DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT
IRAK 2003-2007
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)
Oleh
Andriyansyah
NIM:107022001344
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
i
Andriyansyah
Penyerbuan Amerika Serikat Atas Irak dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Irak 2003-2007
Pada awalnya, yang terjadi di Irak pasca perang teluk I dan II telah usai. Suasana politik,ekonomi, dan sosial itu kembali menjadi kondusif, bahkan kerukunan antar etnis pun mulai terbangun sedikit demi sedikit, hingga kondisi di Irak pun pra Invasi AS ke Irak tahun 2003 itu mulai aman dan terkendali. Namun semuanya pecah setelah terjadi peristiwa yang mencenangkan dunia Internasional. Yaitu tragedi 11 September 2001. Gedung menara kembar World Trade Centre di New York dan Pentagon di Washington.ditabrak pesawat, yang menurut istilah AS oleh para teroris. Mereka menggunakan pesawat terbang dengan menggunakan bom bunuh diri. Menara kembar terbakar. Ambruk. Hampir 3000 orang tewas.
Inilah mimpi buruk bagi AS, satu-satunya negeri adidaya di dunia ini.Dengan
begitu ia memaklumatkan untuk “perang melawan terorisme”. AS menyeret negara -negara lain untuk terjun perang membantu AS ke dalam mandala perang melawan terrorisme. Negara-negara lain diberi pilihan : di pihak dia (AS) atau di pihak lawan (Teroris). Doktrin Bush dikeluarkan. Dengan berpedoman pada doktrin tersebut, AS
memamerkan kekuatannya, dengan slogan “perang melawan terorisme”. Doktrin ini
pula yang menyingkirkan rezim Saddam Hussein.
Korban pertama adalah Afghanistan. Lantaran rezim Taliban pimpinan Mullah Omar yang pernah berkuasa di Afghanistan dituduh telah melakukan sekutu dan melindungi Osama bin Laden. Maka peperangan pun dimulai. Setelah Afghanistan diluluhlantahkan oleh keberingasan AS. Tak pernah terlihat tertangkapnya Osama Bin Laden sebagai target utama peperangan. Dan kedua adalah Invasi yang dilakukan pada April 2003 di Irak oleh AS. Dengan tuduhan yang sama yaitu memerangi para terroris dan selain itu juga AS pimpinan Bush menyatakan, di Irak ada senjata pemusnah massal dan kedekatan Saddam dengan Al-Qaeda dan Taliban, yang mesti diperangi.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada
penulis terutama nikmat Iman, Islam serta Sehat wal Afiat, sehingga penulisan skripsi
ini yang berjudul ”Penyerbuan Amerika Serikat atas Irak dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Masyarakat Irak 2003-2007” dapat diselesaikan sesuai dengan harapan. Sholawat dan Salam tercurah kepada Sayyidina Muhammad SAW,
sahabat, keluarga dan umatnya hingga di akhir zaman kelak.
Banyak sekali pihak yang telah berpartisipasi dalam membantu
menyelesaikan penulisan skripsi ini baik yang bersifat moril maupun materil. Maka
dengan ini, sudah sepantasnya penulis menyampaikan banyak terima kasih atas
kerjasama, dorongan pengarahan serta bimbingan Bapak dan Ibu dosen, khususnya
dosen pembimbing. Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. H. Abd Wahid Hasyim M.Ag, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan banyak jasanya dalam
membantu mengujikan skripsi ini.
2. Drs. H. M. Ma‟ruf Misbah MA, Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dan
Sholikatus Sa‟diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang banyak sekali membantu dengan sabar
dalam mengesahkan skripsi ini
3. H. Nurhasan, MA, selaku Dosen Pembimbing yang banyak sekali membantu
iii
munaqosyah, dan seluruh dosen Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam yang
memberikan sumbangsih ilmu dan pengalamannya.
5. Untuk kedua Orangtuaku, Bapak H. Adam S. dan Ibu Hj. Rodiah Yang telah
memberikan perhatian dan curahan kasih sayangnya yang luar biasa, (Robbigfirli waliwali dayya warhamhuma kama Robbayani shogiro). serta kakak dan keponakanku yang telah memberikan spirit berjuang untuk menulis.
6. Tak lupa teman-teman seperjuanganku Jurusan SPI angkatan 2007 dan Organisasi
PMII Komfaka, yang telah banyak meluangkan waktunya dalam menghibur dan
memberikan motivasi yang lebih kepada penulis.
Penulis ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu mendukung, membimbing dan mengarahkan penulis hingga
terselesaikannya skripisi ini. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi
penulis maupun pembacanya
Jakarta, 29 November 2011
Penulis
iv
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….……….. 10
D. Metodologi Penelitian ……….……… 11
E. Tinjauan Pustaka ..………... 13
F. Kerangka Teori ……… 15
G. Sistematika Penulisan ………. 16
BAB II KEHIDUPAN MASYARAKAT IRAK PRA INVASI AS 2003 A. Kondisi Sosial Masyarakat ...……… 17
BAB III PENYERBUAN AS ATAS IRAK 2003-2007 A. Masalah Kepemilikan Senjata Pemusnah Massal ………. 36
B. Masalah Adanya Hubungan dengan Jaringan Al-Qaeda dan Taliban ..………. 42
C. Masalah Saddam Hussein Dianggap Pemimpin Diktator …….. 48
D. Masalah Pengincaran Minyak Irak ……...………. 52
BAB IV DAMPAK PENYERBUAN AMERIKA SERIKAT ATAS IRAK A. Pengaruh Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat …………... 59
B. Pengaruh Terhadap Kehidupan Ekonomi ……….. 63
C. Pengaruh Terhadap Kehidupan Politik ……….. 68
v
A. Kesimpulan ……….……….. 79
B. Saran ……..………... 81
DAFTAR PUSTAKA………... 82
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Irak muncul sebagai sebuah negara merdeka baru di Timur Tengah pada
akhir Perang Dunia I. Namun, awal sejarahnya dimulai sejak lebih dari 8000
tahun yang lalu di sebuah wilayah yang dikenal sebagai Bulan Sabit Subur (Fertile
Crescent). Daratan subur di antara sungai Eufrat dan Tigris ini pertanian dan
aksara pertama mulai dikembangkan dan salah satu kekaisaran (kerajaan) paling
awal didirikan. Sampai kinipun wilayah yang telah banyak menyumbang kepada
kelahiran peradaban ini masih memainkan peran penting dalam berbagai peristiwa
di dunia. Penemuan minyak di Irak pada tahun 1927 memberikan berbagai
tanggung jawab dan masalah moderen kepada negeri yang memiliki latar
belakang sejarah kuno yang membanggakan itu.
Masa situasi Irak sebelum invasi itu mengalami perkembangan yang
signifikan. Apalagi pasca perang teluk I dan II usai. Perkembangan perekonomian
sudah berjalan sebagaimana mestinya, sehingga bangunan infrastruktur di Irak
mulai kembali direkonstruksi setelah perang berkecamuk antara Iran-Irak pada
tahun 1980-1988 dan Irak-Kuwait pada tahun 1990-1991. perekonomian di Irak
pun sudah mulai berjalan dan pendapatan perkapitanya sudah mulai stabil.
Kondisi politik di Irak pun juga mulai cukup membaik setelah rakyat
mengganti sistem kepemerintahan otoriter menjadi demokrasi dan transisi
politiknya pun berubah menjadi sistem tatanan pemerintahan yang baru.
mengedepankan kedaulatan rakyat ketimbang keotoriteran di era Saddam, demi
memberikan pengaruh yang positif bagi negara-negara lain. Tetapi itupun menurut
AS, yang sampai saat ini ingin sekali berambisi untuk melakukan kampanye
sistem demokrasi di negara-negara Timur Tengah khususnya di negara Irak yang
momennya tepat karena sedang ia invasi. Pertanyaannya ialah, apakah jika
dilakukan perombakan dari sistem otoriter era Saddam menjadi sistem demokrasi
di Irak, akan menjadi harapan atau mimpi untuk kebahagiaan rakyat sipil?1 .
Yang dilakukan Saddam adalah akibat dari pada dorongan AS itu sendiri. Di
mana (Wapres AS) Dick Cheney dan (Deputi Menteri Pertahanan) Paul
Wolfowitz. Melakukan keputusan yang sangat disayangkan sekali terhadap sekte
Syiah dan suku Kurdi yang ketika itu agar melakukan pemberontakan terhadap
kepemerintahan Saddam Hussein karena telah menjadi kaum yang termarginalkan
dan terdiskriminasi. Hingga dengan begitu maka terjadilah pembantaian dengan
senjata kimia. Dua belas tahun selanjutnya, Saddam membela diri dari tuduhan
inspektur persenjataan yang diperkirakan akan menghentikan program senjatanya
dan penembakan pesawat Amerika serta Inggris yang berpatroli di zona larangan
terbang yang didesain untuk mengepungnya.2
Harapan yang terus diinginkan rakyat sipil Irak tampaknya menjadi sebuah
mimpi yang tidak akan pernah terwujud. Sebab kedamaian serta keamanan yang
selalu dinanti itu telah direnggut oleh penyerbuan AS atas Irak. sejatinya AS harus
lebih arif dan bijak dalam melakukan serangannnya. Alih-alih AS berdalih ingin
menangkap Saddam Hussein dan perang melawan teroris di Irak, yang ada warga
1
Trias Kuncahyono.Irak korban Ambisi Kaum Hawkish. Jakarta: Kompas.2005, h. 150. 2
sipil tidak berdosa menjadi tumbal dari kebiadabannya, sehingga beban psikilogis
sosial masyarakatnya pun menjadi taruhannya.
Rakyat Irak, paling khususnya warga Baghdad, merasakan bahwa
penyingkiran Saddam tidak menyelesaikan masalah. Penyingkiran Saddam, untuk
beberapa waktu, tidak memberikan kedamaian, ketenteraman, keamanan, dan
kenyamanan hidup. Aktivitas di Baghdad mulai hidup ketika matahari muncul
dari ufuk timur, jalan-jalan pada siang hari padat, dan pada saat mentari persis di
puncak langit, panasnya begitu terasa, betapa kegiatan transaksi jual beli di pasar
di sana cukup terlihat ramai walaupun kondisi was-was selalu menghantui warga
sipil yang hendak berdagang ataupun membeli.
Setelah berakhirnya Perang Teluk I antara Irak dan Iran terjadi Perang Teluk
II. Perang Teluk II ini merupakan peperangan antara Irak dengan Kuwait. Di
mana rezim Saddam Hussein yang mengklaim diri sebagai pemimpin negara Arab
atau Timur Tengah ketika itu mencaplok negara Kuwait dan menjadikannya
bagian dari propinsi Irak. Penyebab utama daripada terjadinya Perang Teluk II
diakibatkan karena perbatasan tanah yang selalu menjadi sengketa di antara kedua
negara. Apalagi Saddam Hussein berupaya melakukan kilas balik sejarah tanah
negara Kuwait yang merupakan bagian dari teritorial Irak di masa lalu dengan
merujuk pada sejarah Mesopotamia. Sekitar tanggal 31 Juli-1 Agustus 1990
delegasi Kuwait dan Irak melakukan perundingan damai di Jeddah. Perundingan
gagal karena Kuwait bersikap keras menolak permintaan dan tuntutan Irak. Lantas
tanggal 2 Agustus 1990 mulailah Irak menyerbu Kuwait sekitar jam 03.00 pagi
perlawanan berarti. Emir Kuwait sempat melarikan diri ke Saudi Arabia. Raja
Fahd ibn Abdul Aziz mengecam tindakan invasi Irak atas Kuwait.3
Tidak hanya itu, Riza Sihbudi dalam bukunya Bara Timur Tengah pun memiliki asumsi lain terkait Perang Teluk II terjadi bukan hanya sengketa lahan.
Dikatakannya, pemerintah Baghdad menderita kerugian sekitar US$ 450 milyar
akibat perang Iran-Irak dan terjerat utang US$ 80 milyar (sebagian besar dari
negara-negara GCC (Gulf Cooperation Council), khususnya Saudi Arabia dan
Kuwait. Padahal pendapatan tertinggi Baghdad diperkirakan hanya US$ 12 milyar
per tahun. Artinya, untuk kembali membangun negaranya, Saddam Hussein
sedikitnya harus memiliki waktu 40 tahun lamanya. Bagi Saddam menyerbu dan
mencaplok negara Kuwait merupakan jalan pintas mengatasi masalah ekonomi
negaranya.
Hingga saat itu kecaman dari seluruh dunia pun berdatangan. Dewan
Keamanan PBB pun ikut andil mengesahkan Resolusi 661, yang memberlakukan
sanksi terhadap Irak. Ekspor minyak Irak pun mulai terhenti akibat Irak
menganeksasi Kuwait. Mulailah pasukan udara AS tiba di Saudi Arabia bergerilya
menyerang Irak sambil menunggu pasukan multinasional untuk mendukungnya.
Pada 21 Agustus 1990 melihat konflik ini Eropa melakukan pertemuan
negara-negara Eropa Barat di Paris untuk sepakat mendukung pengiriman pasukan
multinasional, di antaranya Inggris, Perancis, dan Belanda ke Teluk Persia (Arab).
Gempuran bertubi-tubi pun mulai terdengar keras di bumi Irak ketika itu.
Irak melakukan aksi perlawanan sendiri terhadap serangan pasukan multinasional.
beberapa ladang minyak Baghdad di antaranya ludes terbakar akibat sasaran rudal
3
yang dilancarkan AS. Pada 25 Januari 1991 dinyatakan Irak, pesawat pasukan
multinasional menembak dua tanker minyak, yang menghasilkan kebocoran
minyak di perairan Teluk. Terindikasi kuat dilakukan oleh pasukan koalisi
multinasional. Dengan begitu tidak hanya Saddam yang gerah akan serangan dari
AS maupun multinasional tetapi rakyat yang menjadi korban pun menjadi sasaran
dari penyerbuan tersebut. Hal ini mengakibatkan rakyat tetap mempercayai
kepemimpinan Saddam Hussein sebagai presiden Irak, yang begitu piawai dan
tangguh dalam menghadapi serangan dari negara-negara adikuasa seperti AS dan
Eropa. Dengan begitu Saddam pun memanfaatkan dukungan sebagian besar
rakyat Irak untuk tetap bertahan menjadi presiden Irak.4
Perang Teluk II ini merupakan cikal bakal terjadinya invasi pasukan
Amerika Serikat (AS) terhadap Irak. Ini merupakan babak baru konflik Irak-AS
yang menjadi topik proposal skripsi ini. AS melobi Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) agar memberikan embargo ekonomi kepada pemerintahan Irak di bawah
Saddam Hussein. Dampak dari kezaliman para elite politik AS itu, seperti: George
W. Bush (presiden), Robert (Dick) Cheney (wakil presiden), Colin Powell
(menteri luar negeri) Condoleezza Rice (penasihat keamanan nasional), Donald
Rumsfeld (menteri pertahanan), Paul D. Wolfowitz (wakil menteri pertahanan)
yang dikenal sebagai kelompok Hawkish, membuat bahaya kelaparan pangan bagi
kelangsungan hidup masyarakat sipil Irak.
Pemilihan presiden AS 4 November 2000 dimenangkan secara kontroversial
oleh George Walker Bush, yang tidak lain merupakan anak dari George H. W.
Bush (presiden AS 1988-1992). Sejak pertama kali menginjakan kakinya di
4
Gedung Putih sebagai seorang presiden pada 1 Januari 2001, Bush Jr sudah
bertekad untuk menyerbu Irak dan menggulingkan Saddam Hussein dari jabatan
presiden Irak. George H. W. Bush gagal menggulingkan Saddam Hussein, dan ia
pun bahkan gagal terpilih kembali sebagai presiden AS dalam pemilihan tahun
1992. Keadaan ini oleh Bush Jr dianggap bahwa Saddam Hussein telah
mempermalukan ayahnya, Bush Sr. Di samping itu juga karena ada lantai sebuah
hotel termewah di Baghdad yang bergambar wajah Bush Sr yang dengan
sendirinya setiap hari terinjak-injak oleh kaki para tamu hotel itu. Tentu bukan
hanya itu, Bush Jr sejak awal telah menyebut dirinya sebagai “seorang presiden
perang”.5
Sejak tahun 2001, situasi politik internasional tidak menentu. Terutama
setelah terjadinya dua peristiwa penting. Pertama, terjadinya tragedi penyerangan terhadap gedung kembar pencakar langit World Trade Centre (WTC) di New
York serta gedung Pentagon di Washington DC, Amerika Serikat pada 11
September 2001. Meskipun bukti-bukti yang disodorkan masih kontroversial,
pemerintah AS bersikeras menuduh jaringan terorisme internasional, Tanzhim
al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden yang berbasis di Afghanistan sebagai pelaku
utamanya. Kedua, invasi dan pendudukan AS atas Irak (sejak April 2003). Invasi dan pendudukan AS terhadap Irak ini didasarkan atas tuduhan bahwa rezim yang
berkuasa di negara tersebut merupakan pendukung jaringan terorisme
internasional dan memiliki senjata pemusnah massal yang dikembangkan rezim
Saddam Hussein. Invasi tersebut tidak hanya berdasarkan pada tujuan mengambil
senjata pemusnah massal dan adanya konspirasi mesra antara rezim Saddam
5
dengan kelompok Al-Qaeda dan Taliban. Namun menurut Riza Sihbudi (peneliti
LIPI) dalam bukunya Menyandera Timur Tengah mengatakan bahwa semua tuduhan tersebut adalah sebuah rekayasa politik yang dilancarkan AS agar bisa
melegitimasi perang terhadap Irak, walaupun mendapat kecaman dari berbagai
negara yang tidak menyetujui aksi penyerbuan terhadap Irak, hingga PBB pun
menolak memberikan legitimasi dan restunya terhadap invasi tersebut. Yang lebih
ironisnya lagi, semua dokumen menjadi dasar semua tudingan itu pun ternyata
diyakini banyak kalangan tidak lebih daripada tipuan belaka, dari kalangan
intelijen AS. Menurut sumber lain yaitu buku Blood Money (Membuang Jutaan
Dolar, Menewaskan Ribuan Jiwa, & Perusahaan Rakus di Irak) karya tim investigasi perang Irak yang berasal dari AS bernama Christian Miller pada
halaman xviii secara kronologis dijelaskan bahwa, pada tanggal 8 Maret 2003
pasukan bersenjata AS menganugerahkan kontrak senilai US$ 7 milyar kepada
perusahaan Halliburton untuk merehabilitasi industri minyak di Irak dan setelah
itu pada tanggal 22 April 2003 perusahaan Halliburton memperoleh kucuran
minyak Irak untuk pertama kalinya sejak invasi.6 Ini mengakibatkan adanya
indikasi yang kuat bagaimana latar belakang pendudukan AS atas Irak yang
sebenaranya: tidak lain ingin menguasai minyaknya, karena kita tahu bahwa
negara Irak merupakan penghasil minyak terbesar ketiga di dunia.
Dalih untuk menghentikan terorisme dan menghancurkan senjata pemusnah
massal di Irak itu semua terbantahkan setelah David Kay pimpinan inspektur
persenjataan AS di Irak pada tanggal 28 Januari 2004, mengatakan kepada seluruh
anggota DPR dan senat AS bahwa mereka tidak pernah menemukan senjata
6
pemusnah massal yang selalu menjadi alasan dari peperangan ini, dan hasilnya,
bahwa intelijen praperang telah keliru.7
Di masa transisi perpolitikan ini paling tidak ada dua skenario yang akan
diterapkan pada Irak jika AS menginvasinya tanpa dukungan dunia internasional
karena Irak dianggap tidak terbukti melanggar dan menabrak aturan main yang
telah diratifikasi oleh PBB melalui Resolusinya No. 1441, yakni memiliki senjata
pemusnah massal, seperti nuklir, senjata kimia, dan biologi.
Sejak saat itu invasi dan pendudukan AS terhadap Irak tetap saja
berlangsung, akibatnya gelombang anti invasi AS pun merebak di mana-mana.
Bahkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pun menolak memberikan legitimasi
atas invasi AS ke Irak.8
Semuanya berdampak buruk bagi kedamaian rakyat sipil Irak yang semula
aman terkendali, menjadi menakutkan. Karena akibat invasi AS di Irak, ratusan
ribu rakyat Irak menjadi korban dan Negeri 1001 Malam itu jadi carut marut oleh
berbagai aksi kekerasan dan pertikaian antar sektarian/mazhab/etnis, masalah
kematian warga sipil yang sia-sia, masalah listrik & air, tempat-tempat rumah
sakit/Ibadah dan tempat perlindungan lainnya.Yang telah direnggut dengan
ledakan-ledakan bom yang dilancarkan AS dan sekutunya. AS bukan hanya harus
menarik seluruh tentaranya dari Irak, tapi Bush juga harus dimintai pertanggung
jawabannya atas pelanggaran HAM berat, jika perlu di hadapan Mahkamah
Internasional.
Aksi penolakan pun digelorakan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI)
dan Liga Arab sebagai jembatan perdamaian bagi kelanggengan hidup rakyat
7
Christian Miller, h. xxi. 8
Timur Tengah. Juru bicara Liga Arab, Hisyam Yusuf, menegaskan, sikap resmi
negara-negara Arab tidak akan pernah berubah, yakni menolak aksi militer AS ke
Irak seperti yang direkomendasikan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab di
Beirut pada bulan Maret 2002. Menurut Yusuf , tidak ada alasan yang kuat dan
layak untuk menyerang Irak selama Baghdad melaksanakan resolusi DK PBB
serta menghormati legalitas internasional.9 Akibatnya masa depan rakyat Irak
sampai tahun 2007 bisa dikatakan tidak kondusif.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dalam suatu penelitian sudah barang tentu ditemui permasalahan sebagai objek
penelitian, maka masalah-masalah yang diteliti dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
a. Motivasi invasi dan pendudukan (serangan militer) AS ke Irak
b. Sejarah peperangan di Irak
c. Kepentingan AS atas penyerbuannya ke Irak
2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk menghindari melebarnya pembahasan dalam penulisan skripsi ini,
maka penulis membatasi pembahasannya pada tahun 2003 hingga 2007, yaitu
masa pemerintahan presiden Goerge W. Bush dan implikasinya yang luas
terhadap masyarakat sipil Irak.
Adapun pembahasan skripsi ini dirumuskan dalam tiga pertanyaan:
a. Bagaimana kehidupan masyarakat Irak pra invasi AS 2003
9
b. Bagaimana penyerbuan Amerika Serikat atas Irak itu terjadi?
c. Bagaimanakah dampak penyerbuan AS bagi rakyat sipil Irak ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
a. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Mengetahui lebih mendalam tentang berbagai faktor invasi dan pendudukan
(penyerbuan) AS atas Irak antara rentang waktu 2003 hingga 2007.
2. Untuk dapat mengkomparasikan sumber yang satu dengan yang lainnya, baik
itu sumber primer maupun sekunder.
3. Mengetahui hal-hal lain yang terkait dengan akar peperangan, seperti:
bagaimana sikap PBB, Liga Arab, OKI, dll.
4. Mengetahui bagaimana dampak invasi dan pendudukan AS atas Irak bagi
rakyat sipil Irak.
b. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penelitian yang diangkat oleh penulis dalam skripsi ini
adalah sebagai berikut:
1. Penulisan skripsi ini diharapkan berguna bagi penulis, agar nantinya tulisan
yang penulis rancang tersebut dapat menjadi modal yang baik untuk
menulis.
2. Skripsi ini mudah-mudahan dapat bermanfaat terkhusus bagi jurusan dan
fakultas agar kelak tulisan bisa menjadi rujukan teman-teman mahasiswa
3. Skripsi ini penulis berharap dapat berguna sebagai khazanah kesejarahan
bagi instansi terkait yang membahas tentang teori konflik dan dampak dari
perang.
D. Metodologi Penelitian
Skripsi ini ditulis dengan menggunakan buku Metodologi Penelitian Sejarah (Pendekatan, Teori, dan Praktik) karya dari Basri MS sebagai rujukan metodenya. Adapun tahapannya meliputi empat tahap, yaitu:
1. Heuristik, yaitu mengumpulkan sumber-sumber primer, dan beberapa tulisan
dari Trias Kuncahyono maupun Mustafa Abd. Rahman yang meliput langsung
kejadian peperangan Irak dan tulisan primer lain yang berkaitan dengan topik
tersebut. Seperti karya Christian T. Miller, Blood Money (Membuang Jutaan Dolar,Menewaskan Ribuan Jiwa,& Perusahan Rakus di Irak) dan beberapa artikel dan tajuk koran Kompas yang berjudul Bush Tak Setuju Perang Irak (Buku Memoar 10 November 2010. Saddam: Tak ada niat saya membakar
kilang minyak 27-Februari-2003. Kondisi Geopolitik Rapuhkan Ekonomi
Dunia 23 Januari 2003. Selanjutnya penulis menggunakan sumber-sumber
sekunder yang mempunyai korelasi dan relevansi dengan materi pembahasan.
Seperti karya Abdul Halim Mahally, Menjarah Negeri Muslim”Menguak
Agenda Besar AS, Dibalik Invasi Irak dan Afghanistan”, Mohammad Safari, & H. Almuzzammil Yusuf, Perang Iraq-AS “Hegemoni Baru AS di Timur
Tengah dan Dampak Globalnya”, dan Dhurorudin Mashad, dkk Saddam
mengaktualisasikan sebuah peristiwa, yang nantinya penelitian tersebut dapat
penulis kembangkan dan mendapatkan metodologi yang penulis garap sesuai
dengan standarisasi metodologi penelitian yang kontemporer.
2. Kritik, sumber-sumber yang terkumpul baik primer maupun sekunder
kemudian dikritik baik secara ekstern maupun intern. Yang dimaksud ekstern
ialah otentisitas atau keaslian, pokok kritik ekstern adalah menguji hal-hal yang
bersifat fisik dan penampilan luar dari sumber-sumber tersebut. Ini berarti
penelahaan pada hal-hal yang bersifat material seperti: jenis kertas, jenis tinta,
waktu, zaman, tempat, dan identifikasi pengarang yang sebenarnya. Sedangkan
kritik intern ialah membahas masalah kredibilitas atau keabsahan. Kritik
internal ini bertujuan mengungkap isi kebenaran (validitas) sumber tersebut,
seperti: menyelami alam pikiran pengarang serta kondisi mental dan kejujuran
pengarang dalam mengobyektifkan suatu sumber.
3. Interpretasi,untuk mengetahui makna yang terkandung dalam sebuah sumber.
Tidak cukup hanya memperhatikan teks-teks saja tetapi kita perlu menganalisis
dan menafsirkan kembali, yakni apakah proses dalam penulisannya dalam
suasana bebas merdeka, tanpa tekanan dari siapapun atau sebaliknya. Sebab
jika sebaliknya, maka apa yang terkandung dalam teks sumber itu, tidak
orisinil, artinya tidak sesuai dengan hati dan pikirannya. Agar tulisannya itu
bisa lebih obyektif dan tidak multitafsir
4. Historiografi, yaitu penulisan sejarahnya, di mana mencoba merekonstruksi
kembali kejadian historisitas penyerbuan AS atas Irak dan dampaknya dari
tahun 2003 sampai 2007 secara kronologis. Menurut Taufik Abdullah, suatu
dilakukannya penelitian, sebab tanpa dilakukannya penelitian maka penulisan
sejarah menjadi rekonstruksi tanpa pembuktian.
E. Tinjauan Pustaka
Banyak sekali tulisan baik berbentuk buku, jurnal, koran, dan karya tulis
lainnya tentang pendudukan AS atas Irak. Di antara karya-karya tersebut harus
dicari mana yang benar-benar otentik. Meminjam istilah Kuntowijoyo dalam
penulisan itu mesti mempunyai prinsip ontentisitas dan kredibiltas, dengan
keduanya bersinergi maka tulisan itu bisa menjadi otoritatif dan layak diangkat ke
dalam dunia akademis.
Maka dari itu tulisan ini harus mempunyai kedua unsur tersebut agar tidak
melanggar ketentuan akademis. Apalagi tulisan ini mengenai isu-isu kontemporer
yaitu invasi dan pendudukan AS atas Irak. Buku berjudul Irak Korban Ambisi Kaum Hawkish karya Trias Kuncahyono (wartawan Kompas yang meliput dan menginvestigasi langsung kejadian perang AS-Irak) layak dijadikan sebagai salah
satu sumber.
Selanjutnya penulis mengkomparasikan buku di atas dengan buku Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam karya Musthafa Abd. Rahman (wartawan Kompas yang bertugas di Kairo), yang pada saat yang sama juga meliput secara
langsung peperangan yang terjadi antara AS-Irak. Kedua buku ini penulis anggap
merupakan sumber primer yang otoritatif, karena kedua buku ini merupakan hasil
investigasi empiris dan langsung, bukan berdasarkan rujukan-rujukan buku
Penulis juga menukil referensi dari pihak Washington melalui (seorang
wartawan investigatif peraih penghargaan dari Los Angeles Time Biro Washington), bernama T. Christian Miller. Dalam sepuluh tahun pengabdiannya
sebagai jurnalis profesional, ia telah meliput empat perang dan satu kampanye
kepresidenan, salah satunya adalah perang Irak. Isi buku itu sangat obyektif dan
tidak memihak ke AS maupun Irak, semuanya diangkat berdasarkan fakta yang
terjadi di lapangan.
Buku lainnya adalah berjudul Bush’s War for Reelection “Iraq, The White
House, And The People” karya James Moore dari AS peraih Emmy Award.
Dalam kiprahnya di dunia karya tulis, ia juga hampir sama dengan Miller yang
selalu hadir dalam kampanye kepresidenan sejak 1976. Maka dari itu dengan
rujukan yang induk seperti ini penulis meyakini, itu merupakan sumber primer
yang patut diapresiasi dan layak dijadikan sumber referensi utama.
Selain itu buku tentang akhir perang teluk yang penulis cari di perpustakaan
nasional itu juga sangat representatif bagi rujukan skripsi ini, yang ditulis oleh
Joko Pitono H. P. di mana masyarakat sipil, ketika itu menjadi bulan-bulanan
peperangan dan pelanggaran HAM. Selanjutnya penulis juga mendapatkan
buku-buku dari Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan website yang dapat dipercaya seperti:
Murray Sabrin. “Dampak Perang Irak pada Ekonomi AS”.artikel di akses pada 27 Juni 2006. Dari http://www.lewrockwell.com/orig3/sabrin4.html dan “AS Dituduh
Merampok Uang Minyak Irak,” artikel diakses Senin, 20/06/2011 08:03. WIB
dari
F. Kerangka Teori
Dalam membahas permasalahan di atas, sudah tentu akan menggunakan
pendekatan konsep pemikiran tertentu sebagai penguat ataupun penunjang
masalah yang diajukan. Di antaranya penulis kutip pendapat Christian T. Miller
(wartawan AS) yang berteori bahwa invasi AS atas Irak akibat daripada minyak
yang melimpah ruah yang dimiliki oleh Irak, apalagi kondisi sosial dan politik di
bawah rezim Saddam Hussein mengalami defisit kepercayaan rakyat terhadap
kepemimpinannya akibat kondisi ekonomi yang tidak kian membaik. Hingga saat
itu AS melakukan eksploitasi untuk melegitimasi perang dan mengambil
keuntungan di Irak dan mengambil kekayaan minyak yang ada di sana, dengan
atas nama perbaikan kondisi ekonomi, politik, sosial, dan melawan negara teroris.
Senada dengan di atas apa yang dikatakan oleh Trias Kuncahyono (wartawan
Kompas) terjadi pergeseran nilai dan penjungkiran opini, di mana AS melakukan
penyerbuan terhadap Irak dengan dalih mencari senjata pemusnah massal dan
keterkaitan Saddam dengan kelompok teroris. Namun pada kenyataannya, ialah
bagaimana AS dapat memiliki minyak dengan melegalkan konflik dengan Irak.
G. Sistematika Penulisan
Untuk menyajikan laporan dan penulisan sekaligus memberikan gambaran
yang jelas dan sistematis tentang materi yang terkandung dalam skripsi ini,
penulis menyusun sistematikanya ke dalam 5 bab beserta bibliografinya dengan
urutan sebagai berikut.
Bab I : berisikan latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metodologi penelitian, tinjauan
pustaka, kerangka teori, dan sistematika penulisan.
Bab II : merupakan bab inti pertama yang membahas kehidupan sosial masyarakat
Irak pra invasi AS 2003 dari segi analisis sejarah maupun geografisnya, yang
ketika itu dipimpin oleh presiden Saddam Hussein. Serta perkembangan maupun
kondisi politik Irak pada waktu itu.
Bab III : merupakan bab inti kedua yang akan membahas sebab-sebab yang
melatarbelakangi invasi dan pendudukan AS atas Irak.
Bab IV : merupakan bab inti ketiga yang akan membahas berbagai macam
dinamika kepentingan AS menginvasi dan menduduki Irak.
BAB V : mengandung dua sub-bab, yaitu kesimpulan yang merupakan pandangan
penulis tentang hasil penelitian yang telah ditempuh. Kesimpulan merupakan hasil
akhir yang dapat penulis berikan sebagai puncak dari kegiatan penelitian yang
dilaksanakan. Sub-bab yang kedua; saran-saran yang merupakan anjuran penulis
kepada para akademisi yang memiliki perhatian terhadap penelitian sejarah dan
peradaban Islam, terutama yang berkenaan dengan invasi dan pendudukan AS atas
BAB II
KEHIDUPAN MASYARAKAT IRAK PRA INVASI AS 2003
A. Kondisi Sosial Masyarakat
Negara Republik Irak (al-Jumhuriyah al-Irakiyah) yang beribukota Baghdad
ini berpenduduk 18.317.000 jiwa sesuai sensus 1990. Pada sensus 2010
berdasarkan situs resmi CIA milik Amerika yang telah diupdate pada tanggal 18 Oktober 2011, Populasi kependudukan Irak mengalami perkembangan yang
signifikan sekitar 30.399.572 jiwa penduduk Irak.10
Luas wilayahnya mencapai 435.052 km2 dengan kepadatan penduduk
mencapai 42.1/Km2. Bahasa resminya adalah bahasa Arab. Penduduk yang
beragama Islam mencapai 95,8 % (Sunni dan Syiah), Kristen 3,5 % dan sisanya
Yahudi. Mata uangnya adalah Dinar. Negara yang berada di bagian barat daya
Asia ini, memiliki batas wilayah; di selatan berbatasan dengan Kuwait dan Saudi
Arabia, di barat dengan Jordania dan Syria, di utara dengan Turki, dan di timur
dengan Iran.11
Banyak keluarga di Irak hidup di Pedesaan. Karena jika tinggal di pedesaan
mereka dapat hidup lebih tentram dan bisa menggiring pertanian di daerahnya.
Ukuran rata-rata masyarakat Irak lebihn senang berada di daerah kota-kota kecil.
Karena jika berada di kota-kota besar sangat riskan keamanannya.
Dan tradisi pernikahan di Irak sangat cenderung lebih dini dan banyak.
Karena memang tradisi Islam sangat menganjurkan nikah lebih muda dan
10CIA. “Population Irak People ,Country Comparison to The World”
.artikel di akses pada: 18 Oktober 2011. Dari https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ iz.html.
11
mempunyai keturunan yang banyak. sehingga banyak remaja muda yang sudah
menikah. Apalagi sesudah Perang Teluk II antara Irak-Kuwait selesai, pada tahun
1995 s/d 2000 kondisi Irak bisa dikatakan relatif aman untuk melakukan resepsi
pernikahan secara terang-terangan. Maka dari presentase Irak angka kelahrian di
sana itu cukuplah tinggi. Walaupun tidak menutup kemungkinan angka kematian
di Irak juga tak kalah tingginya.
Tingkat kelahiran dan kematian di Irak mengalami kondisi fluaktuatif,
terkadang tinggi dan rendah. Akibat angka kelahiran dan kematian yang selalu
seimbang dan bersaing. Dan pertumbuhan penduduk Irak pun terbilang cepat
sejak tahun 1950-an. Tingkat pertumbuhan penduduk Irak sekitar 2,7 persen
(1.027 kelahiran dan untuk 1.000 setiap kematian per tahunnya).12
Jumlah penduduk Irak sekitar 23 juta jiwa ( perkiraan tahun 2003) dengan
74 persen tinggal di perkotaan. Lebih dari 24 persen populasi timggal di wilayah
ke gubernuran Baghdad. Masyarakat terdiri dari berbagai unsur, yang sebelumnya
tidak pernah digabungkan dalam satu negara merdeka. Dulu, dan juga sekarang,
populasi Irak terbagi dalam berbagi kategori yang tumpang tindih, mencakup
asal-usul sosial dan etnik, sekte religius, pekerjaan,latar belakang, daerah dan
kesukuan.
Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk (95 persen), adalah agama
resmi di Irak. sekitar seperemapat dari penganut Islam ini adalah etnis Kurdi, yang
mayoritas beraliran Sunni. Sisanya yang tiga perempat adalah orang Arab.
12
Komunitas agama lain adalah Kristen (3,6 persen), Sabean dan Yazidi (1,4
persen) bahasa Arab meruapakan bahasa resmi Irak. Tetapi, sesuai dengan
keragaman etnis yang ada, bermacam bahasa digunakan di Irak, seperti bahasa
Kurdi, Assyiria,Persia, Turki, Turkmen, dll.13 Semua kondisi sosial ketika itu
aman dan terkendali, tak ada pertikaian yang begitu berarti pasca Perang Teluk II
1991 dan pra invasi AS 2003.
Data dari UNICEF keadaan psikososial anak kesejahteraan belum sistematis
dipantau sampai sekarang, menyajikan data tersebar dan sering tidak lengkap
untuk periode yang dipertimbangkan sejak (1989-1999).
Kebanyakan orang tua khawatir Irak akan terus-menerus tidak berjalan
sesuai dengan harapan rakyat Irak, untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka
dan mengirimkan kekhawatiran ini kepada anak-anak mereka (UNICEF:
Anak-anak dan Wanita di Irak - Sebuah Analisis Situasi, 1992; Wawancara dengan
Asosiasi Keluarga Berencana Irak, 22.3.99). Pemuda dan 'anak-anak di Irak saat
ini, tumbuh dengan rasa mendalam ketidakamanan tentang kepuasan hidup dasar
mereka dan kebutuhan pembangunan, dan anak-anak berumur 4 tahun sudah
terlibat dalam kegiatan yang menghasilkan pendapatan dalam rangka memberikan
kontribusi untuk keluarganya, sebagian besar dari mereka bekerja di jalanan.
Suasana keluarga juga menderita tekanan psikologis batin. Kelelahan orang
tua yang hampir tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar keluarga secara alami
kurang sensitif dan peduli terhadap anak-anak mereka, dan anak-anak kehilangan
sering menambahkan melalui perilaku konsekuen sulit mereka ke dalam
13
penderitaan orang tua. Peningkatan konflik keluarga dan penganiayaan anak-anak
telah diamati (UNICEF: Anak-anak dan Wanita di Irak - Sebuah Analisis Situasi,
1992; Wawancara dengan Asosiasi Keluarga Berencana Irak, 22.3.99). Lebih
banyak anak dipaksa oleh orang tua mereka untuk bekerja di jalan-jalan (TT Al
Jadir: Studi Fenomena menggelandang, Baghdad, 1998). Laporan lainnya
menunjukkan peningkatan break up keluarga, mengakibatkan peningkatan jumlah
anak yatim (Wawancara dengan Asosiasi Keluarga Berencana Irak,, 22.3.99 dan
Departemen Tenaga Kerja dan Sosial, 23.3.99). Keluarga yang mencintai sumber
daya untuk perawatan yang habis jangka panjang melalui beberapa kesusahan
tidak dapat lagi memberikan anak-anak mereka dengan rasa memiliki.
Anak pertengahan: Di masa pertangahan kanak-kanak nutrisinya terus
mengganggu kemampuan anak untuk berkonsentrasi, belajar dan menghafal dan
dengan demikian mencerminkan negatif pada kemajuan pendidikan mereka.
(Laporan Pertama Berkala Irak tentang Pelaksanaan Konvensi Hak Anak, 1996))
Saat ini tidak ada data tentang status gizi anak yang lebih tua, namun peningkatan
gizi buruk, penyakit dan kematian telah diamati (UNICEF Analisis Situasi
Perempuan dan Anak di Irak, 1997). Khawatir tentang kebutuhan dasar juga
mengalihkan perhatian anak dari belajar dan kegiatan kreatif dan produktif
lainnya dan dengan demikian mencerminkan negatif terhadap jalannya
perkembangan intelektual mereka.14
Bagaimanapun jika kita lihat kondisi Irak pada saat itu terbilang tidak
terlalu memprihatinkan karena Irak negara yang cukup makmur dari segi struktur
14
UNICEF. Kondisi Psikososial Kesejahteraan Anak di Irak. artikel di akses pada: Februari 1997. Dari http://www.casi.org.uk/info/undocs/spec-top.html.
maupun infrastrukturnya, apalagi ditunjang dengan peradabannya yang begitu
memukau. Membuat dunia takjub akan warisan dari kesejarahan negara Irak
tersebut. karena Irak merupakan peninggalan dari segala macam dinasti dan
kerajaan yang sempat berjaya di masanya. Hingga kejayaan tersebut masih terasa
bagi rakyat Irak sendiri sebelum invasi AS yang kuat itu terjadi.
B. Kondisi Kehidupan Ekonomi.
Di bawah pemerintahan Saddam, data ekonomi dianggap rahasia negara,
dengan demikian, data yang dapat diandalkan untuk zaman itu terbatas. Menurut
data Economist Intelligence Unit, Irak PDB berdiri di sekitar $ 38 miliar dolar
tahun 1989, diukur dalam konstan 2003 dolar. Dari 1990 sampai Saddam
menerima syarat dan ketentuan Resolusi PBB 986 pada tahun 1996 PDB di Irak
tetap kurang dari 30 persen dari nilai 1989. Dalam periode 1996 sampai 2002,
data menunjukkan sebuah pemulihan bertahap sebagai GDP meningkat dari $
10600000000 pada tahun 1996 menjadi $ 33 miliar pada 2000 sebelum turun
kembali ke $ 29 miliar tahun 2001.GDP per kapita selama periode mengikuti tren
penurunan terlihat dalam PDB secara keseluruhan.
PDB per kapita pergi dari sekitar $ 2304 pada 1989 menjadi $ 938 pada
tahun 1990. Dari tahun 1991 sampai tahun 1996 PDB per kapita tidak pernah naik
di atas $ 507. Selama periode ketimpangan pendapatan adalah masalah sebagai
kekayaan terkonsentrasi di tangan Rezim loyalis dan pedagang sementara Irak
CBI menerbitkan buletin statistik dengan data GDP dalam harga sekarang
Data yang digunakan dalam gambar 7 diperoleh pada tahun 2004 di CBI. Perlu
dicatat bahwa validitas yang sebenarnya tidak diketahui.
Karena kurangnya data ekonomi yang spesifik, sulit untuk memisahkan
PDB Irak menjadi sektor. Diperkirakan bahwa pada 1989 minyak Irak terdiri
sekitar 61 persen dari perekonomian. Namun, setelah invasi Kuwait dan sanksi
pada ekspor minyak, ini terus menurun sampai 1996 ketika program OFF PBB
Irak diperbolehkan untuk melanjutkan ekspor minyak dikendalikan menggunakan
kontrak disetujui PBB. Sektor Pertanian PDB, meskipun lebih besar dari beberapa
negara tetangga, sangat kecil jika dibandingkan dengan minyak dan layanan.
Lahan subur pertanian Irak mencakup sekitar seperlima dari wilayahnya dan telah
memungkinkan Irak untuk mempertahankan sistem pertanian penting.
Pengembangan minyak Irak dimulai pada tahun 1901. Irak Perusahaan
Minyak Nasional (INOC) dibentuk pada tahun 1964, dan dengan nasionalisasi
minyak Irak antara tahun 1972 dan 1975, INOC mengambil alih dari perusahaan
minyak internasional yang sebelumnya menjalankan industri minyak negara itu.
Pada tahun 1987, INOC dibubarkan dan bergabung dengan Moo. Sebelum Perang
Teluk, minyak menyumbang lebih dari 60 persen dari PDB dan 95 persen dari
pendapatan mata uang asing. Setelah invasi Irak ke Kuwait pada tahun 1990 dan
embargo pada ekspor minyak Irak, produksi minyak Irak turun menjadi 10 persen
dari tingkat sebelum perang dari 3,5 juta barel per hari pada bulan Juli 1990
menjadi sekitar 350.000 barel per hari pada Juli 1991. Disetujui oleh PBB ekspor
minyak mulai pada Desember 1996 setelah Irak akhirnya menerima UNSCR 986
dari tahun manajemen reservoir minyak miskin; masalah korosi pada berbagai
fasilitas minyak; kerusakan fasilitas injeksi air, kurangnya suku cadang, bahan,
peralatan, dan kerusakan pada penyimpanan minyak dan fasilitas pemompaan.
Tidak seperti kebanyakan negara-negara Teluk, Irak memiliki potensi
pertanian yang cukup besar. Sekitar 12 persen dari lahannya ditanami, dimana 4
persen irigasi. 9 persen lainnya cocok untuk penggembalaan dan 3 persen adalah
hutan. Namun, selama pemerintahan Saddam, Irak tidak efektif menggunakan
potensi pertanian. Dalam partai Ba'ath, aktivitas di sektor pangan dan pertanian
ekonomi terus menurun. Pemerintah pengeluaran pada pertanian turun dari 18
persen dari pengeluaran total pemerintah pada tahun 1976 menjadi kurang dari 10
persen pada tahun 1980 dan terus menurun selama perang Iran-Irak. Di bawah
Saddam, sebagai akibat dari kekeringan, kurangnya input, metode miskin dan
administrasi lemah, Irak mampu mencapai tingkat produksi pertanian di dekat
potensinya. Setelah Perang Teluk pertama, sistem irigasi jatuh ke dalam
keruntuhan dan sebagian besar lahan pertanian irigasi di pusat dan selatan Irak
rusak parah karena salinisasi (larutan garam).
Pertumbuhan penduduk yang cepat selama tiga dekade terakhir, ditambah
dengan lahan pertanian terbatas dan stagnasi secara keseluruhan dalam produksi
pertanian terus meningkat ketergantungan Irak pada impor untuk memenuhi
kebutuhan pangan domestik. Pada tahun 2002, di bawah program OFF PBB,
antara 80 persen dan 100 persen dari Irak makanan pokok diimpor. Namun, Irak
tetap mandiri dalam buah-buahan dan sayuran.15
15
Dan minyak Irak pasca Perang Teluk II antara Irak dan Kuwait dari salah
satu sumber menurut Abdul Halim Mahally dalam bukunya Menjarah Negeri
Muslim”Menguak Agenda Besar AS, Dibalik Invasi Irak dan Afghanistan. Bahwa
Irak sebelum invasi AS memiliki cadangan minyak sekitar 338 milyar barel yang
juga berarti menempatkan sebagai pemilik cadangan terbesar di kawasan Timur
Tengah bahkan mengalahkan Arab Saudi. Namun tampaknya berlebihan, sebab
Arab Saudi tetaplah merupakan negara di kawasan Timur Tengah yang paling
besar cadangan minyaknya. Produksi minyak nampaknya akan terus diupayakan
meningkat jika hendak digunakan sebagiannya sebagai ganti rugi atau pemulihan
infrastruktur yang rusak akibat perang yang jumlah keseluruhannya mencapai
US$ 400 milyar. Karenanya produksi minyak Irak tidak boleh hanya berhenti
pada level 2.5 juta atau 3 juta barel per hari.16
Irak di bawah Presiden Saddam Hussein telah menjadi bangsa yang kuat.
Sambil memperkuat angkatan bersenjata, Saddam juga memperhatikan pertanian.
Begitu PBB menjatuhkan sanksi terhadap Irak, Saddam langsung membangun
pertanian Irak secara besar-besaran. Proyek yang pertama kali dikerjakan adalah
membangun irigasi untuk pertanian.
Tahun 1993, Saddam membelah padang pasir Irak untuk dijadikan sungai
yang diberi nama sungai Saddam (Nahr Assaddam). Panjangnya tidak kepalang. 500 kilometer. Begitu sungai selesai, padang pasir yang ada di kanan-kiri sungai
digenangi air dan disulap menjadi lahan yang subur. Hasilnya, padang pasir
dihijaukan dengan gandum sebagai makanan pokok, anggur dan korma. Karena
16
itu tidak usah heran kalau Irak tidak mengalami kelaparan walaupun sudah
diembargo sudah 10 tahun.
Jadi bayangan bahwa Irak akan kelaparan karena embargo, hanyalah ilusi
belaka. Bahkan menurut banyak pengamat, 100 tahun lagi, kalau PBB kuat
memberlakukan embargo, Irak akan masih punya daya tahan. Bahkan di saat
embargo ekonomi, Irak mengekspor beras dan gandum. Kesulitan yang dirasakan
akibat embargo adalah obat- obatan dan spare part mobil dan industri. “Di sini
semua terpenuhi, kecuali mobil baru,” kata salah seorang penjual koran.
Kesuksesan Saddam dalam bidang pertanian merupakan kunci utama
stabilitas politik di Irak selama embargo dunia. Irak yang memiliki sumber
minyak nomor tiga di dunia, sampai saat ini persediaan minyaknya dapat dihemat
untuk beberapa generasi berikutnya. Karena kebutuhan makanan pokok
melimpah, masyarakat Irak tetap tenang menghadapi embargo PBB.
Bagi rakyat Irak dewasa ini masalah demokrasi dan HAM tidak menjadi
isu sentral. Bahkan bagi mereka demokrasi dan HAM hanyalah slogan Amerika
untuk menghancurkan Irak. Dengan cara pandang seperti ini, popularitas Saddam
tetap tak tergoyahkan di mata rakyat negara yang bertetangga dengan Iran itu.
Bagaimana nasib mata uang dinar Irak? Tentu saja nilai dinar terjun bebas.
Meski demikian, nasionalisme rakyat Irak tidak bisa digoyang dengan nilai dinar
yang anjok itu. Sebelum embargo 1991, satu dinar Irak ditukar dengan 2,7 dolar.
Sekarang satu dollar ditukar dengan 1.900 dinar. Berarti nilainya anjlok sampai
ltulah Irak yang terus bergulat untuk melepaskan diri dari tiang gantungan
imperialisme Barat. Irak adalah contoh negara yang tidak pernah menyerahkan
nasibnya kepada imperialisme yang serakah dan tidak kenal malu. Kita berharap
Irak tetap tegar menghadapi dunia Barat. Untuk masa depan fenomena Irak tetap
menarik untuk diikuti.17
C. Kondisi Politik
Berbagai aspek telah dilancarkan oleh Saddam Hussein demi memenuhi
ambisinya dengan mengeluarkan beberapa kebijakan politik yang telah
disepakatinya, kebijakan ini antara lain meliputi kebijakan dalam dan kebijakan
luar negeri. Beberapa manuver politik menjadi hal yang biasa dilakukan
pemerintahan Irak yang dipimpim Saddam. Di antaranya di dalam negeri sendiri
ia selalu mempromosikan pemahaman Arab Sunni sebagai aliran keagamaan yang
mesti dipatuhi, padahal banyak Sekte/Mazhab yang lain mesti dihormati dan
dihargai keberadaannya. Saddam diyakini mempunyai ambisi ini dengan
memanfaatkan situasi demi bisa mempertahankan kekuasaan politiknya.
Tidak hanya itu saja, masa sebelum invasi AS 2003 belum terlalu
signifikan, Kondisi perpolitikan di Irak sedikit agak rejim waktu Saddam
memimpin sebagai presiden Irak ketika itu, hingga sebagain besar etnis Kurdi dan
sekte Syiah merasa didiskriminasi oleh segala macam kebijakannya. Dari
masalah hak sebagai warga negara sipil yang mesti diprioritaskan sampai menjadi
17
masyarakat kelas dua di Baghdad. Karena yang sama-sama kita ketahui Saddam
adalah penganut sekte Sunni yang berada di Irak. Walaupun Syiah mayoritas di
Irak dan Sunni minoritas, tetapi jarak antara Sunni dan Syiah menjadi sangat
kentara dan terjadilah tirani minoritas yang dilakukan Saddam dan oknum sekte
Sunni di Irak.
1. Kebijakan Politik Dalam Negeri Saddam Hussein
Beberapa teknik politik Saddam khususnya di dalam negerinya ia telah
membangun pasukan rejim, Saddam juga bersandar pada beberapa strategi politik
yang mengkonsolidasi kekuasaanya. Pertama , pemimpin Irak memodifikasi celah kebijakan politik dalam dan luar negerinya agar sesuai dengan kepentingan
pendukung utamanya. Pada umumnya pendukung Saddam berupaya
mempertahankan hegemoni mereka di Irak, mempromosikan kekuasaan Arab
Sunni di dalam negeri dan mendapat pengakuan sebagai kekuatan Arab yang
dominan. Saddam punya ambisi ini dan juga mengeksploitasinya agar dapat
mempertahankan kekuasaan politiknya.
Kedua, Saddam berupaya terus menyingkirkan kompetitor potensialnya. Tindakan oposisi dapat menghasilkan ganjaran dan pemenjaraan, tergantung
apakah Saddam melihat pelaku itu sebagai suatu ancaman atau sekutu pada waktu
itu. Ketiga, Saddam juga mempergunakan cara kooptasi dan bentuk lainnya untuk menjamin dari pendukungnya yang berjumlah terbatas, pendukung di antaranya
berupa suku-suku dan keluarganya.
kepala negara Republik Indonesia yang saat ini hanya mengedepankan politik
pencitraan ketimbang memikirkan masalah yang lebih penting dan urgen untuk
urusan rakyat banyak. Saddam berupaya selalu mempromosikan dirinya yang
mempunyai citra terkuat kapanpun juga. Citra kekuatan Saddam meyakini akan
dapat mengontrol di dalam negeri dan intervensi luar negeri.18
Di dalam media masa, dari elektronik hingga cetak Saddam mulai
berploriferasi dengan berupaya memutar balikan fakta dengan menggunankan
media tersebut agar politik pencitraannya berjalan sesuai dengan apa yang ia
harapkan. Saddam melakukan manuver dengan menyatakan dirinya telah
menyelamatkan Irak secara konstan. Saddam khususnya mempublikasikan
keberhasilannya dalam menumpas pergolakan di dalam negeri di antara suku
Kurdi dan kelompok Syiah untuk mengkonsolidasikan dukungan di antara para
pendukung utamanya.
2. Kebijakan Politik Luar Negeri Saddam Hussein
Dan kebijkaan politik di luar negeri ia, selalu manyatakan dan mengklaim
dirinya sebagai pemimpin Dunia Arab yang kuat sehingga ia berharap kepada
seluruh negara-negara yang ada di dunia menghargainya dan menghormatinya.
Selain itu Saddam mengaku dirinya sebagai singa padang pasir yang begitu kuat.
Itulah beberapa contoh singkat dari sekian banyak kebijakan politik Saddam yang
kontroversi dan terkadang mencari sensasi.
Saddam bahkan sangat elegan dan piawai dalam mengkampanyekan
kebijakan luar negerinya, tapi memang harus kita akui ia gagal di tengah jalan
18
akibat promosi kebijakan luar negerinya yang kurang begitu diapresiaskan negara
lain, lebih-lebih lagi negara multi nasional19 yang memusuhi tindak tanduk
Presiden Saddam Hussein.
Empat tujuan utama yang mengendalikan kebijakan luar negeri Irak
sekarang ini adalah mempertahankan pemerintahan rejim Baath saat ini, di mana
Baath sendiri adalah haluan politik Saddam Hussein. Ia pun ingin mengakhiri
sanksi PBB, mencapai hegemoni tingkat regional dan membangun kemampuan
senjata NBC (Nuclear Biological Chemical)
Perhatian utama rejim Baath saat ini adalah melindungi dan khususnya
meningkatkan kekuasaan di Irak, sebuah perhatian yang direfleksikan dalam
kebijakan luar negeri Irak. seperti yang dijelaskan di atas, agenda dalam negeri ini
adalah memberangus lawan-lawan politiknya yang membangkang ataupun
bersebrangan dengan Saddam, sekaligus mempertahankan diri dari rejimnya.
Kebijakan luar negeri Irak menekankan faktor ini. Upaya untuk dapat
mendapatkan pengaruh di Arab dan dunia Islam ataupun melawan Amerika,
digunakan di dalam negeri untuk membersihkan citra Saddam.20 Seperti pula yang
dikemukakan di atas, Saddam juga terlibat demam politik yang sama hal dengan
pemerintahan Indonesia yang memperjuangkan Politik Pencitraan dan menafikan
hak-hak masyarakat sipil yang tertindas.
Saddam menuntut pencabutan sanksi dengan segera karena alasan politik
daripada motif ekonomi. Lebih dari isu lainnya, sanksi mensimbolisasi isolasi
Irak dan sikap keras Barat, khusunya upaya Amerika Serikat untuk menghukum
19
Negara multi nasional adalah negara-negara yang berusaha melakukan konspirasi dan bersekutu dengan Amerika Serikat dalam dukungannya untuk menghancurkan negara Irak di bawah rejim kekuasaan Saddam Hussein. Negara-negara ini pun meliputi: Inggris, Jerman, Prancis, bahkan Israel dll.
20
dan mengembargo Baghdad. Pencabutan sanksi tersebut akan mengisyaratkan
basis kekuasaan Saddam bahwa pemimpin Irak tidak dapat ditundukkan ataupun
dikalahkan kemudian muncul sebagai pihak yang menang. Dalam pengertian
material, pencabutan sanksi akan meningkatkan sumber daya rejim Baath dan
memungkinkan Saddam membangun kembali kekuatan konvensionalnya.
Untuk jangka panjang, Saddam menuntut hegemoni regional dan
pengakuan sebagai pemimpin Arab. Propaganda Irak dan upaya Saddam untuk
memperluas pengaruhnya melalui kekuatan terhadap Iran dan Kuwait,
memperlihat pemimpin yang mempunyai komitmen untuk melakukan ekspansi.
Untuk mengakhiri ini semua. Irak membangun berbagai kekuatan konvensional
setelah perang Iran-Irak dan membangun pasukan terbesar ke empat di dunia
sebelum sebagian besar pasukannya dihancurkan dalam perang Operasi Badai
Gurun. Bagi Sadam dan partai Baath , keberhasilan Pan-Arab di luar negeri yang
menegaskan hegemoni Irak dianggap sebagai meningkatnya pengaruh mereka di
dalam negeri.
Memiliki persenjataan NBC melengkapi ambisi Saddam tingkat
regional. Pertama, persenjataan ini memberikan pada Irak sebuah instrument
militer untuk membuktikan kekuataannya. Ia dapat mengancan negara-negara
tetangganya atau, bila perlu menggunakan senjata ini untuk mencaplok wilayah
dalam medan perang seperti yang dilakukannya pada tahun-tahun terakhir perang
antara Irak dan Iran. Baik Saddam maupun basis kekuasaannya meyakini,
persenjataan kimia memainkan peranan penting dalam kemenangan Irak atas Iran
pada perang antara Irak dan Iran. Kedua persenjataan NBC memberikan potensi
kawasan ini. Ketiga persenjataan ini adalah symbol status, sebagai sebuah negara
NBC, khususnya senjata nuklir, Irak di bawah rejim Saddam dapat mengancam
Israel dan harus ditanggapi secara serius oleh pihak Barat. Oleh karena itu
kebijakan luar maupun dalam negeri yang dilakukan banyak menuai kontroversi.21
D.Kondisi Kehidupan antar Etnis/Mazhab/Sekte.
Segera setelah terjadi perang Irak antara Kuwait itu selesai tahun 1991.
Kondisi keadaan etnis/mazhab/sekte tidak adanya tanda-tanda kehidupan yang
membaik. Segera pasca Operasi Badai Gurun, suku minoritas Kurdi Irak
memberontak terhadpa rejim Baath. Pada 22 maret 1991, rejim ini melakukan
serangan balasan terhadap rejim Saddam yang otoriter semenjak awal karir ia
menjadi presiden pada tahun 1970-an.
Yang melakukan serangan-serangan terhadap suku minoritas Kurdi di Irak
Utara. Angkatan Darat Irak menyerang para pemberontak dan warga sipil di Irak
Utara yang menyebabkan jatuh korban dalam jumlah yang besar dan penderitaan
di antara suku Kurdi Irak. Puluhan ribu suku Kurdi meninggalkan daerahnya
ketika pemrintahan pusat dapat mengambil alih kekuasaan di sana dan lebih dari
satu juta suku Kurdi meninggalkan desa-desa mereka ke arah Iran dan Turki.
Banyak di antara mereka hidup tanpa makanan atau perlindungan yang memadai
di gunung-gunung Irak Utara.
Untuk meringankan krisis dan beban suku Kurdi. AS mulai memanfaatkan
situasi dengan mengirim pasukan pada bulan April 1991 untuk menciptakan rasa
aman agar para pengungsi kembali ke kampung halaman mereka. Resolusi DK
21
PBB No.688 memberi kewenangan dalam menggunakan kekuatan untuk
melindungi upaya pertolongan di wilayah utara Kurdi. Pasukan AS, Perancis dan
Inggris mendirikan “Safety Zone” atau zona keselamatan dan mengamankan kamp-kamp pengungsi di Irak Utara.
Sekitar akhri Mei 1991, banyak suku Kurdi di Turki telah kembali ke Irak
dan suku Kurdi yang terusir telah kembali ke rumah-rumah mereka. Pada Mei itu
juga PBB, mengeluarkan kewenangan pada AS untuk melakukan operasi
pertolongan secara langsung, tetapi enggan, untuk mengintervensi untuk
melindungi suku Kurdi. Lebih dari 10.000 personil Angkatan Darat,Laut, dan
Udara AS berpartisipasi dalam operasinya. Dan negara-negara sekutu memberik
kontribusi sekitar 11.000 personil militer. Ketika pauskan Amerika dan
sekutu-sekutunya hendak memasuki negara ini, kampanye Irak berhenti. Selain berupaya
mengamankan wilayah yang mesti diselamatkan. Amerika juga menempatkan
pasukan di Turki guna mencegah penyerbuan Irak dan melindungi suku Kurdi.
Bahkan setelah PBB melakukan kontrol atas upaya pertolongan, komitmen militer
AS secara implisit masih berlaku.
Setelah zona yang dilindungi itu tersebut dibuat, konfrontasi ternyata tak
berakhir juga. Pada Agustus dan September, Irak mulai mengancam zona
keselamatan tersebut dengan mengerahkan pasukan ke wilayah utara dan
melakukan invasi terhadap suku Kurdi. Pasukan Irak dan kelompok paramiliter
suku Kurdi acapkali terjadi. Akan tetapi, setelah AS mengancam melakukan
pembalasan, Saddam menarik mundur dan tak lagi mengganggu wilayah zona ini
secara langsung hingga tahun 1996.22
22
Pada 1991 setelah lama kelompok sesame suku Kurdi yang berseteru karena
ingin memperebutkan kekuasaannya. Maka usai Perang Teluk I, UPK (Uni
Patriotik Kurdistan) dan PDK-Irak (Partai Demokratik Kurdistan-Irak), mereka
kembali bersatu karena sama-sama menjadi kaum tertindas, dengan bersatunya
suku Kurdi maka mereka menjadi kekuatan yang baru di Irak utara. Apalgai
dalam pemilu pada tahun 1992, kedua partai ini meraih 50 kursi di pemerintahan
regional Kurdistan dengan ibu kota Arbil (Erbil). Namun yang menjadi masalah
perseteruan terus terjadi, UPK menguasai wilayah tengah dan tenggara. Setelah
menduduki Arbil pada tahun 1994, UPK menyatakan menguasai separuh wilayah
Kurdista dan 70 persen wilayah penduduknya di bawah kekuasaanya. Belakangan
PDK-Irak menuduh UPK mendapat bantuan militer dari Iran.
Sejarah mencatat bahwa “perang” antar Kurdi untuk memperebutkan
wilayah kekuasaan dan pengaruh di Irak utara menjadi salah satu penyebab
mudahnya Saddam menguasai daerah itu. Selalu ada kelompok atau partai politik
yang dapat dipengaruhi oleh Baghdad. Saat ini ada dua wilayah Kurdi yang saling
bersaing. Kedua wilayah itu adalah Barzanistan di Irak utara bagian timur laut dan
Talibanistan di barat daya. “Barzanistan” dikuasai oleh Partai Demokratik
Kurdistan-Irak, sedangkan “Talibanistan” ada di bawah kekuasaan Uni Patriotik
Kurdistan.23
Tiga tahun kemudian, kedua partai tersebut terlibat pertarungan dan
pertempuran sengit sejak 1994 hingga 1997 untuk memperenutkan wilayah itu.
UPK pimpinan Jalal Talabani meminta bantuan Iran untuk memerangi PDK-Irak
pimpinan Massoud Barzani pun pada tahun 1996 meminta bantuan AS. Akan
23
tetapi karena bantuan yang diharapkan tidak datang-datang, ia menoleh meminta
bantuan kepada Saddam Hussein.
Ini kesempatan bagi Massoud Barzani dengan menjalin hubungan militer
dengan Saddam. Dengan bermodalkan minyak yang dihasilkan wilayahnya,
Massoud Barzani membeli senjata dan amunisi dari Baghdad. Pada bulan
September 1998, akhirnya Jalal Talabani dan Massoud Barzani bersepakta untuk
bersatu dan bersama-sama menyelenggrakan pemilihan umum pada bulan Juli
1999. Sejak saat itu disepakati genjatan senjata, tetapi langkah-langkah reunifikasi
untuk mempertegas dan memperteguh penyatuan merek tidak juga dilakukan.
Walaupun demikian, langkah konkrit kedua partai politik terbesar di
Kurdistan itu memberikan harapan baru bagi terciptanya kesatuan dan persatuan
Kurdi. Ini adalah sebuah langkah bersejarah dan sebuah langkah menuju arah
yang lurus. Upaya untuk menegaskan kembali bersatu itu terus digencarkan.
Misalnya, tanggal 7-8 September 2002 dilakukan pertemuan antara Massud
(Massoud) Barzani dari PDK-Irak dengan Jalal Talabani dari UPK di Salahudin,
Kurdistan selatan.
Dalam pertemuan tersebut, menurut laporan Kurdish Media, mereka
bersepakat untuk mengadakan pertemuan tingkat tinggi guna membahas isu
Kurdistan regional, dan internasional. Mereka juga sepakat untuk memerangi
terorisme, fanatisme, diktator. Kedua belah pihak menegaskan bahwa kesempatan
baru harus direbut dan dimanfaatkan sehingga bermanfaat bagi rakyat Irak dan
Kurdistan.
Masalah Syiah dan Sunni kondisi tersebut memang sering terpecah-pecah.
Kompas) dalam bukunya Bulan Sabit Di Atas Baghdad , menjelaskan yang dimaksude dengan Sunni adalah mazhab mayoritas kaum muslim yang melandasi
ajaran-ajarannya pada sunnah Nabi Saw. Dalam hal akidah. Mereka tidak banyak
berbeda dengan kaum Syiah, tetapi mereka tidak mengharuskan kepemimpinan
kaum muslimin dipangku oleh keturunan Nabi dan menantunya Ali bin Abi
Thalib. Sedangkan Syiah adalah mazhab minoritas kaum muslim yang secara
teologis sebetulnya tidak banyak berbeda dari mayoritas Sunni. Ciri utama kaum
Syiah adalah sangat mengagumi dan menghormati keluarga Nabi Muhammad
Saw (Ahlu Bayt). Secara politis dan historis, mereka adalah pengikut Ali bin Abi Thalib sepupu dan menantu Nabi Muhammad Saw.
Jelaslah Sudah bahwa sejak semula di dalam diri Irak terkandung “magma”
yang memiliki kekuatan demikian dahsyat dan sewaktu-waktu bisa meledak
karena alasan politik. Pembagian Syiah-Sunni lebih kepada alasan politik
ketimbang kultur yang mencerminkan kompetisi antara kedua kelompok
mengenai hak untuk memerintah dan mendefiniskan arti nasionalisme di Irak.
oleh karena itu elite Sunni lebih memilih nasionalisme Arab yang lebih luas
sebagai idelogi utamanya. Maka Syiah lebih memilih nasionalisme Irak.
Berdasarkan perkiraan per Juli 2002, jumlah penduduk Irak adalah
24.001.816 jiwa. 75-80 persen etnis Kurdi. Turkoman, Assirian, Dll 5 persen.
Apabila ditilik dari mazhab agama yang dianut kelompok etnis Arab terbagi dua:
sebanyak 60-65 persen menganut mazhab Syiah dan 32-37 persen mazhab Sunni.
Sisanya Kristen, Dll sebanyak 3 persen.24
24
BAB III
PENYERBUAN AS ATAS IRAK 2003-2007
A. Masalah Kepemilikan Senjata Pemusnah Massal
Perihal senjata kimia dan biologi maupun senjata pemusnah massal lainnya,
senantiasa mendapat perhatian besar dari Amerika Serikat (AS) sebagai alasan
kuat untuk memerangi kejahatan yang dialamatkan kepada Irak atau rezim
Saddam Hussein. Polemik inipun berkesinambungan baik sebelum dan sesudah
berhentinya aktivitas tim inspeksi senjata pemusnah massal PBB di Irak
(UNSCOM) pada bulan Desember 1998.
Menyimak tentang hakikat isu senjata pemusnah massal, ada baiknya kita
flashback mengetahui sejauh mana kemajuan yang dicapai Baghdad di bidang dua senjata itu, serta proses tim inspeksi PBB menghancurkannya serta hengkangnya
tim inspeksi PBB itu pada tahun 1998. Program riset, pengembangan dan
produksi senjata kimia dan biologi telah mendapat perhatian pemimpin Irak sejak
awal tahun 1970-an. Curahan perhatian tersebut merupakan awal dari revivalisasi
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan Irak pada masa itu. Selain itu
program senjata kimia dan biologi Irak itu sebagai bagian pula dari rivalitas
militer yang kuat dengan perlombaan senjata dengan Iran, serta berkaitan juga
dengan isu konflik Arab-Israel.
Di samping itu, Irak merasa harus memilih senjata biologi sebagai unsur
kekuatan pengimbang strategis di kawasan Teluk maupun Timur Tengah,
menyusul reaktor nuklir yang telah digempur melalui pesawat tempur pasukan