• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP KONSEP MAKNA, SAKURA,

2.4 Riwayat Hidup Matsuo Basho

Matsuo Munefusa atau yang lebih dikenal dengan nama Matsuo Basho, dilahirkan pada tahun 1644 di Ueno, yaitu daerah yang terletak di propinsi Iga (saat ini dikenal dengan prefektur Mie). Tidak terdapat keterangan pasti tentang tanggal lahirnya. Namun ada yang menyebutkan bahwa Basho lahir pada tanggal 15 September, bertepatan pada saat bulan purnama. Ia memiliki seorang kakak laki-laki dan empat orang saudara perempuan. Ayahnya, Matsuo Monzaemon, adalah seorang samurai dari kelas bawah yang hidup bertani selama masa damai.

Nama Basho bukanlah nama yang dimilikinya sejak kecil. Nama asli dari Basho sendiri adalah Matsuo Munefusa. Nama tersebut diberikan oleh muridnya dikarenakan tanaman yang tumbuh di dekat pondok kecilnya yang sederhana. Dalam bahasa Jepang Basho diartikan sebagai pohon pisang. Pondok atau lebih tepatnya gubuk kecil yang dihuni oleh Basho dikelilingi banyak pohon pisang, yang memang sengaja di tanam oleh muridnya. Oleh karena itu, nama Basho merupakan nama julukan yang diberikan oleh oran-orang disekitarnya.

Walaupun kehidupan Basho tidak terlalu mewah, ia masih termasuk keturunan samurai dan sering keluar masuk istana. Pada tahun 1656, setelah beberapa tahun kematian ayahnya, Basho yang dikenal dengan Munefusa, bekerja melayani Todo Yoshikiyo yang masih kerabat dari seorang daimyo (penguasa daerah) yang menguasai propinsi Iga. Tidak terdapat catatan tentang kegiatan Basho selama bekerja. Namun beberapa pendapat menyebutkan bahwa jabatannya rendah dan tugasnya sedikit.

Selanjutnya ia bergabung dalam kegiatan anak Yoshikiyo, yaitu Yoshitada, yang berumur dua tahun lebih tua darinya. Yoshitada merupakan seorang penulis haikai di waktu senggangnya dengan nama samaran Sengin. Nama Sengin merupakan pemberian dari guru Yoshitada, yaitu Kitamura Kingin. Kingin merupakan salah seorang penyair haikai terbaik dari sekolah Teimon. Dari sinilah awal mula Basho menyukai dunia haiku dan mempelajari Teimon, sampai akhirnya dia menemukan alirannya tersendiri.

Isoji Aso (1938:125-126) mengatakan bahwasannya, aliran Teimon ini lebih mengutamakan pada permainan kata-kata yang menekankan pada hal-hal yang menjadi bahan tertawaan atau lucu. Namun ketika bergabung dengan Sengin, Basho tidak menggunakan nama aslinya, ia menggunakan nama samaran Sobo. Ia mulai menulis puisi pertama yaitu pada tahun 1662. Namun puisi pertamanya yang tercatat yaitu pada Pebruari 1663, yang isinya sebagai berikut:

Haru ya koshi Toshi ya yukiken Kotsugumori

Terjemahannya adalah:

Apakah musim semi yang datang Apakah tahun yang telah berlalu Dua hari terakhir

Kehidupan Basho yang sesungguhnya dimulai pada saat ia mulai bergabung dengan Yoshitada. Kehidupannya sebagai samurai ia jalani sambil membuat puisi. Tetapi pada musim pada tahun 1666, Basho mengalami masa sulit ketika gurunya Yoshitada (Sengin) tiba-tiba meninggal dunia di usia yang sangat muda. Karena kejadian ini Basho memutuskan untuk meninggalkan tempat kelahirannya dan mulai mempelajari Zen di sebuah biara (Kimpuji) di dekat Kyoto di antara tahun 1666-1671. Di biara ini ia juga mempelajari tentang kesusasteraan Cina dan kaligrafi. Meskipun ia telah meninggalkan kampung halamannya, Basho masih terus menulis haikai. Pada tahun 1672 Basho pindah ke Edo (Tokyo), dimana ia semakin aktif menulis puisi. Selama keberadaannya di Edo, di kota ini (1673-1684) ia juga berlatih/mempelajari meditasi Zen yang tinggal di kuil Chokeji.

Pada musim panas tahun 1684, Basho memulai salah satu dari perjalanan panjangnya dari Edo menuju Kyoto. Tidak seperti perjalannya sebelumnya, perjalanan ini tidak untuk suatu perjalan spiritual. Adapun tujuan dari perjalanan ini adalah untuk mengunjungi makam ibunya, mengunjungi muridnya di Ogaki, dan mendisiplinkan dirinya melalui perjalanan yang sulit ini.perjalanan ini sangat sulit karena dia harus melewati beberapa daerah yang berada antara Edo dan Kyoto. Dari perjalanan ini, Basho mulai menemukan dan menciptakan gaya puisinya sendiri. Selama perjalanan berlangsung sama seperti seorang Bhiksu,

Basho menggunakan jubah hitam yang biasa digunakan pendeta Budha, sebuah, kebiasaan yang akan digunakan sampai akhir nidupnya.

Setelah melakukan perjalanannya Basho akhirnya kembali lagi ke Edo pada musim dingin 1691. Selama perjalanan ada beberapa kemajuan yang dialaminya dalam menciptakan haiku yang lebih dekat pada keindahan alam. Begitu banyak haiku yang diciptakan dari berbagai perjalanan jauhnya, antara lain Oku No Hosomichi, Sarumino, dan lain sebagainya.

Setelah kembali ke Edo Basho memutuskan untuk melakukan perjalanan kembali. Ia ingin mengenalkan dasar pemikiran ataupun gaya puisinya yang baru yaitu karumi kepada para penyair di luar Edo. Makoto Ueda (1992:428) menjelaskan bahwa Karumi memiliki pengertian “ringan atau menerangi”, menunjukkan pada sebuah kesederhanaan, yaitu kesederhanaan akan keindahan yang muncul ketika penyair menemukan tema puisinya pada hal-hal yang umum dan mengekspresikannya dalam bahasa yang sederhana.

Pada akhirnya Basho memutuskan untuk melakukan perjalanan lain pada musim panas 1694. Namun karena meninggalnya salah seorang teman terdekatnnya, perjalanan Basho harus terhenti dan dia harus kembali ke Edo. Selanjutnya Basho kembali lagi ke Ueno pada awal musim semi untuk istirahat selama sebulan. Selanjutnya ia melanjutkan perjalanan ke Osaka dengan beberapa teman dan sanak saudara. Tetapi selama perjalanan kesehatan Basho menurun drastis, meskipun begitu ia tetap menulis beberapa syair-syair yang sangat indah. Salah satu dari haiku yang ditulisnya di Osaka adalah:

Ko no aki wa Nan de toshiyoru Kumo ni tori

(Makoto Ueda, 1992:407) Terjemahan:

Musim gugur ini

Mengapa usia bertambah tua Kepada awan dan burung

Haiku ini mengindikasikan kekhawatiran Basho menuju kematian. Selang beberapa waktu karena sakit perut yang dideritanya ia berada di tempat tidur, dan tidak pernah sembuh sejak itu. Begitu banyak muridnya yang berdatangan ke Osaka dan berkumpul di samping tempat tidurnya. Basho terlihat begitu tenang dihari-hari terakhirnya. Haiku terakhir yang berhasil ia tulis adalah:

Tabi ni yande

Yume wa kareno wo Kakemeguru

(Makoto Ueda, 1992:413) Terjemahan:

Sakit di dalam perjalanan Mimpiku berkelana

Mengitari padang rumput yang kering

Haiku ini tercipta di saat-saat terakhir hidupnya dengan dibantu oleh muridnya. Basho wafat pada Nopember 1694 pada usia 50 tahun.

Dokumen terkait