• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Alel Persilangan Kelapa Kopyor Lampung dengan Marka SNAP & SSR

8 IDENTIFIKASI KELAPA HIBRIDA KOPYOR BERDASARKAN MARKA SNAP DAN SSR

8.3 Hasil dan Pembahasan 1 Seleksi Primer SNAP dan SSR

8.3.5 Profil Alel Persilangan Kelapa Kopyor Lampung dengan Marka SNAP & SSR

Identitas progeni persilangan kelapa kopyor di Lampung dianalisis pada stadia bibit kelapa kopyor menggunakan dua primer SNAP dan empat primer SSR. Amplifikasi DNA dengan dua primer SNAP gen WRKY menunjukkan bahwa umumnya profil alel F1 sama dengan alel tetua betina yang mengindikasikan

individu individu F1 adalah legitimate hybrid. Pada populasi ini amplifikasi DNA

dengan primer SNAP tidak dapat menggunakan reaksi duplex PCR karena ukuran antar primer WRKY19#1 (210 bp) dan WRKY21#3 (237 bp) terlalu dekat (kurang dari 30 bp). Menurut Culley et al. (2013) berbagai perbedaan pasangan primer dapat digunakan dalam reaksi multiplex PCR, namun kombinasi ukuran primer yang tepat akan menghasilkan fragmen yang tidak tumpang-tindih (overlapping). Untuk empat primer SSR menunjukkan bahwa umumnya alel tetua ditemukan di progeni (legitimate hybrid). Contoh profil alel tetua dan progeni persilangan di Lampung tipe persilangan 46H x DBI tersaji pada Gambar 8.7.

Gambar 8.7 Profil alel tetua dan progeni persilangan di Lampung. (A) primer SNAP gen WRKY21#3 (237 pb); 46H adalah tetua betina; DBI adalah tetua jantan. (B) primer SSR CnCir 56; 46H dan 53C adalah tetua betina; DBI adalah tetua jantan. M: DNA marker (100 pb ladder). Nomor dalam foto gel adalah skoring alel dari pita di sebelah kiri nomor dimaksud 8.3.6 Analisis Kebenaran Tetua

Untuk memvalidasi terjadinya ilegitimasi dalam suatu populasi hasil persilangan, data genotipe dianalisis menggunakan piranti lunak COLONY. Berdasarkan hasil analisis COLONY untuk salah satu tipe persilangan (46H x DBI) yang dilakukan di Lampung, diketahui bahwa progeninya tidak terdapat individu yang diduga illegitimate (Gambar 8.8). Hal tersebut terlihat dari garis yang sesuai dengan perkiraan kontsruksi tetua.

M DBI F1 F1 F1 F1 F1 46H F1 F1 53C 200 pb 100 4 3 1 2 1000 pb 500 100

Gambar 8.8 Konstruksi pedigree menggunakan piranti lunak COLONY. Identitas tetua pada bagian atas dan keturunannya pada bagian bawah. Garis merah (*) menunjukkan tetua jantan dan garis kuning (#) menunjukkan tetua betina

8.3.7 Kekerabatan Genetik Berdasarkan Analisis Cluster

Hasil analisis progeni enam belas tipe persilangan di Lampung menunjukkan bahwa sebagian besar (84.4%) progeni merupakan legitimate hybrid. Sebanyak 15.6% individu dari jumlah total progeni (43 individu) merupakan illegitimate hybrid. Hal ini menunjukkan bahwa persilangan di Lampung memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi, meskipun jumlah progeni yang relatif sedikit. Sebagai contoh analisis progeni disajikan dari persilangan 46H dan DBI, seperti pada Gambar 8.9.

Gambar 8.9 Pohon filogenetik berdasarkan metode Neighbour Joining dari individu 46H, DBI dan progeni. Individu 46HxDBI1 dan 46HxDBI3 adalah progeni legitimate, sedangkan individu lainnya adalah illegitimate

Legitimate Hybrid

Persilangan kelapa Dalam kopyor di Lampung dengan kelapa unggul nasional (DTE, DMT, DBI, GSK) menghasilkan progeni yang memiliki alel tetua betina dan jantan (legitimate hybrid) lebih banyak dari individu illegitimate hybrid. Legitimate hybrid mencapai 84.4% dari jumlah total individu sebanyak 36 individu sedangkan illegitimate hybrid hanya 15.6%, seperti disajikan pada Gambar 8.10. Hal ini diduga karena tidak terjadi hibridisasi dengan polen tetua yang lain. Persentase jumlah individu illegitimate hybrid pada persilangan di Lampung lebih rendah dari persilangan di Pati karena jumlah progeni dari setiap persilangan di Lampung lebih sedikit sehingga dapat dianggap belum merepre- sentasikan jumlah ideal progeni untuk suatu persilangan.

Gambar 8.10 Grafik tingkat keberhasilan persilangan di Lampung berdasar jumlah individu (A) dan persentasi (B) menggunakan tetua jantan DTE, DMT, DBI dan GSK

Tetua jantan kelapa Dalam Bali (DBI) memiliki persentasi paling tinggi (100%) sedangkan tetua jantan kelapa Genjah Salak (GSK) paling rendah (75%). Hal ini menyatakan bahwa individu legitimate hybrid lebih banyak diperoleh dari penyerbukan polen kelapa DBI. Dengan demikian tetua jantan DBI merupakan tetua yang memiliki nilai persentasi tertinggi baik pada persilangan di Pati

maupun di Lampung. Keberhasilan pembuahan yang tinggi ini diduga karena tingginya viabilitas polen DBI dibandingkan polen tetua jantan lainnya. Menurut (Widiastuti dan Palupi (2008)) mengungkapkan keberhasilan pembuahan pada kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh viabilitas polen. Viabilitas yang tinggi dari polen akan cepat membuahi sel telur. Pengaruh lain, rendahnya viabilitas polen tetua-tetua lain mungkin karena telah menurunnya kualitas polen selama masa penyimpanan sampai dengan waktu akan dilakukan penyerbukan terkontrol.

8.4 Simpulan

Pada persilangan di Pati, hasil seleksi primer mendapatkan 4 primer SNAP (WRKY6#1, WRKY6#3, WRKY19#1 dan WRKY21#3) dan 4 primer SSR (CNZ 21, CNZ 51, CnCir 56 dan CnCir A9). Namun, persilangan di Lampung ditemukan 2 primer SNAP (WRKY19#1 dan WRKY21#3) dan 4 primer SSR (CNZ 21, CNZ 51, CnCir 56 dan CnCir A9). Identifikasi hibrida kelapa Kopyor di Lampung memiliki tingkat keberhasilan persilangan lebih tinggi dibandingkan di Pati. Rata-rata persentasi persilangan di Lampung mencapai 84.4% (total 36 individu) legitimate hybrid dan 15.6% (total 7 individu) illegitimate hybrid, sedangkan di Pati hanya mencapai 63.5% (total 127 individu) legitimate hybrid dan 36.5% (total 73 individu) illegitimate hybrid.

Daftar Pustaka

[CIRAD] Centre for International Cooperation in Agricultural Research for Development. 2002. A laboratory manual. Coconut microsatellite kit. Montpellier (FR): CIRAD France.

Brody JR, Kern SE. 2004. Sodium boric acid: a tris free, cooler conductive medium for DNA electrophoresis. BioTechniques. 36:214-216.

Creste S, Neto AT, Figueira A. 2001. Detection of single sequence repeats polymorphisms in denaturing polyacrilamide sequencing gels by silver staining. Plant Mol Biol Reporter. 19:299-306.

Culley TM, Stamper TI, Stokes RL, Brzyski JR, Hardiman NA, Klooster MR, Merritt BJ. 2013. An efficient technique for primer development and application that integrates fluorescent labeling and multiplex pcr. Applications Plant Sci. 1(10). doi: doi:10.3732/apps.1300027.

Hama-Ali EO, Tan SG, Alwee SSRS, Panandam JM, Namasivayam P, Peng HB, Ling HC. 2014. Illegitimacy and sibship assignments in oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) half-sib families using single locus DNA microsatellite markers. Mol Biol Rep. 2014:1-9. doi: 10.1007/s11033-014-3829-7.

Jihong H, Songtao G, Zhixuan Z, Xiaolei W, Weidong K, Yi D. 2015. Genome-wide identification of SSR and SNP markers based on whole-genome resequencing of a Thailand wild sacred lotus (Nelumbo nucifera). Plos One. 2015:1-17. doi: 10.1371/journal.pone.0143765.

Manimekalai R, Nagarajan P, Bharathi M, Karun A, Kumar SN, Kumaran PM. 2005. Genetic variation of selected progeny lines of coconut (Cocos nucifera L.) based on simple sequence repeat markers. Tropical Agric Res. 17:58-66.

Mashud N. 2013. Efek zat pengatur tumbuh BAP terhadap pertumbuhan planlet kelapa Genjah kopyor dari kecambah yang dibelah. Buletin Palma. 14(2):82-87.

Maskromo I, Tenda TE, Tulalo MA, Novarianto H, Sukma D, Sukendah, Sudarsono. 2015. Keragaman fenotipe dan genetik tiga varietas kelapa genjah kopyor asal Pati Jawa Tengah [Fenotipic and genetic diversity of three Dwarf Kopyor coconut from Pati, Central Java, Indonesia] [in Indonesia]. J Littri. 2(1):1-8. Meksem K, Kahl G. 2005. The handbook of plant genome mapping. KgaA, Weinheim

(DE): Wiley Verlag.

Novarianto H. 2010. Karakteristik bunga dan buah hasil persilangan kelapa hibrida genjah x genjah. Buletin Palma. 39:100-110.

Perera L. 2010. Hybrid testing and variety identification of coconut (Cocos nucifera L.) in Sri Lanka using microsatellite markers. Intl J Coconut R & D. 26(1):39-43. Rafalski A. 2012. Application of single nucleotide polymorphism in crop genetics. Curr

Opin Plant Biol. 5:94-100.

Rivera R. 1999. Isolation and characterization of polymorphic microsatellites in Cocos nucifera L. Genom. 42:668-675.

Samonthe LJ, Mendoza EMT, Ilag LL, De La Cruz ND, Ramirez DA. 1989. Galactomannan degrading enzym in maturing normal and makapuno and germinating normal coconut endosperm. Phytochemistry. 28(9):2269-2273. Teulat B, Aldam C, Trehin R, Lebrun R, Barker JHA, Arnold GM, Karp A, Baudouin L,

Rognon F. 2000. An analysis of genetic diversity in coconut (Cocos nucifera L.) populations from across the geographic range using sequence-tagged microsatellites (SSRs) and AFLPs. Theor Appl Genet. 100:764-771.

Thongthawee S, Tittinutchanon P, Volkaert H. 2010. Microsatellites for parentage analysis in an oil palm breeding population. Thai J Genet. 3(2):172-181.

Widiastuti A, Palupi ER. 2008. Pollen viability and its effect on fruit set of oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) [In Indonesia]. Biodiversitas. 9(1):35-38. doi: 10.13057/biodiv/d090109.