• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan dapat dipergunakan sebagai salah satu alternatif pengobatan penyembuhan luka dan terobosan baru dalam menghambat penuaan kulit.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penuaan

2.1.1 Definisi Penuaan

Proses penuaan merupakan suatu akumulasi secara progresif berbagai perubahan patologis di dalam sel dan jaringan yang terjadi seiring dengan waktu.

Aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tubuh tidak dapat bertahan terhadap kerusakan atau memperbaiki kerusakan tersebut (Rabe dkk., 2006).

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat ini tentunya banyak memberikan dampak positif bagi masyarakat. Ilmu yang sedang berkembang pesat saat ini adalah Ilmu Anti Penuaan. Penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik. Penuaan tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup, sehingga penuaan dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung kesehatan masing-masing individu (Fowler, 2003).

10

2.1.2 Teori Penuaan

Ada empat teori pokok dari penuaan (Goldman dan Klatz, 2007), yaitu 1. Teori Wear and Tear

Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena sering digunakan dan disalahgunakan (overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan yang lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alkohol dan nikotin, karena sinar ultraviolet, dan karena stres fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel.

2. Teori Neuroendokrin

Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh.

Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan bertambahnya usia tubuh memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh.

3. Teori Kontrol Genetik

Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang DNA, di mana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik dan mental terentu. Penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita dapat hidup.

4. Teori Radikal Bebas

Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan.

Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak dan protein (Suryohudoyo, 2000). Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel dan elastis. Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, di mana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas.

2.1.3 Proses Penuaan

Proses terjadinya penuaan memiliki dua fenomena yang saling berkaitan dan sering tumpang tindih. Yang pertama adalah penuaan intrinsik dan yang kedua adalah penuaan ekstrinsik. Penuaan intrinsik berlangsung secara alamiah

disebabkan oleh berbagai faktor dari faktor fisiologis tubuh sendiri seperti faktor genetik, hormonal dan ras. Penuaan ekstrinsik antara lain disebabkan oleh berbagai bahan yang meningkatkan pembentukan radikal bebas dapat mempercepat penuaan kulit seperti: sinar X, sinar UV, polusi, gas N2O, freon, rokok, diet salah, bahan pengawet, pewarna dan pelezat. Penggunaan kosmetik yang tidak sesuai. Terlalu sering menggunakan sabun, detergen, pembersih berkadar alkohol tinggi pada jenis kulit normal atau kering akan mempercepat terjadi penuaan kulit (Chung dkk., 2003; Soepardiman, 2003).

Menurut Fowler (2003), aging adalah suatu penyakit dengan karakteristik yang terbagi menjadi tiga fase yaitu:

1. Tahapan subklinik (usia 25-35 tahun)

Di rentangan usia ini sebagian besar hormon dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon, dan estrogen.

Pembentukan radikal bebas mulai terjadi, namun kerusakan yang terjadi belum tampak dari luar. Sehingga pada tahapan ini individu masih merasa dan tampak normal, tanpa tanda dan gejala penuaan.

2. Tahap transisi (usia 35 -45 tahun)

Pada tahap ini kadar hormon menurun sebanyak 25%. Massa otot berkurang 1 kg setiap beberapa tahun, akibatnya tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedang komposisi lemak tubuh bertambah. Mulai muncul gejala penuaan seperti rambut mulai putih, elastisitas kulit menurun, pigmentasi kulit menurun, demikian juga halnya dengan pendengaran, penglihatan dan dorongan seksual. Kerusakan oleh radikal bebas mulai

orang akan mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua.

3. Tahap klinik (Usia 45 th ke atas)

Penurunan kadar hormon terus berlanjut yaitu DHEA, melatonin, GH, testosteron, estrogen, dan tiroid. Terjadi penurunan sampai hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar 1 kg setiap tiga tahunnya, akibatnya terjadi ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan. Sistem organ mulai mengalami kegagalan, penyakit kronis menjadi lebih nyata. Ketidakmampuan menjadi faktor utama.

2.2 Luka

Penyembuhan luka adalah suatu istilah yang seharusnya hanya digunakan sesuai dengan konteks regenerasi, dimana bentuk dan susunan asli dari suatu organ atau bagian anatomi tubuh kembali seperti saat sebelum terjadinya luka atau injury. Beberapa binatang yang primitif, seperti amphibi dan reptil tetap mampu mengalami regenerasi seperti tersebut diatas. Pada binatang yang lebih besar dan komplek, regenerasi tidak dapat dilakukan. Pada manusia dewasa dengan pengecualian pada organ hati, regenerasi yang sebenarnya, tidak mungkin terjadi.

Oleh sebab itu pada manusia dan pada golongan vertebrata yang lebih tinggi penyembuhan terjadi melalui suatu proses perbaikan dimana hasil yang dicapai bukan berupa restorasi secara anatomi namun lebih kepada hasil yang fungsional (Falanga, 2007).

2.2.1 Jenis – Jenis Luka

Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi:

1. Luka superfisial : terbatas pada lapisan epidermis.

2. Luka partial thickness : hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis dan lapisan bagian atas dermis.

3. Luka full thickness : hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis, dermis, dan fasia tapi tidak mengenai otot.

4. Luka mengenai otot, tendon dan tulang (Tawi, 2008).

Pada kebanyakan mekanisme perbaikan luka yang terjadi, tujuannya adalah menghasilkan suatu penutupan pada daerah luka tersebut. Sekali lagi, dari suatu proses terjadinya evolusi, maka manusia tidak seharusnya mengalami suatu penyakit degeneratif atau hidup lebih lama serta mempertahankan sistem arteri, vena, serta mencegah terjadinya dekubitus atau ulkus neuropati dari suatu penyakit diabetes.

Untuk itu manusia tidak disiapkan untuk mengalami keadaan ini (luka kronik), dan tidak ada mekanisme yang spesifik untuk mengatasinya secara efektif. Yang menjadi perhatian penting dalam hal ini adalah adanya perluasan dan kedalaman luka. Untuk itu, luka yang dangkal (luka saat bercukur) dimana komponen atau adneksa kulit (folikel rambut, kelenjar keringat dll) masih

tersebut masih ada.

Pada bagian lain, luka dengan fullthickness (punch biopsy) tergantung pada migrasi keratinosit dan proliferasi pada bagian tersebut. Tidak mengherankan bahwa pada luka fullthickness akan mengalami penyembuhan yang lama dan sering timbul jaringan parut (Falanga, 2007).

Journal of Investigative Dermatology (2007)127, 1018-1029

Gambar 2.1 Pembagian jenis luka berdasarkan lamanya luka ( Jurnal Investigasi Dermatology (2007)127 )

2.2.2 Proses Penyembuhan Luka

Terdapat empat fase dalam proses penyembuhan luka, yaitu: fase koagulasi, fase inflamasi, fase proliferasi – migrasi dan fase remodeling. Fase koagulasi dan inflamasi sering dikelompokkan menjadi satu, sehingga menyebabkan mediator yang dikeluarkan dari fase tersebut sering overlaping. Ini

menunjukan seluruh fase secara berurutan dan juga menerangkan hubungan secara linear mengenai penyembuhan luka mulai dari terjadinya luka sampai dengan terjadinya perbaikan, dimana hal ini tidak terdapat pada luka yang kronis, serta proses terjadinya melalui jalur yang pendek atau secara berulang. Yang menjadi perhatian adalah penjabaran mengenai seluruh proses perbaikan luka sulit dijelaskan atau digolongkan dalam fase-fase yang pasti dan hal ini harus menjadi pertimbangan karena fase–fase tersebut sering overlaping (Falanga, 2007).

1. Fase Inflamasi

Pertama fase penyembuhan luka dimulai dari segera setelah cedera dan dapat berlangsung sampai 4-6 hari (Broughton dkk., 2006). Dalam literatur lain, fase penyembuhan diklasifikasikan menjadi empat tahap dengan membedakan hemostasis sebagai fase pertama (Chin dkk., 2005), sementara itu umumnya diketahui sebagai bagian dari fase inflamasi.

Tahap awal yang alami untuk mengangkat jaringan debris dan mencegah infeksi yang invasif (Gurtner, 2007) dan ditandai oleh peningkatan permeabilitas vaskular oleh hemostasis trombin berikut, sekresi sitokin chemotactic yang memfasilitasi migrasi sel (Myers, 2007).

Kolagen selama luka membentuk pengaktivan kaskade pembekuan, baik intrinsik maupun jalur ekstrinsik (Broughton dkk., 2006) yang memuncak dalam pembentukan gumpalan fibrin dan hemostasis memulai fase inflamasi (Broughton dkk., 2006; Myers dkk., 2007) bekuan fibrin berfungsi sebagai scaffolding untuk sampai sel, seperti neutrofil, monosit, fibroblasts, dan endotel sel (Broughton dkk., 2006) polimorfonuklear leukosit dan makrofag adalah

matriks sementara juga berfungsi untuk memusatkan sitokin dan growth factor (Broughton dkk., 2006) yang dilepaskan oleh trombosit, trombin, dan fibronectin.

Penghapusan sementara matriks fibrin akan mengganggu penyembuhan luka (Gurtner, 2007). Neutrofil adalah respon pertama tekanan sinyal sel dan sinyal chemotactic (oleh sitokin) tiba ke dalam pembekuan fibrin (Broughton dkk., 2006). Selanjutnya darah di dekat pembuluh vasodilatasi dan neutrofil lebih ditarik ke daerah luka dengan interleukin (IL) -1, tumor nekrosis faktor (TNF)-α, faktor trombosit (PF)-4, mengubah faktor pertumbuhan (TGF)-β, trombosit berasal faktor pertumbuhan (PDGF) (Broughton dkk., 2006; Chin dkk., 2005) dan

"produk bakteri" (Broughton dkk., 2006).

Leukosit PMN mulai membersihkan menyerang bakteri dan seluler debris (Broughton dkk., 2006) Monosit akan tertarik ke daerah luka dan berubah menjadi makrofag dalam 48 sampai 72-96 jam setelah luka (Broughton dkk., 2006;

Gurtner, 2007) Makrofag phagocytose debris dan bakteri, tapi sangat penting untuk diatur produksi faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk produksi matriks ekstraselular oleh fibroblasts dan produksi pembuluh darah (Gurtner, 2007) .

Singkatnya, proses penyembuhan dimulai dengan hemostasis, deposisi trombosit, dan interaksi mediator larut dan faktor pertumbuhan dengan ekstraselular matrik (Chin dkk., 2005)

2. Fase Proliferasi

Fase ini ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi dalam dasar luka, terdiri dari jaringan kapiler baru, fibroblast, dan makrofag dalam pengaturan struktur pendukung (Myers dkk., 2007). Kolagen dan jaringan ikat protein deposisi dan angiogenesis, epitelisasi juga fase utama (Broughton dkk., 2006;

Ueno dkk., 2006). Proses ini bagian dari penyembuhan luka.

Fase kedua akan mulai pada hari 7-45 bersamaan dengan memudarnya fase inflamasi dan terus sampai 146-215 hari, setelah luka. Angiogenesis ditandai dengan migrasi sel endotel dan pembentuk kapiler (Broughton dkk., 2006).

Ini adalah respon alami penyembuhan untuk menggantikan mikrosirkulasi luka yang meliputi pergerakan sel endotel dalam menanggapi ke tiga gelombang yaitu faktor pertumbuhan PDGF, TGF-β, insulin-like growth factor selama fase inflamasi; fibroblast growth factor (FGF) dibebaskan ikatannya pada molekul jaringan ikat sebagai gelombang kedua, dan vascular endotelial growth factor (VEGF) disampaikan oleh makrofag sebagai yang ketiga dan gelombang dominan (Ueno dkk., 2006).

Angiogenesis berlangsung proporsional untuk perfusi darah dan tekanan parsial oksigen arteri (Ueno dkk., 2006). Pembuluh darah baru tumbuh ke dalam matriks kolagen dibentuk oleh fibroblast

PDGF dan epidermal growth factor (EGF) yang berasal dari platelet dan makrofag adalah sinyal utama ke fibroblasts (Broughton dkk., 2006; Gurtner, 2007).

mensintesis kolagen dan berkembang biak. Respon PDGF, fibroblast sementara mensintesis matriks terdiri dari kolagen tipe III, glycosaminoglycans, dan fibronectin 1 yang menyediakan tempat untuk migrasi keratinosit (Gurtner, 2007) Tipe lain dari fibroblasts "luka fibroblasts" yang sudah ada di luka. Jenis fibroblasts akan berubah menjadi myofibroblast yang memainkan peranan pada kontraksi luka (Broughton dkk., 2006).

Myofibroblast ada yang lain dari fibroblast dengan intraseluler actin mikrofilamen yang mampu meregenerasi matrik dan kontraksi (Gurtner, 2007).

Kontraksi myofibroblast luka melalui spesifik c integrin berinteraksi dengan matriks kolagen (Gurtner, 2007).

Klinis, kontraksi luka adalah respon alami dari tubuh melokalisasi dan membuat daerah lebih kecil melindungi dirinya dari semua dampak negatif luka.

Luka yang sembuh dengan sendirinya tanpa perawatan khusus menunjukkan ini kekuatan dari tindakan kontraksi luka.

Sebenarnya epitelisasi mulai terjadi segera setelah luka dan dirangsang oleh inflamasi sitokin.1 IL-1 dan TGF-α up regulate growth factor keratinocyte (KGF) ekspresi gen di fibroblast. Fibroblast kemudian akan mensintesis dan mensekresikan KGF-1, KGF-2 (paling penting pada manusia) dan IL-6 yang merangsang keratinosit untuk bermigrasi ke daerah luka, berproliferasi dan berdiferensiasi di epidermis (Broughton dkk., 2006). Terakhir, epitelisasi ditandai dengan replikasi dan migrasi.

3. Fase Remodelling

Merupakan fase terpanjang dalam penyembuhan luka yaitu pematangan proses, yang meliputi perbaikan yang sedang berlangsung pada jaringan granulasi yang membentuk lapisan epitel yang baru dan meningkatkan tegangan pada luka (Ueno dkk., 2006).

Fase ini diakui akan mulai tumpang tindih dengan fase proliferatif 8 hari (Broughton dkk., 2006) sampai 21 hari (Gurtner, 2007) setelah cedera sampai satu tahun setelah itu.

Karakteristik utama fase ini penting adalah deposisi kolagen pada tempatnya (Broughton dkk., 2006) yang menyiratkan untuk memperbaiki kolagen dan kontraksi scar (Gurtner, 2007). Gerakan fibroblasts menarik jaringan kolagen bersama merangsang kontraksi jaringan scar (Ueno dkk., 2006).

PENYEMBUHAN

Gambar 2.2 Mekanisme Penyembuhan Luka (Mechanism Of Cutaneous Wound Repair by Dr.dr.A.A.G.P.Wiraguna)

dalam sumsum tulang belakang. Mereka memulai hidup sebagai suatu sel yang disebut megakariosit. Platelet dan darah normal berisi antara 120.000 sampai 600.000 per mikroliter.

Mereka berbeda dengan sel darah putih mereka tidak memiliki inti dan tidak bisa membagi. Bagaimanapun mereka mempunyai peran yang utama di dalam banyak proses tubuh.

Awal kerja menunjukkan bahwa platelet darah adalah pusat proses pembekuan tetapi itu secara berangsur-angsur menjadi jelas bahwa mereka mempunyai fungsi penting di dalam mediasi inflamasi dan pendukung proses penyembuhan (Roberts, 2010).

Gambar 2.3. Fase Penyembuhan luka berdasarkan waktu dan faktor yang berperan (http://www.medscape.com)

2.3 Kolagen

Kolagen adalah salah satu komponen serat yang dominan pada lapisan dermis kulit. Serat kolagen banyak berperan pada kekenyalan dan kekompakan kulit. Merupakan polipeptida yang ditemukan pada hampir semua organ tubuh.

Sampai saat ini sudah ditemukan sebanyak 12 tipe kolagen, jumlah dan jenisnya berbeda-beda pada berbagai organ tubuh manusia.

Kolagen tipe I terus meningkat sampai umur 35 tahun, saat kulit mencapai puncak kekuatan mekanik, setelah itu kolagen tipe I akan menurun. Hubungan umur dengan jumlah kolagen sampai saat ini belum jelas, akan tetapi jumlah kolagen manusia setelah umur 60 tahun secara keseluruhan secara signifikan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan kulit umur lebih muda (Rhein dan Santiago, 2010).

Kolagen tipe I merupakan jenis serabut kolagen terbanyak yang dijumpai dalam tubuh manusia seperti pada tendon, tulang, kulit. Serabut kolagen tipe I berperan penting dalam pembentukan jaringan parut. Kolagen tipe II, IX, X, XI ditemukan pada kartilago.

Kolagen tipe III banyak dijumpai pada kulit, dinding pembuluh darah, pada jaringan yang ada serabut retikuler, seperti pada jaringan yang mengalami pertumbuhan cepat terutama pada tahap awal penyembuhan luka. Kolagen tipe III penyebarannya hampir sama dengan kolagen tipe I. Sedangkan kolagen tipe VII kebanyakan lokasinya terletak pada anchoring fibril di dermal epidermal junction pada kulit, mukosa dan servik.

Matriks ekstraseluler dermis terutama terdiri dari kolagen tipe 1 (85%), sejumlah kecil kolagen tipe 3, elastin, proteoglikan dan fibronektin. Serat kolagen yang terdapat pada dermis manusia berperan penting untuk kekuatan dan kekenyalan kulit, terdiri sekitar 85% kolagen tipe 1 dan sekitar 30% kolagen tipe 3 (Uito dkk., 2008).

Biosintesis kolagen tipe 1, berawal dari pembentukan prokolagen tipe 1 dalam sel fibroblast dermis dan terdiri dari kolagen tipe 1 tripel helix, ujung karboksipeptida dan ujung aminopeptida. Begitu disekresikan dari fibroblast ke matriks ekstraseluler, prokolagen tipe 1 melalui proses enzimatik pecah dari kedua ujungnya dan membentuk kolagen tipe 1 matang (Varani dkk., 2001).

Diperkirakan jumlah kolagen di dermis akan berkurang sebanyak 1 % tiap tahunnya pada usia dewasa. Mekanisme berkurangnya kolagen selama proses penuaan alamiah adalah akibat dari peningkatan ekspresi matriks metalloproteinase (MMP-1).

Kolagen tipe I terus meningkat sampai umur 35 tahun, saat kulit mencapai puncak kekuatan mekanik, setelah itu kolagen tipe I akan menurun. Hubungan umur dengan jumlah kolagen sampai saat ini belum jelas, akan tetapi jumlah kolagen manusia setelah umur 60 tahun secara keseluruhan secara signifikan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan kulit umur lebih muda (Rhein dan Santiago, 2010).

Walaupun kolagen tipe I merupakan kolagen utama pada lapisan dermis kulit akan tetapi kolagen tipe lain juga tidak kalah peranan pentingnya. Kolagen tipe VII yang terbanyak pada anchoring fibril terletak pada membrana basalis yang melekatkan membrana basalis ke papila dermis.

2.4 Matriks Metalloproteinase-1 (MMP-1)

Matriks metalloproteinase (MMP) adalah suatu protease dengan aktivitas degradasi terhadap protein jaringan ikat seperti kolagen, elastin, proteoglikan dan laminin. Pada setiap organisme, MMP merupakan endopeptidase yang mengandung domain aktif Zn² (zinc-dependent endopeptidas).

MMP memiliki gene family pada manusia terdiri dari 28 tipe dengan struktur dan spesivitas berbeda. MMPs berhubungan dengan proses fisiologis dan patologis yang berkaitan dengan turnover matriks ekstraseluler, wound healing, angiogenesis, dan kanker.

Sejumlah MMPs mampu menimbulkan degradasi terhadap kolagen tipe I yaitu antara lain MMP-1, 8,13, MT1-MMP (MMP-14), MT2-MMP (MMP-15), dan MT3-MMP (MMP-16). Pada kulit hanya MMP-1 yang paling banyak dipicu pembentukannya oleh pajanan sinar ultra violet dan tampaknya paling bertanggung jawab terhadap pemecahan kolagen akibat paparan matahari.

Level MMP-1 akan meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, yang mana hal ini diperkirakan sebagai akibat dari fragmentasi serat kolagen dan disorganisasi susunan serat kolagen pada dermis (Seltzer dan Eisen, 2006).

Matriks Metalloproteinase juga bertanggung jawab terhadap tejadinya degradasi kolagen. MMP juga telah dikenal perannya dalam pertumbuhan sel

karena ekspresinya yang berlebihan.

Berbagai jenis Matriks Metalloproteinase dan target sasaran yang didegradasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Rhein dan Santiago, 2010).

Jenis Matriks Metalloproteinase dan target sasaran yang terdegradasi Tabel 2.1 Jenis Matriks-Metalloproteinase dan target sasaran yang terdegradasi.

SINGKATAN NAMA NAMA ALTERNATIF TARGET SASARAN

MMP-1 Matrix collagenase Collagens I, II, VII dan X

MMP-2 Gelatinase Gelatin, Collagens I, V,

VII, XI, Fibronectin laminin dan elastin

MMP-3 Stromelysin I Agreccan, Gelatin, Laminin

Fibronectin, Collagens tipe IV,IX,X

MMP-7 Matrilisyn Agreccan, Fibronectin

MMP-8 Neutrophil colagenase Agreecan, Gelatin,

Fibronectin, Laminin, Collagens II, IV, IX, X

MMP-9 Gelatinese B Agrecan dan Fibronectin

MMP-10 Stromelysin 2 Agrecan

MMP-11 Stromelysin 3 Fibronectan

MMP-12 Metalloelastase Elastin

MMP-13 Collagenase 3 Collagens I, II, III

MMP-14 Membran Type Collagens I, II, III,

Lamininn

MMP-18 Colagenase IV Agrecan

Sumber : Rhein dan Santiago (2010)

2.5 Platelet Rich Plasma (PRP)

PRP bisa didefinisikan sebagai plasma darah yang mengandung 1.00.000 trombosit/mikroliter dengan volume 5 ml plasma (Greene dkk., 2009). PRP mengandung 7 macam growth factor yaitu: PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGF-β2, VEGF, EGF. Kadar growth factor in-vivo akan tetap terjaga setelah dilakukan pembuatan PRP.

PRP adalah bagian dari fraksi plasma yang diperoleh secara autologus (diambil dari tubuh sendiri) (Marx, 2001; Mehta dan Watson, 2008).

Sejak tahun 1985 PRP sudah digunakan untuk menyembuhkan luka (Driver dkk., 2006), karena selain berisi platelet dan faktor pembekuan darah dalam jumlah besar, PRP juga mempunyai growth factor agonist (Petrova dan Edmonds, 2006).

Platelet rich plasma pertama kali digunakan pada operasi jantung oleh Ferrari , dkk tahun 1987 sebagai komponen transfusi autologus setelah operasi terbuka pada jantung. Sekarang banyak diikuti oleh banyak spesialis seperti pada operasi maxillofacial, kosmetik, spine, orthopedic, dan penyembuhan luka secara keseluruhan (Crane dan Evert, 2008).

Hasil publikasi terakhir PRP juga digunakan dalam bedah periodontal dan mulut (Pietrzak dan Eppley, 2005; Shashikiran dkk., 2006), bedah plastik dan kosmetik (Bhanot dan Alex, 2002; Frechette dkk., 2005), bedah spinal (Eppley dkk., 2006), bedah bypass jantung dan luka bakar (Henderson dkk., 2003).

tentang respon tubuh terhadap luka yang terdiri dari 3 fase yaitu inflamasi, proliferasi dan remodeling. Fase inflamasi yang didahului dengan agregasi trombosit sehingga terjadi hemostasis.

Selain itu trombosit juga mengeluarkan thromboxane dan serotonin yang merangsang hemostasis dengan vasokonstriksi. Selain itu trombosit juga mengeluarkan histamin yang merangsang polymorphonuclear (PMN) dan monosit ke tempat luka. Selanjutnya kemotaktik dari growth factor akan merekrut sel endotel untuk membuat pembuluh darah baru (angiogenesis), juga fibroblas terangsang untuk membentuk matriks ekstraseluler sehingga luka akan cepat menutup (Greene dkk., 2009).

Bermacam sitokin dan growth factor berpengaruh terhadap penyembuhan dan maturasi dari luka. Sitokin berperan dalam perekrutan sel untuk proliferasi dan diferensiasi. Growth factor yang berasal dari trombosit atau PDGF keluar dari alfa granul dan berfungsi dalam rekrutmen dan aktivasi sel immun dan fibroblas.

Contoh produk yang telah dipakai dan disetujui oleh FDA yaitu bentuk isomer rantai β dari PDGF (PDGF-BB) yang secara klinis terbukti mempercepat penyembuhan, termasuk pada luka kronis diabetic neuropathy.

Selain itu trombosit juga mengeluarkan TGF-β, yang merangsang maturasi fibroblas, migrasi, dan sintesis matriks ekstraseluler. Sedangkan growth factor lainnya yaitu EGF, dan VEGF dikeluarkan oleh fibroblas, sel endotel, dan sel imun untuk menambah percepatan penyembuhan luka.

Konsentrasi trombosit dalam PRP dapat meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam darah sehingga kadar growth factor di dalam PRP juga meningkat delapan kali kecuali IGF-1.

Selama proses pengambilan atau pembuatannya tidak terjadi aktivasi dari

Selama proses pengambilan atau pembuatannya tidak terjadi aktivasi dari