• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP KONSEP MAKNA, SAKURA,

2.3 Haiku

2.3.2 Sejarah Haiku

Bangsa Jepang baru mengenal sistem tulisan dan kegiatan tulis menulis pada abad ke-8 Masehi. Dan tulisan-tulisan yang pertama kali adalah berbentuk puisi. Puisi Jepang dahulu dibawakan secara lisan yang kemudian pada akhirnya ditulis dan menjadi cikal bakal buku-buku pertama di Jepang. Semua pria dan wanita Jepang zaman dahulu menggunakan puisi sebagai alat untuk berkomunikasi. Mungkin itulah sebabnya mengapa orang Jepang sering memasukkan puisi dalam surat-surat mereka.

Puisi Jepang memiliki banyak ragam seperti: Haiku, Tanka dan Renga. Jika berbicara tentang haiku maka akan berkaitan dengan waka dan renga. Secara khusus, puisi tradisional Jepang ini berisi tentang kehidupan sehari-hari, cinta dan juga tentang alam. Antara puisi Jepang yang satu dengan puisi Jepang yang lain memiliki ciri khusus dengan struktur dan susunan atau tata letak yang beragam pula.

A. Ragam Puisi Jepang

a.Tanka

Ragam lain dari puisi Jepang adalah Tanka yang usianya lebih tua dari Haiku tetapi tidak seterkenal Haiku. Tanka telah dikenal sebagai salah satu jenis puisi di Jepang sekitar 1300 tahun. Tanka biasanya dibuat setelah selesainya sebuah peristiwa, kejadian atau suatu perayaan yang spesial. Tanka cenderung lebih panjang dari Haiku, dan itu memberikan ruang kapada para penyair untuk lebih dapat mengekspresikan perasaannya dengan lebih dalam. Secara khusus,

Tanka ditulis atas perasaan seseorang. Dalam menulis puisi jenis ini, pertama yang harus ditulis adalah tentang sesuatu yang disenangi dan memiliki hasrat atas sesuatu tersebut. Sebagai contoh yaitu tentang alam, tentang suatu tempat, keluarga, cinta atau kehidupan sehari-hari yang menyenangkan dan merupakan sesuatu yang dianggap benar. Menulis Tanka dengan baik akan menciptakan kecemerlangan penggambaran atau mendapat kesan yang mendalam yang sangat berkaitan dengan perasaan. Jenis puisi seperti ini memberikan penyair kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya dengan cara yang unik.

b.Renga

Ragam puisi Jepang lainnya lagi adalah Renga. Berdasarkan sejarahnya, puisi Jepang berkembang terus. Seiring waktu, tekniknya selalu mengalami perkembangan. Dari seorang penyair, kemudian menjadi dua orang penyair dapat bekerja sama dalam menciptakan sebuah puisi di waktu yang bersamaan, konsep ini dikenal dengan Renga. Latar belakang ide pembuatan Renga ini yakni salah seorang penyair menuliskan bagian yang menjadi idenya dan penyair lainnya menuliskan kelanjutan puisi dari ide penyair yang pertama dengan idenya sendiri. Dua orang penyair menyatukan ide-ide mereka membentuk sebuah puisi, kegiatan ini di waktu dahulu menjadi sebuah hiburan yang populer. Banyak orang berpikir bahwa membuat Renga sama halnya bermain dalam sebuah kompetisi. Dalam mengikuti permainan seperti ini – seperti halnya sebuah kebiasaan, dibutuhkan pemikiran yang cepat dan dengan rasa humor yang baik untuk dapat bermain Renga.

c. Haiku

Bentuk asli Haiku sebenarnya berasal dari Renga. Haiku adalah puisi Jepang yang pendek dikarenakan pemotongan atau dalam artian karena adanya pemenggalan pada kalimat yang sebenarnya memanjang. Basho adalah seorang penyair Jepang yang terkenal dan yang juga telah berjasa dalam mengenalkan Haiku. Walaupun Haiku bertahan hingga saat sekarang ini, namun orang-orang Jepang lebih menikmati membuat puisi dengan bentuk modern atau masa kini dibandingkan membuat Haiku. Sejalan dengan waktu, struktur Haiku mengalami perubahan yang sangat drastis. Pada abad ke-15 M bentuk asli Haiku berubah menjadi sekitar seratus versi yang masing-masing dari versi tersebut masih memiliki jumlah suku kata yang spesifik dengan Renga. Saat ini Haiku terdiri dari 17 suku kata walaupun dengan struktur yang selalu berubah-ubah di setiap masa. Haiku dapat berisi tentang apa saja. Tetapi banyak orang menulis Haiku untuk menceritakan tentang alam dan kehidupan sehari-hari. Tiga baris Haiku menciptakan rasa yang menggambarkan emosi dari penyairnya.

Haiku merupakan bentuk baru dari sajak yang lahir di zaman Edo. Haiku mulai muncul dalam kesusasteraan Jepang pada akhir abad ke-17 atau lebih tepat lagi dalam tahun 1662. Di awal perkembangannya kesusasteraan Jepang diawali dengan sastra lisan yang kemudian dialihkan ke dalam tulisan. Secara garis besar, puisi Jepang klasik terbagi dalam dua macam yaitu kayou dan waka.

Kayou adalah nyanyian rakyat yang disampaikan dari mulut ke mulut dan dinikmati melalui indra pendengaran. Kayou pada zaman Joodai ini diceritakan dari mulut ke mulut dan mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya kesusasteraan di Jepang pada umumnya dan shuudan bungaku (karya kesusasteraan yang dihasilkan oleh beberapa para sastrawan) pada khususnya,

termasuk juga semua jenis pantun sebelum timbulnya waka. Nyanyian kayou inilah yang menjadi titik tolak terciptanya waka. Pada mulanya kayou tercetus dari gerak hati yang diungkapkan dengan kata yang sangat sederhana. Dari suara teriakan yang tidak segera dirasakan artinya dan yang keluar ketika bekerja atau pada waktu mengadakan perayaan untuk memuja dewa-dewa yang akhirnya terbentuklah kata-kata. Kata-kata inilah yang kemudian disambung-sambungkan akhirnya lahir dalam bentuk nyanyian kayou.

Materi kayou beraneka ragam, seperti binatang, tumbuh-tumbuhan atau barang-barang buatan manusia dan lain-lain yang mempunyai hubungan yang urat dengan kehidupan manusia, pengutaraannya tidak jelas seperti yang dijumpai dalam kata-kata sehari-hari, namun ada juga yang menggugah perasaan. Kadang- kadang mempergunakan kasane kotoba (pengulangan kata) misalnya sungai- sungai, hewan-hewan dan lain-lain, tsuika (kata yang menggambarkan perbedaan kontras) misalnya laki-laki kuat wanita lemah, zensoho (kata-kata yang menggambarkan puncak suatu keadaan) mis: miskin, melarat dan lain-lain. Kayou dalam satu bait, suku kata yang dipergunakan berjumlah 2 sampai 9. Namun yang banyak dipergunakan adalah bait yang terdiri dari 5 dan 7 suku kata. Selain itu ada juga bait yang terdiri 2, 3, dan 6 suku kata.

Jika berbicara tentang haiku maka akan berkaitan dengan waka dan renga. Waka adalah jenis puisi tradisional Jepang yang berkembang pada abad ke- 14 dan tersusun dari 31 suku kata. Sedangkan renga apabila dilihat dari huruf kanjinya, renga merupakan salah satu bentuk puisi tradisional Jepang yang mengalami perkembangan pesat diantara abad ke-14 dan 15. Walaupun waka dan renga memiliki persamaan dalam penggunaan jumlah suku kata yaitu 31 suku kata. Namun, pembuatan renga ini dilakukan secara berantai dan berkelompok,

seperti berbalas pantun. Kelompok pertama membuat puisi bagian pertama atau pembuka. Puisi pembuka ini disebut dengan hokku yang memiliki aturan 5, 7 dan 5 suku kata. Selanjutnya kelompok kedua yang akan membuat puisi atau syair bagian kedua. Syair yang kedua ini disebut dengan wakiku (syair pendamping) dengan pola 7-7 suku kata. Setelah selesai pada syair yang kedua maka kelompok pertama akan kembali lagi membuat syair pada bagian hokku, dan dilanjutkan pada wakiku demikian seterusnya. Kegiatan ini terus berlanjut sampai akhirnya tercipta seratus rangkaian syair puisi. Selanjutnya muncul bentuk lain dari renga yaitu haikai-renga atau yang disebut juga haikai. Penyajian haikai-renga hampir sama dengan bentuk renga sebelumnya. Jika dilihat dari artinya, haikai berarti sesuatu yang jenaka atau lucu. Perkembangan haikai berlangsung sekitar abad ke- 15 dan ke-16. Perbedaan renga dan haikai-renga pada dasarnya lerletak pada isi serta orang-orang yang terlibat didalamnya.

Haikai-renga merupakan jenis puisi yang dinikmati hampir semua golongan masyarakat Jepang pada masa itu, mulai dari bangsawan sampai dengan masyarakat biasa bahkan lebih didominasi oleh masyarakat biasa. Berbeda dari waka ataupun renga yang terbatas hanya pada kalangan bangsawan, isi dari haikai-renga juga lebih ringan, santai dan lebih bebas. Haikai lebih menitikberatkan pada segi humor dan merupakan realita dari kehidupan masyarakat. Dalam titik tertentu haikai-renga telah berhasil mempopulerkan renga pada masyarakat umum. Namun dari sekian banyak yang tercipta sedikit sekali yang memiliki nilai sastra yang tinggi.

Di mulai dari pertengahan zaman Chusei (abad pertengahan) sampai permulaan Kinsei (zaman modern) haikai-renga banyak diminati oleh banyak

sendiri dan terlepas dari puisi renga akhirnya haikai-renga mulai ditulis dengan bagian hokku-nya (haiku) saja.

Dalam perkembangan haiku, Basho memiliki peran yang sangat penting karena dia adalah salah seorang penyair haiku yang berhasil mengadakan perbaikan pada haikai terutama dalam isi. Selanjutnya dalam perkembangan haikai, ia berhasil mengangkat bentuk hokku (syair pembuka) menjadi bentuk yang berdiri sendiri. Basho sering membuat hokku tanpa memperhitungkan syair pendamping (wakiku). Dalam perlombaan membuat haikai basho sering membuat hokku tanpa wakiku. Syair pembuka inilah yang sekarang ini disebut dengan haiku.

Haiku yang berkembang sampai sekarang ini merupakan haiku yang berasal dari hokku, yaitu bait pertama dari renga. Nama haiku yang ada sekarang ini pertama kali dicetuskan oleh Masaoka Shiki. Masaoka Shiki adalah salah seorang dari penyair haiku yang muncul pada abad ke-19. Sebutan haiku digunakan untuk memisahkan antara hokku (sebagai syair pembuka pada renga) dengan hokku yang berdiri sendiri, dan di batasi pada perkembangan hokku selama beberapa tahun sebelum berakhirnya masa Edo. Walaupun masih terdapat kesimpangsiuran dalam hokku dan haiku, yang terpenting adalah haiku itu pada awalnya merupakan syair pembuka pada haikai renga dan mengalami pemisahan karena dapat berdiri sendiri tanpa adanya wakiku.

Namun sekarang ini Basho lebih dikenal sebagai penyair haiku, karena ia adalah penyair yang berhasil mengangkat hokku dari renga. Walaupun pada masa itu ia tidak membuat nama tersendiri untuk bait pertama dari haikai-renga tersebut. Namun karena ia sering membuat hokku tanpa wakiku maka ia dianggap

sebagai penyair yang telah berhasil memperbaharui haikai. Selain itu Basho di sebut juga sebagai pelopor dalam perkembangan haiku, meskipun pada awalnya ia memulai karir puisinya dari haikai-renga.

Haiku mengalami perkembangan yang pesat pada masanya. Haiku yang dikembangkan oleh Basho mencakupi tema-tema yang luas. Bagi Basho tidak ada tema yang tidak terlalu umum baginya, dan tidak ada tema yang sifatnya agung atau indah. Namun seiring dengan berjalannya kehidupan yang dialami Basho, ia memilih untuk menulis syair-syair yang menunjukkan perhatiannya terhadap alam dan kehidupan manusia.

Dokumen terkait