• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III UPACARA ADAT KEMATIAN SUKU DAYAK EMBALOH

3.2 Proses Upacara Kematian Suku Dayak Embaloh

3.2.2 Pembedaan Perlakuan terhadap Orang Mati

3.2.2.8 Mate Sewaktu Bayi

Bayi yang mati di bawah umur tiga bulan tidak boleh dibuatkan lungun (peti mati). Jenazahnya dimasukkan saja ke dalam peti jenazah yang disebut kas. Perbedaan lungun dan kas yaitu lungun terbuat dari kayu bulat yang dibelah menjadi dua, diberi ruang supaya jenazah bisa dimasukkan kedalamnya, sedangkan kas

terbuat dari papan kayu yang sudah dihaluskan dan mempunyai bentuk persegi panjang. Upacara kematian, seperti ulitan dan mandaas ditiadakan karena bayi yang meninggal di usia tersebut belum tumbuh gigi. Bayi ini tergolong masih kecil dan dianggap mole (pulang), rohnya dipercaya sebagai malaikat untuk melindungi keluarga yang ditinggalkannya. Jenazah bayi yang meninggal di usia ini tidak boleh dikuburkan di kulambu (kuburan) yang masih digunakan oleh warga kampung, tetapi harus dikuburkan di bekas kulambu lama (wawancara dengan bapak Sidoli Balang, tanggal 10 Januari 2009). Hal ini dilakukan untuk menghindari kesialan bagi ibu yang melahirkannya. Jika pantangan ini dilanggar maka ibu tersebut tidak dapat melahirkan lagi. Bayi yang mati di bawah umur tiga bulan harus dibekali delapan potong tebu dan dua buah ketupat. Fungsi kedua benda tersebut adalah untuk mengganti air susu ibunya dan supaya arwah bayi tersebut tidak menyusu pada ibunya sehingga jika ibunya melahirkan lagi, air susu ibunya tetap ada.

Demikianlah pembedaan perlakuan sikap dan tindakan Suku Dayak Embaloh terhadap orang mati. Suku Dayak Embaloh menggolongkan pembedaan perlakuan sikap dan tindakan tersebut berdasarkan situasi dan kondisi orang yang mati. Sampai sekarang, pembedaan ini masih dilakukan, mengingat hal ini merupakan kebudayaan adat yang diturunkan dari nenek moyang Suku Dayak Embaloh.

3.2.3 Upacara yang Dilakukan Menjelang Kematian Seseorang

Upacara kematian pada Suku Dayak Embaloh merupakan keseluruhan rangkaian upacara yang bersifat tradisional. Artinya, upacara kematian merupakan

sebuah tradisi lisan yang diwariskan oleh nenek moyang Suku Dayak Embaloh secara turun-temurun. Upacara ini mulai dilakukan ketika seseorang meninggal dunia hingga dimakamkan. Dengan bertitik tolak pada pemikiran tersebut, jelas sekali bahwa kegiatan dalam melaksanakan upacara kematian Suku Dayak Embaloh merupakan proses yang cukup panjang.

Menjelang kematian seseorang, ada beberapa upacara yang dilakukan oleh Suku Dayak Embaloh. Upacara-upacara tersebut antara lain sebagai berikut.

3.2.3.1 Pada saat Bakaya (Pada Saat Seseorang Sakit Keras)

Suatu kebiasaan pada Suku Dayak Embaloh jika ada seseorang yang mengalami bakaya (sakit keras) maka ira sairuna (semua kaum keluarganya) diberitahukan supaya menjenguknya sebelum meninggal. Apabila seseorang yang sedang bakaya menunjukkan tanda-tanda ada kemungkinan untuk sembuh atau hidup, maka ira sairuna berkumpul untuk membicarakan segala tindakan yang harus dilakukan. Hal pertama yang dibicarakan adalah pembuatan lungun (peti mati). Pada umumnya, Suku Dayak Embaloh sangat jarang membuat peti mati dari papan.

Lungun terbuat dari kayu bulat besar yang dibelah dua. Setelah kayu tersebut dibelah,

masing-masing kayu belahan tersebut dilubangi sehingga membentuk seperti perahu. Oleh karena itu, seseorang yang mati harus dibuatkan lungun, kecuali orang yang

mate aranak (mati melahirkan) dan bayi yang meninggal di bawah umur. Apabila

hutan mencari kayu bulat untuk dijadikan lungun (wawancara dengan bapak Sidoli Balang, tanggal 10 janurai 2009).

Selama si sakit bakaya (sakit keras), ira sairuna (keluarganya) selalu berada di sisinya. Tujuannya adalah agar secara bersama-sama dapat melepas kepergian si sakit. Selain itu, mereka dapat saling memaafkan antara yang pergi dan yang ditinggalkan. Hal ini dilakukan supaya semua perbuatan semasa hidupnya tidak memberatkan hidupnya di Bukit Tailung. Dari pihak keluarga yang ditinggalkan, mereka merasa lega dan tidak menanggung beban rasa bersalah kepada yang pergi (si mati). Suku Dayak Embaloh percaya bahwa jika si sakit selama hidupnya banyak berbuat yang tidak baik (perbuatan yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat), maka ia akan mengalami penderitaan yang hebat ketika menghembuskan nafas yang terakhir. Pada waktu menghembuskan nafas terakhir, ia merasa gelisah, meringis kesakitan dan kadang-kadang berteriak. Jika si sakit selama di dunia melakukan perbuatan yang baik, maka pada waktu menghembuskan nafas yang terakhir akan dijalani dengan tenang.

3.2.3.2 Membunyikan Kangkuang atau Gong

Pada saat seseorang menghembuskan nafas terakhirnya, maka kangkuang atau

tawak (gong) harus dibunyikan dengan pukulan yang khusus untuk orang mati.

Kangkuang adalah alat bunyi yang terbuat dari kayu besi (kayu belian) atau kayu

12 cm, bagian tengah kayu dilubangi, dan pinggirnya diukir dengan motif-motif khas Suku Dayak.

Kangkuang dibunyikan untuk memberitahukan kepada semua keluarga,

tetangga dan warga kampung bahwa ada warga kampung yang meninggal dunia. Apabila mendengar bunyi kangkuang untuk orang mati maka orang-orang yang sedang bekerja di ladang atau di mana saja, secara spontanitas akan segera pulang dan pergi ke rumah duka. Irama bunyi kangkuang tersebut langsung diketahui karena iramanya merupakan irama tanda seseorang meninggal dunia. Para tetangga dan warga kampung secara spontanitas akan berdatangan untuk memberikan bantuan. Selain untuk memberikan tanda bahwa ada yang meninggal, kangkuang dibunyikan supaya jiwa orang yang meninggal keluar dari jasadnya. Kangkuang hanya dapat dibunyikan jika seseorang meninggal dunia pada siang hari. Apabila meninggal malam hari, maka kangkuang akan dibunyikan keesokan harinya (wawancara dengan bapak L. Pange, tanggal 10 Januari 2009).

Ketika seseorang menghembuskan nafas terakhirnya, ira sairuna akan menangisinya dan menagis maurut (meratapi) sebagai tanda kesedihan terhadap kepergian si mati. Anangis maurut dilakukan untuk mengenang segala kebaikan yang dilakukan selama hidup si mati dan mengenang akan nasib keluarga yang ditinggalkannya.

Dokumen terkait