• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persamaan dan Perbedaan Otoritas Kekuasaan Kerajaan Majapahit dan Demak Demak

PERBANDINGAN STRUKTUR KEKUASAAN KERAJAAN MAJAPAHIT DAN DEMAK

B. Otoritas Kekuasaan

3. Persamaan dan Perbedaan Otoritas Kekuasaan Kerajaan Majapahit dan Demak Demak

Dalam membahas otoritas kekuasaan, harus ditekankan bahwa otoritas merupakan hak, wewenang yang dimiliki oleh penguasa dalam menjalankan roda pemerintahannya. Kebijakan apa dan bagaimana format kerajaan yang akan diterapkan oleh raja.

Setelah seorang raja sah atau legitimare, maka problem kemudian adalah masalah bagaimana wewenang tersebut dijalankan, mengingat dua kerajaan Jawa yakni Majapahit dan Demak tidak menerapkan sistem legitimasi normatif yang berdasarkan undang-undang yang telah dibakukan sehingga rakyat kapanpun bisa meminta pertanggungjawaban penguasa ketika para penguasa telah keluar dari koridor undang-undang.

Telah dijelaskan di atas, bahwa legitimasi baik otoritas yang dipakai oleh Majapahit dan Demak merupakan legitimasi religius, legitimasi tersebut kemudian dipahami secara berbeda mengingat latar belakang budaya (agama) yang berbeda.

37

Ibid., h. 61

Paham legitimasi religius yang mengindikasikan keberadaan wilayah adikodrati diterjemahkan secara berbeda.

Majapahit yang beragama Hindu-Budha menjadikan agama hanya sebagai penguat legitimasi, berbeda dengan Demak yang mendahulukan syariat (ajaran) agama sebagai panduan, namun agama yang dimaksud adalah sepemahaman para wali sanga. Berikut tabel persamaan dan perbedaan otoritas kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa Majapahit dan Demak:

Contoh Otoritas (kebijakan yang dilaksanakan)

Aktor

Majapahit - Perluasan kekuasaan pada

masa Hayam Wuruk dan Gajah Mada.

Otoritas yang dimiliki raja Majapahit adalah otoritas Mutlak, sehingga apapun yang dikerjakan oleh pemerintahan harus sepengetahuan dan persetujuan raja. Raja sebagai pemangku kebijakan dan pembuat aturan main kerajaan. Otoritas terpusat hanya ditangan seorang raja.

Demak - Kasus penghukuman Syaikh

Siti Jenar

Yang memiliki otoritas kekuasaan secara kasat mata adalah Raja namun raja hanya sebagai pelaksana dari kebijakan yang diambil kemudian. Peranan wali sanga sangat sentral dalam mengambil kebijakan meskipun

95

sultan dikikutsertakan dalam pengambilan keputusan tersebut.

5. Skema Otoritas kekuasaan Majapahit dan Demak

Dalam tabel di atas tidak terlihat adanya kesamaan dalam hal otoritas kekuasaan. Majapahit sebagai kerajaan Hindu-Budha yang pusat kepemimpinannya dipegang oleh seorang raja, otoritas kekuasaan yang dilaksanakan adalah otoritas penuh seorang raja tanpa adanya halangan dan rintangan dari pihak lain, mengingat kekuasaan Majapahit terpusat hanya ada di pangkuan raja.

Hal ini berbeda dengan Demak, para sultan Demak sulit untuk menjalankan otoritas kekuasaannya mengingat adanya peran sentral wali sanga dalam setiap kebijakan yang akan diambil. Hal ini bisa dipahami karena dua hal,

pertama, keberadaan kesultanan Demak memang diperuntukan bagi kemajuan Islam. Kedua, banyak diantara para penguasa Demak kemudian sering meminta bantuan kepada para wali dalam menentukan kebijakan yang akan diambil oleh para sultan, bahkan sampai kepada masalah suksesi sekalipun.

BAB V KESIMPULAN

Dari pembahasan panjang lebar pada bab-bab terdahulu, tentu penulis merasa perlu menarik benang merah permasalahan tersebut. Sebagai dua entitas yang berbeda kerajaan Majapahit dan Demak tentu memiliki banyak perbedaan, namun keduanya berada di wilayah yang sama yakni Jawa. Jawa sebagai sentrum pertarungan kekuasaan dan kekuatan pengaruh ternyata masih mampu menyimpan energi-energi animisme yang masih dipertahankan oleh kerajaan-kerajaan baik yang berbasis agama Hindu-Budha, Islam bahkan pada Kristenpun.

Dalam sentrum kekuasaan yang unik tersebut Jawa kemudian menjadi sebuah magnet yang cukup kuat menarik orang untuk mengkaji permasalahan (makna) yang terkandung dan diajarkan oleh perikehidupan masyarakatnya. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari tulisan ini hanya menarik dua benang kecil dari kehidupan masyarakat dan budaya Jawa yang adiluhung dan belum banyak diterjemahkan.

Pertama, Persamaan dan perbedaan legitimasi kekuasaan. Majapahit merupakan kerajaan Besar yang mampu mempersatukan Nusantara dan berada dalam dekapan budaya elit penguasa yang beragama Hindu-Budha. Dan Demak sebagai sebuah entitas dan identitas baru sebagai sebuah kekutan Islam yang mampu bertahan dalam mengislamkan Jawa setelah sekian lama berada dalam tradisi yang sangat berbeda yakni Hindu-Budha.

Dalam segi legitimasi kekuasaan, antara Majapahit dan Demak sama-sama mengandalkan sistem kekerabatan (kekuasaan) turun temurun. Perbedaan yang

paling mencolok adalah dalam hal mendapatkan legitimasi tersebut. Penguasa Majapahit cenderung memunculkan satu tokoh (kekuasaan berada ditangan raja). Dalam memperoleh kekuasaannya raja sering melakukan (menghimpun) kekuasaan melalui kegiatan tapa brata. Raja Majapahit meyakini bahwa kekuasaan dapat dihimpun. Kegiatan tersebut mendapat penguatan dari tradisi agama Hindu-Budha yang dianut oleh penguasa, legitimasi sinkretik antara nilai Animisme dan Hinduisme, namun agama hanya dijadikan pelengkap bagi legitimasi raja.

Dalam tradisi Demak Islam, legitimasi kekuasaan selalu menggunakan instrumen agama dalam hal ini wali sanga yang diaplikasikan dalam sidang wali. Prosesi musyawarah mensejajarkan raja dengan wali namun dalam konteks kerja berbeda. Wali sebagai pembuat kebijakan syariat dan raja sebagai pelaksana syariat tersebut. Masalah kemudian muncul ketika wali sanga terbagi kepada dua golongan yakni putiah dan aba’ah. Legitimasi kekuasaan menjadi terpencar disesuaikan pada golongan mana dalam kekuasaan yang mengikuti putiah, dan golongan mana yang mengikuti Aba’ah. Hal ini dapat dilihat dari kehancuran kesultanan Demak yang berpindah ke Pajang lalu Mataram yang ajaran agamanya sinkretik dengan tradisi lokal.

Kedua, persamaan dan perbedaan otoritas kekuasaan. Dalam masalah otoritas sebenarnya susah ditemukan nilai kesamaan, meskipun keduanya secara teori berada dalam sentrum legitimasi religius. Majapahit hampir semua hasil otoritasnya diciptakan oleh seorang raja. Raja memiliki peranan yang sangat

98

sentral dalam tradisi Majapahit, sehingga setiap kebijakan yang diambil oleh kerajaan pasti dikeluarkan oleh seorang raja.

Perbedaan mencolok kemudian akan terlihat jika melihat keberadaan sultan Demak yang sangat terbatas otoritasnya, hampir setiap kebijakan yang dihasilkan harus melalui mekanisme sidang wali, meskipun dalam sidang-sidang tersebut para sultan diikutsertakan sebagai peserta sidang, yang kedua para sultan cenderung meminta nasihat dari para wali bahkan sampai pada masalah suksesi sekalipun, hal ini mengindkasikan terbatasnya otoritas kekuasaan yang dimiliki oleh sultan.

Daftar Pustaka Buku

Abdullah, Taufik. “Tesis Weber dan Islam di Indonesia.” Dalam Taufik Abdullah Ed, Agama, Etos kerja dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta : LP3ES, 1993 : h. 1-40.

Ali, Fachry dan Bahtiar Effendy. Merambah Jalan Baru Islam. Bandung : Mizan, 1986.

Almond, Gabriel A dan Sidney Verba. Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara. Jakarta: Bina Aksara, 1984.

Anderson, Benedict R.O’G. “Gagasan Tentang Kekauasaan Dalam Kebudayaan Jawa.” Dalam Miriam Budiardjo. Aneka pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa. Jakarta : Sinar Harapan, 1984 : h. 44-127

--- Kuasa-Kata; Jelajah Budaya-budaya Politik di Indonesia. Yogyakarta: Mata Bangsa, tanpa tahun.

Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-akar Pembaruan Islam di Indonesia. Bandung: MIzan, 1994.

Bizawie, Zainul Milal. Perlawanan Kultural Agama Rakyat. Yogyakarta: Sahma, 2002.

Burger, D.H. dan Prajudi. Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. Jakarta: P.N. Pradnja Paramita, 1960.

Budiardjo, Miriam. “Konsep Kekuasaan: Tinjauan Kepustakaan.” Dalam Miriam Mudiardjo. Aneka pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa. Jakarta : Sinar Harapan, 1984 : h. 9-29.

Carter, April. Otoritas dan Demokrasi. Jakarta : CV. Rajawali, 1985.

Chilcote, Ronald H. Teori Perbandingan Politik; Penelusuran Paradigma.

Jakarta: Rajawali Grafindo, 2003

De Graff, H.J dan TH. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa;Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2003. Drewes, G.W.J. “Pemahaman Baru tentang kedatangan Islam di Indonesia.”

Dalam Ibrahim, Ahmad, dkk. Islam Asia Tenggara: Prespektif Sejarah.

Jakarta : LP3ES, 1989 : h. 7-36.

Effendy, Bahtiar. Islam dan Negara; Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia. Jakarta: Paramadina, 1998.

Giddens, Anthony. Kapitalsme dan Teori Sosial Modern. Jakarta: UI-Press, 1986. Hanafiah, Djohan. Melayu-Jawa: Citra Budaya dan Sejarah Palembang. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

Hamka. Dari Perbendaharaan Lama. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982. Haryanto. Sistem Politik: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty, 1982.

Hasymy, A. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. Tanpa kota: PT Almaarif, 1993.

Hasyim,Umar. Sunan Kalijaga. Kudus: Menara, t.t.

Ismawati. Continuity And Change ; Tradisi Pemikiran Islam di jawa Abad XIX – XX. Jakarta : Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, 2006.

Johns, A.H. “Islam di Asia Tenggara: Masalah Prespektif.” Dalam Ibrahim, Ahmad, dkk. Islam Asia Tenggara: Prespektif Sejarah. Jakarta : LP3ES, 1989 : h.37-47.

Kantaprawira, Rusadi. Sistem Politik Indonesia; Suatu Model Pengantar.

Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2004.

Kartodirdjo, Sartono. “Masyarakat dan Sistem Politik Majapahit.” Dalam Sartono Kartodirdjo, dkk. 700 Tahun majapahit (1293-1993); Suatu Bunga Rampa. Surabaya: T.pn., 1993. 31-46.

--- Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900; dari Emporium Sampai Imperium. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.

--- “Berkembang dan Runtuhnya Aristokrasi Tradisional Jawa.” Dalam Hans Antlöv dan Sven Cederroth, Kepemimpinan Jawa: Perintah Halus, Pemerintahan Otoriter. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001: h. 30-45.

Kawuryan, Megandaru W. Tata Pemerintahan Negara Kertagama: Kraton Majapahit. Jakarta: Panji Pustaka, 2006.

Kleden, Ignas. Sikap Ilmiah dan Kritik kebudayaan. Jakarta : LP3ES, 1987.

Koentjaraningrat. “Kepemimpianan dan Kekuasaan : Tradisional, masa Kini Resmi dan Tak Resmi.” Dalam Miriam Budiardjo. Aneka Pemikiran Tantang Kuasa dan Wibawa. Jakarta: Sinar Harapan, 1984 : h. 128-147. --- Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1981. --- Kebudayaan Mentalitas Pembangunan. Jakarta: Gramedia, 1990.

Kusumohamidjoyo, Budiono. Kebhinekaan Masyarakat Indonesia. Jakarta : Grasindo, 2000.

Liddle, R. William. Islam Politik dan Modernisasi. Jakarta: Sinar Harapan, 1997. Lombard, Denys. Nusa Jawa: Silang Budaya,Bagian I: batas-batas Pembaratan.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.

--- Nusa Jawa;Silang Budaya, bagian II: Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.

--- Nusa Jawa;Silang Budaya, Bagian III: Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Martin, Roderick. Sosiologi Kekuasaan. Jakarta : Rajawali Press, 1990.

Masoed, Mochtar dan Colin Mac Andrews. Perbandingan Sistem Politik.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006.

Mulder, Niels. Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1981.

Muljana, Slamet. Tafsir Sejarah Nagara Kretagama. Yogyakarta: LkiS, 2006. --- Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam

di Nusantara. Yogyakarta: LkiS, 2006.

--- Menuju Puncak Kemegahan; Sejarah Kerajaan Majapahit. Jakarta: Balai Pustaka, 1965.

--- Perundang-undangan Madjapahit. Jakarta: Bhratara, 1967.

Noer, Deliar. Pengantar ke Pemikiran Politik. Jakarta : CV. Rajawali, 1983.

--- “Yamin dan Hamka; Dua Jalan Menuju Identitas Indonesia.” Dalam Anthony Ried dan David Marr, ed. Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka.

Jakarta: Grafiti Pers, 1983: h. 37-54.

Onghokham. Rakyat dan Negara. Jakarta: LP3ES, 1991. Pane, Sanusi. Sejarah Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1965.

Parlindungan, Mangaradja Onggang. Tuanku Rao. Yogyakarta: LkiS, 2007. Purwadi, Dr, M.Hum. Babad Majapahit. Yogyakarta: Media Abadi, 2005. --- Falsafah Militer Jawa. Yogyakarta: Sadasiva, 2004.

--- Dakwah Sunan Kalijaga;Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis Kultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Rickleft, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, terj, satrio Wahono, dkk. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005.

--- “Islamisasi di Jawa: Abad ke-14 Hingga ke-18.” Dalam Ibrahim, Ahmad, dkk. Islam Asia Tenggara: Prespektif Sejarah. Jakarta : LP3ES, 1989 : h. 72-88.

Ried, Anthony. Sejarah Modern Awal Asia Tenggara. Jakarta: Pustaka LP3ES, 2004.

--- Dari Ekspansi Hingga Krisis II. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1999. Sairin, Safri. Perubahan Sosial masyarakat Indonesia; Perspektif Antropologi.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002.

Schroeder, Ralph. Max Weber ; Tentang Hegemoni Sistem Kepercayaan.

Yogyakarta: Kanisius, 2006.

Sedyawati, Edi. Budaya Indonesia: Kajian Arkeologis, Seni dan Sejarah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Simon, Hasanu. Misteri Syekh Siti jenar; peran Wali Songo Dalam mengislamkan Tanah Jawa. Jogjakarta : Pustaka Pelajar, 2008.

Simuh. Islam dan Pergumulan Budaya Jawa. Jakarta: Teraju, 2003.

Sjamsuddin, Nazaruddin. dkk. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: diktat kualiah pada Universitas Terbuka, 1995.

Soemardi, Soelaeman. “Cara-cara Pendekatan Terhadap “Kekuasaan” Sebagai Suatu Gejala Sosial.” Dalam Miriam Budiardjo. Aneka pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa. Jakarta : Sinar Harapan, 1984 : h. 30-43 Sulendraningrat, P.S. Babad Tanah Sunda/Babad Cirebon. T.tp. : T.pn., t.t. Sumadio, Bambang, ed. JamanKuna. T.tp. : T.pn., t.t.

Sumarsono, H.R (penerjemah). Babad Tanah Jawi; Mulai Dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. Yogyakarta: Narasi, 2007.

Suryanegara, Ahmad Mansur. Menemukan Sejarah ; Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan, 1995.

Suseno, Franz Magnis. Etika Politik ; Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Suyono, Seno Joko. Tubuh Yang Rasis: Telaah Kritis Michel Foucault atas Dasar-dasar Pembentukan Diri Kelas Menengah Eropa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Swantoro, P. Dari Buku ke Buku: Sambung Menyembung Menjadi Satu. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2002.

105

Vlekke, Bernard H. M. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2008.

Wahid, Abdurahman. Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan. Depok : Desantara, 2001.

Weber, Max. Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Wertheim, W.F. Masyarakat Indonesia dalam Transisi ; Studi Perubahan Sosial.

Yogyakarta: Tiara wacana, 1999.

Wibawa, Samodra. Negara-negara di Nusantara; Dari Negara-Kota hingga Negara-Bangsa dari Modernisasi hingga Reformasi Administrasi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001.

Wrong, Dennis (Ed.). Max Weber Sebuah Khazanah. Yogyakarta: Ikon, 2003. Yamin, Muhammad. Gadjah Mada. Jakarta : Balai Pustaka, 1953.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

Yuanzhi, Kong. Muslim Tionghoa Cheng Ho; Misteri Perjalanan Muhibah di .Nusantara. Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2000.

Jurnal, Buletin, website dan lainya

Sastrapratedja, M. S.J, “Perkembangan Sistem Legitimasi Kekuasaan Politik.” Jurnal Driyarkara Edisi XXVI No. 2.: h. 1-9.

Wikipedia Indonesia. Majapahit. Artikel diakses pada 8 Januari 2008 dalam www.wikipediaindonesia.com