• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.3 Bagi Masyarakat

Sebagai bahan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pengetahuan, sikap, dan tindakan siswa terhadap bahaya abortus di Kota Medan.

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI PENGETAHUAN

Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil dari penginderaan manusia (mata, hidung, teliga, dan sebagainya). Dari penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh fokus perhatian dan persepsi terhadap suatu objek (Notoadmojo, 2010).

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan (Notoadmojo, 2010) :

a. Tahu (know), tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (comprehension), memahami suatu objek berarti dapat menilai dengan benar terhadap objek yang diketahui dan mengerti juga dalam interpretasinya.

c. Aplikasi (aplication), aplikasi maksudnya dapat menerapkan objek yang diketahui dalam situasi lain karena telah memahami objek tersebut.

d. Analisis (analysis), analisis adalah kemampuan menelaah dan menjabarkan, kemudian mencari hubungan yang ada pada tiap komponen suatu masalah atau objek yang diketahui.

e. Sintesis (synthesis), dapat diartikan dengan pembentukan hal-hal baru dari hal-hal yang sudah ada.

f. Evaluasi (evaluation), evaluasi ini merupakan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dapat berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau norma- norma yang berlaku di masyarakat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoadmodjo (2010) yaitu:

a. Sosial ekonomi, lingkungan sosial berkaitan dengan tingginya pengetahuan namun ekonomi lebih dikaitkan dengan pendidikan.

b. Kultur (budaya, agama), budaya pasti berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena individu akan selalu memikirkan kecocokan pengetahuan dengan budaya individu tersebut.

c. Pendidikan, memiliki pendidikan yang tinggi pasti akan mempengaruhi daya tahu individu. Semakin tinggi pendidikan akan membuat individu mudah menerima hal-hal yang baru.

d. Pengalaman, berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, bahwa pendidikan yang tinggi maka pengalaman akan luas, sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan semakin banyak.

2.2 DEFINISI SIKAP

Sikap dalam arti sempit adalah pandangan atau kecenderungan mental.

Sikap adalah suatu kecenderungan untuk mereaksi suatu hal, orang atau benda dengan suka, tidak suka atau acuh tak acuh (Notoadmojo, 2010).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Struktur sikap terdiri atas tiga komponen (Notoadmojo, 2010).

a. Komponen kognitif (cognitive) yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

b. Komponen afektif yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

c. Komponen konatif yang terdiri dari struktur sikap membuat perilaku yang sesuai terhadap sikap objek yang dihadapi. Perilaku seseorang dalam situasi tertentu banyak ditentukan oleh kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.

8

Faktor - faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2012) adalah:

a. Pengalaman pribadi, kejadian yang pernah dialami akan ikut membentuk sikap terhadap stimulus sosial. Tanggapan yang akan menjadi dasar terbentuknya sikap. Untuk memiliki tanggapan beserta penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman dengan obyek psikologis.

b. Kebudayaan, bagaimana budaya dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikapnya . Individu pasti memiliki salah satu sikap menurut budaya individu tersebut.

c. Orang lain yang dianggap penting di sekitar merupakan salah satu diantara komponensosial yang ikut mempengaruhi sikap . Karena selalu memikirkan tiap tindakan yang akan dilakukan dapat berpengaruh pada orang yang dianggap penting.

d. Media massa sebagai sarana komunikasi. Berbagai macam media massa seperti televisi, surat kabar, radio dan lain-lain, memiliki pengaruh besar dalam penciptaan opini dan respon orang.

e. Institusi/ lembaga pendidikan dan lembaga agama, memiliki pengaruh untuk membentuk sikap karena menetapkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri tiap individu.

Pengukuran sikap yang dilakukan secara tidak langsung, bisa dilakukan menggunakan pernyataan-pernyataan dalam suatu angket yang kemudian ditanyakan pendapat responden (Sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju) (Notoadmojo, 2010).

2.3 DEFINISI TINDAKAN

Suatu sikap belum otomatis akan terwujud dalam suatu tindakan, diperlukan faktor pendukung lain untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata. Tindakan merupakan aturan yang mengadakan adanya hubungan erat antar sikap, sikap merupakan pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan

untuk bertindak (Notoadmojo, 2010). Tindakan terdiri dari empat tingkatan yaitu (Notoadmojo, 2010) :

a. Persepsi, mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.

Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan bergizi baik untuk anaknya.

b. Respon terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator tindakan tingkat dua. Misalnya seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar mulai dari cara mencuci dan memotongnya, lama memasak, menutup pancinya dan sebagainya.

c. Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya seorang ibu sudah mengimunisasikan anaknya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

d. Adaptasi, yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.4 DEFINISI ABORTUS

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (Mochtar, 2011) . Di indonesia kata abortus sering diartikan sebagai keguguran. Lebih lengkapnya, Abortus adalah pengeluaran janin sebelum usia kandungan 28 minggu dengan berat kurang dari 1000 gram (Manuaba, 2010).

Menurut ilmu hukum yang sesuai dengan KUHP, yaitu pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai.

Ada dua jenis abortus, yaitu abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus spontan didefinisikan sebagai abortus yang terjadi tanpa adanya tindakan. Dengan kata lain keguguran (miscarriage). Sedangkan abortus yang terjadi dengan adanya perlakuan disebut sebagai abortus provokatus (Cunningham dkk.,2010).

10

2.5 ETIOLOGI ABORTUS

Abortus spontan banyak dijumpai yang sebabnya tidak diketahui. Faktor yang dikaitkan dengan kejadian abortus spontan (Ayu, 2010) :

a. Faktor genetik : Kejadian 3-5% , disebabkan kromosomnya abnormal atau terjadi translokasi kromosom

b. Faktor anatomi : Kelainan anatomi alat reproduksi penyebab abortus sekitar 20-25%.Kelainan anatomi bisa kongenital seperti Unikornual uteri atau didapat atau terjadi bukan bawaan lahir seperti mioma uteri.

c. Faktor hormonal : Kelainan hormonal yang menyebabkan terjadi abortus adalah fase luteal defek, Diabetes Mellitus(DM), dan polikistik ovari.

d. Faktor infeksi : Infeksi yang dikaitkan dengan abortus adalah herpes dan mukoplasma. Disarankan sebelum hamil melakukan pemeriksaan dan terapi terhadap faktor infeksi.

e. Autoimunitas : Kejadiannya sekitar 5-30%.Disebabkan oleh gagalnya toleransi terhadap autoimmunitas(Sel T mengeluarkan sitokin dan terjadi destruksi lokal). Antikardiopilin yaitu antibodi yang menyebabkan kematian hasil konsepsi setelah jantungnya terbentuk. Dan Lupus antikoagulan, menyebabkan timbul trombosis retroplasenter.

2.6 KLASIFIKASI ABORTUS 1.Abortus spontan

Abortus yang terjadi dengan tidak di dahului faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah (Ayu, 2010).

Yang merupakan abortus spontan adalah : a. Abortus iminens b. Abortus insipiens c. Abortus komplit d. Abortus inkomplit e. Abortus tertunda

f. Abortus habitualis g. Abortus sepsis 2. Abortus provocatus

Adalah menggugurkan kandungan dengan segaja baik menggunakan obat ataupun alat. Abortus provocatus adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kehamilan mencapai 20 minggu akibat suatu tindakan atau menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup (WHO, 2012). Abortus provocatus terbagi menjadi dua yaitu abortus provocatus medicinalis dan abortus provocatus criminalis.

2.7 MANIFESTASI KLINIS ABORTUS

Perdarahan merupakan gejala utama abortus, tetapi tidak semua perdarahan disebabkan oleh abortus kehamilan muda. Perdarahan yang ada pada kehamilan diantaranya:

a. Pada hamil muda : Mola hidatidosa dan kehamilan ektopik terganggu

b. Pada kehamilan pertengahan : Persalinan immature dan premature c. Pada kehamilan trimester tiga : Plasenta previa dan pecahnya sinus

marginalis.

Dan perdarahan yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan adalah : 1. Perlukaan pada vagina : Varises pecah dan karsinoma vagina 2. Perlukaan pada serviks : Servikal polip dan Erosio portiones 3. Berasal dari endometrium : Endometrial polip dan mioma

submukosa yang terlahir.

Semua mungkin terjadi bersamaan dengan kehamilan dan menimbulkan perdarahan.Khusus pada abortus spontan dapat dikemukakan manifestasi klinisnya berupa trias gejala klinis: Discomfort ,nyeri,dan kramp. Juga manifestasi lain seperti perdarahan dan ekspulsi jaringan (Ayu, 2010).

12

2.7.1 Abortus Iminens

Diagnosis klinis abortus iminens ditegakkan jika terjadi perdarahan atau pengeluaran duh darah melalui os serviks yang tertutup selama paruh pertama kehamilan. Hal ini terjadi pada 20 sampai 25 persen wanita selama gestasi dini dan dapat menetap selama beberapa hari sampai minggu. Sekitar separuh dari kehamilan ini akan gugur, meskipun risiko ini jauh lebih rendah jika aktivitas jantung janin terdeteksi (Cunningham, 2010).

2.7.2 Abortus Insipiens

Keadaan perdarahan dari intrauteri yang terjadi dengan dilatasi serviks kontinu dan progresif, tetapi tanpa pengeluaran hasil konsepsi sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu.

Abortus insipiens dapat ditegakkan ketika wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi (Ayu, 2010).

2.7.3 Abortus Inkomplit dan Komplit

Perdarahan terjadi jika plasenta, secara keseluruhan atau sebagian, terlepas dari uterus. Pada abortus inkomplit, ostium internum serviks membuka dan menjadi tempat lewatnya darah. Janin dan plasenta mungkin seluruhnya tetap berada in utero atau mungkin sebagian keluar melalui ostium yang terbuka, sebelum 10 minggu, janin dan plasenta sering dikeluarkan bersama-sama, tetapi kemudian mereka dilahirkan secara terpisah. Pada wanita dengan abortus inkomplit yang secara klinis stabil, penanganan dengan menunggu dapat menjadi pilihan (Blohm, dkk., 2013). Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap sebelum umur kehamilan 20 minggu, maka disebut abortus komplit. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Abortus komplit terjadi perdarahan yang berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan dalam 10 hari perdarahan akan berhenti sama sekali karena pada masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai.

Serviks segera menutup kembali (Ayu, 2010).

2.7.4 Abortus Tertunda

Istilah abortus tertunda atau missed abortion adalah istilah yang kurang tepat karena didefinisikan beberapa dekade sebelum uji kehamilan imunologis dan sonografi ditemukan. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan hasil konsepsi yang telah mati yang tertahan selama beberapa hari, minggu, bahkan bulan didalam uterus dengan ostium serviks tertutup. Karena keguguran spontan hampir selalu didahului oleh kematian mudigah, maka sebagian besar secara tepat disebut sebagai “missed”.

Pada kasus tipikal, pasien mengalami kehamilan muda yang tampaknya normal, dengan amenorea, mual muntah, perubahan payudara, dan pembesaran uterus. Setelah kematian mudigah, mungkin terjadi perdarahan vagina atau gejala abortus mengancam lainnya (Cunningham, 2010).

2.7.5 Abortus Habitualis

Terjadinya tiga atau lebih abortus spontan berturut-turut pada 20 minggu atau kurang atau dengan berat janin kurang dari 500 gram. Biasanya disebabkan oleh kelainan kongenital walaupun banyak faktor yang lain yang dapat menyebabkan aborsi berulang seperti infeksi dan autoimmune. Penyebab keguguran berulang serupa dengan keguguran sporadik, meskipun insiden relatif berbeda antara kedua kategori. Sebagai contoh, keguguran trimester pertama dengan keguguran berulang memperlihatkan insiden anomali genetik yang lebih rendah (Sullivan, 2012).

2.7.6 Abortus septik

Abortus septik adalah abortus dengan penyebaran infeksi dalam peredaran darah tubuh. Kematian ibu akibat abortus septik jarang terjadi di Amerika Serikat.

Endometriosis adalah manifestasi tersering infeksi pasca-abortus, tetapi parametritis, peritonitis, dan bahkan endokarditis kadang terjadi. Antara bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan Staphylococci. Pada abortus septik biasanya disertai dengan perdarahan yang bau dan kotor, Uterus yang tegang dan nyeri, temperatur diatas 38 derajat celcius. Dan

14

juga terjadi impending septic shock seperti takipnea , takikardi , dan gangguan perfusi organ (Ayu, 2010).

Tabel 2.1 Gambaran Manifestasi klinik Abortus Spontan.

Jenis

Sangat Sangat Teraba

jaringan Sumber: (Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi dr.Ida Ayu Sp.OG, 2010)

2.8 ABORTUS PROVOCATUS 2.8.1 Abortus Provocatus Medicinalis

Abortus ini dilakukan dengan indikasi medis. Tindakan Abortus ini juga harus disetujui oleh tiga dokter yang menangani ibu hamil yaitu : Dokter yang sesuai indikasi penyakitnya, dokter obgyn dan dokter anestesi.

Indikasi medis berupa :Penyakit jantung, penyakit paru berat, karsinoma, diabetes mellitus berat, dan penyakit ginjal. Dan indikasi sosial diantaranya:

Kegagalan pemakaian KB,kehamilan dengan saudara atau orangtua sendiri, kehamilan akibat perkosaan, kehamilan IQ rendah dan kehamilan dengan kelainan jiwa (Ayu, 2010).

2.8.2 Abortus Provocatus Criminalis

Abortus Provocatus Criminalis Adalah abortus yang dilakukan dengan perlakuan tanpa indikasi medis dan melanggar hukum yang berlaku. Sering dilakukan oleh tenaga tidak terlatih yang menimbulkan trias komplikasi : Perdarahan, Trauma jalan lahir,dan infeksi sampai syok sepsis (Cunningham,dkk, 2010).

2.9 JENIS-JENIS TINDAKAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS 1. Penggunaan obat atau zat tertentu

Penggunaan bahan tumbuhan yang mengandung minyak eter tertentu yang dapat merangsang saluran cerna hingga terjadi kolik abdomen, jamu perangsang kontraksi uteru dan hormone wanita yang merangsang kontraksi uterus melalui hipereni mukosa uterus. Hasil yang dicapai sangat bergantung pada jumlah (takaran), sensitivitas individu dan keadaan kandungannya (usia gestasi).

2. Kekerasan Mekanik

Dapat dilakukan dari luar maupun dari dalam. Kekerasan dari luar seperti melakukan gerakan fisik yang berlebihan, memijat perut bagian bawah, kekerasan langsung pada perut atau uterus dan lainnya. Kekerasan dari dalam, yaitu dengan melakukan manipulasi vagina atau uterus. (Cunningham dkk.,2010).

2.10 DIAGNOSIS ABORTUS

Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam mendiagnosis Abortus adalah anamnesa yang baik, Pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang terhadap pasien. Dalam anamnesa dokter dapat bertanya keluhan apa saja yang dialami pasien seperti adanya perdarahan dan nyeri perut yang dapat mengarahkan diagnosis yang lebih tepat.Pada pemeriksaan fisik dan penunjang dokter akan lebih mengetahui spesifik jenis aborsi yang diderita pasien (Ayu, 2010).

16

Tabel 2.2 Diagnosis Abortus spontan.

Jenis Aborsi Anamnesa Pemeriksaan fisik / Penunjang

Aborsi Iminens Perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada atau ringan.

fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan besar uterus sesuai dengan umur kehamilan.

Pemeriksaan penunjang berupa USG.

Aborsi Insipiens Perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri / kontraksi rahim.

ostium terbuka, buah kehamilan masih dalam rahim, dan ketuban utuh.

Aborsi Inkomplit/Komplit perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), nyeri / kontraksi rahim ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi syok.

ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah kehamilan.

Aborsi Tertunda perdarahan bisa ada atau tidak. fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan bunyi jantung janin tidak ada.

Pemeriksaan penunjang berupa USG, laboratorium(Hb,trombosit, fibrinogen).

Aborsi Habitualis Rasa nyeri atau kram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.

Histerosalfingografi untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan anomali kongenital.

BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan glandula thyroidea.

Aborsi Septik amenore, perdarahan, Adanya

demam

kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan sebagainya.

demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri tekan dan leukositosis.

Sumber: (Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi dr.Ida Ayu Sp.OG, 2010)

2.11 PENATALAKSANAAN ABORTUS

Kematian mudigah mudah dipastikan dengan teknologi sonografik saat ini, penatalaksanaan dapat lebih diindividualkan. Penanganan dengan menunggu, medis dan bedah semuanya masuk akal, kecuali jika terjadi perdarahan serius atau infeksi. Terapi bedah bersifat definitif dan dapat diperkirakan, tetapi invasif dan tidak semua wanita memerlukannya ( Ayu, 2010).

Penanganan dengan menunggu atau secara medis mungkin dapat menghindari keharusan kuretase tetapi berkaitan dengan perdarahan yang tidak dapat diperkirakan, dan sebagian wanita akhirnya memerlukan bedah non-elektif.

Konfirmasi diagnosis sangat penting sebelum penatalaksanaan untuk mencegah gangguan dan komplikasi pada pasien (Cunningham, 2010).

2.11.1 Stabilisasi

Pada tahap ini, dilakukan penilaian keadaan umum ibu secara menyeluruh mencakup tanda vital dan memeriksa tanda-tanda syok seperti akral dingin, pucat, takikardi, dan tekanan sistolik <90 mmHg. Resusitasi cairan dilakukan jika terjadi hipotensi dan syok.

2.11.2 Berobat Jalan (Expectant Management)

Expectant management dianjurkan pada abortus inkomplit yang usia kehamilannya kurang dari 16 minggu dengan tanda vital baik dan tidak ada tanda infeksi (Kriyantono, 2013). Tingkat kesuksesan dari pendekatan tatalaksana ini mencapai 90%. Expectant management dilakukan dengan membiarkan sisa jaringan meluruh secara alami. Umumnya peluruhan jaringan komplit akan terjadi selama 2 minggu namun pada beberapa kasus bisa lebih lama (3-4 minggu). USG ulang yang mendapati jaringan sudah meluruh semua atau penurunan kadar HCG sebanyak 80% dalam 1 minggu setelah keluarnya hasil konsepsi adalah penanda abortus sudah komplit.

2.11.3 Medikamentosa

Obat mungkin diperlukan untuk membantu mengeluarkan sisa jaringan yang masih ada. Golongan obat yang mungkin diberikan pada abortus adalah penginduksi rahim dan Rh immunoglobulin (Darshi Thoradeniya, 2016). Pilihan obat penginduksi rahim adalah oksitosin dan misoprostol.

Oksitosin diberikan pada abortus yang terjadi dengan usia kehamilan lebih dari 16 minggu melalui infus oksitosin 40 IU dalam 1 L NaCl 0,9% atau ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit, pilihan lainnya adalah pemberian misoprostol. Dengan pemberian misoprostol, 71-84% ekspulsi komplit akan terjadi. Pemberian per vaginam lebih disukai karena obat oral dan sublingual akan memberikan lebih banyak efek samping seperti diare, mual, dan muntah (Ayu, 2010). Penggunaan misoprostol pada abortus dilaporkan mengurangi kebutuhan dilakukan tindakan kuretase hingga 60%. Dosis yang disarankan adalah 400-800 mcg per vaginam. Jika ibu memiliki golongan darah rhesus negatif, ibu dianjurkan

18

untuk menerima Rh immunoglobulin setelah terjadi abortus agar tidak terjadi inkompatibilitas rhesus jika pada kehamilan berikutnya janin memiliki golongan darah rhesus positif. Dosis yang diberikan adalah 50 mikrogram (250 IU) akan efektif pada 12 minggu gestasi, diberikan setelah tindakan kuretase atau pada expectant management.

2.11.4 Pembedahan

Tindakan bedah dilakukan jika (Cunningham, 2010) :

a. Risiko perdarahan meningkat misalnya jika terjadi pada trimester pertama akhir

b. Memiliki pengalaman traumatik sebelumnya misalnya karena riwayat abortus sebelumnya dan perdarahan antepartum

c. Meningkatnya efek samping perdarahan misalnya karena koagulopati atau tidak bisa mendapat transfusi darah

d. Pasien tidak ingin menunggu spontan atau menolak pemberian obat induksi rahim.

e. Adanya infeksi

Tindakan dilakukan dengan teknik aspirasi vakum atau kuretase tajam. Jika perdarahan masih berlanjut, disarankan untuk mempertimbangkan perlunya tindakan laparoskopi atau laparotomi (Cunningham, 2010). Dalam hal ini, tidak ada perbedaan yang bermakna antara penggunaan teknik aspirasi vakum dengan teknik kuretase tajam.

2.11.5 Penatalaksanaan Abortus Spontan

Gambar 2.1 Tatalaksana Abortus Spontan

Sumber: (Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi dr.Ida Ayu Sp.OG, 2010)

Abortus spontan

Tambahan terapi : Antibiotik,Uterotonika,Terapi suportif

20

Gambar 2.2 Tatalaksana Abortus Septik

Sumber: (Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi dr.Ida Ayu Sp.OG, 2010) Abortus septik

Tiga,lima hari bebas panas

Terjadi komplikasi

2.12. KOMPLIKASI ABORTUS

Berikut merupakan komplikasi yang sering terjadi karena aborsi yang tidak aman, (Walsh, 2008):

a. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal, dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul kapan saja.

b. Perforasi uterus saat kuretase, sering terjadi pada uterus yang posisinya hiper-retrofleksi.

c. Infeksi dalam uterus dan adneksa yang bisa terjadi pada tiap jenis abortus tetapi lebih sering pada kejadian abortus inkomplit terutama karena abortus yang tidak aman. Komplikasi ini tidak segera timbul paska tindakan tetapi memerlukan waktu.

d. Syok , karena terjadi perdarahan ( syok hemoragik) dan karena infeksi berat atau sepsis.

Insiden perforasi uterus terkait dilatasi dan kuretase dapat terjadi. Dua penentu utama adalah keterampilan dokter dan posisi uterus. Kemungkinan perforasi lebih besar jika uterus retroversi. Meskipun jarang, abortus yang dilakukan dengan kuret pada kehamilan tahap lanjut dapat memicu koagulopati konsumtif yang akut dan mungkin mematikan (Cunningham, 2010).

2.13 ASPEK HUKUM MEDIKOLEGAL 2.13.1 Abortus Provocatus Medicinalis

Hukum kesehatan Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 75, dijelaskan bahwa :

(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi

(2) Larangan sebagaimana tersebut diatas, dikecualikan berdasarkan:

a. Indikasi darurat medis yang terdeteksi sejak dini yang mengancam nyawa ibu/janin, yang menderita

penyakit genetik berat/cacat bawaan maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan kehidupan bayi diluar kandungan.

b. Kehamilan akibat perkosaan (Trauma Psikologis korban)

22

(3) Tindakan sebagaimana ayat 2 dapat dilakukan melalui konseling/

penasehatan pra tindakan dan diakhiri konseling pasca tindakan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 76, Aborsi hanya dapat dilakukan :

a. Sebelum kehamilan 6 minggu dari hari pertama haid terakhir (HPHT) kecuali keadaan darurat

b. Oleh tenaga kesehatan yang terampil dan berwenang yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan d. Dengan ijin suami, kecuali korban perkosaan

e. Penyedia yayasan kesehatan (yankes) yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Berdasarkan peraturan tersebut. Aborsi provocatus hanya dapat dilakukan dengan indikasi medis dan ketentuan hukum yang berlaku.

2.13.2 Abortus Provocatus Criminalis

Dalam hukum positif di Indonesia, pengaturan tindakan aborsi terdapat dalam dua undang-undang yaitu KUHP pasal 299, 346, 347, 348, 349 dan 535 yang dengan tegas melarang aborsi dengan alasan apapun serta dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 75,76,77,78 melarang aborsi tetapi masih mengijinkan tindakan aborsi atas indikasi medis dan trauma psikis dengan syarat tertentu.

Dalam hukum positif di Indonesia, pengaturan tindakan aborsi terdapat dalam dua undang-undang yaitu KUHP pasal 299, 346, 347, 348, 349 dan 535 yang dengan tegas melarang aborsi dengan alasan apapun serta dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 75,76,77,78 melarang aborsi tetapi masih mengijinkan tindakan aborsi atas indikasi medis dan trauma psikis dengan syarat tertentu.

Dokumen terkait