• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Tanaman Kelapa

2.3 Marka Molekuler

Marka molekuler dapat menunjukkan perbedaan genetik antara individu organisme atau spesies. Umumnya, marka tidak mewakili gen target pembeda komposisi genetik, tetapi bertindak sebagai tanda (Collard et al. 2005). Variasi alel dalam genom dari spesies yang sama diklasifikasikan dalam tiga kelompok utama berdasarkan perbedaan jumlah tandem repeats pada sebagian lokus yaitu

Simple Sequence Repeats (SSR), segmen insersi atau delesi (InDels) dan Single Nucleotide Polymorphism (SNP). Untuk mendeteksi variasi ini dalam progeni individu level DNA, telah dikembangkan marka molekuler. Umumnya marka molekuler dikembangkan untuk mendeteksi polimorfisme yang dihasilkan dari ketiga bentuk variasi ini (Hayward et al. 2015).

Marka SSR berbasis PCR digunakan untuk DNA fingerprinting, pemetaan gen, analisis parental, studi keragaman genetik dan populasi genetik. Marka molekuler ini memiliki polimorfisme yang tinggi, kodominan dan dapat membedakan berbagai alel pada spesies tanaman karena variasi jumlah unit/motif berulang, yang terdiri atas 1–6 pb sekuens DNA, seperti pengulangan dinukleotida [contohnya (AT)n atau (CT)n] dan trinukleotida [contohnya (ATT)n], yang tersebar

terutama pada daerah antara gen-gen dan daerah nonkoding dalam genom (Meksem dan Kahl 2005).

Marka SSR sangat sering digunakan dalam penelitian tanaman kelapa, yang pertama kali dikembangkan oleh Rivera (1999) menguji 41 lokus SSR pada 20 aksesi kelapa. Teulat et al. (2000) menggunakan 37 lokus SSR yang dikembangkan (Rivera 1999) untuk menentukan keragaman genetik 31 individu tanaman dari 14 populasi yang berbeda secara geografi. Selanjutnya penggunaan marka SSR lebih banyak diaplikasikan untuk analisis keragaman genetik tanaman kelapa di antaranya yang dilakukan oleh Perera et al. (2000), Meerow et al. (2003), Kumaunang dan Maskromo (2007), Rajesh et al. (2008), Devakumar et al. (2010), Kumar et al. (2011), Kriswiyanti et al. (2013), Xiao et al. (2013), Rajesh et al. (2014), Maskromo et al. (2015), dan Loiola et al. (2016). Selain itu, penerapan analisis parental telah dilakukan (Perera 2010; Martial et al. 2013; Pesik et al. 2015) dan analisis penyebaran serbuk sari kelapa kopyor (Larekeng et al. 2015).

Marka SNAP adalah marka berdasarkan variasi perubahan satu basa (A, T, G, C) pada situs-situs tertentu dari runutan basa DNA dalam genom organisme (Ganal et al. 2009). Polimorfisme SNP tersedia melimpah dan terdistribusi secara merata pada genom organisme hidup sehingga mudah dimanfaatkan dalam analisis untuk mengidentifikasi keragaman yang tinggi (Peterson et al. 2014).

Metode analisis SNP dibagi atas dua yaitu: 1) metode analisis tanpa menggunakan gel yang berdasarkan informasi sekuens (Gupta et al. 2001; Hiremath et al. 2012); dan 2) metode analisis menggunakan gel dengan teknologi marka CAPs atau Cleaved Amplified Polimorphisms (Li et al. 2009). Identifikasi polimorfisme menggunakan metode CAPs didasarkan pada perbedaan situs restriksi runutan DNA antar individu. Kelemahan metode CAPs ini adalah tidak mampu mengidentifikasi polimorfisme apabila perubahan satu basa yang terjadi tidak memiliki perbedaan situs restriksi (Amar et al. 2011). Pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperkecil kelemahan tersebut adalah mengembangkan marka SNAP (Single Nucleotide Amplified Polymorphism) berdasarkan teknik PCR.

Teknologi marka SNAP berdasarkan teknik PCR, menggunakan primer spesifik untuk amplifikasi situs-situs SNP pada segmen DNA dengan ukuran berkisar antara 100–500 basa dan hasil amplifikasinya diidentifikasi mengguna- kan metode standar elektroforesis gel agarosa (Rafalski 2012). Marka DNA berbasis SNAP adalah satu-satunya marka DNA yang memiliki sifat bi-alel dan ko-dominan, sehingga mampu membedakan alel homozigot dari heterozigot yang efisien (Jihong et al. 2015). Marka SNAP juga terbukti menghasilkan kualitas data yang lebih baik dari sejumlah besar sampel pada penelitian genetika dan evolusi (Ren et al. 2013).

Penggunaan marka SNAP untuk analisis keragaman genetik pada berbagai tanaman sudah banyak dilakukan tetapi pada tanaman kelapa masih jarang

digunakan. Herrera et al. (2007) melaporkan analisis keragaman genetik dan struktur populasi 110 genotipe plasma nutfah kelapa Florida menggunakan 13 marka yang diperoleh dari sekuens WRKY yang mengandung SNP dan 15 marka SSR.

Saat ini marka molekuler berbasis PCR makin berkembang karena kemudahan dan peluang keberhasilannya tinggi. Amplifikasi DNA dengan reaksi multiplex PCR telah lama dikembangkan. Multiplex PCR terdiri atas dua atau lebih primer dalam satu campuran PCR untuk menghasilkan ukuran amplikon berbeda yang spesifik untuk sekuens DNA yang berbeda (Liu dan Wu 2012).

Multiplex PCR pertama kali dilaporkan pada tahun 1988 untuk skrining delesi di bidang medis dan telah berhasil digunakan untuk analisis mutasi dan polimorfisme, analisis kuantitatif dan identifikasi spesies. Metode ini dapat secara simultan mengamplifikasi DNA dengan primer campuran, sehingga mengurangi waktu kerja, menghemat biaya dan mendapatkan hasil yang akurat (Wen dan Zang 2012).

Penggunaan marka molekuler yang berasosiasi dengan lokus suatu karakter sesuai dengan peta pautan dan genom bertujuan untuk menyeleksi tanaman sesuai karakter yang diinginkan. Kemampuan seleksi menggunakan pita DNA pada sembarang fase perkembangan tanaman, membuat marka molekuler sebagai alat yang cepat dan akurat untuk mengevaluasi kebenaran dan kemurnian suatu kultivar. Marka molekuler dapat mendeteksi variasi genetik dan sifat polimorfismenya tanpa dipengaruhi oleh faktor plastisitas lingkungan (Tanksley 1983).

Integrasi marka molekuler ke dalam program marker assisted selection (MAS) diketahui mampu meningkatkan efektivitas seleksi. Lokus DNA yang berasosiasi dengan komponen produktivitas dan mempunyai pengaruh genetik yang besar akan bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas seleksi (Brumlop dan Finckh 2011).

Langkah awal yang sangat penting dalam pemanfaatan marka molekuler adalah menentukan marka yang berasosiasi atau terpaut dengan suatu sifat yang diinginkan. Hal ini dapat dicapai dengan analisis dan pemetaan QTL (Quantitative Trait Loci) sehingga diharapkan para pemulia dapat melakukan seleksi hasil persilangan dengan memanfaatkan marka molekuler yang terpaut dengan karakter yang diinginkan. Salah satu cara untuk mengidentifikasi keberadaan QTL yang terkait dengan suatu karakter fenotipik adalah analisis marka tunggal (Champoux et al. 1995) (Collard et al. 2005).

Keuntungan menggunakan analisis marka tunggal terletak pada kesederhanaannya. Analisis marka tunggal dapat diaplikasikan dengan mudah untuk semua rancangan percobaan dan dapat mendeteksi beberapa lokus sifat kuantitatif yang tidak terpaut satu sama lain menggunakan program standar SAS untuk regresi berganda dimana pengaruh QTL dan interaksinya dapat diestimasi secara simultan. Analisis ini mempunyai kelemahan yaitu lokasi QTL yang tepat tidak dapat diketahui (Liu 1998).

Daftar Pustaka

[IPGRI] The International Board of Plant Genetic Resources Institute. 2003. Descriptores del ulluco (Ullucus tuberosus). Roma, Italia (IT): Instituto Internacional de Recursos Fitogeneticos Centro Internacional de la Papa. Agarwal M, Shrivastava N, Padh H. 2008. Advances in molecular marker

techniques and their applications in plant sciences. Plant Cell Rep. 27:617- 631. doi: DOI 10.1007/s00299-008-0507-z.

Amar MH, Biswas MK, Zhang Z, Guo WW. 2011. Exploitation of SSR, SRAP and CAPS-SNP markers for genetic diversity of citrus germplasm collection. Sci Hortic. 2011(128):220-227. doi: 10.1016/j.scienta.2011.01.021.

Brumlop S, Finckh MR. 2011. Applications and potentials of marker assisted selection (MAS) in plant breeding. Bonn, Germany (DE): Bundesamt für Naturschutz (BfN) Federal Agency for Nature Conservation.

Champoux MC, Wang G, Sarkarung S, O'Toole JC, Huang N, McCouch SR. 1995. Locating genes associated with root morphology and drought avoidance in rice via linkage to molecular markers. Theor Appl Genet. 90:969-981.

Chan E, Craig RE. 2006. Species profiles for pacific island agroforestry: Cocos nucifera L. (Coconut). Hawai (US): Traditional Tree Initiative - Permanent Agriculture Resources.

Collard BCY, Jahufer MZZ, Brouwer JB, Pang ECK. 2005. An introduction to markers, quantitative trait loci (QTL) mapping and marker-assisted selection for crop improvement: the basic concepts. Euphytica. 2005(142):169-196. doi: 10.1007/s10681-005-1681-5.

Devakumar K, Niral V, Jerard BA, Jayabose C, Chandramohanan R, Jacob PM. 2010. Microsatellite analysis of distinct coconut accessions from Agati and Kavaratti islands, Lakshadweep, India. Sci Hortic. 125:309-315.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2015. Luas areal dan produksi perkebunan seluruh Indonesia. Diakses tanggal: Sep 05, 2015, Tersedia pada:

http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/komoditiutama/5- Kelapa.

Eulgem T, Rushton PJ, Robatzek S, Somssich IE. 2000. The WRKY superfamily of plant transcription factors. Trends Plant Sci. 5:199-206.

Foale M. 1992. Coconut genetic diversity: present knowledge and future research needs. IPGRI Workshop on Coconut Genetic Resources in Cipanas, Indonesia, 8-11 Oct 1991, IPGRI Rome (IT):46-55.

Foale M. 2005. An introduction to the coconut palm. Coconut Genetic Resources. Batugal P, et al., editor. Selangor, Malaysia (MY): International Plant Genetic Resources Institute:1-779.

Ganal MW, Altmann T, Roder MS. 2009. SNP identification in crop plant. Curr Opin Plant Biol. 12:211-217.

Govindaraj M, Vetriventham M, Srinivasan M. 2015. Importance of genetic diversity assesment in crop plants and its recent advances: an overview of its analytical perspectives. Genet Res Intl. 2015:1-14. doi: 10.1155/2015/431487.

Gupta PK, Roy JK, Prasad M. 2001. Single nucleotide polymorphism: a new paradigm for molecular marker technology and DNA polymorphism detection with emphasis on their use in plant. Curr Sci. 80(4):524-535. Hannum S, Hartana A, Suharsono. 2003. Kemiripan genetika empat populasi

kelapa genjah berdasarkan pada Random Amplified Polymorphic DNA. Hayati. 10(4):125-129.

Harries HC. 1978. The evolution, dissemination and classification of Cocos nucifera L. Bot Rev. 44(3):265-319.

Hayati PKD, Hartana A, Suharsono, Aswidinoor H. 2000. Keanekaragaman genetika kelapa genjah jombang berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA. Hayati. 7(2):35-40.

Hayden JM, Nguyen TM, Waterman A, Chalmers KJ. 2008. Multiplex-ready PCR: a new method for multiplexed SSR and SNP genotyping. BMC Genomics. 80(9):1-12. doi: 10.1186/1471-2164-9-80.

Hayward AC, Tollenaere R, Morgan JD, Batley J. 2015. Molecular marker applications in plants. Plant Genotyping: Methods and Protocols. Batley J, editor. New York (US): Springer Science Business Media. 1245:13-28. Herran A, Estioko L, Becker D, Rodriguez MJB, Rohde W. 2000. Linkage

mapping and QTL analysis in coconut (Cocos nucifera L.). Theor Appl Genet. 101:292-300.

Herrera M, Alan W, James W, David N, Raymond J. 2007. Usefulness of WRKY gene-derived markers for assessing genetic population structure: an example with Florida coconut cultivars. Sci Hortic. 115:19-26.

Hiremath PJ, Kumar A, Penmetsa RV, Farmer A, Schlueter JA, Chamarthi SK, Whaley AM, Carrasquilla‐Garcia N, Gaur PM, Upadhyaya HD. 2012. Large‐scale development of cost‐effective SNP marker assays for diversity assessment and genetic mapping in chickpea and comparative mapping in legumes. Plant Biotechnol J. 10(6):716-732.

Idroes A. 2012. Coconut statistical yearbook. Indonesia (ID): Asian and Pasific Coconut Community.

Ifadatin S. 2002. Kemiripan genetik enam populasi kelapa dalam dari Kalimantan Barat berdasarkan penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). [Magister Thesis], Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jihong H, Songtao G, Zhixuan Z, Xiaolei W, Weidong K, Yi D. 2015. Genome- wide identification of SSR and SNP markers based on whole-genome resequencing of a Thailand wild sacred lotus (Nelumbo nucifera). Plos One. 2015:1-17. doi: 10.1371/journal.pone.0143765.

Kachroo A, Fu D-Q, Havens W, Navarre DR, Kachroo P, Ghabrial SA. 2008. An oleic acid–mediated pathway induces constitutive defense signaling and enhanced resistance to multiple pathogens in soybean. MPMI. 21:564-575. Kriswiyanti E, Temaja IGRM, Sudana IM, Wirya IGNAS. 2013. Genetic variation of coconut tall (Cocos nucifera L., Arecaceae) in Bali, Indonesia based on microsatellite DNA. J Biol Agric Healthcare. 3(13):97-101. Kumar S, Banks TW, Cloutier S. 2012. SNP discovery through next-generation

sequencing and its applications. Intl J Plant Genomics. 2012:1-15. doi: doi:10.1155/2012/831460.

Kumar SP, Manimekalai R, Kumari BDR. 2011. Microsatellite marker based characterization of South Pasific coconut (Cocos nucifera L.) accessions. Intl J Plant Breed Genet. 5(1):34-43.

Kumaunang J, Maskromo I. 2007. Keragaman genetik plasma nutfah kelapa Dalam (Cocos nucifera L) di kebun percobaan Mapanget berdasarkan penanda DNA SSRs. Buletin Palma. 33:18-27.

Larekeng SH, Maskromo I, Purwito A, Mattjik NA, Sudarsono S. 2015. Pollen dispersal and pollination patterns studies in Pati kopyor coconut using molecular markers. Intl J Coconut Res Dev. 31(1):46-60.

Lebrun P, Baudouin L, Bourdeix R, Konan JL, Barker JHA, Aldam C, Herran A, Ritter E. 2001. Construction of a linkage map of the Rennell Island Tall coconut type (Cocos nucifera L.) and QTL analysis for yield characters. Genome. 44:962-970.

Li S, Wan H, Ji H, Zou K, Yang G. 2009. SNP discovery based on CATS and genotyping in the finless porpoise (Neophocaena phocaenoides). Conserv Genet. 10:2013-2019. doi: 10.1007/s10592-009-9882-4.

Liu BH. 1998. Statistical genomics: Linkage, mapping and QTL analysis. Washington (US): CRC Press.

Liu L, Wu Y. 2012. Development of a genome-wide multiple duplex-SSR protocol and its applications for the identification of selfed progeny in switchgrass. BMC Genomics. 13(522):1-13.

Liyanage DV, Corputy CHP. 1976. Coconut germplasm in Indonesia. Pemberitaan LPTI. 21:12-30.

Loiola CM, Azevedo AON, Diniz LEC, Aragão WM, Azevedo CDO, Santos PHAD, Ramos HCC, Pereira MG, Ramos SRR. 2016. Genetic relationships among tall coconut palm (Cocos nucifera L.) accessions of the international coconut genebank for Latin America and the Caribbean (ICG-LAC), evaluated using microsatellite markers (SSRs). Plos One. 11(3):1-11. doi: 10.1371/journal.pone.0151309.

Martial YSD, Louis KKJ, Désiré PN, Noel KKJ, Emmanuel IA, Sylvère SR, Arsène ZBI. 2013. Assessment of the genetic diversity conservation in three tall coconut (Cocos nucifera L.) accessions regenerated by controlled pollination, using microsatellite markers. African J Biotechnol. 12(20):2808-2815. doi: 10.5897/AJB11.3608.

Maskromo I, Tenda TE, Tulalo MA, Novarianto H, Sukma D, Sukendah, Sudarsono. 2015. Keragaman fenotipe dan genetik tiga varietas kelapa genjah kopyor asal Pati Jawa Tengah [Fenotipic and genetic diversity of three Dwarf Kopyor coconut from Pati, Central Java, Indonesia] [in Indonesia]. J Littri. 2(1):1-8.

Matondang I. 2000. Keragaman genetik kelapa dalam yang berasal dari Maluku berdasarkan penanda RAPD. [Magister Thesis], Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mawikere NL. 2005. Plasma nutfah kelapa papua dan hubungan kekerabatannya dengan populasi kelapa Indonesia lainnya dan Papua New Guinea berdasarkan penanda RAPD. [Disertasi], Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Meerow AW, Wisser RJ, Brown JS, Kuhn DN, Schnell RJ, Broschat TK. 2003. Analysis of genetic diversity and population structure within Florida

coconut (Cocos nucifera L.) germplasm using microsatellite DNA with special emphasis on the Fiji Dwarf cultivar. Theor Appl Genet. 106:715- 726.

Meksem K, Kahl G. 2005. The handbook of plant genome mapping. KgaA, Weinheim (DE): Wiley Verlag.

Nagy ES. 1997. Frequency-dependent seed production and hybridization rates: Implications for gene flow between locally adapted plant populations. Evolution. 51(3):703-714.

Novarianto H. 2008. Perakitan kelapa unggul melalui teknik molekuler dan implikasinya terhadap peremajaan kelapa di Indonesia [Assembling of superior coconut by molecular technique and its implication to coconut renewal in Indonesia] [in Indonesia]. Pengembangan Inovasi Pertanian. 1(4):259-273.

Novarianto H. 2010. Karakteristik bunga dan buah hasil persilangan kelapa hibrida genjah x genjah. Buletin Palma. 39:100-110.

Novarianto H, Miftahorachman. 2000. Koleksi dan konservasi jenis-jenis kelapa unik. Simposium pengelolaan plasma nutfah dan pemuliaan. Bandung (ID), Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia.

Novarianto H, Rompas T, Darwis SN. 1998. Coconut breeding programme in Indonesia. Coconut breeding. Batugal PO, et al., editor. Serdang, Malaysia (MY): IPGRI:2-41.

Pandin DS. 2000. Kemiripan genetik populasi kelapa Dalam Mapanget, Tengah, Bali, Palu dan Sawarna berdasarkan penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). [Magister Thesis], Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pandin DS. 2009. Keragaman genetik kultivar kelapa Dalam Mapanget (DMT) dan Dalam Tenga (DTA) berdasarkan penanda Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Buletin Palma. 36:17-29.

Perera L. 2010. Hybrid testing and variety identification of coconut (Cocos nucifera L.) in Sri Lanka using microsatellite markers. Intl J Coconut R & D. 26(1):39-43.

Perera L, Russel J, Provan J, Powell W. 2000. Studying genetic relationship among coconut varieties/populations using microsatellite markers. Euphytica. 132:121-128.

Pesik A, Efendi D, Novarianto H, Dinarti D, Maskromo I, Tenda ET, Sudarsono. 2015. Keragaman dan hubungan genetik antara kelapa Genjah Kuning Nias (GKN) dan Dalam Tenga (DTA) serta Hibrida KHINA-1 berdasarkan marka mikrosatelit. Buletin Palma. 16(2):129-140.

Peterson GW, Dong Y, Horbach C, Fu YB. 2014. Genotyping-by-sequencing for plant genetic diversity analysis: a lab guide for SNP genotyping. Diversity. 2014(6):665-680. doi: 10.3390/d6040665.

Potomati A, Buckeridge MS. 2002. Effect of abcisic acid on the mobilisation of galactomannan and embryo development of Sesbania virgata (Cav.) Pers. (Leguminose-Faboideae). Revista Brasil Bot. 25:303-310.

Rafalski A. 2012. Application of single nucleotide polymorphism in crop genetics. Curr Opin Plant Biol. 5:94-100.

Rajesh MK, Arunachalam V, Nagarajan P, Lebrun P, Samsudeen K, Thamban C. 2008. Genetic survey of 10 Indian coconut landraces by simple sequence repeats (SSRs). Sci Hortic. 118:282-287.

Rajesh MK, Jerard BA, Preethi P, Thomas RJ, Fayas TP, Rachana KE, Karun A. 2013. Development of a RAPD-derived SCAR marker associated with tall-type palm trait in coconut. Sci Hortic. 150:312-316. doi: 10.1016/j.scienta.2012.11.023.

Rajesh MK, Samsudeen K, Jerard BA, Rejusha P, Karun A. 2014. Genetic and phylogenetic relationships of coconut populations from Amini and Kadmat Islands, Lakshadweep (India). Emir J Food Agric. 26(10):898-906.

Ren J, Sun D, Chen L, You FM, Wang J, Nevo E, Sun D, Luo MC, Peng J, Peng Y. 2013. Genetic diversity revealed by single nucleotide polymorphism markers in a worldwide germplasm collection of durum wheat. Intl J Mol Sci. 14:7061-7088. doi: 10.3390/ijms14047061.

Reyne A. 1948. Kelapa. Yogyakarta (ID): Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Rivera R. 1999. Isolation and characterization of polymorphic microsatellites in Cocos nucifera L. Genom. 42:668-675.

Rohde W, Becker D, Kullaya A, Rodriguez J, Herran A. 1999. Analysis of coconut germplasm biodiversity by DNA marker technologies and construction of a genetic linkage map: Current advances in coconut biotechnology. Oropeza C, et al., editor. Dordrecht (DE): Kluwer Academic Publishers:99-120.

Rompas T. 1993. Beberapa kultivar kelapa yang potensial dikembangkan dan program hibridisasi. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa III Yogyakarta (ID), Balitbang Pertanian. Puslitbangtri.

Roslim DI, Hartana A, Suharsono. 2003. Kemiripan genetika tiga populasi kelapa tipe dalam berdasarkan tiga metode analisis data penanda RAPD. Hayati. 10:12-18.

Sangare A, Rognon F, de Nuce de Lamothe M. 1978. Male and female phases in the inflorescence of the coconut. Oleagineux. 30(12):609-617.

Santos GA. 1999. Potensial use of clonal propagation in coconut improvement program. Oropeza C, et al., editor. London (UK): Kluwer Academic Publisher:419-430.

Santos GA, Batugal PA, Othman A, Baudouin L, Labouisse JP. 1996. Manual on Standardized Research Techniques in Coconut Breeding: COGENT, IPGRI.

Sheng ZL, Becquet V, Hua LS, Zhang D. 2003. Optimization of multiplex PCR and multiplex gel electrophoresis in sunflower SSR analysis using infrared flourescence and tailed primers. Acta Botanica Sinica. 45(11):1312-1318. Sudarsono, Sudrajat, Novarianto H, Hosang M, Dinarti D, Rahayu MS,

Maskromo I. 2012. Produksi bibit kopyor true to type dengan persilangan terkontrol dan peningkatan produksi buah kopyor dengan polinator lebah madu. Jakarta (ID), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Tanksley SD. 1983. Molecular markers in plant breeding. Plant Mol Biol Reporter. 1:3-5.

Teulat B, Aldam C, Trehin R, Lebrun R, Barker JHA, Arnold GM, Karp A, Baudouin L, Rognon F. 2000. An analysis of genetic diversity in coconut (Cocos nucifera L.) populations from across the geographic range using sequence-tagged microsatellites (SSRs) and AFLPs. Theor Appl Genet. 100:764-771.

Vicente MC, Gusman FA, Engels J, Rao VR. 2005. Genetic characterization and its use in decision making for the conservation of crop germplasm. The role of biotechnology. Turin, Italy (IT):121-128.

Wen D, Zang C. 2012. Universal multiplex PCR: a novel method of simultaneous amplification of multiple DNA fragments. Plant Methods. 32(8):2-9. Xiao Y, Yi L, Yaodong Y, Haikuo F, Wei X, Annaliese M, Songlin Z, Ross S, Fei

Q. 2013. Development of microsatellite markers in Cocos nucifera and their application in evaluating the level of genetic diversity of Cocos nucifera. Plant Omics J. 6:193-200.

Yan J, Jing J, Mu X, Du H, Tian M, Wang S, Lu W, Bao Z. 2013. A genetic linkage map of the sea cucumber (Apostichopus japonicus) based on microsatellites and SNPs. Aquaculture. 404:1-7. doi: 10.1016/j.aquaculture.2013.04.011.

Zhang Y, Wang L. 2005. The WRKY transcription factor superfamily: its origin in eukaryotes and expansion in plants. BMC Evol Biol. 5(1):1-12.