• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.7 Analisis Data

Semua data yang diperoleh kemudian dideskripsikan. Selanjutnya untuk melakukan analisis perbedaan jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 pada tikus coba antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan 1 dan 2 dilakukan langkah-langkah analisis statistik sebagai berikut:

1. Seleksi data termasuk editing, koding dan tabulasi digunakan file software program SPSS 17.0 for windows.

2. Analisis normalitas data ekspresi MMP-1 dan jumlah kolagen pada masing-masing kelompok dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk, dengan tingkat kemaknaan  = 0,05.

3. Homogenitas varian dianalisis menggunakan Levene’s test.

4. Analisis komparasi dilakukan dengan one way ANOVA, karena data berdistribusi normal dan variannya homogen yaitu untuk mengetahui pengaruh Klindamisin gel, PRP gel dan gel Nanochitosan – Platelet Rich Plasma, terhadap ekspresi MMP-1 dan jumlah kolagen. Untuk melihat perbedaan antar kelompok diuji dengan post hoc test dan menggunakan batas nyata terkecil pada tingkat kemaknaan  = 0,05.

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 27 tikus Wistar jantan sehat dengan berat 250-300 gram dan umur 12-15 bulan sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing berjumlah 9 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol (dilukai dan diberi antibiotik topikal), perlakuan 1 (dilukai, diberi antibiotik topikal dan PRP topikal), dan perlakuan 2 (dilukai, diberi antibiotik topikal dan Nanochitosan-PRP topikal). Dalam pembahasan ini akan diuraikan uji normalitas, uji homogenitas, uji komparabilitas, dan efek perlakuan.

5.1 Uji Normalitas Data

Data jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1 pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1 berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Kolagen Dermis dan Ekspresi MMP-1 Masing-masing Kelompok

Kelompok Perlakuan n P Keterangan

Jumlah kolagen kontrol Jumlah kolagen perlakuan 1 Jumlah kolagen perlakuan 2 Ekspresi MMP-1 kontrol Ekspresi MMP-1 perlakuan 1 Ekspresi MMP-1 perlakuan 2

10

5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok

Data jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Hasil Uji Homogenitas antar Kelompok Data Jumlah kolagen dan Ekspresi MMP-1 Sesudah Perlakuan

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah kolagen antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way ANOVA disajikan pada Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3

Rerata Jumlah kolagen antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan Kelompok Subjek n

Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah kolagen kelompok Kontrol adalah 53,768,94, rerata kelompok Perlakuan 1 adalah 70,276,53, dan kelompok Perlakuan 2 adalah 80,914,67. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 38,88 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata jumlah kolagen pada ketiga kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05).

Uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD) digunakan untuk mengetahui beda nyata terkecil jumlah kolagen. Hasil uji disajikan di bawah ini.

Tabel 5.4

Analisis Komparasi Jumlah Kolagen Sesudah Perlakuan antar Kelompok Kelompok

Beda Rerata

(%)

p Interpretasi

Kontrol dan Perlakuan 1 16,51 0,001 Berbeda Bermakna Kontrol dan Perlakuan 2 27,15 0,001 Berbeda Bermakna Perlakuan 1 dan perlakuan 2 10,64 0,002 Berbeda Bermakna

Hasil uji lanjutan di atas menunjukan bahwa:

1. Rerata jumlah kolagen kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok Perlakuan 1 (rerata kelompok Perlakuan 1 lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol).

2. Rerata jumlah kolagen kelompok kontrol berbeda secara bermakna dengan kelompok Perlakuan 2 (rerata kelompok Perlakuan 2 lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol).

dengan kelompok Perlakuan 2 (rerata kelompok Perlakuan 2 lebih tinggi daripada rerata kelompok Perlakuan 1).

Gambar 5.1 Profil Rerata Jumlah Kolagen Jaringan Dermis Tikus

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah kolagen pada kelompok perlakuan 1 dan perlakuan 2 dibandingkan kelompok kontrol.

Keterangan gambar : Kontrol adalah kelompok yang dilukai dan hanya diolesi klindamisin gel sebagai profilaksis. Kelompok 1 adalah kelompok yang di lukai dan diolesi PRP gel. Kelompok 3 adalah kelompok yang dilukai dan diolesi Nanochitosan – PRP gel.

5.4 Ekspresi MMP-1

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata ekspresi MMP-1antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way ANOVA disajikan pada Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.5

Rerata Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan

Kelompok Subjek N Kontrol adalah 22,93 8,04, rerata kelompok Perlakuan 1 adalah 13,858,12, dan kelompok Perlakuan 2 adalah 2,832,53. Analisis kemaknaan dengan uji One Way ANOVA menunjukkan bahwa nilai F = 22,19 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata ekspresi MMP-1 pada ketiga kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05).

Uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD) digunakan untuk mengetahui beda nyata terkecil ekspresi MMP-1. Hasil uji disajikan di bawah ini.

Tabel 5.6

Analisis Komparasi Ekspresi MMP-1 Sesudah Perlakuan antar Kelompok

Kelompok Beda Rerata p Interpretasi

Kontrol dan Perlakuan 1 Kontrol dan Perlakuan 2 Perlakuan 1 dan perlakuan 2

9,08

1. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok Perlakuan 1 (rerata kelompok Perlakuan 1 lebih rendah daripada rerata kelompok kontrol).

2. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol berbeda secara bermakna dengan kelompok Perlakuan 2 (rerata kelompok Perlakuan 2 lebih rendah daripada rerata kelompok kontrol).

3. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok Perlakuan 1 berbeda secara bermakna dengan kelompok Perlakuan 2 (rerata kelompok Perlakuan 2 lebih rendah daripada rerata kelompok Perlakuan 1).

Gambar 5.2 Profil Rerata Ekspresi MMP-1 Jaringan Dermis Kulit

Gambar 5.2 menunjukkan bahwa terjadi penurunan ekspresi MMP-1pada kelompok perlakuan 1 dan perlakuan 2 dibandingkan kelompok kontrol.

Keterangan Gambar : Kontrol adalah kelompok yang dilukai dan tidak diberi perlakuan. Kelompok 1 adalah kelompok yang dilukai dan diberi PRP gel.

Kelompok 2 adalah kelompok yang dilukai dan diberi Nanochitosan – PRP gel

2.83

C

Gambar 5.3

Ekspresi Kolagen pada Jaringan Dermis Tikus dengan Pengecatan Picro-Sirius Red

Keterangan:

A. Kelompok kontrol terjadi kerusakan susunan dan struktur kolagen dengan serat kolagen berwarna merah yang tampak tipis. Tanda panah menunjukkan serat kolagen yang tidak utuh.

B. Kelompok PRP jumlah kolagen dengan serat kolagen berwarna merah tampak lebih lebar dan tebal. Tanda panah menunjukkan serat kolagen yang utuh.

C. Kelompok Nanochitosan PRP jumlah kolagen dengan serat kolagen berwarna merah tampak paling lebar dan tebal. Tanda panah menunjukkan serat kolagen yang utuh.

A B

C

Gambar 5.4

Ekspresi MMP-1 pada Jaringan Dermis Tikus dengan Pengecatan IHK

Keterangan:

A. Kelompok kontrol tampak ekspresi MMP-1 (warna coklat) meningkat. Tanda panah hitam menunjukkan sel fibroblast yang mengekspresikan MMP-1.

Tanda panah merah menunjukkan sel fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1

B. Kelompok PRP tampak ekspresi MMP-1 (warna coklat) menurun dibandingkan kelompok A. Tanda panah hitam menunjukkan sel fibroblast yang mengekspresikan MMP-1. Tanda panah merah menunjukkan sel fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1

C. Kelompok Nanochitosan PRP tidak tampak ekspresi MMP-1 (warna coklat).

Tanda panah merah menunjukkan sel fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1

BAB VI

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

6.1. Subyek Penelitian

Untuk menguji pemberian Nanochitosan-PRP topikal terhadap peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1 tikus Wistar, maka dilakukan penelitian pada tikus Wistar jantan sehat yang diberikan Nanochitosan-PRP topikal.

Pada penelitian ini tikus dilukai dengan punch biopsy 0,6 di punggung agar terjadi luka.

Sebagai hewan coba digunakan tikus putih Wistar, jantan, dewasa umur 12-15 bulan dengan berat badan 270-300g yang sehat sebanyak 27 ekor sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing berjumlah 9 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol ( dilukai dan diberi klindamisin gel ), kelompok perlakuan 1 ( dilukai dan diberi klindamisin gel sebagai profilaksis dan 10 menit kemudian dioleskan prp gel ), dan kelompok perlakuan 2 ( dilukai dan diberi klindamisin gel sebagai profilaksis dan 10 menit kemudian dioleskan nano citosan prp ). Pada penelitian ini menggunakkan tikus jantan wistar sebagai hewan percobaan karena tikus jantan wistar termasuk vertebrata mamalia dan mempunyai struktur kulit yang mirip dengan manusia.

68

6.2. Pengaruh Nanochitosan-PRP topikal terhadap ekspresi MMP-1

Data ekspresi MMP-1 pada kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas (Uji Shapiro Wilk) dan homogenitas (Levene test) untuk masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05).

Uji perbandingan rerata ekspresi MMP-1 antara ketiga kelompok menggunakan uji One Way Anova. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol adalah 22,938,04, rerata kelompok perlakuan 1 adalah 13,858,12, dan kelompok perlakuan 2 adalah 2,83  2,53. Uji perbandingan antara ketiga kelompok dengan One Way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna rerata ekspresi MMP-1 antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan 1 (P1) maupun kelompok perlakuan 2 (P2) (p < 0,05).

Demikian juga antara kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 2 terdapat perbedaan secara bermakna (p<0,05).

Hal ini berarti bahwa terjadi penurunan ekspresi MMP-1 secara bermakna pada kelompok perlakuan sesudah diberikan perlakuan (p<0,05). Hal ini disebabkan karena PRP mengandung banyak Growth Factor. (Mehta dan Watson, 2008). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian Nanochitosan-PRP jauh lebih baik dibandingkan pemberian Nanochitosan-PRP saja dalam hal menurunkan ekspresi MMP-1 pada proses penyembuhan luka.

Lebih lanjut diketahui bahwa PRP mengandung 7 protein Growth Factor yang aktif dikeluarkan pada proses penyembuhan luka (Marx, 2004). PRP berfungsi sebagai penyembuh luka (Driver dkk., 2006), karena selain berisi

growth factor agonist (Petrova dan Edmonds, 2006). Selanjutnya sitokin dan growth factor berpengaruh terhadap penyembuhan dan maturasi dari luka. Sitokin berperan dalam perekrutan sel untuk proliferasi dan diferensiasi.

Growth factor yang berasal dari trombosit atau PDGF keluar dari alfa granul dan berfungsi dalam rekrutmen dan aktivasi sel immun dan fibroblas.

Selain itu trombosit juga mengeluarkan TGF-β, yang merangsang maturasi fibroblas, migrasi dan sintesis matriks ekstraseluler. Sedangkan growth factor lainnya yaitu EGF, dan VEGF dikeluarkan oleh fibroblas, sel endotel dan sel immun untuk menambah percepatan penyembuhan luka. Disamping itu growth factor berperan terhadap penurunan ekspresi MMP-1. Dengan menurunnya ekspresi MMP-1, akan meningkatkan pembentukan jumlah kolagen. Hal ini membantu mempercepat penyembuhan luka.

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi Nano yang merupakan teknologi terbaru yang mencakup pengembangan teknologi dalam skala nanometer, biasanya dengan ukuran 0,1 sampai 100 nm. Nano digunakan untuk mencapai tujuan yaitu mencapai penyerapan lebih dalam pada kulit yaitu lapisan dermis kulit.

Penggabungan teknologi Nano dan PRP dalam mengaplikasi PRP ke wajah atau luka terbukti mampu mencapai lapisan dermis kulit tanpa melukai dengan suntikan atau alat roller yang biasa dipakai untuk menghilangkan bekas jerawat dengan mencapai hasil yang lebih baik dan lebih nyaman terutama dalam mempercepat pembentukan kolagen kulit dalam proses penyembuhan luka

maupun dalam menghambat penuaan kulit. Sedangkan chitosan merupakan polisakarida lininer tersusun atas residu N-asetil glukosamin dan memiliki 2000-3000 monomer dengan ikatan 1.4-b-gliksida berupa molekul glukosa dengan cabang mengandung nitrogen (Gagne, 1993). Berdasarkan sifat biologi dan kimianya, maka chitosan memiliki sifat khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan serat yang bisa dikombinasi dengan bahan lain sehingga bermanfaat dalam aplikasinya.

Dalam penelitian ini, chitosan diubah menjadi partikel nano, selanjutnya Growth Factor yang diambil dari serum darah PRP dimasukkan ke dalam nano chitosan tersebut sehingga terbentuklah gel Nanochitosan-PRP yang berfungsi untuk melepaskan Growth Factor secara bertahap dan dapat mencapai dermis kulit secara perlahan dan nyaman. Disamping itu telah terbukti pada beberapa penelitian bahwa chitosan dapat meminimalisasikan oksidasi, ditujukan oleh angka peroksida, perubahan warna dan jumlah mikroba dalam sampel (Yingyuad dkk., 2006). Chitosan bersifat anti mikrobakterial (dapat menghambat perkembangbiakan kuman) dan membantu proses penyembuhan luka (Mizuno dkk., 2003). Chitosan berfungsi untuk melakukan proses enkapsulisasi pada Growth Factor yang diambil dari Platelet Rich Plasma (PRP), tanpa harus diambil secara autologus. Sifat Chitosan yang unik dan dapat mengikat Growth Factor dari serum darah PRP, dan kondisi partikel yang telah diubah menjadi nano mampu secara perlahan dan secara bertahap melepaskan Growth factor ke dalam jaringan kulit terutama dermis kulit.

didokumentasikan dan tidak hanya di bidang penyembuhan luka namun juga di bidang ortopedi, kedokteran olah raga, kedokteran gigi, THT, bedah saraf, mata, urologi, bedah jantung dan bedah plastik (Sampson dkk., 2008). Pada proses penyembuhan luka, trombosit sangat dibutuhkan untuk membuat fibrin, mengeluarkan growth factor disertai dengan chemoattraction untuk menginduksi migrasi makrofag dan stem sel. Selanjutnya akan terjadi proliferasi serta mitosis dan diferensiasi stem sel untuk membentuk sel baru yang dibutuhkan (Green dkk., 2009). Growth factor yang dikeluarkan oleh trombosit pada proses degranulasi, yaitu platelet-derived growth factor (PDGF), transforming growth factor (TGF), insulin like growth factor (IGF) dan epidermal growth factor (EGF) (Blair dan Flaumenhaft, 2009).

6.3. Pengaruh Nanochitosan-PRP topikal terhadap Jumlah kolagen

Data jumlah kolagen pada kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1, dan kelompok perlakuan 2 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas (Uji Shapiro Wilk) dan homogenitas (Levene test) untuk masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05).

Uji perbandingan rerata jumlah kolagen antara ketiga kelompok menggunakan uji One Way Anova. Rerata jumlah kolagen kelompok kontrol adalah 53,768,94, rerata kelompok perlakuan 1 adalah 70,276,53, dan kelompok perlakuan 2 adalah 80,914,67. Uji perbandingan antara ketiga kelompok dengan One Way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

secara bermakna rerata jumlah kolagen antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan 1 (P1) maupun kelompok perlakuan 2 (P2) (p < 0,05).

Demikian juga antara kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 2 terdapat perbedaan secara bermakna (p<0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian Nanochitosan-PRP jauh lebih baik dibandingkan pemberian PRP saja dalam hal peningkatan jumlah kolagen pada proses penyembuhan luka.

Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan jumlah kolagen secara bermakna pada kelompok perlakuan sesudah diberikan perlakuan (p<0,05). Hal ini disebabkan karena PRP mengandung banyak Growth Factor. (Mehta dan Watson, 2008).

Lebih lanjut diketahui bahwa PRP mengandung 7 protein Growth Factor yang aktif dikeluarkan pada proses penyembuhan luka (Marx, 2004). PRP berfungsi sebagai penyembuh luka (Driver dkk., 2006), karena selain berisi platelet dan faktor pembekuan darah dalam jumlah besar, PRP juga mempunyai growth factor agonist (Petrova dan Edmonds, 2006). Selanjutnya sitokin dan growth factor berpengaruh terhadap penyembuhan dan maturasi dari luka. Sitokin berperan dalam perekrutan sel untuk proliferasi dan diferensiasi.

Growth factor yang berasal dari trombosit atau PDGF keluar dari alfa granul dan berfungsi dalam rekrutmen dan aktivasi sel immun dan fibroblas.

Selain itu trombosit juga mengeluarkan TGF-β, yang merangsang maturasi fibroblas, migrasi dan sintesis matriks ekstraseluler. Sedangkan growth factor lainnya yaitu EGF dan VEGF dikeluarkan oleh fibroblas, sel endotel dan sel immun untuk menambah percepatan penyembuhan luka.

teknologi terbaru yang mencakup pengembangan teknologi dalam skala nanometer, biasanya dengan ukuran 0,1 sampai 100 nm. Nano digunakan untuk mencapai tujuan yaitu mencapai penyerapan lebih dalam pada kulit yaitu lapisan dermis kulit.

Pengabunggan teknologi Nano dan PRP dalam mengaplikasi PRP ke wajah atau luka terbukti mampu mencapai lapisan dermis kulit tanpa melukai dengan suntikan atau alat roller yang biasa dipakai untuk menghilangkan bekas jerawat dengan mencapai hasil yang lebih baik dan lebih nyaman terutama dalam mempercepat pembentukan kolagen kulit dalam proses penyembuhan luka maupun dalam menghambat penuaan kulit. Sedangkan chitosan merupakan polisakarida lininer tersusun atas residu N-asetil glukosamin dan memiliki 2000-3000 monomer dengan ikatan 1.4-b-gliksida berupa molekul glukosa dengan cabang mengandung nitrogen (Gagne, 1993). Berdasarkan sifat biologi dan kimianya, maka chitosan memiliki sifat khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan serat yang bisa dikombinasi dengan bahan lain sehingga bermanfaat dalam aplikasinya.

Dalam penelitian ini, chitosan di ubah menjadi partikel nano, selanjutnya Growth Factor yang diambil dari serum darah PRP dimasukkan kedalam nano chitosan tersebut sehingga terbentuklah gel Nanochitosan-PRP yang berfungsi untuk melepaskan Growth Factor secara bertahap dan dapat mencapai dermis kulit secara perlahan dan nyaman. Disamping itu telah terbukti pada beberapa penelitian bahwa chitosan dapat meminimalisasikan oksidasi, ditunjukan oleh

angka peroksida, perubahan warna dan jumlah mikroba dalam sample (Yingyuad dkk.,2006). Chitosan bersifat anti mikrobakterial (dapat menghambat perkembangbiakan kuman) dan membantu proses penyembuhan luka (Mizuno dkk.,2003). Chitosan berfungsi untuk melakukan proses enkapsulisasi pada Growth Factor yang di ambil dari Platelet Rich Plasma (PRP), tanpa harus diambil secara autologus. Sifat chitosan yang unik dan dapat mengikat Growth Factor dari serum darah PRP, dan kondisi partikel yang telah diubah menjadi nano mampu secara perlahan dan secara bertahap melepaskan Growth factor kedalam jaringan kulit terutama dermis kulit.

Selama 20 tahun terakhir ini penggunaan PRP autologus banyak didokumentasikan dan tidak hanya di bidang penyembuhan luka namun juga di bidang ortopedi, kedokteran olah raga, kedokteran gigi, THT, bedah saraf, mata, urologi, bedah jantung dan bedah plastik (Sampson dkk., 2008). Pada proses penyembuhan luka, trombosit sangat dibutuhkan untuk membuat fibrin, mengeluarkan growth factor disertai dengan chemoattraction untuk menginduksi migrasi makrofag dan stem sel. Selanjutnya akan terjadi proliferasi serta mitosis dan diferensiasi stem sel untuk membentuk sel baru yang dibutuhkan (Green dkk., 2009). Growth factor yang dikeluarkan oleh trombosit pada proses degranulasi, yaitu platelet-derived growth factor (PDGF), transforming growth factor (TGF), insulin like growth factor (IGF) dan epidermal growth factor (EGF) (Blair dan Flaumenhaft, 2009).

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pemberian Nanochitosan-PRP topikal pada Tikus jantan jenis Wistar didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Pemberian gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma topikal mencegah penuaan kulit melalui penurunan ekspresi Matriks Metalloproteinase-1 pada tikus Wistar yang dilukai.

2. Pemberian gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma topikal mencegah penuaan kulit melalui peningkatan jumlah kolagen dermis pada tikus Wistar yang dilukai.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:

1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut pada tikus untuk mengetahui efektivitas pemberian Nanochitosan-PRP topikal terhadap peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1 pada penuaan kulit.

2. Perlu melakukan penelitian klinis pada manusia untuk mengetahui efektivitas pemberian Nanochitosan-PRP topikal terhadap peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1 pada penyembuhan luka.

76

DAFTAR PUSTAKA

Bartake, A. 2005. Role of the growth hormone/insulin-like growth factor system in mammalian aging. Endocrinology. 10:2-12.

Bhanot, S., Alex, J.C. 2002. Current applications of platelet gels in facial plastic surgery. Facial Plast Surg, 18(1), 27–33.

Bhattacharyya, T. K., and Thomas, J. R. 2004. Histomorphologic Changes in Aging Skin Observation in the CBA Mouse Model. Archives of Facial Plastic Surgery. 6(1): 21-5

Budiyanto, A. 2009. Penggunaan Platelet Rich plasma (PRP) dibidang Dermatologi.Workshop POKJA kulit dan kelamin, FK-UGM, RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. 8 Maret 2009.

Blair, P., Flaumenhaft, R. 2009. Platelet alpha-granules: basic biology and clinical correlates.Blood Rev. 2009 July, 23(4), 177-189.

Broughton, II,G., Janis, J.E dan Attiger,C.E. 2006. Wound healing: an overview.

Plast Reconstr Surg. 117 (suppl) : 1 eS-32eS

Chin,G.A., Diegelmenn, R.A., Schultz, G.S. 2005. Celullar and MolecularRegulation of Wound Healing. In: Falabella, A.F., Kiersner, R.S.

Editor. Wound Healing. Boca raton: Taylor dan Francis Group; 2005.P.

17-38.

Crane, Ddan Evert, P .A. M,januari/februari 2008, Platelet Rich Plasma (PRP)Matrix Grafts. Practical Pain Management.

Chung, J., Cho, S., dan Kang, S. 2004. Why does The Skin Ages. in: Rigel, D.S., Weiss, R.A., Linn, H.W., Dover, J.S. editors. Photoaging, 2nd. ed.

Canada: Maarced Decker inc. p 1-5

Chung, J., Hanf, V.N., dan Kang, S. 2003. Aging and Photoaging. J. Am. Acad. of Dermatol July. Vol. 49 : 690-7.

Eppley, B.L., Pietrzak, W.S., Blanton, M. 2006. Platelet-rich plasma: a review ofbiology and applications in plastic surgery. Plast Reconstr Surg, 118(6), 147e–159e.

Falanga, V. 2007. Wound Repair: Mechanisms and Practical Consideration, Fitzpatrick`s Dermatology in General Medicine, Sixth Edition p 236- 242.

77

Edition. New York : Marcel Dekker

Fowler, B. 2003. Functional dan Biological Markers of Aging. In : Klatz, R. 2003.

Anti-Aging MedicalTherapeutics volume 5. Chicago : the A4M Publications. p. 43.

Frechette, J. P., Martineau, I., Gagnon, G. 2005. Platelet-rich plasmas: growth factor content and roles in wound healing. J Dent Res. 84(5), 434–439.

Gagne, N dan Simpson. 2000. Use of Proteolytic Enymes to Facilitate Recovery of Chitin from Shrimp Waste. J. Food Biotechnol. (7). P : 253-263.

Goldman, R dan Klatz, R. 2004-2005. Anti-Aging Clinical Protocols. Chicago : The A4M Publication. p. 215.

Goldman, R dan Klatz, R. 2007. The New Anti-Aging Revolution. Malaysia : Printmate Sdn. Bhd. p. 19-25.

Greene, R.M., Johnson B, O’Grady K, Toriumi DM, 2009. Blood Products in Wound Healing. In: Friedman CD, Gosain AK, Hom DB, Hebda PA.

(editors). Essential Tissue Healing of The Face and Neck. Shelton, Connecticut: BC Decker Inc. p.379-387.

Gurtner, G.C. 2007. Wound Healing :Normal and Abnormal. In Thorne, C.H.,Beasley,R.W.,Aston, S.J., Barlett,S.J.,Gurtner, G.c, dan Spear, S.L.

Editor. Grabb dan Smith’sPlastic surgery.6th ed Philadelphia: Lippincott William dan Wilkin; .p. 15-22.

Henderson, J. L., Cupp, C. L., Ross, E. V. 2003. The effects of autologous plateletgel on wound healing. Ear Nose Throat J, 82(8), 598–602.

Irawan, B. 2007. Berbagai Pemanfaatan Polimer.http//digital-library.usu.ac.id.Access : 2 Maret 2013

Junqueira, L.C., Carneiro, J., Kelley, R.O.1997. Histologi Dasar Kulit. Edisi 8.

Penerbit Buku Kedokteran EGC. page 357-369.

Lee, V. dan E. Tan. 2002. Enzymatic Hydrolysis of Prawn Shell Waste for The Purification of Chitin. Available online from http://www.lboro.ac.uk/.

Diakses 7 Maret 2013 pukul 21.00 WIB

Marx, R.E. 2001. Platelet- Rich Plasma (PRP): What is PRP and What is Not PRP?. Implant Dentistry, volume 10, no 4.

Marx, R.E. 2004. Platelet-Rich Plasma: Evidence to Support its Use.Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, Vol 62, p 4.

Mizuno K, Yamamura K, Yano K, et al. Effect of Chitosan Film Containing Basic Fibroblast Growth Factor On Wound Healing in Genetically Diabetic Mice. J Biomed Mater Res A. 2003; 64(1):177-181.

Myers, W.T., Leong, M., Phillips,L.G.2007. Optimizing the Patient for Surgical Treatmen of the Wound. Clin Plast Surg; 34(4) : 607-20

Mehta, S., Watson, J.T. 2008. Platelet rich concentrate: basic science and current clinical applications. J OrthopTrauma, 22(6): 432–438.

Obagi, Z.E. 2000. Skin Health Concepts, in Obagi Skin Health Restoration &

Rejuvenation. Springer. p.27-45

Petrova, N., Edmonds, M. 2006. Emerging drugs for diabetic foot ulcers. Expert OpinEmerg Drugs, 11(4), 709–724.

Pietrzak ,W.S., Eppley, B.L. 2005. Platelet rich plasma: biology and new technology. J Craniofac Surg, 16(6): 1043–1054.

Pietrzak ,W.S., Eppley, B.L. 2005. Platelet rich plasma: biology and new technology. J Craniofac Surg, 16(6): 1043–1054.