• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat Dalam Penyusunan Skripsi ini Adalah Sebagai Berikut:

a. Teoretis, Untuk Mengkaji Sikap Dan Perilaku Guru Yang Profesional.

b. Praktis, Bermanfaat Bagi:

1) Para Pendidik, Agar Pendidik Dapat Bersikap Dan Berperilaku Professional.

2) Para Kepala Sekolah, Untuk Memberikan Pembinaan Para Pendidik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Studi Psikologi Pendidikan

1. Pengertian studi psikologi pendidikan

Psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa, dan logos yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya, atau disebut dengan ilmu jiwa.

Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dengan jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang adanya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan perbuatan badaniah, yaitu perbuatan yang di timbulkan oleh proses belajar. Misalnya : insting, refleks, nafsu dan sebagainya. Jika jasmani mati, maka mati pulalah nyawanya.

Sedang jiwa menurut Agus Sujanto, (2001: 1) adalah:

Daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi dan manusia. Perbutan pribadi ialah perbuatan sebagai hasil proses belajar yang di mungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah, sosial dan lingkungan. Proses belajar ialah proses untuk meningkatkan kepribadian (personality) dengan jalan berusaha mendapatkan pengertian baru, nilai-nilai baru, dan kecakapan baru, sehingga ia dapat berbuat yang lebih sukses, dalam menghadapi kontradiksi-kontradiksi dalam hidup. Jadi jiwa

8

mengandung pengertian-pengertian, nilai-nilai kebudayaan dan kecakapan-kecakapan.

Sedangkan pendidikan menurut W.J. S. Puswadarminta, (1991: 232) berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan me sehingga menjadi

“mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi akhlak dan kecerdasan pikiran. Selanjutnya menurut Muhibbin Syah, (2003: 7) “pendidikan adalah peroses pengubahan sikap dan tata laku sesorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”.

Pengertian Psikologi Pendidikan menurut Muhibin Syah, (2003: 5) adalah:

Sebuah disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan. Sedangkan menurut ensiklopedia amerika, Pengertian psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan-penemuan dan menerapkan prinsi

Sedangkan menurut Witherington, Pengertian Psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi pendidikan adalah adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia di dalam dunia pendidikan yang meliputi studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia yang tujuannya untuk mengembangkan dan meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.

Psikologi pendidikan merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, dan sering terfokus pada sub kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada khusus penyandang cacat.

2. Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan

Pada dasarnya Ilmu psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang khusus mempelajari, meneliti, dan membahas seluruh tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan itu, meliputi tingkah laku belajar (oleh siswa), tingkah laku mengajar (oleh guru), dan tingkah laku belajar mengajar (oleh guru dan siswa yang saling berinteraksi).

Inti persoalan psikologis dalam psikologi pendidikan tanpa mengabaikan persoalan psikologi guru, terletak pada siswa. Pendidikan pada hakikatnya adalah pelayanan yang khusus diperuntukkan bagi siswa. Karena itu, ruang lingkup pokok bahasan psikologi pendidikan, selain teori-teori psikologi pendidikan sebagai ilmu, juga berbagai aspek psikologis para siswa khususnya ketika mereka terlibat dalam proses belajar dan dalam proses belajar-mengajar.

Secara garis besar, Ngalim Purwanto, (2007: 9) membatasi pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Pokok bahasan mengenai “belajar”, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan ciri-ciri khas perilaku belajar siswa, dan lain sebagainya.

2. Pokok bahasan mengenai “proses belajar”, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar siswa.

3. Pokok bahasan mengenai “situasi belajar”, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun nonfisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.

Sedangkan Samuel Smith, (1986) dalam M. Dalyono, (2010: 12-15) mengemukakan pendapatnya mengenai pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan terbagi menjadi 16 macam, yaitu:

1. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (the science of educational psychology).

2. Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity).

3. Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).

4. Perkembangan siswa (growth).

5. Proses-proses tingkah laku (behavior process).

6. Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar (factors that condition learning).

8. Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theoris of learning).

9. Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/evaluasi (measurement: basic principles and definitions).

10. Transfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters).

11. Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement).

12. Ilmu statistik dasar (element of statistics).

13. Kesehatan rohani (mental hygiene).

14. Pendidikan membentuk watak (character educations).

15. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah (psychology of secondary school subjects).

16. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school subjects).

Keenam belas pokok bahasan diatas, konon telah dikupas oleh hampir semua ahli yang telah diselediki smith, walaupun porsi (jumlah bagian/jatah) yang diberikan dalam pengupasan tersebut tidak sama.

Karena psikologi pendidikan merupakan ilmu yang memusatkan dirinya pada penemuan dan penerapan prinsip-prinsip dan teknik-teknit psikologi kedalam pendidikan, maka ruang lingkup psikologi pendidikan mencakup topik-topik psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan.

Dari rangkaian pokok-pokok bahasan diatas, tampak sangat jelas bahwa masalah belajar (learning) adalah masalah yang paling sentral dan vital, (inti dan amat penting) dalam psikologi pendidikan. Dari seluruh proses pendidikan kegiatan belajar siswa merupakan kegiatan yang paling pokok.

Hal ini bermakna bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak terpulang kepada proses belajar siswa baik ketika ia berada di dalam kelas maupun diluar kelas.

Selanjutnya, walupun masalah belajar merupakan pokok bahasan sentral dan vital, tidak berarti masalah-masalah lain tidak perlu dibahas oleh psikologi pendidikan. Masalah mengajar dan proses belajar mengajar seperti telah penyusun tekankan sebelum ini, juga dibicarakan dengan porsi yang cukup besar dan luas dalam psikologi pendidikan. Betapa pentingnya masalah proses belajar mengajar tersebut, terbukti dengan banyaknya penelitian yang dilakukan dan buku-buku psikologi pendidikan yang secara

khusus membahas masalah interaksi instruksional (hubungan bersifat pengajaran antara guru dan siswa.

3. Psikologi PendidikanTentang Guru

Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebar luaskannya kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.

Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi pendidik memberikan informasi pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46).

Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima hingga

sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya memberikan kan informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik atau guru untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali.

Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung kehidupan mereka.

Sebagai penengah, pendidik atau guru harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik. Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya.

Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning to be”.

Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik.

B. Perilaku Guru

1. Pengertian Perilaku Guru

Menurut Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) bahwa “sikap/prilaku adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek”.

Berkowitz, dalam Azwar (2000: 5) mengatakan bahwa:

Menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.

Sedangkan menurut M. Yamin Abdullah (2005: 12) bahwa “perilaku sebagai ilmu yang mempelajari baik dan buruk . jadi, bisa dikatakan perilaku berfungsi sebagai teori perbuatan baik dan buruk (ethis atau ‘ilm ahlaq al-karimah)”.

Perilaku dapat dipakai dalam arti nilai yang menjadi pegangan seseorang atau sekelompok atau mengatur tingkah lakunya atau lazim dikenal dengan istilah kode etika misalnya kode etika guru,kode etika pegawai negeri kode etika jurnalistik dan lain-lain.

Menurut Abd. Rahman Getteng, (2012: 55) bahwa “kata etika diidentikan dengan kepribadian yang berarti sifat hakiki seseorang yang tercermin kepada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dengan orang lain”.

Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.

Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan

anaknya ke sekolah, pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal.

2. Etika Kepribadian

Sebagai jabatan profesi, guru memiliki kode etik. Kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari. Kode etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyyarakat. Kode etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi pendidik. Kode etik guru Indonesia dirumuskan sebagai kumpulan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun secara sistematis dalam suatu sistem yang bulat.

Dalam hal ini, sebagaimana telah disebutkan dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa:

Guru sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar membimbing dan mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik dalam pendidikan, anak usia dini, jalur pendidikan formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Dilihat dari tugas dan tanggunb jawab guru, maka pada hakikatnya tugas dan tanggung jawab yang di embannya adalah perwujudan dari amanah Allah, amanah orang tua, bahkan amanah dari masyarakat dan pemerintah. Dengan demikian amanah yang diamanatkan kepadanya mutlak harus dipertanggungjawabkan.

Allah SWT. Berfirman (QS. An-Nisa (4): 58) :

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (Kementrian Agama, 2013: 87)

Karena pentingnya tugas dan tanggung jawab yang di amanatkan kepada guru dalam mengantarkan peserta didiknya agar berhasil sebagaimana di harapkan, menurut (soetjibto1999). maka guru perlu memiliki etika kepribadian atau kode etika antara lain:

a. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila.

b. Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.

c. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik , tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.

d. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubwungan dengan orang tua murid sebaik –baiknya bagi kepentingan anak didik.

e. Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan.

f. Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya .

g. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalam hubungan keseluruhan.

h. Guru bersama –sama memelihara membina dan meningkatkan mutu Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengapdiannya.

i. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang Pendidikan.

Dari kepribadian seorang guru diatas dapat diketahui bahwa kepribadian itu bisa membangkitkan semangat, tekun dalam menjalankan tugas, senang memberi manfaat kepada murid menghormati peraturan sekolah sehingga membuat murid bersifat lemah lembut memberanikan mereka, mendorong pada cinta pekerjaan, memajukan berfikir secara bebas tetapi terbatas yang bisa membantu membentuk pribadi menguatkan kepribadian menguatkan kehendak membiasakan percaya pada diri sendiri.

Suksesnya seorang guru tergantung dari kepribadian, luasnya ilmu tentang materi pelajaran serta banyaknya pengalaman. Tugas seorang guru itu sangat berat, tidak mampu dilaksanakan kecuali apabila kuat kepribadiannya, cinta dengan tugas, ikhlas dalam mengerjakan, memelihara waktu murid, cinta kebenaran, adil dalam pergaulan. Ada yang mengatakan bahwa masa depan anak-anak di tangan guru dan di tangan gurulah terbentuknya umat.

3. Syarat-Syarat Kepribadian Guru Dalam Islam

Syarat-syarat yang harus di miliki guru pada umumnya dan khususnya guru agama Islam dikemukakan oleh para pakar pendidikan Islam antara lain:

Ramayulis, (2005: 121) Mengatakan bahwa :

“Persyaratan seorang pendidik terdiri dari tiga macam, yakni syarat yang berkenaan dengan dirinya sendiri, syarat yang berkenaan dengan pelajaran dan syarat yang berkenaan dengan peserta didiknya”.

1. Syarat yang berkenaan dengan dirinya.

Berkanaan dengan diri guru.di antaranya dituntut untuk senang tiasa sadar akan pengawasan Allah terhadapnya dalam segala perkataan dan perbuatan selama memegang amanat ilmiah yang di amanatkan oleh Alllah SWT.Karenanya ia tidak boleh menghianati amanat itu,dan harus merendahkan diri kepada Allah SWT, dan hendaknya memelihara kemuliaan ilmu. Diantara syarat-syarat adalah:

a. Guru hendaknya bersifat zuhud;

b. Guru hendaknya tamak terhadap kesenangan duniawi;

c. Guru hendaknya tidak mengkomersialkan ilmunya untuk kepentingan sesaat;

d. Guru hendaknya menghindari hal-hal yang hina menurut pandangan syara;

e. Guru hendaknya menjauhi hal-hal yang mendatangkan fitnah;

f. Guru hendaknya senantiasa memelihara syiar-syiar islam;

g. Guru hendaknya senantiasa bersabar dan tegar dalam menghadapi celaan dan cobaan-cobaan;

h. Guru hendaknya memelihara akhlak al-karimah;

i. Guru hendaknya senantiasa mengisi waktu-waktu luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat;

j. Guru hendaknya selalu tekun menambah ilmunya.

2. Syarat-syarat yang berhubungan dengan pelajaran diantara syaratnya adalah:

a. Guru hendaknya senantiasa bersih dari hadas (kotoran) ebelum keluar rumah untuk menajar .

b. Guru hendaknya nengenakan pakaian yang bersih dan rapi . c. Guru hendaknya berdoa agar tidak tersesak dan menyesatkan d. Guru hendaknya mengajarkan pelajaran sesuai dengan

keahlianya.

e. Guru hendaknya memiliki amanah ilmiah

f. Gurun hendaknya bersikap bijak dalam seluruh proses pembelajaran.

g. Guru hendaknya menutup kegiata dalam proses pembelajaran dengan kata-kata Wallahu a’lam (Allah Yang Maha Tahu).

3. Syarat berkenaan dengan peserta didik.

Syarat-syarat yang berkaitan dengan peserta didik antara lain:

a. Guru hendaknya mengajardengan berniat untuk mendapat ridha Allah.

b. Guru hendak senantiasa menghidupkan syarah.

c. Guru hendaknya senantiasa menegakan kebenaran dan melenyap kan kebatilan.

d. Guru hendaknya menyebar luaskan ilmu.

e. Guru hendaknya mencintaipeserta didiknya.

f. Guru hendaknya memotivasi peserta didiknya.

g. Guru hendaknya mempersiapkan pelajaran yang mudah dipahami.

h. Guru hendaknya bersikap adail terhadap semua peserta didiknya.

i. Guru hebdaknya memperhatikan tingkat perkembangan dan pemahaman peserta didik.

j. Guru hendaknya melakukan evaluasi terhadap kegiatan peserta didik.

Muhammad Athiyah al-abrasyi (1979: 63-64) mengemukakan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pendidik sebagai berikut:

1. Zuhud tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mancari keridhaan Allah semata.

2. Bersih tubuhnya, jauh dari dosa, jauh dari sifat riya’

3. Ikhlas dalam kepercayaan keikhlasan dan kejujuran seorang guru dalam pekerjaanya .

4. Bersifat pemaaf terhadap muridnya ia sanggup menahan diri, lapan hati sabar dan tidak pemarah karena masalah sepelehmemiliki kepribadian dan mempunyai harga diri.

5. Mencintai murud-muridnya seperti mencintai anaknya sendiridan memikirkan keadaan mereka seperti memikirkan anak-anaknya sendiri.

6. Mengetahui tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan dan pemikiran Smurid-muridnya, agar tidak keliruh dalam mendidiknya.

7. Menguasai mata pelajaran yang akan diberikannya serta memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran tersebut.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa guru adalah unsur utama dalam keseluruhan proses pembelajaran. Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi pembicaraan yang omong kosong. Peran dan fungsi yang cukup berat untuk diemban ini tentu saja membutuhkan sosok seorang

guru atau pendidikan yang utuh dan tahu dengan kewajiban dan tanggungjawab sebagai seorang pendidik.Selain mahir dibidangnya, seorang guru tentu saja dituntut untuk menjadi figur yang baik, prilaku seorang guru senantiasa menjadi sorotan masyarakat terutama para muridnya, tidak sedikit murid yang mengagumi gurunya bukan hanya karena kepintaran dibidang ilmunya, tetapi justru karena prilakunya yang baik, bersikap ramah, adil dan jujur kepada murid-muridnya.

Hal lain yang dapat dilakukan oleh seorang guru agar dapat menjadi teladan yang baik adalah dengan selalu mengadakan muhasabah pada diri sendiri, mengoreksi akan kekurangan-kekurangan diri dan berusaha untuk memperbaikinya karena bagaimana mungkin guru akan menjadi teladan sedangkan dirinya penuh dengan kekurangan, bagaimana mungkin guru dapat menundukan kekurangan-kekurangan itu sedangkan dirinya cenderung kepada akhlak yang tercela, bagaimana mungkin guru dapat menasehati murid-muridnya sedangkan dirinya belum mencerminkan kesempurnaan akhlak.

C. Perilaku Guru Dalam Tinjauan Psikologi Pendidikan

Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkan melalui pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari

harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.

Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi.

Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Menurut Mulyasa, (2005: 20) kesalahan-kesalahan itu antara lain:

1. Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, 2. Menunggu peserta didik berperilaku negatif, 3. Menggunakan destruktif discipline,

4. Mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,

5. Merasa diri paling pandai di kelasnya, 6. Tidak adil (diskriminatif), serta

7. Memaksakan hak peserta didik.

Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 Tentang Dosen dan Guru, yakni:

1. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,

2. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,

3. Kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,

4. Azwar, (2000: 15) mengatakan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan beri nteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati,

4. Azwar, (2000: 15) mengatakan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan beri nteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati,

Dokumen terkait