• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUA KERAJAAN JAWA A. Gambaran Umum Geohistoris Politik Nusantara

I. Latar Belakang Berdiri Kerajaan Majapahit

2. Masa Kejayaan Demak

Raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Demak, yaitu Raden Patah, bergelar Sultan Syah Alam Akbar I (1478-1513), Pati Unus, bergelar Sultan Syah Alam Akbar II (1513-1521), Sultan Tranggana, bergelar Sultan Syah Alam Akbar III (1521-1546), Sultan Prawata, (1546-1561).86

Sulit untuk melacak pada era dan kepemimpinan siapa Kesultanan Demak mencapai kejayaannya, sebab bagitu singkatnya kesultanan ini berdiri hanya sekitar 4 (empat) kepemimpinan87.

Jika disamakan dengan pengaruh Majapahit yakni mengenai masa kejayaannya di bawah pemerintahan Hayam Wuruk dengan arsitek patih Gadjah Mada, maka dapat dilacak bahwa kesolidan dan luasnya pemerintahan Majapahit mampu mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara di bawah kendali Majapahit. Dengan data perluasan wilayah tersebut setidaknya Demak pun

mengalami perluasan wilayah yakni bardaulatnya kerajaan-kerajaan kecil di pesisir Jawa dari bagian barat sampai bagian timur pulau Jawa.

Tokoh yang paling menonjol di antara “raja-raja pesisir“ Muslim yang merdeka adalah Demak. Semula raja-raja Demak memperluas kekuasaan mereka ke arah barat. Ekspansi Demak ke Jawa Barat dimulai dengan ekspedisi Syeh Nurullah atau yang dikenal sebagai Sunan Gunung Djati, yang berturut-turut

86

Ibid., h. 55 87

Kesultanan Demak baru resmi berdiri ketika kekuatan Majapahoit telah benar-benar hancur. Raja pertama kesultaan Demak adalah raden Fatah yang merupakan salah satu putra keturunan raja Brawijaya dari Majapahit. Kepemimpinan beliau hanya berlangsung singkat, yakni tidak lama setelah kerajaan Majapahit benar-benar luluh lantah, raden Fatah meninggal dunia tahun : 1513 M

berhasil mendirikan kerajaan Cirebon dan Banten.88 dan ketika masih berada dalam dinas pemerintahan Majapahit mereka menaklukan Cirebon serta tempat-tampat lain di sepanjang jalur mereka. 89

Pada waktu kejatuhan Malaka ke tangan orang Portugis pada tahun 1511 Masehi, Demak justru mencapai kejayaannya. Pati Unus salah satu sultan Demak sangat giat memperluas dan memperkuat kedudukan Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam. Pada tahun 1513 ia bahkan memberanikan diri untuk memimpin armada menggempur Malaka untuk mengusir orang Portugis. Sayang usaha ini gagal, armada Portugis ternyata lebih unggul.90

Masa pemerintahan Sultan Trenggana sendiri berhasil menaklukan sisa-sisa Keraton Mataram Kuno di pedalaman Jawa Tengah dan juga Singasari Jawa Timur bagian selatan.91

Ketika Demak sebagai kota pelabuhan sedang mengalami kejayaan politis, agama, kebudayaan dan perdagangan, penguasa sangat memperhatikan penyebaran agama. Masyarakat Jawa Tengah sebelumnya bermata pencaharian pokok pertanian, meski perdagangan merupakan mata pencaharian penting pula. Hal ini terbukti dengan berpindahnya kerajaan Hindu Mataram dari pedalaman Jawa Tengah ke Jawa Timur abad ke-9 yang memiliki latar belakang perdagangan. Dengan perdagangan itu sebagian masyarakat yang tinggal di daerah pesisir lebih dinamis, cepat terpengaruh dan menerima kebudayaan-kebudayaan asing. Islamisasi di daerah pesisir memperoleh perhatian dari

88

Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992) h. 30

89

Purwadi, Dakwah Sunan Kalijaga, ibid. h. 36 90

Ibid., h. 61 91

Ibid., h. 36

penguasa setempat, karena di pusat kadipeten itu segera diselenggarakan pengajaran agama.92

Kebesaran dan luasnya pengaruh Demak tentu ditopang oleh sebuah kekuatan yang sangat solid, diantara penopang kekuatan dan disegani dari sisi pengaruh adalah wali sanga. Peranan wali sanga memang sangat sentral di Demak dan islamisasi Jawa, Para wali tersebut memiliki otoritas temporal dan spiritual yang sangat kuat.

Perluasan wilayah dan mitra kerajaan pun kian bertambah di sepanjang pantai utara Jawa, hal ini berkat kebesaran nama para wali sanga. Di sebelah barat berdiri dua kerajaan Islam yang cukup berpengaruh, yakni Cirebon dan Banten. Dua kerajaan ini mampu menggeser dominasi kerajaan Padjajaran. Pendiri dua kerajaan tersebut adalah salah seorang dari sembilan wali yang terhimpun di Demak, yakni Sunan Gunung Djati.

Selain perluasan wilayah tentu masalah kejayaan tidak hanya dilihat dari luasnya wilayah jajahan atau daerah yang takluk, jauh daripada itu penyebaran Islam sebagai tonggak perjuangan tentu harus diakui sebagai keberhasilan Demak sebagai sebuah kerajaan yang merakyat. Wali sanga sebagai sentral dari penyebaran Islam di Jawa memiliki peran yang sangat strategis dalam penyebaran agama Islam dan kokohnya pondasi awal kesultanan Demak, meskipun keberadaan para wali diluar ring pemerintahan.

Hasanu Simon menggambarkan bahwa keberadaan wali sanga di Nusantara tidak langsung menjadi, namun merupakan sebuah proses panjang,

92

Ismawati, Continuity And Change., h. 85

Simon menyebutkan bahwa terdapat enam angkatan wali sanga yang menyebarkan ajaran Islam di bumi Nusantara. Berikut adalah nama-nama Anggota Wali sanga menurut angkatannya93 :

Angkatan I : 1404-1421 Angkatan II : 1421-1436 Angkatan III : 1436-1463 1. M. Malik Ibrahim

2. Maulana Ishaq 3. M. A. Jumadil Kubro 4. Muh. Al-Maghrobi 5. Maulana Malik Isro’il 6. Muh. Ali Akbar 7. Maulana Hasanuddin 8. Maulana Aliyuddin 9. Syekh Subakir 1. Sunan Ampel 2. Maulana Ishaq 3. M. A. Jumadil Kubro 4. Muh. Al-Maghrobi 5. Maulana Malik Isro’il 6. Muh. Ali Akbar 7. Maulana Hasanuddin 8. Maulana Aliyuddin 9. Syekh Subakir 1. Sunan Ampel 2. Maulana Ishaq 3. M. A. Jumadil Kubro 4. Muh. Al-Maghrobi 5. Ja’far Sodik 6. Syarif Hidayatullah 7. Maulana Hasanuddin 8. Maulana Aliyuddin 9. Syekh Subakir

Angkatan IV : 1463-1466 Angkatan V : 1466-1478 Angkatan VI : 1478- 1. Sunan Ampel

2. Sunan Mbonang 3. M. A. Jumadil Kubro 4. Muh. Al-Maghrobi 5. Ja’far Sodik

6. Sunan Gunung Djati 7. Sunan Giri 8. Sunan Drajat 9. Sunan Kalijogo 1. Sunan Giri 2. Sunan Ampel 3. Sunan Mbonang 4. Sunan Kudus

5. Sunan Gunung Djati 6. Sunan Drajat 7. Sunan Kalijogo 8. Raden Fatah 9. Fathullah Khan 1. Sunan Giri 2. Sunan Ampel 3. Sunan Mbonang 4. Sunan Kudus

5. Sunan Gunung Djati 6. Sunan Drajat

7. Sunan Kalijogo 8. Sunan Muria 9. Sunan Pandanaran Tabel 3

Nama-nama Anggota Walisanga Menurut angkatan

Kalau kita perhatikan dari sembilan wali dalam pembagian wilayah kerjanya ternyata mempunyai dasar pertimbangan geostrategis yang mapan sekali. Kesembilan wali tersebut membagi kerja dengan rasio 5 : 3 : 1.94

93

Simon, Misteri Syekh Siti Jenar, h. 64 94

Ahmad mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah. Mizan. h. 104

Jawa Timur mendapat perhatian besar dari para wali. Di sini ditempatkan 5 wali, dengan pembagian teritorial dakwah yang berbeda. Maulana Malik Ibrahim, sebagai wali perintis, mengambil wilayah di Gresik. Setelah wafat, wilayah garapannya dikuasai oleh Sunan Giri. Sunan Ampel mengambil posisi di Surabaya. Sunan Bonang sedikit ke Utara di Tuban. Sedangkan Sunan Drajat di Sedayu.95

Kalau kita perhatikan posisi wilayah yang dijadikan basis dakwah kelima wali tersebut, kesemuanya mengambil tempat “kota bandar perdagangan” atau pelabuhan. Pengambilan posisi pantai ini adalah ciri Islam yang disampaikan oleh para da’i yang mempunyai profesi sebagai pedagang.96

Berkumpulnya kelima wali ini di Jawa Timur adalah karena kekuasaan politik saat itu berpusat di wilayah ini. Kerajaan Kediri, di Kediri dan Majapahit di Mojokerto.

Pengambilan posisi di pantai ini, sekaligus melayani atau berhubungan dengan pedagang rempah-rempah dari Indonesia Timur. Sekaligus juga berhubungan dengan pedagang beras dan palawija lainnya, yang datang dari pedalaman wilayah Kediri dan Majapahit.97

Seperti dikemukakan oleh D.H. Burger dan Prajudi dalam Sejarah Sosiologis dan Ekonomis Indonesia, penyebaran Islam di Indonesia tidak mengenal agresi militer dan agama. Penyebarannya lebih banyak dijalankan melalui perdagangan. Dari keterangan ini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa

95 Ibid., h. 104 96 Ibid., h. 104 97 Ibid., h. 105 68

pemilihan tempat para wali dalam dakwahnya lebih banyak mengambil posisi Bandar perdagangan dari pada kota pedalaman.98

Di Jawa Tengan para wali mengambil posisi di Demak, Kudus, dan Muria. Sasaran dakwah para wali yang di Jawa Tengah tentu berbeda dengan Jaw Timur. Di Jawa Tengah dapat dikatakan bahwa pusat kekuasaan politik Hindu dan Budha sudah tidak berperan lagi. Hanya para wali melihat realitas masyarakat yang masih dipengaruhi oleh budaya yang bersumber dari ajaran Hindu dan Budha. Saat itu para wali mengakui wayang sebagai media komunikasi yang mempunyai pengaruh besar terhadap pola-pikir masyarakat. Oleh karena itu, wayang perlu dimodifikasi, baik bentuk maupun isi kisahnya perlu diislamkan. Instrumen gong juga perlu diubah, yaitu secara lahiriyah tetap seperti biasanya, tetapi maknanya diislamkan.

Di Jawa Barat proses islamisasi hanya ditangani seorang wali, Syarif Hidayatullah, yang setelah wafat dikenal dengan nama Sunan Gunung Djati. Penentuan tugas hanya oleh seorang wali untuk Jawa Barat, tentu berdasarkan pertimbangan yang rasional. Saat itu penyebaran ajaran Islam di Indonesia Barat, terutama di Sumatra dapat dikatakan telah merata bila dibandingkan dengan kondisi di Indonesia Timur. Adapun pemilihan kota Cirebon sebagai pusat aktivitas dakwah Sunan Gunung Djati, tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan jalan perdagangan rempah-rempah sebagai komoditi yang berasal dari Indonesia Timur. Cirebon merupakan pintu perdagangan yang mengarah ke Jawa Tengah dan Indonesia Timur, ataupun ke Indonesia Barat. Oleh karena itu,

98

Ibid., h. 105.

pemilihan Cirebon dengan pertimbangan sosial politik dan ekonomi saat itu, yang mempunyai nilai geostrategis, geopolitik dan geoekonomi yang menentukan keberhasilan penyebaran Islam selanjutnya. 99

Peranan wali sanga ini terlihat sentral dalam mengemban misinya untuk menyebarkan Islam, setidaknya dengan ajaran dan kemampuan berpolitiknya kekuatan Islam berkembang pesat di pulau Jawa. Tidak bisa dipungkiri bahwa bagian barat Jawa yakni kesultanan Banten dan Cirebon merupakan kepanjangan tangan dari peran serta wali sanga di Jawa. Pembagian kekuasaan ini dibagi kepada orang-orang yang telah terpercaya tidak akan memberontak ke Demak sebagai sentrum perjuangan Islam, hal ini akan terlihat dari pengangkatan Sultan di Cirebon dan Banten yang masih bagian dari wali sanga yakni Sunan Gunung Djati yang diteruskan oleh putranya Hasanudin.