• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masyarakat Jepang dan Bunga Sakura

BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP KONSEP MAKNA, SAKURA,

2.2 Sakura

2.2.3 Masyarakat Jepang dan Bunga Sakura

Bunga sakura pada kenyataanya tidak hanya sekedar dinikmati keindahannya ketika bermekaran saja, akan tetapi bunga sakura juga dapat dikonsumsi dengan berbagai olahan menggunakan bunga, daun dan buahnya sebagai bahan.

Bunga sakura diawetkan dengan menggunakan garam. agar dapat disimpan lama. Ketika bunga yang sudah disimpan lama dimasukkan ke dalam gelas dan diseduh dengan air panas maka dapat disajikan segelas minuman yang harum dan nikmat. Tidak hanya sekedar harum dan indah saja, tetapi juga memberikan pemandangan yang indah seolah-olah bunga sakura mekar di dalam gelas. Minuman ini dapat disajikan kapan saja, namun biasanya lebih khusus disajikan pada pertemuan pertama antara pengantin pria dan wanita dalam upacara pernikahan dan pesta-pesta.

Secara tradisional orang Jepang tidak menyajikan teh pada saat pesta pernikahan karena akan menjadi chakasu (menjadi teh) yang artinya “membuat semuanya menjadi senda gurau”. Sehingga menyajikan teh dalam upacara pernikahan akan menjadi selamatan agar pernikahan tersebut gagal. Jadi keistimewaan dari minuman sakura adalah minuman ini dihidangkan dengan maksud mendoakan kebahagiaan dari pernikahan dan memulai lembaran hidup yang baru.

Satu lagi tradisi membuat panganan yang berhubungan dengan bunga sakura adalah sakura mochi. Sakura mochi adalah kue beras berbentuk bulat pendek yang terdiri dari pasta kacang manis yang dibungkus dengan

menggunakan daun sakura yang diberi cuka atau garam. Sakura mochi biasanya dibawa-bawa oleh perempuan para pembuat gula-gula selama festifal boneka.

Ketika menyaksikan keindahan bunga sakura disajikan beberapa kue atau panganan yang wajib ada, salah satunya adalah hanami dango, yaitu kue manis yang terbuat dari beras kukus yang ditumbuk dengan pemukul kayu yang besar. Kue ini ada dua jenis, yaitu jenis yang berwarna agak gelap karena dilapisi dengan selai kacang dan jenis yang berwarna merah muda dan dipanggang dengan kecap asin. Hanami dango terkenal pada tahun 1.800-an sebagai kue yang disajikan pada orang-orang yang menikmati mekarnya bunga sakura. Pada saat hanami juga akan ditemui minuman keras yang terbuat dari campuran bunga sakura, selai sakura, dan permen rasa/ wangi bunga sakura.

Sejak dahulu kulit pohon sakura juga sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai bahan tambahan dalam obat untuk mengobati penyakit seperti batuk. Kayunya juga dimanfaatkan untuk membuat perabotan, balok untuk material bangunan,alat musik seperti piano, organ, dan koto (alat musik tradisional Jepang) serta untuk cetakan kayu karena kualitasnya yang bagus, kuat dan mudah diproses. Buah dari pohon bunga sakura berukuran kecil dan tidak dapat dimakan, tetapi ada jenis dari pohon bunga sakura yang buahnya sebesar duku, warnanya merah dan dapat dimakan. Namun pohon bunga sakura jenis ini berbeda karena semua jenisnya didatangkan dari Barat untuk dikembangkan di Jepang.

Satu lagi tradisi yang tidak akan dilewatkan oleh rakyat Jepang ketika bunga sakura sedang bermekaran dengan indahnya adalah tradisi hanami. Hana- mi berasal dari kata hana yang artinya bunga dan mi yang artinya melihat, jadi

hana-mi artinya melihat bunga. Kebiasaan hana-mi merupakan kebiasaan tahunan masyarakat Jepang yaitu dengan berkumpul dengan keluarga, teman, atau kolega dan menikmati mekarnya bunga sakura yang dilakukan pada setiap musim semi.

Merayakan musim bunga sakura dengan kegiatan hana-mi memang sudah dimulai sejak Periode Nara (710-784) yang sebenarnya datang karena pengaruh Dinasti Tang dari Cina. Awalnya mereka lebih mengagumi bunga Ume. Tapi saat periode Heian, sakura mulai menarik perhatian orang Jepang. Mulai dari situ hana-mi menjadi festival yang rutin dirayakan setiap tahun. Mekarnya bunga sakura juga dijadikan sebagai ritual keagamaan dan digunakan sebagai tanda dari akhir tahun serta dimulainya musim bercocok tanam. Karena itu, banyak orang- orang Jepang yang berdoa di kuil atau berdoa di bawah pohon sakura. Pada periode Heian, hanya kalangan bangsawan yang selalu merayakan hana-mi ini. Kebiasaan ini kemudian masuk ke kalangan samurai dan akhirnya menyebar sampai kalangan rakyat dari berbagai golongan pada periode Edo. Perayaan O- hanami sedikit demi sedikit mulai berubah tujuannya. Dari merayakannya untuk ritual agama, menjadi bagian dari gaya hidup para samurai dan kemudian menjadi alat untuk memperkuat kekuasaan. Sedangkan di jaman modern ini, O-hanami lebih kepada acara pribadi dan merupakan kesempatan untuk berkumpul dan bersenang-senang.

Hana-mi pertama kali digunakan sebagai istilah yang sama dalam kegiatan melihat bunga sakura dalam novel “ cerita tentang Kenji” pada masa Heian. Dalam kegiatan hana saja orang-orang akan mengerti bahwa yang dimaksud adalah bunga sakura karena tidak ada bunga lain selain bunga sakura dalam hana-mi.

Kaisar saga pada masa Heian melanjutkan kebiasaan ini dan mengadakan hana-mi dengan berpesta sake di bawah pohon bunga sakura yang sedang mekar di istana kekaisaran di Kyoto. Puisi-puisi akan ditulis sambil menikmati bunga dimana ini terlihat sebagai metafora untuk kehidupan itu sendiri yang terang dan indah. Pemandangan dalam hidup yang sebentar ini banyak dibicarakan dalam kebudayaan Jepang dan sering dipandang sebagai bentuk pujian terhadap keberadaan samurai kuno dimana mereka memandang akhir hidup merupakan keindahan tertinggi dari seseorang. Simbol ini masih menyediakan subjek yang populer untuk seni, syair, dan tarian.

Pesta bunga sakura dengan kegiatan hana-mi semakin populer pada masa Azuchi Momoyama (1586-1600) dimana pesta diadakan dengan teliti oleh Toyotomi Hideyoshi di Yoshino dan Daigo. Pesta ini melukiskan keindahan dari suatu festival dann kebiasaan ini hanya terbatas untuk para orange lit dari istana kekaisaran tapi kemudian segera menyebar ke kalangan samurai. Dalam waktu singkat para petani memulai kebiasaan ,ereka sendiri dengan mendaki gunung pada waktu musim semi dan mulai makan siang di bawah pohon sakura yang sedang mekar. Kegiatan ini dikenal sebagai “perjalanan musim semi ke gunung”. Pada zaman Edo (1600-1867), Tokugawa Yoshimune menanam pohon sakura di tempat-tempat umum untuk menyemangati rakyat, sebagai hasilnya semua orang bersama-sama mulai mengambil bagian dalam festival tersebut.

Tradisi ini berlanjut sampai sekarang ini dengan orang-orang yang berkumpul dalam jumlah yang besar dan biasanya berpesta sampai larut malam. Karena sejarahnya yang panjang, hana-mi mengelilingi dan mengakar kuat dalam perjalanan kehidupan masyarakat Jepang. Aspek kebudayaan Jepang ini

merupakan produk dari lingkungan alam Jepang dengan musim tersendiri dan sensitifitas dari masyarakat Jepang sendiri.

Dokumen terkait