• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Manfaat Penulisan

Manfaat yang hendak diperoleh dari penulisan ini meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu sebagai berikut:

1.6.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum khususnya di bidang hak cipta yaitu mengenai pengumuman dan penggandaan ciptaan dalam pameran.

16

1.6.2 Manfaat Praktis

1. Manfaat praktis bagi pencipta, pemegang hak cipta, dan pengguna hak cipta (user) adalah dapat memberikan informasi menganai wajib atau tidaknya membuat perjanjian lisensi untuk dapat melakukan pengumuman ciptaan dalam suatu pameran umum atau penggandaan ciptaan dalam suatu katalog untuk keperluan pameran; dan

2. Manfaat praktis bagi pemilik dan pemegang ciptaan adalah dapat memberikan informasi mengenai dapat atau tidaknya pemilik dan pemegang ciptaan melakukan pengumuman ciptaan dalam suatu pameran umum atau penggandaan ciptaan dalam suatu katalog untuk keperluan pameran tanpa lisensi melainkan melalui perjanjian lisan.

1.7 Landasan Teoritis

Landasan teoritis merupakan dukungan teori, konsep, asas dan pendapat- pendapat hukum dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.13

1.7.1 Prinsip Pemisahan Antara Benda Secara Fisik dengan HKI yang Terkandung dalam Benda Tersebut

Prinsip pemisahan antara benda secara fisik dengan HKI yang terkandung dalam benda tersebut menimbulkan konsekuensi berupa seseorang yang

13

Bander Johan Nesution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 141.

17

menguasai benda secara fisik tidak secara otomatis memiliki hak eksklusif atas benda fisik tersebut.14

Prinsip tersebut juga diakui oleh Sanusi Bintang yang menyatakan bahwa: “. . . memiliki benda tertentu yang berwujud tidak berarti juga memiliki hak atas kepemilikan intelektual (hak cipta) yang ada di dalamnya. Misalnya seseorang yang membeli sebuah buku atau lukisan, maka yang bersangkutan hanya menjadi pemilik buku atau lukisan saja, tidak mencakup hak cipta atas buku atau lukisan itu. Hak milik atas buku atau lukisan itu berada pada tangan pembeli, sedangkan hak ciptanya berada pada pencipta buku atau lukisan. Hak cipta itu tetap melekat dalam tangan siapa pun kepemilikan benda itu berada.”15

Sanusi Bintang juga menjelaskan bahwa memiliki suatu benda tidak secara otomatis memiliki hak cipta yang ada dalam benda tersebut karena hak milik atas benda (tangible right) terpisah dari hak milik intelektualnya (incorporeal right).16

1.7.2 Doktrin Fair Use/Fair Dealing

Doktrin fair use/fair dealing mengajarkan bahwa suatu perbuatan menggunakan atau memanfaatkan ciptaan secara pantas atau wajar sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta bukan merupakan pelanggaran hak cipta. Contoh fair use/fair dealing menurut Henry Soelistyo adalah:

Salah satu bentuk fair use adalah penggunaan dan perbanyakan karya cipta untuk tujuan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta dengan syarat sumbernya harus disebutkan secara lengkap.17

14

Tomi Suryo Utomo, op.cit, h. 15.

15

Sanusi Bintang, op.cit, h. 40.

16

Sanusi Bintang, op.cit, h. 83.

17

18

1.7.3 Asas Kebebasan Berkontrak

Dasar hukum asas kebebasan berkontrak adalah Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata18 (selanjutnya disingkat KUHPerdata) yang menentukan bahwa “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak maka para pihak diberikan kebebasan untuk “(1) membuat atau tidak membuat perjanjian; (2) mengadakan perjanjian dengan siapapun; (3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan (4) menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan”.19

Namun kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.20

Lahirnya asas kebebasan berkontrak dilatarbelakangi oleh adanya paham individualisme.21 Berdasarkan paham individualisme, setiap individu bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya.22Implementasi paham individualisme dalam bidang hukum perjanjian berimplikasi pada kebebasan individu dalam membuat perjanjian termasuk kebebasan memilih bentuk perjanjian baik tertulis maupun lisan.

18

I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2014, Implementasi Ketentuan- ketentuan Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, h. 47.

19

Salim HS, Abdullah dan Wiwiek Wahyuningsih, 2011, Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU), Ed. I, Cet. V, Sinar Grafika, Jakarta, h. 2.

20

Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Cet. III, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I), h. 225.

21

Salim HS, loc.cit.

22

19

1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian

Penulisan ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Dipilihnya jenis penelitian hukum normatif karena penulisan ini menguraikan permasalahan- permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian yang berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku dalam praktek hukum.23

Penulisan ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif karena membahas mengenai adanya ketidakjelasan makna istilah persetujuan pada Pasal 15 ayat (1) UU No. 28/2014. Ketidakjelasan makna istilah persetujuan pada Pasal 15 ayat (1) UU No. 28/2014 terjadi karena adanya ketidakjelasan apakah yang dimaksud dengan “persetujuan” dalam Pasal 15 ayat (1) UU No. 28/2014 sama artinya dengan “izin” dalam Pasal 9 ayat (2) UU No. 28/2014. Ketidakjelasan tersebut timbul karena sesungguhnya untuk melakukan pengumuman dan penggandaan ciptaan yang diperlukan adalah izin dari pencipta. Namun Pasal 15 ayat (1) UU No. 28/2014 menggunakan istilah “persetujuan” bukan “izin”.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Penulisan ini menggunakan tiga jenis pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan (the statute approach), pendekatan analisis konsep hukum (analytical & conceptual approach), dan pendekatan frasa (words & phrase approach).

23

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1995, Penulisan Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji I), h. 13.

20

Pendekatan perundang-undangan (the statute approach) digunakan untuk mengkaji peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang pengumuman dan penggandaan ciptaan dan digunakan untuk mengkaji peraturan-peraturan hukum yang mengatur mengenai bahasa peraturan perundang-undangan. Pendekatan analisis konsep hukum (analytical & conceptual approach) digunakan untuk menganalisis konsep-konsep hukum yang berkaitan dengan hak cipta. Pendekatan frasa (words & phrase approach) digunakan untuk memahami makna kata persetujuan dalam Pasal 15 ayat (1) UU No. 28/2014.

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang dipakai dalam penulisan ini berasal dari: 1. Sumber Bahan Hukum Primer

Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang mengikat yakni berupa norma, kaidah dasar dan peraturan yang berkaitan, yang bersifat mengikat.24 Sumber bahan hukum primer yang digunakan adalah:

a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266,

24

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1988, Penulisan Hukum Normatif, Rajawali Press, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji II), h. 34.

21

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599); dan

c. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Sumber Bahan Hukum Sekunder

Sumber bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, bahan hukum sekunder tersebut meliputi buku, literatur, makalah, skripsi, tesis, dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.25 Bahan hukum sekunder juga meliputi jurnal, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa, dan internet dengan menyebut nama situsnya.

3. Sumber Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier meliputi kamus bahasa, kamus hukum, dan ensiklopedia.26

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan pada penulisan ini dikumpulkan dengan teknik sistem kartu (card system). Sistem kartu merupakan teknik pengumpulan bahan hukum dengan cara mencatat dan memahami isi informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier secara berurutan dan sistematis sesuai permasalahan.

25

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penulisan Hukum, Cet. IV, Kencana, Jakarta, h. 141.

26

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penulisan Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 119.

22

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul digunakan berbagai teknik analisis seperti deskripsi, interpretasi, kontruksi, evaluasi, argumentasi dan sistematisasi. Dalam penulisan ini, teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah:

1. Teknik deskripsi yaitu menguraikan apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum dan non hukum.

2. Teknik interpretasi yaitu teknik analisis bahan hukum dengan menggunakan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum seperti penafsiran gramatikal, historis, sistematis, teleologis, kontektual, dan lain-lain.

3. Teknik argumentasi berupa pemberian penjelasan yang merupakan alasan-alasan logis untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan, berkaitan dengan asas hukum, norma hukum dan peraturan hukum.

23

Dokumen terkait