentrasi kesetimbangan HA sama:
C org = [HA (org)] ………(4)
Jika kedua persamaan tersebut dipakai untuk menghitung D, diperoleh
D = [HA (org)]/ [HA (air) + A- (air)] ………(5)
Kesempurnaan Multiekstraksi
Jika Va mL air yang mengandung ao mmol HA diekstraksi dengan Vo mL
dietil eter, pada waktu mencapai kesetimbangan, a1 mmol HA tertinggal dalam fase
air dan (a1-ao) mmol HA telah berpindah ke fase organik. Konsentrasi HA dalam air
(Ca) dan dalan pelarut organik, (Co) adalah:
Ca = a1/Va ………(6)
Co = (a1-ao)/ Vo ...………(7)
D = [(a1-ao)/ Vo]/(a1/Va) ………(8)
Setelah satu kali ekstraksi, mmol HA yang tertinggal dalam fase air adalah:
a1 = ao [Va/(Vo D + Va)] ………(9)
setelah 2 kali ekstraksi dengan volume pelarut organik yang sama, mmol HA yang
masih tertinggal dalam fase air adalah:
a2= ao [Va/(Vo D + Va)] ………..(10)
jila persamaan a2 diperbanyak dengan persamaan a1 , nilai a1 dapat dihilangkan dan
diperoleh:
a2 = ao [Va/(Vo D + Va)]2 …………....(11)
setelah n kali ekstraksi, mmol HA yang tertinggal dalam fase air adalah:
an = ao [Va/(Vo D + Va)]n ……….(12)
sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstraksi yang efisien diperoleh dengan volume
kecil pelarut organik, dibandingkan dengan satu volume pelarut organik yang besar.
(Kokasih et al, 2004)
Tahap selanjutnya adalah pembebasan zat terlarut yang telah diekstraksi dari
fase organik yang disiapkan untuk analisis lebih lanjut. Zat-zat pengotor yang
mungkin terdistribusi bersama dengan analit pada fase organik dapat dihilangkan
dengan bilas-balk (back-washing). Ekstrak organik tersebut bila dikocok dengan satu
atau lebih porsi air yang baru, yang mengandung konsentrasi reagensia optimal dan
pH yang tepat akan menimbulkan distribusi ulang zat pengotor terhadap fase air
karena rasio distribusi zat-zat pengotor itu memang rendah, sedangkan analit akan
tetap tinggal dalam lapisan organik.
Setelah suatu unsur atau zat tertentu dipisahkan dengan cara ekstraksi pelarut,
langkah terakhir melibatkan penetapan secara kuantitatif unsur atau zat yang
diinginkan. Metode Spektrofotometri, dapat diterapkan langsung pada ekstraksi
2.11 Spekstroskopi Serapan Ultraviolet dan Sinar Tampak
Penggunaan utama spektroskopi ultraviolet-sinar tampak adalah dalam analisis
kuantitatif. Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai struktur kromofor atau
mengandung gugus kromofor, serta mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak
penggunaannya cukup luas. Penentuan kadar dilakukan dengan mengukur absorbsi
pada panjang gelombang maksimum (puncak kurva), agar dapat memberikan absorbsi
tertinggi untuk setiap konsentrasi. (Kokasih et al, 2004)
Apabila dalam alur radiasi spektrofotometri terdapat senyawa yang
mengabsorbsi radiasi, akan terjadi pengurangan intensitas radiasi yang mencapai
detektor. Gambar di bawah memperlihatkan intensitas sinar sebelum (Po) dan sesudah
(P) melewati larutan yang mempunyai ketebalan b cm dan konsentrasi zat penyerap
sinar C, sebagai akibat interaksi antara cahaya dan partikel-partikel penyerap
(pengabsorbsi) yaitu berkurangnya kekuatan sinar dari Po ke P. Transmitansi larutan T
merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan melalui larutan. Jadi,
P
T = ……….(13) Po
b
Po P
Gambar 2.2 Berkas Sinar Melewati Medium
Dimana :
T = Transmitansi
P = Intensitas sinar setelah melewati medium/larutan
Po = Intensitas sinar sebelum melewati medium/larutan
Transmitansi T sering dinyatakan sebagai persentase (%T). Absorbansi (A) suatu
larutan dinyatakan sebagai persamaan:
P
A = - Log T = Log ………(14) Po
Berbeda dengan transmitansi, Absorbansi larutan bertambah dengan berkurangnya %
Transmitansi. Bila ketebalan benda atau konsentrasi materi yang dilewati cahaya
bertambah, maka cahaya akan lebih banyak diserap. Jadi absorbansi berbanding lurus
dengan ketebalan b dan konsentrasi c,
A = a.b.c ………15)
Dimana a adalah konstanta Absortivitas. Bila konsentrasi dinyatakan dalam mol/liter
dan panjang sel dalam cm, maka absortivitas disebut absortivitas molar (molar
Absorptivity) dan diberi simbol є.
A= є .b.c ..………….(16)
Dimanaєmempunyai satuan L cm-1 mol- (Mulja, 1994)
Spektroskopi Ultraviolet
Penyerapan sinar tampak dan ultraviolet oleh suatu molekul dapat
menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground state) ke
energi tingkat tinggi (excited state). Proses ini meliputi dua tahap:
Tahap 1: M + hv M*
Tahap 2: M* M + heat .. ………...(17)
Umur molekul yang tereksitasi M* ini sangat pendek (10-8 – 10-9 detik) dan molekul
kembali ke tingkat dasar lagi M. Proses ini disebut reaksi fotokimia.
Pengabsorbsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul
umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding; akibatnya panjang gelombang
absorbsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada di dalam
mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul. Akan tetapi,
yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan ultraviolet dan sinar
tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa yang mengandung gugus-gugus
pengabsorbsi.
Instrumen Spektroskopi UV, berkas cahaya yang diserap bukan cahaya tampak
tapi cahaya ultraviolet dengan cara ini larutan tak berwarna dapat diukur. Pada
Spektroskopi Ultraviolet energi cahaya yang terserap digunakan untuk transisi
elektron. Karena energi cahaya UV lebih besar dari energi sinar tampak sehingga
energi uv dapat menyebabkan transisi elektron σ atau π. (Mulja, 1995)
Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik dengan
panjang gelombang radiasi
hc
∆E = hv = …………..(18) λ
dimana ∆E = energi yang diabsorpsi (erg)
h = tetapan Planck, 6.6 x 10-27 erg det-1
v = frekuensi, dalam Hz
c = kecepatan cahaya, 3 x 108 m/det
λ = panjang gelombang, dalam cm
panjang gelombang cahaya uv atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya
promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk
promosi elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek.
Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang
gelombang yang lebih panjang. (Fessenden & Fessenden, 1986)
Transisi Elektron
Keadan dasar suatu molekul organik mengandung elektron-elektron valensi
dalam 3 tipe utama orbital molekul. Orbital sigma (σ); orbital pi (π); dan orbital
elektron bebas (n).
.. H : CH3 CH2 : : CH2 CH3 O H
Baik orbital σ maupun π dibentuk dari tumpang - tindih dua orbital atom atau hibrid.
Transisi elektron mencakup promosi suatu elektron dan salah satu dari tiga keadaan
dasar (σ, π dan n) ke salah satu dari dua keadaan eksitasi (σ* atau π). (Fessenden &
Fessenden, 1994)
Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis
Secara garis besar dapat diuraikan proses yang terjadi selama pengukuran
dengan spektrofotometer sebagai berikut:
Gambar 2.3 Skema Spektrofotometer Berkas Sinar Tunggal
Sumber cahaya (1)
Sumber energi radiasi yang dipakai di dalam spektrofotometer uv-vis
bervariasi sesuai dengan spektrum yang digunakan. Pada daerah ultraviolet sumber
sinar yang digunakan adalh lampu Deutrium (D2), pada daerah visible digunakan
lampu Tungsten (WI) sedangkan pada Inframerah digunakan Globar atau Glower
Nerst. Intensitas sinar yang dipancarkan oleh masing-masing lampu merupakan fungsi
dari potensial/ tegangan yang digunakan terhadap lampu. Oleh karena itu potensial
harus dikontrol sedemikian agar diperoleh hasil yang reproduksibel.
System Optik
Sistem Optik terdiri dari celah (2), lensa (3), cermin, sel kuvet dan selector
panjang gelombang (4). Celah masuk digunakan untyuk mengendalikan jumlah sinar
yang masuk ke dalam photometer. Celah keluar berfungsi untuk membantu
pengaturan lebar pita daripada cahaya yang memasuki detektor. Lensa digunakan
dalam peralatan spektrofotometer. Kuvet haruss benar-benar bersih dan transparan
jangan sampai merefleksikan atau mendifraksikan sinar yang jatuh terhadap sel.
Selektor panjang gelombang digunakan untuk menghasilkan sinar yang
monokromatis. Monokromator yang digunakan dalam spektrofotometer terdiri dari
dua jenis yaitu: Prisma dan Diffraction Grating. Kebanyakan prisma yang digunakan
berbentuk segitiga dan dapat memisahkan sinar polikromatis menjadi beberapa berkas
sinar dengan panjang gelombang tertentu. Bila sinar berbenturan dengan grating
difraksi maka sinar diuraikan atas panjang gelombang yang ada di dalam jalur sinar
maka sinar dengan panjang gelombang tertentu dapat difokuskan melewati sampel (5)
dan celah keluar (6).
Detektor (8)
Detektor yang biasanya digunakan pada spektrofotometer uv-vis ada dua jenis
yaitu:
- vakum tube-photocells
- Barrier–layercells
Tabung sinar vakum terdiri dari sebuah katoda berbentuk silinder dan sebuah
kawat anoda yang disegel di dalam sebuah tabung gelas vakum. Permukaan katoda
dilapisi dengan logam yang dapat memancarkasn elektron jika bertumbukan dengan
sinar. Anoda dipertahankan pada potensial yang positif dengan bantuan sebuah sirkuit
eksternal sehingga elektron yang dipancarkan oleh katoda bergerak ke anoda dan
menghasilkan suatu aliran elektron atau arus listrik di dalam sirkuit. Arus ini
dikuatkan dengan bantuan sebuah amplifier dan diteruskan ke dalam sebuah peralatan
pencatat/rekorder (dilengkapi dengan skala Absorbansi dan Transmitansi).
BAB 3
BAHAN DAN METODELOGI PENELITIAN
3.1 Bahan-bahan:
1. Larutan NaCl jenuh
2. NaCl(s) p.a.E. Merck
3. NaOH 10 % p.a.E. Merck
4. HCl (p) p.a.E. Merck
5. Larutan standar asam benzoat p.a.E. Merck
6. Diethyl eter p.a.E. Merck
7. HCl (1:3)
8. HCl 0.1%
9. FeCl3 5 % p.a.E. Merck
10. Larutan NH4OH
11. Aquadest
12. Alhamie 100 goreng extra pedas
13. ABC semur ayam pedas
14. Gagamie 100 goreng special
15. Wings sambal goring
16. Indomie goreng
3.2 Alat-alat:
1. Timbangan Analitik Metller PM 400
2. Kertas saring Whatman 42
3. Spektrofotometer UV-Vis
4. Penangas air
5. Pipet volumetrik 1 ml, 5 ml, 10 ml Pyrex
6. Gelas Erlenmeyer 250 ml Pyrex
8. Gelas ukur 50 ml, 100 ml Pyrex
Sebanyak 30 g NaCl p.a ditimbang dan dilarutkan dengan 100 mL aquadest di
dalam beaker glass kemudian diaduk hingga NaCl tersebut tidak larut lagi.
2. Pembuatan HCl (1:3) (v/v)
Sebanyak 25 mL HCl (p) dipipet dan diencerkan dengan 75 mL aquadest
didalam beaker glass lalu dihomogenkan.
3. Pembuatan NaOH 10 % (w/v)
Sebanyak 10 g NaOH pellet ditimbang dan dilarutkan dengan 100 mL
aquadest di dalam beaker glass dan diaduk hingga homogen.
4. Pembuatan HCl 0.1% (v/v)
Sebanyak 0,68 mL HCl 37% dipipet ke dalam labu takar 250 mL dan
diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.
5. Pembuatan FeCl3 5 % (w/v)
Sebanyak 5 g FeCl3(s) ditimbang dan dilarutkan dengan 100 mL aquadest di
dalam beaker glass dan diaduk sampai homogen.
6. Pembuatan Larutan Induk Standar asam benzoat 1000 mg/L
Sebanyak 1,000 g Asam benzoat p.a ditimbang dengan teliti dan dimasukkan
ke dalam labu takar 1000 mL kemudian dilarutkan dengan dietil eter dan
dipaskan sampai garis standar dan dihomogenkan. Diperoleh larutan standar
induk 1000 mg/L asam benzoat.
7. Pembuatan larutan seri standar
Dibuat konsentrasi larutan standar asam benzoat bervariasi 15;30;45;60;75
mg/L. Masing-masing dipipet sebanyak 1,50; 3,0; 4,5; 6,0; 7,5 mL larutan
standard induk 1000 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan
3.3.2 Prosedur Kerja
3.3.2.1 Uji Kualitatif
Sebanyak 50 gram sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL,
ditambahkan dengan 10 mL NaOH 10 % sampai alkalis kemudian dilarutkan dengan
larutan NaCl jenuh sampai garis batas dan dihomogenkan. Dibiarkan selama 2 jam
sambil dikocok sesekali lalu disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam corong
pemisah sebanyak 50 mL.Diasamkan filtratnya dengan HCl (1:3) pH 2,5–4, kemudian
diekstrak dengan 10–15 mL dietil eter. Lapisan eter dipisahkan ke dalam gelas
erlenmeyer dan diuapkan pelarutnya diatas penangas air selanjutnya residu
ditambahkan beberapa tetes larutan NH4OH sampai alkalis dan diupkan kembali
kelebihan NH3 dan diuji dengan larutan FeCl3 5%. Terbentuk endapan kecoklatan
menunjukkan adanya benzoat dalam sampel. (SNI, 1992)
3.3.2.2 Uji Kuantitatif
Sebanyak 5 g sampel ditimbang dengan teliti dan dimasukkan ke dalam
labu takar 100 mL kemudian ditambahkan larutan NaCl jenuh hingga 100 mL,
diasamkan dengan HCl (p) pH 2,5 - 4 selanjutnya dihomogenkan sampai sempurna.
Dimasukkan ke dalam corong pemisah, pertama diesktrak dengan 35 mL dietil eter
terbentuk 2 lapisan dimana lapisan atas/lapisan eter dipisahkan kedalam gelas
erlenmeyer sedangkan lapisan bawah diekstrak kembali dengan 25 mL dietil eter dan
seterusnya ekstraksi diulangi lagi dengan 20 mL, 15 mL dietil eter. Campuran lapisan
atas/ekstrak eter dimasukkan ke dalam corong pemisah dan dicuci dengan 25 mL HCl
0,1%, lapisan bawah dibuang dan lapisan atas dicuci lagi dengan 20 mL HCl 0,1%
dan seterusnya pencucian dilakukan dengan 15 mL HCl 0,1%. Ekstrak eter
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan dipaskan sampai garis batas dengan dietil
eter dan dihomogenkan. Sebanyak 25 mL ekstrak eter diencerkan ke dalam labu takar
100 mL dipaskan sampai garis batas dan dihomogenkan kemudian diukur dengan
Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 271 nm. (AOAC, 2000)
1. Kalibrasi Baseline Spectrum
Spektrophotometer UV-Vis dihidupkan dan dibiarkan selama 15 menit.
Dipilih menu No. 2 Spectrum dan dilakukan kalibrasi baseline spectrum selama 30
menit pada range 200-900 nm. Setelah diperoleh baseline spectrum yang baik
kemudian ditentukan λ maks larutan asam benzoat pada range 200- 300 nm.
2. Penentuan λ maks larutan standar asam benzoat
Diukur λ maks salah satu larutan standar asam benzoat dengan melihat
spectrum puncak serapan maksimum asam benzoat kemudian dilakukan pemeriksaan
peak spectrum asam benzoat dan diperoleh λ maks pada absorbansi maksimum
dengan λ 271 nm.
3. Penentuan kurva kalibrasi larutan standar asam benzoat
Dinolkan absorbansinya dengan blanko dietil eter. Masing-masing larutan
standar asam benzoat 15;30;45;60;75 mg/L diukur absorbansinya lalu diplotkan
lonsentrasi dan absorbansi larutan standar.
4. Pengukuran Kadar Natrium Benzoat
Dinolkan absorbansinya dengan blanko dietil eter, diukur absorbansi ekstrak
eter dengan spektrofotometer uv–vis pada λ maks 271 nm. Kemudian absorbansi sampel
diplotkan terhadap persamaan garis kurva kalibrasi. Diperoleh kadar asam benzoat
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Uji Kualitatif
Ditimbang dan dimasukkan
ke dalam labu ukur 250 mL
Ditambahkan 10 mL NaOH 10 %
Ditambahkan larutan NaCl jenuh sampai garis
batas dan dihomogenkan.
Dibiarkan selama 2 jam dan sesekali dikocok
Disaring
50 mL dimasukkan ke dalam corong pemisah
Diasamkan dengan HCl (1:3) sampai pH 2,5 – 4
Diekstrak dengan dietil eter 10-15 mL
Dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer dan
Diuapkan diatas penangas air
Ditambah beberapa tetes NH4OH sampai alkalis
Diuapkan kelebihan NH3
Diuji dengan FeCl3 5 %
Filtrat Residu
50 g sampel
Lapisan eter
3.4.2 Uji Kuantitatif
Ditimbang dengan teliti dan dimasukkan ke
dalam gelas ukur 100 mL
Ditambahkan NaCl jenuh hingga 100 mL
Diasamkan dengan HCl (p) dan dihomogenkan
Dimasukkan kedalam corong pisah 250 mL
Diekstrak dengan 35 mL dietil eter
Terbentuk dua lapisan
Diekstrak dengan 25 mL dietil eter Ditampung ke
dalam Erlenmeyer
diekstrak dengan 20 mL dietil eter digabung dengan ekstrak
eter I
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan dipaskan sampai garis batas
dengan dietil eter
25 mL ekstrak eter diencerkan dalam labu takar 100 mL dan diukur
Absorbansinya dengan Spektrofotometer UV-Vis.
5 g Sampel
Asam benzoat kasar
Lapisan bawah I Lapisan atas I
Ekstrak eter I Lapisan bawah II
Lapisan bawah III Lapisan atas III
3.4.3 Penentuan λ maks asam benzoat
Diukur λ maks asam benzoat pada range 200 –
300 nm.
Diperoleh puncak serapan maksimum asam
benzoat pada λ 271 nm.
Di-check peak detection
3.4.4 Penentuan kurva kalibrasi larutan standar asam benzoat
Masing-masing larutan standar diukur absorbansinya
dengan spektrophotometer uv-vis pada λ = 271 nm.
Konsentrasi dan absorbansi larutan standar diplotkan
Diperoleh kurva kalibrasi larutan standar asam
benzoat Larutan standar asam benzoat
λ maks 271 nm.
15; 30; 45; 60; 75 mg/L larutan standar asam benzoat
3.4.5 Pengukuran kadar natrium benzoat pada sampel
Diukur absorbansi ekstrak dietil eter dengan
spektrophotometer uv-vis pada λ = 271 nm.
Absorbansi sampel diplotkan dengan persamaan garis
kurva kalibrasi.
Diperoleh kadar asam benzoat kemudian dihitung kadar
natrium benzoat pada sampel sesuai berat molekulnya. Ekstrak Dietil Eter
Sampel A, B, C, D,E
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Hasil Penelitian
Dari hasil analisis kualitatif dengan FeCl3 5 % diperoleh data bahwa bumbu
tidak mengandung natrium benzoat (Tabel 4.1) yang kemudian dilanjutkan dengan
analisis kuantitatif dengan spektrofotometer uv-vis pada λ maks 271 nm (Tabel 4.3).
Kadar natrium benzoat ditentukan setelah dihitung kadar asam benzoat pada kecap
mie instan melalui persamaan garis lurus metode least square pada Tabel 4.5
Tabel 4.1 Data hasil uji kualitatif natrium benzoat dengan FeCl3 5 %
(Positif jika terbentuk endapan kecoklatan)
No Nama Sampel/Flavour Bumbu Kecap
1 Sampel A Negatif Positif
2 Sampel B Negatif Positif
3 Sampel C Negatif Positif
4 Sampel D Negatif Positif
5 Sampel E Negatif Positif
Tabel 4.2 Data Absorbansi larutan standar asam benzoat pada λ maks 271 nm dengan
Spektrophotometer uv-visible
No Konsentrasi
(mg/L)
Absorbansi
1 15 0,184
2 30 0,289
3 45 0,389
4 60 0,496
Tabel 4.3 Data absorbansi asam benzoat pada kecap mie instan pada λ maks 271 nm
dengan spektrophotometer uv-visible.
No Nama Sampel A1 A2 A3 Ā
1 Sampel A 0,427 0,428 0,427 0,427
2 Sampel B 0,366 0,367 0,367 0,367
3 Sampel C 0,410 0,411 0,410 0,410
4 Sampel D 0,472 0,473 0,473 0,473
5 Sampel E 0,339 0,339 0,338 0,339
Tabel 4.4 Penurunan persamaan garis regresi metode least square kurva kalibrasi
X Y (Xi-X) (Yi–Y) (Xi–X)2 (Yi–Y)2 (Xi-X)(Yi–Y)
15 0,184 - 30 -0,2096 900 0,0439 6,288
30 0,289 - 15 -0,1046 225 0,0109 1,569
45 0,389 0 -0,0046 0 0 0
60 0,496 15 0,1024 225 0,0105 1,536
75 0,610 30 0,2164 900 0,0468 6,492
∑=225 ∑=1,968 ∑= 0 ∑= 0 ∑= 2250 ∑= 0,1121 ∑= 15,885
Dari tabel di atas diperoleh:
Σ Xi 225 Σ Yi 1,968
X = = = 45 dan, Y = = = 0,3936 n 5 n 5
∑ (Xi-X)(i–Y) 15.885
Koefisien korelasi r = = = 0,9995
Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dinyatakan dengan y = ax + b
Dimana:
a = slope
b = intersept
Harga slope (a) dapat diperoleh dari persamaan sebagai berikut:
∑(Xi – X) (Yi – Y)
Sedangkan harga intersept (b) dapat diperoleh melalui persamaan :
Y = aX + b atau b = Y – aX
b = 0,3936-0,0071(45)
b = 0,0753
dengan demikian persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi asam benzoat adalah:
Y = aX + b
Dari persamaan garis regresi metode least square kadar natrium benzoat dapat
ditentukan dengan menghitung kadar asam benzoat terlebih dahulu kemudian hasilnya
dikonversikan sesuai berat molekulnya. Untuk mendapatkan data yang terbaik maka
perlu dilakukan penentuan harga rata-rata percobaan dengan menggunakan uji
t-student dengan tingkat kepercayaan 95%. Misalnya data absorbansi sampel A dapat
ditentukan:
A1 = 0,427
Standar Deviasi (SD):
A2 = 0,428
A3 = 0,427
dengan persamaan garis regresi Y = 0,0071X + 0,0753 X1 = 49,5352 mg/L
X2 = 49,6761 mg/L X = 49,5822 mg/L
X3 = 49,5352 mg/L
(X1-X)2 = 0,0022
(X2-X)2 = 0,0088
∑(XI-X)2 = 0,0132 (X3-X)2 = 0,0022
SD = √∑(XI-X)2/n-1 = 0,0812
Dari harga Standar Deviasi (SD) di atas dapat diturunkan ke persamaan dibawah ini
untuk menghitung harga rata-rata kadar asam benzoate dalam sampel.
μ = X ± t SD/√n
Dimana: μ = harga kadar asam benzoat yang sebenarnya (mg/L)
X = kadar asam benzoat rata-rata (mg/L) t = harga t distribusi
SD = Standar Deviasi
n = jumlah perlakuan
dari data distribusi t-student untuk n = 3, dengan derajat kepercayaan 95% n-1= 2 (α = 0,05) maka nilai t = 4,303.
μ= 49,5822 ± 4,303 x 0,0812/√3 μ = 49,5822 ± 0,2017 mg/L
sampel kecap mie instan memiki berat yang relatif kecil untuk setiap jenis rasa dimana
beratnya berbeda dengan rata-rata 2,5 – 4,5 gram. Maka penghitungan kadar bahan
pengawet menggunakan satuan mg/g untuk mempermudah pemahanan berapa kadar
natrium benzoat dibandingkan jika menggunakan satuan mg/kg yang tampak nilainya
terlalu besar, maka kadar asam benzoat dalam sampel adalah:
μ
Asam benzoat = x fp
(mg/g) Berat sampel
]
Dimana:
fp = faktor pengenceran (25 mL dalam 100 mL)
(49,5822 ± 0,2017)mg/L
Asam benzoat = x 100/25 (mg/g) 5,021 mg
= 39,5022 ± 0,0161
kadar natrium benzoat dapat ditentukan dari berat molekulnya:
BM Na. Benzoat Kadar natrium benzoat (mg/g) = kadar asam benzoat x
BM As. Benzoat
= 39,5022 ± 0,0161 x 1,18
Tabel 4.5 Kadar natrium benzoat pada kecap mie instan
No Nama Sampel natrium benzoat
(mg/g) 1 Alhamie 100 goreng extra pedas 46,6126 ± 0,0189
2 ABC semur ayam pedas 19,2849 ± 0,0948
3 Gagamie 100 goreng spesial 22,0915 ± 0,0944
4 Wings sambal goreng 13,1661 ± 0,0191
5 Indomie goreng 34,7319 ± 0,0760
4.2 Mekanisme reaksi
C6H5COONa + HCl C6H5COOH + HCl
Na-benzoat Asam benzoat
3C6H5COO-(aq) + 2Fe3+(aq) + 3H2 O (C6H5COO)3Fe.Fe(OH)3↓ + 3H+
4.3 Pembahasan
Analisis kualitatif bahan pengawet natrium benzoat pada bumbu dan kecap
mie instan dengan FeCl3 5% menunjukkan bahwa bumbu negatif mengandung
natrium benzoat dimana tidak terbentuk endapan besi (III) benzoat sedangkan kecap
positif. Terjadinya endapan ini pertama terjadi reaksi antara benzoat yang bertindak
sebagai basa lemah dengan larutan pereaksi FeCl3 sebagai asam kuat. Kadar benzoat
dalam ekstrak sampel relatif kecil sehingga setelah terjadi reaksi stoikiometris
kelebihan Fe3+ akan bereaksi dengan ion hidroksida (OH-) basa kuat sehingga
terbentuk besi (III) Hidroksida yang terikat pada Fe(C6H5COO-) menjadi endapan
besi (III) benzoat berwarna kecoklatan.
Tahap analisis kuantitatif dilanjutkan dengan Spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 271nm, panjang gelombang maksimum ini berbeda dengan
literatur 272 nm akan tetapi masih dalam batas toleransi ± 3 nm. Sebelumnya sampel
diasamkan pada pH 2,5-4 kemudian diekstrak bertingkat dengan volume fraksi dietil
eter yang berbeda untuk mendapatkan pemisahan asam benzoat yang sempurna. Dari
persamaan kurva kalibrasi larutan standar asam benzoat metode least square
ditentukan kadar asam benzoat kemudian dihitung kadar natrium benzoat berdasarkan
berat molekulnya.
Dari data diperoleh bahwa kadar natrium benzoat pada masing-masing sampel
kecap mie instan berbeda dimana sampel Alhamie 100 goreng extra pedas exp 210610
M1 080821 memiliki kadar natrium benzoat tertinggi 46,6126 ± 0,0189 mg/g
sedangkan kadar terendah adalah sampel Wings sambal goreng exp 290410 sebesar
13,1661 ± 0,0191 mg/g. Jika dibandingkan dengan standar Permenkes No 722 kadar
maksimum natrium benzoat pada kecap 600 mg/kg (0,6 mg/g) maka kadar bahan
pengawet pada sampel yang saya analisis masih jauh diatas standar.
Berdasarkan masa expire date nya menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan
mie instan tidak ada hubungannya secara linear dengan kadar natrium benzoat. Hal
ini dapat dilihat pada sampel Alhamie 100 goreng extra pedas exp 210610 M1 080821
dengan expire date yang baru produksi tetapi memiliki kadar natrium benzoat yang
lebih besar dibandingkan dengan sampel Wings sambal goreng exp 290410.
Pengawet natrium benzoat merupakan zat pengawet yang sering digunakan
yang terdisosiasi memiliki fungsi sebagai anti mikroba yang optimum pada pH media
pangan 2,5 – 4 untuk menghambat pertumbuhan kapang dan kamir (tabel 2.1).
Pada penderita asam dan urticaria sangat sensitif dengan asam benzoate dan
jika dikonsumsi dengan berlebihan akan mengiritasi lambung. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa kadar natrium benzoat pada kecap mie instan melebihi standar
yang ditetapkan oleh Pemerintah no. 722 tentang bahan tambahan pangan sebesar 600
mg/kg. oleh karena itu mengingat toksitas zat pengawet ini maka disarankan untuk
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan
Analisis kualitatif pada 5 jenis bumbu mie instan dengan menggunakan
FeCl3 5% menunjukkan bahwa bumbu tidak mengandung bahan pengawet
natrium benzoat sedangkan pada kecap mengandung bahan pengawet natrium
benzoat, kemudian kadar bahan pengawet ditentukan dengan Spektrofotometer
UV-Vis pada λ maks 271 nm dengan kisaran antara 13,1661 ± 0,0191 mg/g –
46,6126 ± 0,0189 mg/g.
5.1 Saran
Disarankan supaya dilakukan penelitian tentang pengaruh jenis polimer
bahan pembungkus/etiket mie instan terhadap daya tahan/ expired date bumbu