• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYERBUAN AS ATAS IRAK 2003-2007

A. Masalah Kepemilikan Senjata Pemusnah Massal

Perihal senjata kimia dan biologi maupun senjata pemusnah massal lainnya,

senantiasa mendapat perhatian besar dari Amerika Serikat (AS) sebagai alasan

kuat untuk memerangi kejahatan yang dialamatkan kepada Irak atau rezim

Saddam Hussein. Polemik inipun berkesinambungan baik sebelum dan sesudah

berhentinya aktivitas tim inspeksi senjata pemusnah massal PBB di Irak

(UNSCOM) pada bulan Desember 1998.

Menyimak tentang hakikat isu senjata pemusnah massal, ada baiknya kita

flashback mengetahui sejauh mana kemajuan yang dicapai Baghdad di bidang dua senjata itu, serta proses tim inspeksi PBB menghancurkannya serta hengkangnya

tim inspeksi PBB itu pada tahun 1998. Program riset, pengembangan dan

produksi senjata kimia dan biologi telah mendapat perhatian pemimpin Irak sejak

awal tahun 1970-an. Curahan perhatian tersebut merupakan awal dari revivalisasi

perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan Irak pada masa itu. Selain itu

program senjata kimia dan biologi Irak itu sebagai bagian pula dari rivalitas

militer yang kuat dengan perlombaan senjata dengan Iran, serta berkaitan juga

dengan isu konflik Arab-Israel.

Di samping itu, Irak merasa harus memilih senjata biologi sebagai unsur

kekuatan pengimbang strategis di kawasan Teluk maupun Timur Tengah,

menyusul reaktor nuklir yang telah digempur melalui pesawat tempur pasukan

mengalami kemajuan pesat sejak awal tahun 1980-an. Pemimpin Irak pada masa

itu memberi kemudahan berupa uang, ilmu pengetahuan, teknis, dan sumber daya

manusia untuk program senjata kimia dan biologi yang membantu tercapainya

kemajuan di bidang pembangunan dan infrastuktur untuk program tersebut. Lebih

dari itu, Irak juga berhasil membuka hubungan kerjasama dengan negara-negara

sahabat di antaranya dunia Arab, Eropa Barat dan Timur untuk proses pengalihan

teknologi senjata kimia dan biologi.25

Irak diketahui berhasil memproduksi jenis gas ganda dari jenis VX yang

dikenal merupakan jenis gas yang paling efektif dan memiliki kekuatan

penghancur terdahsyat. Gas ganda terdiri atas dua unsur/zat yang tergabung itu

menghasilkan daya ledak yang sangat dahsyat. Irak secara implisit mengakui

memiliki jenis gas ini pada April tahun 1990 melalui ancaman presiden Saddam

Hussein bahwa akan membakar separuh negara Israel jika mencoba menyerang

Irak.

Di bidang senjata biologi, Irak memfokuskan untuk melakukan riset dan

produksi atas beberapa jenis, terutama jenis batolinium, aflatoksin, dan anthrax.

Kasus larinya dua menantu Saddam Hussein, Hussein Kamel Hassan dan Saddam

Kamel Hassan, ke Jordania pada Agustus 1995 memaksa Irak untuk pertama

kalinya mengakui bahwa program senjata biologinya telah masuk ke tingkat

produksi untuk tujuan militer sebelum meletusnya Perang Teluk II tahun 1991. Di

antara pengakuan Irak adalah memasang bakteri biologi pada 166 bom dan 25

rudal balistik tipe al-Hussein.

25

Irak diketahui belum pernah menggunakan senjata biologi dalam konflik

dalam negeri ataupun luar negeri. Namun memakai luas senjata kimia dalam

perang dengan Iran dan ketika menghadapi pemberontakan suku Kurdi yang

berada di Irak ketika itu. Pada Perang Teluk II, Irak tidak berani menggunakan

senjata kimia dan biologi terhadap pasukan multinasional karena takut reaksi AS

yang telah mengancam akan menggunakan senjata nuklir sebagai aksi balasan atas

senjata kimia atau biologi Irak.

Sesuai dengan resolusi PBB No. 687 yang menyangkut pemusnahan senjata

massal Irak, tim inspeksi PBB (UNSCOM) memfokuskan upaya penghancuran

senjata kimia, biologi, dan kekuatan rudal balistik Irak. kedua belah pihak antara

Baghdad dan UNSCOM saat itu sama-sama memiliki kekeliruan yang sangat fatal

dalam proses aktivitas penghancuran senjata pemusnah massal Irak. Di satu pihak,

berusaha menyembunyikan kekuatan senjata pemusnah massalnya atau

melakukan penghancuran secara sepihak tanpa pengawasan tim inspeksi PBB

yang membawa dampak dan citra negatif setelah diungkap oleh menantu Saddam

Hussein, Hussein Kamel Hassan, sewaktu lari ke Jordania.

Di pihak lain, tim inspeksi PBB terlibat kegiatan mata-mata (spionase) di

Irak untuk kepentingan CIA dan Mossad.26

Tim inspeksi PBB juga sengaja mengulur-ulur waktu proses penyidikan hingga

seolah-oleh tanpa akhir agar sanksi PBB atas Irak terus berlanjut.

Karena itu, meskipun tim inspeksi PBB telah mencapai kemajuan besar

dalam menghancurkan senjata kimia, biologi, dan rudal balistik Irak, mereka terus

mengajukan tuntutan baru yang tidak habis-habisnya mereka lancarkan. Tim

26

CIA adalah agen rahasia Amerika Serikat yang memata-matai negara atau individu yang dianggap teroris dan membuat kekacauan. Sebaliknya Mossad, tidak beda jauh dengan CIA. Mossad adalah agen rahasia Israel.

tersebut masih saja terus bersikeras menolak dan mengakui Baghdad telah

memenuhi semua resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB, jika tidak melaksanakan

tuntutan baru tersebut.27 Dengan begitu pihak oknum PBB, AS, dan sekutunya

mempunyai opini dan alasan kuat untuk melakukan manuver kejahatan politiknya

di Timur Tengah terutama untuk menggempur negara Irak.

Awal Perang Teluk I dan II merupakan awal kejayaan negara Irak memiliki

persenjataan lengkap dalam melawan negara yang dianggapnya musuh. Berbagai

kalangan negara bahkan yang pernah bersekutu dengannya melakukan aksi

kecaman terhadap negara Irak dengan menindak musuh-musuhnya menggunakan

senjata yang amat membahayakan apa yang disebut Barat sebagai (weapons of mass destruction) senjata pemusnah massal. Tetapi kejayaan itu tidak berlangsung lama. Waktu berlalu, di mana masa kekuasaan Saddam Hussein telah mengalami

defisit yang begitu tajam sekitar tahun 1995-2002-an. Masa keemasan Saddam

mulai lenyap karena ketidakpercayaan masyarakat serta para negara-negara yang

dulu bersahabat padanya menjadi apatis ketika ia mulai ditunggangi oleh asing

terutama AS.

Namun bagaimanapun, negara-negara lain khusunya Islam tidak serta merta

mendukung tindakan AS dan sekutunya melakukan aksi serangan membabi-buta

tanpa mengindahkan hak-hak rakyat sipil tidak berdosa. Sampai-sampai PBB

yang dulunya antipati terhadap Irak menjadi simpati dan empati atas terjadinya

krisis Irak selang antara 2003-2007-an. Di sini AS melakukan aksi pengalihan isu

masa lampau dengan kontemporer, dengan melakukan statement bernada kurang bersahabat terhadap Baghdad dengan membangkit-bangkitkan senjata lengkap

27

milik Irak sebagai senjata perang melawan Iran dan Kuwait beserta memberantas

suku Kurdi ketika itu.

Tuduhan terus menerus dari AS dan beberapa negara Barat bahwa Irak

kembali mengaktifkan program senjata kimia dan biologinya sejak berhenti

kerjanya tim inspeksi PBB pada bulan Desember 1998. AS dan Inggris saat itu

khususnya, melempar berbagai macam serangan tuduhan terhadap Irak. AS dan

Inggris misalnya menuduh Irak terus memproduksi senjata kimia dan biologi

untuk tujuan militer dan senjata tersebut sudah bisa digunakan dalam jangka

waktu 45 menit saja jika ada instruksi dari pemimpin Irak. Irak juga dituding

mengembangkan laboratorium tidak permanen yang bisa dipindahkan dari satu

tempat ke tempat yang lain. Irak dituduh pula melakukan transaksi ilegal

mendapatkan jenis-jenis barang dari luar negeri.

Maka dari itu AS di sini sangat meragukan tentang komitmen Irak

melaksanakan semua resolusi DK PBB yang menyangkut senjata pemusnah

massal agar sanksi PBB tetap berlanjut terhadap Baghdad. Apalagi pasca tragedi

11 September 2001 di AS. Presiden George Walker Bush secara terang-terangan

ingin menyerang Irak untuk menumbangkan rezim Saddam Hussein di Baghdad.

Tidak berlebih-lebihan kalau kini muncul anggapan bahwa AS akan menabur

kerikil-kerikil serta menabuh keras genderang untuk kinerja tim inspeksi PBB jika

kembali lagi ke Irak, sehingga tidak ada cara lain melainkan melancarkan

serangan militer ke Irak.28

Hingga akhirnya menimbulkan kontroversi mendalam mengenai hal ini,

sebab di saat Irak mengalami kemunduran di sektor kepemerintahannya mana

28

mungkin Irak memiliki senjata pemusnah massal, dengan terpuruknya kondisi

ekonomi serta ketidakstabilan politik di masa akhir rezim Saddam, Irak laksana

negara bola panas yang diperebutkan berbagai negara di antaranya AS yang begitu

mesra dengan Inggris ingin menggulingkan Saddam serta mengambil alih dan

mengintervensi pemerintah Irak yang ketika itu dipimpin Saddam Hussein.

Ada salah satu pengamat AS bernama James Moore di antaranya melakukan

uji investigasi serta melakukan analisa terhadap senjata pemusnah massal yang

intens disuarakan George Walker Bush dan sekutunya, tetapi fakta membuktikan

belum ditemukannya sampai saat ini materi yang dialamatkan oleh Gedung Putih

untuk Baghdad.

Semua berita yang didendangkan pemerintah AS hanya berupa kampanye

perang untuk mengeksploitasi opini agar sesuai dengan alasan AS. Di antara

sumber yang obyektif dilakukan oleh pekerja jurnalistik AS yang tidak berat

sebelah dalam menanggapi masalah yang sedang dialami Irak, mengatakan dalam

bukunya: Ini didasarkan atas tuduhan bahwa rezim yang berkuasa di negara tersebut merupakan pendukung jaringan terorisme internasional, dan tuduhan soal kepemilikan senjata pemusnah massal yang dikembangkan rezim Saddam Hussein. Tetapi menurut sumber lain yaitu buku Blood Money karya tim investigasi perang Irak yang berasal dari AS bernama Christian Miller

mengatakan: bahwa pada tanggal 3 Mei 2003 pasukan bersenjata AS

menganugerahkan kontrak senilai 7 milyar US$ kepada perusahaan Halliburton

diniatkan untuk merehabilitasi industri minyak di Irak. Kemudian perusahaan

Invasi.29 Ini mengakibatkan adanya indikasi yang kuat bagaimana latar belakang

pendudukan AS atas Irak yang sebenarnya: tidak lain ingin menguasai minyaknya,

karena kita mengetahui bahwa negara Irak merupakan penghasil minyak ketiga

terbesar di dunia.

Dengan dalih untuk menghentikan terorisme dan menghancurkan senjata

pemusnah massal di Irak, itu semua terbantahkan setelah David Kay, ketua

inspektur persenjataan AS di Irak pada tanggal 28 Januari 2004, mengatakan pada

seluruh dewan senat AS bahwa mereka tidak pernah menemukan senjata

pemusnah massal yang selalu menjadi alasan dari peperangan ini, dan hasilnya,

bahwa intelijen pra-perang telah keliru.30 Dengan begitu apa yang disematkan

presiden Bush terhadap Irak merupakan pengalihan isu agar upaya dan ambisinya

bisa terimplementasi.