• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN TENTANG PERILAKU GURU DI SD INPRES PARASANGAN BERU KECAMATAN BANGKALA BARAT KABUPATEN JENEPONTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN TENTANG PERILAKU GURU DI SD INPRES PARASANGAN BERU KECAMATAN BANGKALA BARAT KABUPATEN JENEPONTO"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI PENELITIAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Serjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Pada Jurusan

Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

I S R A W A T I 105 190 115 610

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1435 H/2014 M

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan penuh kesadaran penulis/ peneliti yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penulis/ peneliti sendiri.

Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, dibuat atau dibantu secara langsung oleh orang lain baik keseluruhan, maka skripsi dan gelar sarjana yang diperoleh karenanya batal hukum.

Makassar Dzulqaidah 1435 H September 2014 M

Penulis

Israwati

NIM: 105 19 01156 10

ii

(3)

ix

Penelitian pada skripsi ini bertujuan untuk mengetahui tentang Perilaku Guru Menurut Tinjauan Psikologi Pendidikan, Sikap dan Perilaku Guru Menurut Tinjauan Psikologi Pendidikan di SD Inpres Parasangan Beru.

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan metode kualitatif. Dengan dua variabel dan populasi dalam penelitian ini yaitu guru dan siswa yang berjumlah 168 adapun yang dijadikan sampel dalam penelitian berjumlah 35 orang dengan mengambil 15 % dari jumlah populasi.

Dan pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Dan analisis deskriptif kualitatif .

Berdasarkan hasil penelitian peneliti menyatakan bahwa: sikap/

perilaku guru menurut tinjauan psikologi pendidikan yaitu mampu menjadi tauladan bagi para peserta didiknya, mampu mengembangkan kompetensi dalam dirinya, mampu mengembangkan potensi para peserta didiknya, dan karakter yang harus yang dimiliki seorang guru yaitu kasih sayang, penghargaan, kepercayaan, saling mendengarka, menanamkan nilai-nilai moral,mengigatkan dengan ketulusan hati, mengajari dengan ketulusan hati, dan menghormati perbedaan. Sedangkan sikap/perilaku guru di SD Inpres Parasangan Beru belum sesuai dengan tinjauan psikologi pendidikan berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat dianalisa dan disimpulkan bahwa studi psikologi pendidikan tentang perilaku guru di SD Inpres Parasangan Beru Kec. Bangkala Barat Kab. Jeneponto tidak sesuai dengan tinjauan psikologi pendidikan kerena masih ada sebagian guru yang menghukum secara fisik contohnya menendang,melempar barang-barang didepan siswanya, memberikan nilai dengan sistem kekeluargaan, tidak memberikan kesempatan bertanya pada siswanya yang belum mengerti.

x

(4)

atau skripsi ini dapat kami selesaikan sebagaimana harapan kami, meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan yang masih perlu perbaikan sebagaimana mestinya.

Salam dan shalawat peneliti haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw, karena dengan ajaran beliau sebagai utusan Allah menjadi contoh yang patut di teladani dari segala aspek kehidupan. Nabi yang merombak peradaban jahiliyah menuju peradaban penuh keadaban yang moderen, sehingga sampai saat ini kita tetap konsisten dengan apa yang telah di ajarkan beliau.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahawa dalam menyelesaikan studi maupun skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan yang di berikan oleh berbagai pihak. Olehnya patutlah kiranya penulis bersyukur dan berterima kasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Kedua orang tua yang tercinta Bapak Syamsuddin dan Ibu Roswati yang senantiasa mencurahkan segala kasih sayangnya mulai masih dalam kandungan sampai saat ini, do’a dan restunya yang tetap abadi sepanjang masa, dan tidak lupa saudara kandung saya Irham,

iv

(5)

Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I, Dekan Fakultas Agama Islam Unismuh Makassar dan para pembantu dekan serta staf yang telah memberikan pelayanan yang baik selama menempuh studi.

4. Ibu Amirah Mawardi S.Ag M.Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Unismuh Makassar.

5. Dra. Hj.Nurhaeni DS,M Pd dan Amirah Mawardi,S.Ag.,M.Si Pembimbing yang dengan ikhlas memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi peneliti dapat dirampungkan.

6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah mendidik kami sehingga kami dapat memperoleh pengetahuan dan ilmu dari awal sampai menjelang serjana.

7. Hj. St, Rahmatia S.Pd selaku Kepala sekolah SD Inpres Parasangan Beru yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

8. Kepada seluruh teman-teman di jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2010 terkhusus teman-teman kelas H yang senantiasa menemani dan mendukung serta memberikan motivasi terhadap penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

v

(6)

bermanfaat untuk kita semua. Amin

Makassar, 29 Dzulqaidah 1435 H __________________

24 September 2014 M

Penyusun

Israwati

Nim: 105190115610

vi

(7)

PERNYATAAN KEASLIAN SKIRIPSI……….iii

PENGESAHAN SKRIPSI………...iv

KATA PENGANTAR ... .vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL...viii

ABSTRAK………....ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... ..1

A. Latar Belakang ... ..1

B. Rumusan Masalah ... ..6

C. Tujuan Penelitian ... ..7

D. Manfaat Penelitian ... ..7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... ..8

A. Studi Psikologi Pendidikan ... ..8

1. Pengertian Studi Psikologi Pendidikan ... ..8

2. Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan ... 10

3. Psikologi Pendidikan Tentang Guru ... 12

B. Perilaku Guru ... 15

1. Pengertian Perilaku Guru………..15

2. Etika Kepribadian Guru……….16

3. Syarat-Syarat Kepribadiaan Guru Dalam Islam………...19

viii

(8)

B. Lokasi dan objek Penelitian ... 27

C. Variabel penelitian ... 27

D. Defenisi operasional variabel ... 28

E. Populasi dan sampel ... 29

F. Instrumen penelitian ... 32

G. Teknik pengumpulan data ... 33

H. Teknik analisis data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Gambaran umum SD Inpres ParasanganBeru... 35

1. Sejarah Singkat Sekolah ... 35

2. Visi dan Misi ... 36

3. Keadaan Guru ... 36

4. Keadaan Siswa ... 37

5. Keadaan Sarana dan Prasarana……...………... 38

B. Perilaku Guru Menurut Tinjauan Psikologi Pendidikan ... 39

C. Sikap dan Perilaku guru menurut tinjauan Psikologi Pendidikan di SD Inpres Parasangan Beru ... 46

BAB V PENUTUP ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA

vii

(9)

Tabel 2 Sampel Penelitian ... 32 Tabel 3 Data guru/Pegawai Siswa SD Inpres Parasangan Beru Tahun

Pelajaran2013 - 2014 ... 36 Tabel 4 Keadaan Siswa SD Inpres Parasangan Beru Tahun 2014-2015 ... 37 Tabel 5 Keadaan Sarana dan Prasarana SD Inpres Parasangan Beru…… 39

IX

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran, pemberian pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pikiran karakter serta kapasitas fisik dengan mengunakan pranata-pranata agar tujuan yang ingin dicapai dapat dipenuhi. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan informal.

Pendidikan dapat berlangsung dalam tiga dimensi yakni : lingkungan keluarga sekolah dan masyarakat. Dalam pelaksanaan pendidikan ada beberapa komponan yang saling berhubungan antara lain kepala sekolah,guru, dan siswa.kemampuan guru sangat mempengaruhi kualitas siswa, apabila guru mampu mengajar dan mendidik secara profesional maka siswa pun termotifasi dalam mengikut materi pelajaran dan patuh terhadap petunjuk yang diberikan guru.

Menurut Muhaimin dan Abdul Mujib, (1993: 173) bahwa:

Guru berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai kompetensi personal-religius, dan profesional religius. kompotensi personal religius menyangkut perilaku yang agamis dimana pada diri melekat nilai-nilai islami yang akan ditrans internalisasikan pada peserta didik seperti nilai-nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan tanggung jawab,musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan,ketertiban dan sebagainya.

1

(11)

Sedangkan menurut Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakkir (2000: 96-97) mengemukakan bahwa:

Kompotensi sosil-religius menyangkut keperdulian terhadap masalah- masalah sosial selaras dangan ajaran dakwah islam, seperti sikap gotong royong, tolong menolong,sikap toleransi, dan sebagainya.

Sedangkan kompetensi profesional-religius menyangkut kemampuan untuk menjalankan tugas kependidikan ya secara priofesional.

Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa seorang guru memiliki citra yang baik dimasyarakat apabila dapat menunjukan bahwa dirinya layak menjadi panutan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama melihat bagaimana sikap dan perbuatan Guru itu sehari-hari, apakah memeng ada yang patut diteladani atau tidak.Bagaimana guru yang meningkatkan pelayananya, meningkatkan pengetahuanya,memberi arahan dan dorongan kepada peserta didik, teman-teman serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.

Musayyin Arifin, (2001: 119) mengemukakan bahwa:

Karakteristik dan perilaku seorang guru sulit dipisahkan dari tugasnya sebagai orang yang mendidik. Hal ini disebabkan bahwa keberhasilan tugas seorang guru sangat dipengaruhi oleh karakter dan perilakunya, kehidupan seorang guru senantiasa diamati oleh masayarakat sekitarnya, apalagi dikalangan adak didiknya, baik didalam maupupun diluar lingkungan selkolah.

Perilaku guru merupakan hal yang sangat penting diperhatikan sebab guru merupakan panutan dari siswa-siswanya. Oleh karena itu, perilaku guru sangat mempengaruhi perananya dalam kegiatan mendidik .tidak hanya dengan bahan yang disampaikan, atau dengan metode-metode penyampaian

(12)

yang digunakannya, tetapi dangan seluruh perilakunya, mendidik tidak hanya terjadi dalam interaksi formal tetapi juga interaksi informal, bukan hanya diajarkan, tetapi juga ditularkan.

Nana Saodih Sukmadinata, (2005: 251) dengan demikian sebagaiman dijelaskan bahwa pribadi guru merupakan satu kesatuan antara sifat-sifat pribadinya dan peranan dalam mendidik. Berbeda dengan yang dikatakan Ramayulis, (2005: 21) bahwa “amal perbuatan, perilaku, ahklak dan perilaku seorang guru lebih penting dari ilmu yang dimilikinya”.

Sedangkan menurut Mulyasa, (2005: 10) bahwa:

Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah.

Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah, pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal.

Dari uraian diatas mengenai kaitanya dengan perilaku seorang guru, dapat disimpulkan bahwa perilaku seorang guru adalah mengamalkan ilmunya, lalu perkataanya hendaknya tidak membohongi perbuatanya, karena sesungguhya ilmu itu dapat dilihat dengan mata hati, sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata kepala.

Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas guru tidak hanya

(13)

mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).

Ironisnya kekawatiran di dunia pendidikan kini menyeruak ketika menyaksikan tawuran antar pelajar yang bergejolak dimana-mana. Ada kegalauan muncul kala menjumpai realitas bahwa guru di sekolah lebih banyak menghukum daripada memberi penghargaan siswanya. Ada kegundahan yang membuncah ketika sosok guru berbuat asusila terhadap siswanya.

Dunia pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih sayang, tempat untuk belajar tentang moral, budi pekerti justru sekarang ini dekat dengan tindak kekarasan dan asusila. Dunia yang seharusnya mencerminkan sikap-sikap intelektual, budi pekerti, dan menjunjung tinggi nilai moral, justru telah dicoreng oleh segelintir oknum pendidik (guru) yang tidak bertanggung jawab. Realitas ini mengandung pesan bahwa dunia guru harus segera melakukan evaluasi ke dalam. Sepertinya, sudah waktunya untuk melakukan pelurusan kembali atas pemahaman dalam memposisikan profesi guru.

Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentingan dan salng membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling

(14)

membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. Dari sinilah konflik demi konflik muncul sehingga pihak-pihak didalamnya mudah frustasi lantas mudah melampiaskan kegundahan dengan cara-cara yang tidak benar.

Landasan psikologi memberikan sumbangan dalam dunia pendidikan. Kita ketahui bahwa Subjek dan objek pendidikan adalah manusia (peserta didik). Setiap peserta didik memiliki keunikan masing-masing dan berbeda satu sama lain. Oleh sebab itulah, kita sebagai guru memerlukan psikologi. Dengan adanya psikologi memberikan wawasan bagaimana memahami perilaku individu dalam proses pendidikan dan bagaimana membantu individu agar dapat berkembang secara optimal serta mengatasi permasalahan yang timbul dalam diri individu (siswa) terutama masalah belajar yang dalam hal ini adalah masalah dari segi pemahaman dan keterbatasan pembelajaran yang dialami oleh siswa. Psikologi dibutuhkan di berbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami kejiwaan seseorang.

Psikologi memiliki peran dalam dunia pendidikan baik itu dalam belajar dan pembelajaran. Pengetahuan tentang psikologi sangat diperlukan oleh pihak guru atau instruktur sebagai pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, dan pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif, afektif,

(15)

dan psikomotorik peserta secara integral. Pemahaman psikologis peserta didik oleh pihak guru atau instruktur di institusi pendidikan memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam membelajarkan peserta didik sesuai dengan sikap, minat, motivasi, aspirasi, dan kebutuhan peserta didik, sehingga proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung secara optimal dan maksimal.

Tapi masih ada sebagian guru di SD Inpres Parasangan Beru Kecamatan Bangkala Barat Kabupaten Jeneponto yang mengajar tidak sesuai dengan tinjauan spikologi pendidikan dan secara profesional, dimana masih ada sebagian guru yang menghukum secara fisik contohnya menendang, melempar barang-barang didepan siswanya, memberikan nilai dengan sistem kekeluargaan, memberikan tugas tampa menjelaskan materi telebih dahulu, tidak memberikan kesempatan bertanya sama siswanya yang belum mengerti dan menjelaskan materi dengan suara yang sangat keras sehingga siswa takut dan kakuh pada guru tersebut.

Oleh karena itu penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul “Studi psikologi pendidikan tentang perilaku guru di SD Inpres Parasangan Beru Kec. Bangkala Barat Kab. Jeneponto”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka permasalahan yang hendak dikaji adalah:

1. Bagaimana Perilaku Guru Menurut Tinjauan Psikologi Pendidikan?

(16)

2. Bagaimana Sikap Dan Perilaku Guru Menurut Tinjauan Psikologi Pendidikan Di SD Inpres Pa’rasangan Beru?

C. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan Penelitian Ini Adalah Sebagai Berikut:

1. Untuk Mengetahui Perilaku Guru Menurut Tinjauan Psikologi Pendidikan.

2. Untuk Mengetahui Sikap Dan Perilaku Guru Di SD Inpres Pa’rasangan Beru Menurut Tinjauan Psikologi Pendidikan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat Dalam Penyusunan Skripsi ini Adalah Sebagai Berikut:

a. Teoretis, Untuk Mengkaji Sikap Dan Perilaku Guru Yang Profesional.

b. Praktis, Bermanfaat Bagi:

1) Para Pendidik, Agar Pendidik Dapat Bersikap Dan Berperilaku Professional.

2) Para Kepala Sekolah, Untuk Memberikan Pembinaan Para Pendidik.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Studi Psikologi Pendidikan

1. Pengertian studi psikologi pendidikan

Psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa, dan logos yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya, atau disebut dengan ilmu jiwa.

Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dengan jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang adanya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan perbuatan badaniah, yaitu perbuatan yang di timbulkan oleh proses belajar. Misalnya : insting, refleks, nafsu dan sebagainya. Jika jasmani mati, maka mati pulalah nyawanya.

Sedang jiwa menurut Agus Sujanto, (2001: 1) adalah:

Daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi dan manusia. Perbutan pribadi ialah perbuatan sebagai hasil proses belajar yang di mungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah, sosial dan lingkungan. Proses belajar ialah proses untuk meningkatkan kepribadian (personality) dengan jalan berusaha mendapatkan pengertian baru, nilai-nilai baru, dan kecakapan baru, sehingga ia dapat berbuat yang lebih sukses, dalam menghadapi kontradiksi-kontradiksi dalam hidup. Jadi jiwa

8

(18)

mengandung pengertian-pengertian, nilai-nilai kebudayaan dan kecakapan-kecakapan.

Sedangkan pendidikan menurut W.J. S. Puswadarminta, (1991: 232) berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan me sehingga menjadi

“mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi akhlak dan kecerdasan pikiran. Selanjutnya menurut Muhibbin Syah, (2003: 7) “pendidikan adalah peroses pengubahan sikap dan tata laku sesorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”.

Pengertian Psikologi Pendidikan menurut Muhibin Syah, (2003: 5) adalah:

Sebuah disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan. Sedangkan menurut ensiklopedia amerika, Pengertian psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan- penemuan dan menerapkan prinsi

Sedangkan menurut Witherington, Pengertian Psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi pendidikan adalah adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia di dalam dunia pendidikan yang meliputi studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia yang tujuannya untuk mengembangkan dan meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.

(19)

Psikologi pendidikan merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, dan sering terfokus pada sub kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada khusus penyandang cacat.

2. Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan

Pada dasarnya Ilmu psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang khusus mempelajari, meneliti, dan membahas seluruh tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan itu, meliputi tingkah laku belajar (oleh siswa), tingkah laku mengajar (oleh guru), dan tingkah laku belajar mengajar (oleh guru dan siswa yang saling berinteraksi).

Inti persoalan psikologis dalam psikologi pendidikan tanpa mengabaikan persoalan psikologi guru, terletak pada siswa. Pendidikan pada hakikatnya adalah pelayanan yang khusus diperuntukkan bagi siswa. Karena itu, ruang lingkup pokok bahasan psikologi pendidikan, selain teori-teori psikologi pendidikan sebagai ilmu, juga berbagai aspek psikologis para siswa khususnya ketika mereka terlibat dalam proses belajar dan dalam proses belajar-mengajar.

Secara garis besar, Ngalim Purwanto, (2007: 9) membatasi pokok- pokok bahasan psikologi pendidikan menjadi tiga macam, yaitu:

(20)

1. Pokok bahasan mengenai “belajar”, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan ciri-ciri khas perilaku belajar siswa, dan lain sebagainya.

2. Pokok bahasan mengenai “proses belajar”, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar siswa.

3. Pokok bahasan mengenai “situasi belajar”, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun nonfisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.

Sedangkan Samuel Smith, (1986) dalam M. Dalyono, (2010: 12-15) mengemukakan pendapatnya mengenai pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan terbagi menjadi 16 macam, yaitu:

1. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (the science of educational psychology).

2. Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity).

3. Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).

4. Perkembangan siswa (growth).

5. Proses-proses tingkah laku (behavior process).

6. Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar (factors that condition learning).

8. Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theoris of learning).

9. Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/evaluasi (measurement: basic principles and definitions).

10. Transfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters).

11. Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement).

12. Ilmu statistik dasar (element of statistics).

13. Kesehatan rohani (mental hygiene).

14. Pendidikan membentuk watak (character educations).

15. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah (psychology of secondary school subjects).

16. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school subjects).

(21)

Keenam belas pokok bahasan diatas, konon telah dikupas oleh hampir semua ahli yang telah diselediki smith, walaupun porsi (jumlah bagian/jatah) yang diberikan dalam pengupasan tersebut tidak sama.

Karena psikologi pendidikan merupakan ilmu yang memusatkan dirinya pada penemuan dan penerapan prinsip-prinsip dan teknik-teknit psikologi kedalam pendidikan, maka ruang lingkup psikologi pendidikan mencakup topik-topik psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan.

Dari rangkaian pokok-pokok bahasan diatas, tampak sangat jelas bahwa masalah belajar (learning) adalah masalah yang paling sentral dan vital, (inti dan amat penting) dalam psikologi pendidikan. Dari seluruh proses pendidikan kegiatan belajar siswa merupakan kegiatan yang paling pokok.

Hal ini bermakna bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak terpulang kepada proses belajar siswa baik ketika ia berada di dalam kelas maupun diluar kelas.

Selanjutnya, walupun masalah belajar merupakan pokok bahasan sentral dan vital, tidak berarti masalah-masalah lain tidak perlu dibahas oleh psikologi pendidikan. Masalah mengajar dan proses belajar mengajar seperti telah penyusun tekankan sebelum ini, juga dibicarakan dengan porsi yang cukup besar dan luas dalam psikologi pendidikan. Betapa pentingnya masalah proses belajar mengajar tersebut, terbukti dengan banyaknya penelitian yang dilakukan dan buku-buku psikologi pendidikan yang secara

(22)

khusus membahas masalah interaksi instruksional (hubungan bersifat pengajaran antara guru dan siswa.

3. Psikologi PendidikanTentang Guru

Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebar luaskannya kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi- informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.

Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi pendidik memberikan informasi pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan- pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46).

Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima hingga

(23)

sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya memberikan kan informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik atau guru untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali.

Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung kehidupan mereka.

Sebagai penengah, pendidik atau guru harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik. Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya.

(24)

Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning to be”.

Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik.

B. Perilaku Guru

1. Pengertian Perilaku Guru

Menurut Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) bahwa “sikap/prilaku adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek”.

Berkowitz, dalam Azwar (2000: 5) mengatakan bahwa:

Menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.

(25)

Sedangkan menurut M. Yamin Abdullah (2005: 12) bahwa “perilaku sebagai ilmu yang mempelajari baik dan buruk . jadi, bisa dikatakan perilaku berfungsi sebagai teori perbuatan baik dan buruk (ethis atau ‘ilm al-ahlaq al- karimah)”.

Perilaku dapat dipakai dalam arti nilai yang menjadi pegangan seseorang atau sekelompok atau mengatur tingkah lakunya atau lazim dikenal dengan istilah kode etika misalnya kode etika guru,kode etika pegawai negeri kode etika jurnalistik dan lain-lain.

Menurut Abd. Rahman Getteng, (2012: 55) bahwa “kata etika diidentikan dengan kepribadian yang berarti sifat hakiki seseorang yang tercermin kepada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dengan orang lain”.

Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.

Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan

(26)

anaknya ke sekolah, pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal.

2. Etika Kepribadian

Sebagai jabatan profesi, guru memiliki kode etik. Kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari. Kode etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyyarakat. Kode etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi pendidik. Kode etik guru Indonesia dirumuskan sebagai kumpulan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun secara sistematis dalam suatu sistem yang bulat.

Dalam hal ini, sebagaimana telah disebutkan dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa:

Guru sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar membimbing dan mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik dalam pendidikan, anak usia dini, jalur pendidikan formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Dilihat dari tugas dan tanggunb jawab guru, maka pada hakikatnya tugas dan tanggung jawab yang di embannya adalah perwujudan dari amanah Allah, amanah orang tua, bahkan amanah dari masyarakat dan pemerintah. Dengan demikian amanah yang diamanatkan kepadanya mutlak harus dipertanggungjawabkan.

Allah SWT. Berfirman (QS. An-Nisa (4): 58) :

(27)





















































Terjemahnya:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik- baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (Kementrian Agama, 2013: 87)

Karena pentingnya tugas dan tanggung jawab yang di amanatkan kepada guru dalam mengantarkan peserta didiknya agar berhasil sebagaimana di harapkan, menurut (soetjibto1999). maka guru perlu memiliki etika kepribadian atau kode etika antara lain:

a. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila.

b. Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.

c. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik , tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.

d. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubwungan dengan orang tua murid sebaik –baiknya bagi kepentingan anak didik.

e. Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan.

f. Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya .

g. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalam hubungan keseluruhan.

(28)

h. Guru bersama –sama memelihara membina dan meningkatkan mutu Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengapdiannya.

i. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang Pendidikan.

Dari kepribadian seorang guru diatas dapat diketahui bahwa kepribadian itu bisa membangkitkan semangat, tekun dalam menjalankan tugas, senang memberi manfaat kepada murid menghormati peraturan sekolah sehingga membuat murid bersifat lemah lembut memberanikan mereka, mendorong pada cinta pekerjaan, memajukan berfikir secara bebas tetapi terbatas yang bisa membantu membentuk pribadi menguatkan kepribadian menguatkan kehendak membiasakan percaya pada diri sendiri.

Suksesnya seorang guru tergantung dari kepribadian, luasnya ilmu tentang materi pelajaran serta banyaknya pengalaman. Tugas seorang guru itu sangat berat, tidak mampu dilaksanakan kecuali apabila kuat kepribadiannya, cinta dengan tugas, ikhlas dalam mengerjakan, memelihara waktu murid, cinta kebenaran, adil dalam pergaulan. Ada yang mengatakan bahwa masa depan anak-anak di tangan guru dan di tangan gurulah terbentuknya umat.

3. Syarat-Syarat Kepribadian Guru Dalam Islam

Syarat-syarat yang harus di miliki guru pada umumnya dan khususnya guru agama Islam dikemukakan oleh para pakar pendidikan Islam antara lain:

Ramayulis, (2005: 121) Mengatakan bahwa :

(29)

“Persyaratan seorang pendidik terdiri dari tiga macam, yakni syarat yang berkenaan dengan dirinya sendiri, syarat yang berkenaan dengan pelajaran dan syarat yang berkenaan dengan peserta didiknya”.

1. Syarat yang berkenaan dengan dirinya.

Berkanaan dengan diri guru.di antaranya dituntut untuk senang tiasa sadar akan pengawasan Allah terhadapnya dalam segala perkataan dan perbuatan selama memegang amanat ilmiah yang di amanatkan oleh Alllah SWT.Karenanya ia tidak boleh menghianati amanat itu,dan harus merendahkan diri kepada Allah SWT, dan hendaknya memelihara kemuliaan ilmu. Diantara syarat-syarat adalah:

a. Guru hendaknya bersifat zuhud;

b. Guru hendaknya tamak terhadap kesenangan duniawi;

c. Guru hendaknya tidak mengkomersialkan ilmunya untuk kepentingan sesaat;

d. Guru hendaknya menghindari hal-hal yang hina menurut pandangan syara;

e. Guru hendaknya menjauhi hal-hal yang mendatangkan fitnah;

f. Guru hendaknya senantiasa memelihara syiar-syiar islam;

g. Guru hendaknya senantiasa bersabar dan tegar dalam menghadapi celaan dan cobaan-cobaan;

h. Guru hendaknya memelihara akhlak al-karimah;

i. Guru hendaknya senantiasa mengisi waktu-waktu luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat;

j. Guru hendaknya selalu tekun menambah ilmunya.

2. Syarat-syarat yang berhubungan dengan pelajaran diantara syaratnya adalah:

a. Guru hendaknya senantiasa bersih dari hadas (kotoran) ebelum keluar rumah untuk menajar .

b. Guru hendaknya nengenakan pakaian yang bersih dan rapi . c. Guru hendaknya berdoa agar tidak tersesak dan menyesatkan d. Guru hendaknya mengajarkan pelajaran sesuai dengan

keahlianya.

e. Guru hendaknya memiliki amanah ilmiah

f. Gurun hendaknya bersikap bijak dalam seluruh proses pembelajaran.

g. Guru hendaknya menutup kegiata dalam proses pembelajaran dengan kata-kata Wallahu a’lam (Allah Yang Maha Tahu).

3. Syarat berkenaan dengan peserta didik.

Syarat-syarat yang berkaitan dengan peserta didik antara lain:

(30)

a. Guru hendaknya mengajardengan berniat untuk mendapat ridha Allah.

b. Guru hendak senantiasa menghidupkan syarah.

c. Guru hendaknya senantiasa menegakan kebenaran dan melenyap kan kebatilan.

d. Guru hendaknya menyebar luaskan ilmu.

e. Guru hendaknya mencintaipeserta didiknya.

f. Guru hendaknya memotivasi peserta didiknya.

g. Guru hendaknya mempersiapkan pelajaran yang mudah dipahami.

h. Guru hendaknya bersikap adail terhadap semua peserta didiknya.

i. Guru hebdaknya memperhatikan tingkat perkembangan dan pemahaman peserta didik.

j. Guru hendaknya melakukan evaluasi terhadap kegiatan peserta didik.

Muhammad Athiyah al-abrasyi (1979: 63-64) mengemukakan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pendidik sebagai berikut:

1. Zuhud tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mancari keridhaan Allah semata.

2. Bersih tubuhnya, jauh dari dosa, jauh dari sifat riya’

3. Ikhlas dalam kepercayaan keikhlasan dan kejujuran seorang guru dalam pekerjaanya .

4. Bersifat pemaaf terhadap muridnya ia sanggup menahan diri, lapan hati sabar dan tidak pemarah karena masalah sepelehmemiliki kepribadian dan mempunyai harga diri.

5. Mencintai murud-muridnya seperti mencintai anaknya sendiridan memikirkan keadaan mereka seperti memikirkan anak-anaknya sendiri.

6. Mengetahui tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan dan pemikiran Smurid-muridnya, agar tidak keliruh dalam mendidiknya.

7. Menguasai mata pelajaran yang akan diberikannya serta memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran tersebut.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa guru adalah unsur utama dalam keseluruhan proses pembelajaran. Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi pembicaraan yang omong kosong. Peran dan fungsi yang cukup berat untuk diemban ini tentu saja membutuhkan sosok seorang

(31)

guru atau pendidikan yang utuh dan tahu dengan kewajiban dan tanggungjawab sebagai seorang pendidik.Selain mahir dibidangnya, seorang guru tentu saja dituntut untuk menjadi figur yang baik, prilaku seorang guru senantiasa menjadi sorotan masyarakat terutama para muridnya, tidak sedikit murid yang mengagumi gurunya bukan hanya karena kepintaran dibidang ilmunya, tetapi justru karena prilakunya yang baik, bersikap ramah, adil dan jujur kepada murid-muridnya.

Hal lain yang dapat dilakukan oleh seorang guru agar dapat menjadi teladan yang baik adalah dengan selalu mengadakan muhasabah pada diri sendiri, mengoreksi akan kekurangan-kekurangan diri dan berusaha untuk memperbaikinya karena bagaimana mungkin guru akan menjadi teladan sedangkan dirinya penuh dengan kekurangan, bagaimana mungkin guru dapat menundukan kekurangan-kekurangan itu sedangkan dirinya cenderung kepada akhlak yang tercela, bagaimana mungkin guru dapat menasehati murid-muridnya sedangkan dirinya belum mencerminkan kesempurnaan akhlak.

C. Perilaku Guru Dalam Tinjauan Psikologi Pendidikan

Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkan melalui pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari

(32)

harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.

Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi.

Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan- kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Menurut Mulyasa, (2005: 20) kesalahan-kesalahan itu antara lain:

1. Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, 2. Menunggu peserta didik berperilaku negatif, 3. Menggunakan destruktif discipline,

4. Mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,

5. Merasa diri paling pandai di kelasnya, 6. Tidak adil (diskriminatif), serta

7. Memaksakan hak peserta didik.

Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 Tentang Dosen dan Guru, yakni:

1. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,

2. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,

(33)

3. Kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,

4. Azwar, (2000: 15) mengatakan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan beri nteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap.

Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut Azwar (2000: 16) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya.

Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya:

Pertama, menyiapakan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes faktor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru (sekolah), dan orang tua.

Terkait dengan hal di atas, dalam Ronnie, (2005: 62) hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-

(34)

sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki.

Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi.

Menurut Danni Ronnie M, (2005: 17-20) ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:

1. Kasih sayang, 2. Penghargaan,

3. Pemberian ruang untuk mengembangkan diri, 4. Kepercayaan,

5. Kerjasama, 6. Saling berbagi, 7. Saling memotivasi, 8. Saling mendengarkan,

9. Saling berinteraksi secara positif, 10. Saling menanamkan nilai-nilai moral,

11. Saling mengingatkan dengan ketulusan hati, 12. Saling menularkan antusiasme,

13. Saling menggali potensi diri,

14. Saling mengajari dengan kerendahan hati, 15. Saling menginsiprasi,

16. Saling menghormati perbedaan.

(35)

Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar pembangunan karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan negaranya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku guru yang profesional adalah mampu menjadi teladan bagi para peserta didik, mampu mengembangkan kompetensi dalam dirinya, dan mampu mengembangkan potensi para peserta didik. Sikap dan perilaku guru yang profesional mencakup enam belas pilar dalam pembangun karakter. Keenam belas pilar tersebut, yakni kasih sayang, penghargaan, pemberian ruang untuk mengembangkan diri, kepercayaan, kerjasama, saling berbagi, saling memotivasi, saling mendengarkan, saling berinteraksi secara positif, saling menanamkan nilai-nilai moral, saling mengingatkan dengan ketulusan hati, saling menularkan antusiasme, saling menggali potensi diri, saling mengajari dengan kerendahan hati, saling menginsiprasi, saling menghormati perbedaan.

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian lapangan (Field research) dengan pendekatan kualitatif dan dan dianalisis secara deskriptif kualitatif ialah salah satu cara penelitian dengan menggambarkan dan menginterprestasi suatu ojek dengan kenyataan yang ada tanpa dilebih-lebihkan.

B. Lokasi dan Objek Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini yaitu di SD Inpres Parasangan Beru Kec.

Bangkala Barat Kab. Jeneponto. Dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut efektif untuk mendapatkan data dan juga lokasi tersebut strategis dapat di jangkau oleh kendaraan umum . untuk mengetahui sikap /perilaku guru di SD Inpres Parasangan Beru apakah sudah sesuai dengan tinjauan psikologi pendidikan atau tidak. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa di SD Inpres Parasangan Beru Kab. Jeneponto.

C. Variabel Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (1998 : 97), Variabel adalah “gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian”. Pada penelitian ini ada dua

27

(37)

variabel yang diteliti. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan dari judul penelitian yaitu Psikologi Pendidikan Tentang Perilaku Guru di SD Inpres Parasangan Beru Kec. Bangkala Barat Kab. Jeneponto.

Berdasarkan kajian teori di atas, maka dalam penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas (x) dalam penelitian ini adalah Studi Psikologi Pendidikan sedangkan variabel terikatnya (y) adalah Perilaku Guru.

D. Defenisi Operasional Variabel

Untuk menghindari kesalah pahaman dan untuk menyamakan presepsi, maka terlebih dahulu penulis mengemukakan defenisi variabel penelitian agar tidak terjadi penafsiran yang keliru.

1. Studi Psikologi pendidikan adalah tinjauan tertulis tentang bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang.

2. Perilaku guru adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek.Guru sebagai pendidik propesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing dan mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik dalam pendidikan ,anak usia

(38)

dini, jalur pendidikan formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku guru yang adalah mampu menjadi teladan bagi para peserta didik, mampu mengembangkan kompetensi dalam dirinya, dan mampu mengembangkan potensi para peserta didik.

E. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Penentuan jumlah populasi dalam suatu penelitian merupakan salah satu langkah penting karena dalam populasi diharapkan diperoleh data yang diperlukan. Untuk mengetahui secara jelas populasi yang akan dijadikan objek penelitian, terlebih dahulu penulis mengemukakan pengertian populasi menurut Suharsimi Arikunto (2002:108)

“Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupaka penelitian populasi. Jika kita haya akan meneliti sebagaian dari populasi, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika kita hanya akan meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersenut disebut penelitian sampel”

R. Margono, (2007 : 106) menjelaskan bahwa ‘Populasi adalah Seluruh data yang menjadi perthatian penelitian dalam suatu ruang lingkup dalam waktu yang ditentukan, menurutnya populasi’.

Sedangkan Sugiono (2003: 90) mengemukakan populasi adalah

“Wilayah generalisasi yang tersiri atas objek, subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang dikatakan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya”.

(39)

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dijadikan sumber data yang memiliki karakteristik penelitian yang terdapat di lokasi penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru dan siswa di SD Inpres Parasangan beru Kec. Bangkala Barat Kab Jeneponto. Dengan jumla h siswa adalah 159 jumlah guru nya adalah 9 Dalam hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel I Keadaan Populasi

Sumber data : hasil observasi awal data dokumentasi SD inpres parasangan beru kec.Bangkala Barat Kab. Jeneponto Tahun 2013-2014.

2. Sampel

Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan proses pengumpulan data, maka peneliti perlu membatasi jumlah subjek penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis mengacu kepada prinsip penentuan

No. Guru dan Siswa Jenis Kelamin Jumlah Laki-Laki perempuan

1. Guru 2 7 9

2. Siswa Kelas I 14 11 25

Siswa Kelas II 14 12 26

Siswa Kelas III 15 15 30

Siswa Kelas IV 15 14 29

Siswa Kelas V 12 11 23

Siswa Kelas VI 13 13 26

Jumlah 85 83 168

(40)

sampel penelitian yang dikemukakan Suharsimi Arikunto, (2002: 139) bahwa sampel adalah “bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti)”.

Sedangkan menurut Margono, (2007: 99) sampel adalah “bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Pada dasarnya penentuan sampel dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi atau keterangan-keterangan mengenai hal yang diteliti dengan cara meneliti sebagian populasi yang telah dipilih dan dianggap dapat mewakili semua populasi yang ada.

Dari uraian d iatas maka tekhnik yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah tekhnik purposive sampling yakni pengambilan sampel dilakukan secara langsung kepada semua guru dan pada siswa kelas VI dengan pokok pikiran bahwa :

Kelas VI merupakan tingkat kelas di SD Inpres Parasangan beru Kec.

Bangkala Barat Kab. Jeneponto yang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi mampu merespon penelitian ini dan memiliki tingkat pembelajaran yang sudah maksimal.

Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu jumlah guru 9 dan siswa kelas VI 26 orang untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:

(41)

Tabel II Keadaan Sampel

No. Guru dan Siswa Jenis Kelamin Jumlah Laki-Laki Perempuan

1. Guru 2 7 9

2. Siswa Kelas VI 13 13 26

Jumlah 15 20 35

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu atau fasilitas yang digunakan dalam penelitian.

Adapun instrumen yang penulis akan pergunakan dalam penelitian untuk mengetahui studi psikologi pendidikan tentang perilaku Guru di SD Inpres Parasangan beru Kecamatan Bangkala Barat Kabupaten Jeneponto. Tersebut terdiri atas pedoman observasi, pedoman wawancara, angket, dan cacatan dokumentasi.

1. Pedoman observasi

Alat ini dimaksudkan adalah pengamatan dan pencacatan secara sistematis terhadap fenomena atau gejala-gejala pada objek penelitian. Atau cara pengumpulan data dengan mengamati lengsung kelapangan.

2. Pedoman wawancara

(42)

Penelitian yang tujuan nya untuk memperolh data atau keterangan secara langsung dari instrumen. Wawancara sering pula di sebut intervie, yaitu pengumpulan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secaa lisan untuk di jawab secara lisan pula.

3. Catatan Dokumentasi

Dokumentasi ialah pengambilan data yang di peroleh melalui arsip dan dokumen-dokumen yang di lakukan untuk melakukan data yang ada hubungannya dengan penelitian tersebut.

G. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini maka penulis menggunakan metode pengumpulan data. Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dengan menggunakan metode sebagai berikut:

1. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara saksama dan sistematis mengenai gejal-gejala yang akan diteliti.

2. Wawancara, yaitu melakukan wawancara secara langsung kepada guru dan siswa atau pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini.

3. Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen atau sumber-sumber yang berkaitan dengan objek penelitian.

(43)

H. Teknik Analisis Data

Analis terhadap data penelitian dilakukan bertujuan untuk menguji kebenaran hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis deskiriptif dan analisis inferensial.

Menurut Arikunto, (2002: 246) analisis deskriptif yaitu:

Teknik analisis data yang digunakan untuk menggambarkan data hasil penelitian lapangan dengan menggunakan metode pengolahan data menurut sifat kuantitatif sebuah data. Analisis statistic deskriptif disini digunakan untuk menjawab rumusan masalah.

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan tehnik Analisis data Deskriptif Kualitatif dalam bentuk:

1. Analisis Induktif: Tehnik analisis bentuk ini merupakan tehnik berfikir atau menganalisis data dengan memulai dari masalah dan hal-hal yang bersifat khusus, kemudian melakukan analisis terhadap data tersebut sampai menarik kesimpulan secara umum.

2. Deduktif: tehnik analisis bentuk ini merupakan tehnik berfikir atau menganalisis data dengan memulai dari hal-hal yang bersifat umum, kemudian menuju pada penarikan kesimpulan secara khusus.

(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Kondisi Objektif Lokasi Penelitian

1. Sejarah Berdirinya SD Inpres Parasangan Beru

SD Inpres Parasangan Beru Kec. Bangkala Barat Kab. Jeneponto didirikan pada tahun 1982, sekolah ini dibangun di atas tanah seluas 50 x 35 m² Sekolah yang berlokasi di Dusun parasangan Beru Desa Banrimanurung Kecamatan Bangkala Barat Kabupaten Jeneponto ini, pada awalnya dinamakan sekolah Baru, karena belum adanya penomoran sekolah. Sejak dimulainya proses belajar mengajar pada tahun 1984, sekolah ini telah di pimpin oleh 1 orang kepala sekolah dengan berbagai kemajuan yang telah didapat dari masing-masing kepala sekolah yang memimpin.

Adapun yang pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah di SD Inpres Parasangan Beru adalah sebagai berikut :

a. Tahun 1984 – Tahun 1990 : Drs. Mahmud J.

b. Tahun 1990 –Tahun 1998 : Dra. Andi Layu c. Tahun 1998 – Tahun 2001 : Drs. Rj Sitti d. Tahun 2001 – Tahun 2005 : Dra. Syai Muda e. Tahun 2005 – Sampai Sekarang : St. Rahmatia S.Pd

35

(45)

2. Visi dan Misi a. Visi Sekolah

“Menjadi sekolah terpercaya dalam masyarakat untuk mencerdaskan bangsa dalam rangka mensukseskan wajib belajar”

b. Misi Sekolah

1. Menyiapkan generasi unggul yang memiliki potensi dibidang Imtaq dan Iptek

2. Membentuk sumber daya manusia yang kreatif, inovatif, sesuai dengan perkembanan zaman.

3. Membangun citra sekolah sebagai mitra terpercaya dimasyarakat.

(46)

3. Keadaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan SD Inpres Parasangan Beru

Tabel 3

Keadaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan SD Inpres Parasangan Beru Tahun Pelajaran 2013/2014

No NAMA GURU Status Peg. MENGAJAR

BIDANG STUDI 1 Hj. St ,Rahmatia S.Pd PNS Bahasa Indonesia 2 Abdul Malik S.Pd

PNS Matematika

3 Sanniasa S.Pd

PNS Guru Kelas

4 Yanti S.Pd Honorer Guru Kelas

5 Patta Enre A.Ma Honorer Guru Kelas

6 Sudirman S.Pd Honorer Olahraga

7 Sudarni S.Pd PNS Guru Kelas

8 Sarianti A.Ma

Honorer Guru Kelas 9 Samaria A.Ma

Honorer PAI

Sumber: Kantor Tata Usaha SD Inpres Parasangan Beru

4. Kedaan Siswa SD Inpres Parasangan Beru

Siswa yang menjalani proses belajar di SD Inpres Parasanga Beru Kec.Bangkala Barat kab. Jeneponto. saat ini sebanyak 107 orang yang terbagi dalam 6 kelas.

(47)

Tabel 4

Keadaan Siswa SD Inpres Parasangan Beru

KELAS JUMLAH SISWA

JUMLAH

Lk Pr

I 14 11 25

II 14 12 26

III 15 15 30

IV 15 14 29

V 12 11 23

VI 13 13 26

JUMLAH 83 76 159

Sumber: Kantor Tata Usaha SD Inpres Parasangan Beru 2014

5. Keadaan Sarana dan Prasarana SD Inpres Parasangan Beru

Sarana dan Prasarana belajar merupakan salah satu faktor pendukung dalam mewujudkan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan. Menurut Abdul Majid (2008: 167-168) bahwa lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran.

lingkungan fisik yang dimaksud adalah:

1. Ruang tempat berlangsungnya proses belajar mengajar harus memungkinkan semua siswa bergerak dengan leluasa, tidak berdesak- desakan dan tidak saling mengganggu antara siswa pada saat melakukan aktifitas belajar.

(48)

2. Pengaturan tempat duduk. Pengaturan tempat duduk yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka sehingga guru dapat mengontrol tingkah laku siswa.

3. Ventilasi dan pengaturan cahaya. Hal ini penting untuk terciptanya suasana belajar yang nyaman.

4. Pengaturan penyimpanan barang-barang. Barang-barang atau sarana belajar hendaknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu gerak kegiatan siswa.

Adapun keadaan sarana dan prasarana di SD inpres Parasangan Beru Kec. Bangkala Barat Kab. Jeneponto sebagai berikut:

Tabel 5

Keadaan Sarana dan Prasarana SD Inpres Parasangan Beru

No Jenis Gedung Keadaan Jumlah

Baik Buruk

1 Ruangan belajar Baik _ 6

2 Ruangan Kantor Baik _ 1

3 Ruangan Kepala Sekolah

Baik _ 1

4 Ruangan Guru Baik _ 1

5 Ruangan Tu Baik _ 1

6 Ruangan Perpustakaan Baik _ 1

(49)

Sumber: Kantor Tata Usaha SD Inpres Parasangan Beru

B. Perilaku Guru Menurut Tinjauan Psikologi Pendidikan

Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebar luaskannya kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi- informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.

Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi pendidik memberikan informasi pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan- pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46).

Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya memberikan kan

(50)

informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik atau guru untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah- pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung kehidupan mereka.

Sebagai penengah, pendidik atau guru harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik. Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya.

Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan

(51)

kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning to be”.

Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik

Menurut Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) bahwa:

Sikap/prilaku adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek”.

Berkowitz, dalam Azwar (2000: 5) mengatakan bahwa:

Menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.

Sedangkan menurut M. Yamin Abdullah (2005: 12) bahwa:

Perilaku sebagai ilmu yang mempelajari baik dan buruk . jadi, bisa dikatakan perilaku berfungsi sebagai teori perbuatan baik dan buruk (ethis atau ‘ilm al-ahlaq al-karimah)”.

Perilaku dapat dipakai dalam arti nilai yang menjadi pegangan seseorang atau sekelompok atau mengatur tingkah lakunya atau lazim

(52)

dikenal dengan istilah kode etika misalnya kode etika guru,kode etika pegawai negeri kode etika jurnalistik dan lain-lain.

Menurut Abd. Rahman Getteng, (2012: 55) bahwa:

Kata etika diidentikan dengan kepribadian yang berarti sifat hakiki seseorang yang tercermin kepada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dengan orang lain”.

.Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkan melalui pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.

Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi.

Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan- kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Menurut Mulyasa, (2005: 20) kesalahan-kesalahan itu antara lain:

1. Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, 2. Menunggu peserta didik berperilaku negatif, 3. Menggunakan destruktif discipline,

4. Mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,

5. Merasa diri paling pandai di kelasnya,

Referensi

Dokumen terkait

Subjects in this study were patients with characteristic symptoms of GERD (heartburn and regurgitation) who visited the Endoscopy Unit in Hasan Sadikin Hospital, Cibabat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) kualitas game edukasi kimia berbasis Role Playing Game (RPG) berdasarkan penilaian ahli materi, ahli media, guru mata pelajaran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tablet hisap kombinasi ekstrak herba Pegagan dan buah Mahkota Dewa telah memenuhi syarat dilihat dari uji fisik yang telah dilakukan yaitu

Diduga terjadi korelasi yang tinggi antara karakteristik-karakteristik tenaga kerja, sehingga analisis hubungan antara karakteristik tenaga kerja terhadap produksi tanaman

Dari nilai redaman tersebut maka dapat dilakukan perhitungan untuk menentukan fade slope pada tiap even hujan dan fade duration dengan menentukan batas thresholdnya yaitu pada 5,

Tahap pembuatan aplikasi ini, terlebih dahulu adalah menentukan dan merencanakan kriteria- kriteria dalam penentuan penerima bantuan langsung tunai yaitu jenis

Sesudah 5 Djuli itu, maka dengan segera Kabinet Karya mcnje- rahkau mandatnja dan Tuhan Jang Maha Esa amat bermurah kita tidak lama kemudian daripada itu

Nilai mitrimum dari perputaran persediaan adalah 0,161, nilai maksrrnumnya adalah 5,395 dengan rata - rata perputaran persedjaan yang diperoleh perusahaan da tahuo