• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

H. Teknik analisis data

Analis terhadap data penelitian dilakukan bertujuan untuk menguji kebenaran hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis deskiriptif dan analisis inferensial.

Menurut Arikunto, (2002: 246) analisis deskriptif yaitu:

Teknik analisis data yang digunakan untuk menggambarkan data hasil penelitian lapangan dengan menggunakan metode pengolahan data menurut sifat kuantitatif sebuah data. Analisis statistic deskriptif disini digunakan untuk menjawab rumusan masalah.

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan tehnik Analisis data Deskriptif Kualitatif dalam bentuk:

1. Analisis Induktif: Tehnik analisis bentuk ini merupakan tehnik berfikir atau menganalisis data dengan memulai dari masalah dan hal-hal yang bersifat khusus, kemudian melakukan analisis terhadap data tersebut sampai menarik kesimpulan secara umum.

2. Deduktif: tehnik analisis bentuk ini merupakan tehnik berfikir atau menganalisis data dengan memulai dari hal-hal yang bersifat umum, kemudian menuju pada penarikan kesimpulan secara khusus.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Kondisi Objektif Lokasi Penelitian

1. Sejarah Berdirinya SD Inpres Parasangan Beru

SD Inpres Parasangan Beru Kec. Bangkala Barat Kab. Jeneponto didirikan pada tahun 1982, sekolah ini dibangun di atas tanah seluas 50 x 35 m² Sekolah yang berlokasi di Dusun parasangan Beru Desa Banrimanurung Kecamatan Bangkala Barat Kabupaten Jeneponto ini, pada awalnya dinamakan sekolah Baru, karena belum adanya penomoran sekolah. Sejak dimulainya proses belajar mengajar pada tahun 1984, sekolah ini telah di pimpin oleh 1 orang kepala sekolah dengan berbagai kemajuan yang telah didapat dari masing-masing kepala sekolah yang memimpin.

Adapun yang pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah di SD Inpres Parasangan Beru adalah sebagai berikut :

a. Tahun 1984 – Tahun 1990 : Drs. Mahmud J.

b. Tahun 1990 –Tahun 1998 : Dra. Andi Layu c. Tahun 1998 – Tahun 2001 : Drs. Rj Sitti d. Tahun 2001 – Tahun 2005 : Dra. Syai Muda e. Tahun 2005 – Sampai Sekarang : St. Rahmatia S.Pd

35

2. Visi dan Misi a. Visi Sekolah

“Menjadi sekolah terpercaya dalam masyarakat untuk mencerdaskan bangsa dalam rangka mensukseskan wajib belajar”

b. Misi Sekolah

1. Menyiapkan generasi unggul yang memiliki potensi dibidang Imtaq dan Iptek

2. Membentuk sumber daya manusia yang kreatif, inovatif, sesuai dengan perkembanan zaman.

3. Membangun citra sekolah sebagai mitra terpercaya dimasyarakat.

3. Keadaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan SD Inpres Parasangan Beru

Tabel 3

Keadaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan SD Inpres Parasangan Beru Tahun Pelajaran 2013/2014

No NAMA GURU Status Peg. MENGAJAR

BIDANG STUDI 1 Hj. St ,Rahmatia S.Pd PNS Bahasa Indonesia 2 Abdul Malik S.Pd

PNS Matematika

3 Sanniasa S.Pd

PNS Guru Kelas

4 Yanti S.Pd Honorer Guru Kelas

5 Patta Enre A.Ma Honorer Guru Kelas

6 Sudirman S.Pd Honorer Olahraga

7 Sudarni S.Pd PNS Guru Kelas

8 Sarianti A.Ma

Honorer Guru Kelas 9 Samaria A.Ma

Honorer PAI

Sumber: Kantor Tata Usaha SD Inpres Parasangan Beru

4. Kedaan Siswa SD Inpres Parasangan Beru

Siswa yang menjalani proses belajar di SD Inpres Parasanga Beru Kec.Bangkala Barat kab. Jeneponto. saat ini sebanyak 107 orang yang terbagi dalam 6 kelas.

Tabel 4

Keadaan Siswa SD Inpres Parasangan Beru

KELAS JUMLAH SISWA

JUMLAH

Lk Pr

I 14 11 25

II 14 12 26

III 15 15 30

IV 15 14 29

V 12 11 23

VI 13 13 26

JUMLAH 83 76 159

Sumber: Kantor Tata Usaha SD Inpres Parasangan Beru 2014

5. Keadaan Sarana dan Prasarana SD Inpres Parasangan Beru

Sarana dan Prasarana belajar merupakan salah satu faktor pendukung dalam mewujudkan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan. Menurut Abdul Majid (2008: 167-168) bahwa lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran.

lingkungan fisik yang dimaksud adalah:

1. Ruang tempat berlangsungnya proses belajar mengajar harus memungkinkan semua siswa bergerak dengan leluasa, tidak berdesak-desakan dan tidak saling mengganggu antara siswa pada saat melakukan aktifitas belajar.

2. Pengaturan tempat duduk. Pengaturan tempat duduk yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka sehingga guru dapat mengontrol tingkah laku siswa.

3. Ventilasi dan pengaturan cahaya. Hal ini penting untuk terciptanya suasana belajar yang nyaman.

4. Pengaturan penyimpanan barang-barang. Barang-barang atau sarana belajar hendaknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu gerak kegiatan siswa.

Adapun keadaan sarana dan prasarana di SD inpres Parasangan Beru Kec. Bangkala Barat Kab. Jeneponto sebagai berikut:

Tabel 5

Keadaan Sarana dan Prasarana SD Inpres Parasangan Beru

No Jenis Gedung Keadaan Jumlah

Baik Buruk

1 Ruangan belajar Baik _ 6

2 Ruangan Kantor Baik _ 1

3 Ruangan Kepala Sekolah

Baik _ 1

4 Ruangan Guru Baik _ 1

5 Ruangan Tu Baik _ 1

6 Ruangan Perpustakaan Baik _ 1

Sumber: Kantor Tata Usaha SD Inpres Parasangan Beru

B. Perilaku Guru Menurut Tinjauan Psikologi Pendidikan

Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebar luaskannya kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.

Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi pendidik memberikan informasi pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46).

Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya memberikan kan

informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik atau guru untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung kehidupan mereka.

Sebagai penengah, pendidik atau guru harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik. Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya.

Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan

kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning to be”.

Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik

Menurut Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) bahwa:

Sikap/prilaku adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek”.

Berkowitz, dalam Azwar (2000: 5) mengatakan bahwa:

Menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.

Sedangkan menurut M. Yamin Abdullah (2005: 12) bahwa:

Perilaku sebagai ilmu yang mempelajari baik dan buruk . jadi, bisa dikatakan perilaku berfungsi sebagai teori perbuatan baik dan buruk (ethis atau ‘ilm al-ahlaq al-karimah)”.

Perilaku dapat dipakai dalam arti nilai yang menjadi pegangan seseorang atau sekelompok atau mengatur tingkah lakunya atau lazim

dikenal dengan istilah kode etika misalnya kode etika guru,kode etika pegawai negeri kode etika jurnalistik dan lain-lain.

Menurut Abd. Rahman Getteng, (2012: 55) bahwa:

Kata etika diidentikan dengan kepribadian yang berarti sifat hakiki seseorang yang tercermin kepada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dengan orang lain”.

.Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkan melalui pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.

Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi.

Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Menurut Mulyasa, (2005: 20) kesalahan-kesalahan itu antara lain:

1. Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, 2. Menunggu peserta didik berperilaku negatif, 3. Menggunakan destruktif discipline,

4. Mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,

5. Merasa diri paling pandai di kelasnya,

6. Tidak adil (diskriminatif), serta 7. Memaksakan hak peserta didik.

Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 Tentang Dosen dan Guru, yakni:

1. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,

2. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,

3. Kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,

Azwar, (2000: 15) mengatakan bahwa:

Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan beri nteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap.

Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut Azwar (2000: 16) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya.

Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya:

Pertama, menyiapakan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes faktor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru (sekolah), dan orang tua.

Terkait dengan hal di atas, dalam Ronnie, (2005: 62) hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki.

Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi.

Menurut Danni Ronnie M, (2005: 17-20) ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:

1. Kasih sayang, 2. Penghargaan,

3. Pemberian ruang untuk mengembangkan diri, 4. Kepercayaan,

5. Kerjasama, 6. Saling berbagi, 7. Saling memotivasi, 8. Saling mendengarkan,

9. Saling berinteraksi secara positif, 10. Saling menanamkan nilai-nilai moral, 11.

12. Saling mengingatkan dengan ketulusan hati, 13. Saling menularkan antusiasme,

14. Saling menggali potensi diri,

15. Saling mengajari dengan kerendahan hati, 16. Saling menginsiprasi,

17. Saling menghormati perbedaan.

Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar pembangunan karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan negaranya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku guru menurut tinjauan psikologi pendidikan yang profesional adalah mampu menjadi teladan bagi para peserta didiknya, mampu mengembangkan kompetensi dalam dirinya, dan mampu mengembangkan potensi para peserta didik. Sikap dan perilaku guru yang profesional mencakup enam belas pilar dalam pembangun karakter. Keenam belas pilar tersebut, yakni kasih sayang, penghargaan, pemberian ruang untuk mengembangkan diri, kepercayaan, kerjasama, saling berbagi, saling memotivasi, saling mendengarkan, saling berinteraksi secara positif, saling menanamkan nilai-nilai moral, saling mengingatkan dengan ketulusan hati, saling menularkan antusiasme, saling menggali potensi diri, saling mengajari dengan kerendahan hati, saling menginsiprasi, saling menghormati perbedaan.

C. Sikap Dan Perilaku Guru Di SD Inpres Parasangan Beru Menurut Tinjauan Psikologi Pendidikan.

Dalam keseluruhan proses pendidikan, khususnya proses pembelajaran di sekolah. Guru memang perang utama dan sangat penting.

sikap Dan perilaku guru dalam proses pendidikan dan belajar akan memberikan pengaruh yang kuat bagi pembinaan perilaku dan kepribadiaan anak didiknya, oleh karena itu sikap dan perilaku guru hendaknya dapat di kembangkan sedemikian rupa sehingga dapat dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pengaruh baik kepada para anak didiknya.

sikap Dan perilaku guru merupakan kajian psikologi terhadap perilaku guru khususnya sikap Dan perilaku guru di SD Inpres parasangan beru menurut tinjauan psikologi pendidikan. beberapa aspek sikap Dan perilaku yang harus dipahami antara lain peranan kebutuhan dan motivasi serta kepribadian guru (termasuk cirri-ciri guru yang baik).

Menurut (Surya , 1997:108):

Peranan guru artinya keseluruhan tingkah laku yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru mempunyai

peranan yang sangat luas baik disekolah, keluarga,dan masyarakat.

Disekolah guru sebagai perancang atau perencana, pengelolah pegajaran dan pengelolah hasil pembelajaran siswa. peranan guru disekolah ditentukan oleh kedudukanya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik serta sebagai pegawai. Yang paling utama adalah kedudukanya sebagai pengajar dan pendidik yakni sebagai guru. Berdasarkan kedudukanya sebagai guru, ai harus menunjukan perilaku yang layak (bisa dijadikan teladan oleh siswanya )

Dari sudut pandang psikologi sikap /perilaku guru adalah

1. Mampu mengaplikasikannya dalam melaksanakan tugas sebagai guru dan pendidik

2. Orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antara manusia khususnya siswa-siswa sehingga dapat mencapai tujuan pengajaran dan pendidikan.

3. Mampu membentuk atau menciptakan suatu pembaharuan untuk membuat suatu hal yang lebih baik.

4. Bertanggung jawab bagi terciptanya suatu mental para siswa (Surya , 1997:113) sikap / perilaku guru yang disarankan untuk diimplementasikan agar pengajaran yang efektif bisa terwujud adalah:

1. Menggunakan suatu sistem aturan tertentu dalam menghadapi hal-hal atau prosedur tertentu.

2. Mencegah agar perilaku siswa yang salah tidak keterusan 3. Mengarahkan tindakan dengan disiplin secara tepat.

4. Bergerak keseluruh ruang kelas utuk mengamati siswa.

5. Memberikan tugas-tugas yang menrik minat siswa, terutama apabila mereka bekerja secara bebas.

6. Menggunakan cara-cara tertentu untuk mendapatkan perhatian siswa.

7. Tidak memulai berbicara dalam kelas sebelum semua siswa memberikan perhatian.

8. Menggunakan suatu sistem tentang pemeriksaan tugas.

9. Menggunakan campuran pertanyaan dari peringkat yang rendah dan tiggi.

10. Menggunakan kritikan yang halus dalam megomukasikan harapan kepada siswa yang lebih pandai.

11. Megarahkan pertanyaan kepada banyak siswa yang berbeda-beda dan bukan hanya kepada siswa tertentu.

Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa perilaku/sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.

Untuk mengetahui studi psikologi pendidikan tentang perilaku guru menurut tinjauan psikologi pendidikan di SD Inpres Parasangan Beru Kec.

Bangkala Barat Kab. Jeneponto.maka peneliti melakukan wawancara kepada Guru dan siswa di sekolah tersebut:

Pertama kepala sekolah SD Inpres Parasangan Beru selaku guru pelajaran Bahasa Indonesia Hj.St. Rahmatia S.Pd Kepala sekolah mengemukakan bahwa:

sebagian guru yang mengajar di SD Inpres Parasangan Beru belum sesuai dengan psikologi pendidikan yang sudah ditentukan karena masih ada guru yang mengajar memberikan hukuman dengan tindakan fisik , memberikan nilai kepada anak didiknya dengan sistem kekeluargaan, ada juga yang memberikan tugas kepada siswa padahal belum menjelaskan materinya, guru yang tidak menguasai seluruh ruangan kelas sehingga dia tidak mengetahui semua karakter atau sikap siswanya.dan Masih ada juga sebagian guru yang tidak mengetahui sikap /perilakunya menurut tinjauan psikologi pendidikan.

(wawancara,01-April-2014).

Kedua, guru mata pelajaran Matematika Abdul Malik S.Pd mengemukakan bahwa:

Guru yang mengajar di SD Inpres Parasangan beru belum sesuai dengan tinjauan psikologi pendidikan karena masih ada guru yang mengajar tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan contohya guru tersebut tidak menguasai materi yang akan di ajarkan,

memberikan pertanyaan kepada siswanya yang pintar saja pada hal seorang guru tidak boleh membeda-bedakan anak didiknya .

(Wawancara selasa 01-April-2014).

Ketiga, Sebagai Guru kelas Sanniasa S.Pd mengemukakan bahwa:

Sika/perilaku guru merupakan komponen utama yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, karena seorang guru harus benar-benar membawah siswanya kepada tujuan yang ingin dicapai sebagai seorang pendidik. tetapi sebagian guru di SD Inpres Parasangan Beru belum sesuai dengan tinjauan psikologi pendidikan karena masih ada sebagian yang tidak sabar menghadapi murid-muridnya dan menjatuhkan semangat murid-muridnya dengan cara menghukum siswanya secara fisik contohnya menendang, melempar benda keras sehingga murid tersebut tidak senang dengan guru tersebut serta timbul rasa takut terhadap gurunya.(Wawancara Jum’at 19-September-2014).

Keempat, Guru matapelajaran olahraga Sudirman S.Pd mengemukakan bahwa:

Sikap/perilaku guru di SD Inpres Parasangan Beru belum sesuai dengan studi psikologi pendidikan karena masih ada sebagian guru yang tidak berpakaian sopan, tidak menatap muka tiap-tiap siswanya saat proses pembelajaran berlangsung.(Wawancara 19-September-2014).

Kelima, Guru kelas Patta Enre A.Ma Mengemukakan bahwa:

Seharusnya seorag guru bersifat jujur dan adil kepada siswanya jangan membeda-bedakan antara murud yang satu dan yang lain, bertindak jujur dengan anak didiknya dan orang lain, guru yang baik adalah janganlah melarang sebab biasanya perintahnya dianggap sebagai ancaman bagi anak didiknya akan tetapi di SD inpres parasangan beru tidak sessuai dengan perilaku/ sikap tinjauan psikologi pendidikan yang telah ditentukan di atas.(Wawancara 19-September-2014).

Keenam, Guru kelas Sarianti S.Pd mengemukakan bahwa:

Sikap/perilaku guru di SD Inpres Parasangan Beru belum sesuai dengan tinjauan psikologi pendidikan yang telah ditetapkan karena

masih ada sebagian guru yang mengajar dengan cara menjelaskan tidak mudah dipahami oleh siswanya, guru mengajar seperti patung, hanya diam diri dalam satu tempat saja dan pada saat ujian guru tersebut bersifat seperti polisi mengawasi maling sehingga siswanya kaku dalam menjawab soal-soal yang ada. (Wawancara 19-September-2014).

Berdasarkan hasil wawancara di atas masih ada sebagian guru di SD Inpres parasangan beru belum menguasai materi yang akan diajarkan, ada juga guru yang memberi hukuman dengan cara fisik dan sistem kekeluargaan dan memberikan pertanyaan kepada sisiwanya yang pintar saja padahal seorang guru tidak boleh membeda-bedakan anak didiknya dan bersifat seperti polisi saat memberikan ulangan sehingga siswanya kakuh dalam menjawab soal-soalnya, tidak sabar dalam menghadapi siswanya yang bandel.

Adapun hasil wawancara dengan siswa di SD Inpres Parasangan Beru tentang

Sikap/perilaku guru yang bagaimana yang mereka sukai sebagai berikut:.

Siswa pertama, Mery yanti mengemukakan bahwa:

Tentunya guru yang baik dan tidak mudah marah pada saat membawah matapelajaran matematika agar bisa di mengerti tetapi guru di SD Inpres Parasangan Beru kenyataanya tidak sesuai karena sikap/perilakunya sangat keras sehingga kami ketakutan saat dia memberikan tugas atau materi kepada kami. (Wawancara 19-September-2014).

Siswa kedua, Lis ambarwati mengemukakan bahwa:

Guru yang baik dan tidak berpihak kepada sanak keluarga karena masih ada sebagian guru di SD inpres parsangan beru yang berpihak

Guru yang baik dan tidak berpihak kepada sanak keluarga karena masih ada sebagian guru di SD inpres parsangan beru yang berpihak

Dokumen terkait