• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juli 2007. Lokasi penelitian berada pada dua kenagarian yaitu Kenagarian Sungai Kamuyang dan Kenagarian Mungo Kecamatan Luak Kabupaten Lima Puluh Kota, dengan ketinggian 1000 – 1500 diatas permukaan laut, dan 150 Km arah timur dari Padang. Pengolahan sampel darah sampai penyimpanan dilakukan di laboratorium Reproduksi Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Potong Padang Mengatas. Analisa level estrogen dan progesteron dalam plasma darah dilakukan di laboratorium Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, sedangkan pencacahan dilaksanakan di laboratorium Isotop dan Radio Aktif Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Materi Penelitian. Hewan Penelitian.

Penelitian terdiri dari 3 tahapan dengan jumlah sapi yang bebeda pada setiap tahapan, dengan berdasarkan jumlah sapi awal sebanyak 268 ekor. Secara umum sapi yang digunakan adalah sapi lokal Peranakan Ongol (PO) sebagai kontrol, sapi persilangan F1 Simental (Betina PO x Pejantan Simental) dan F2 Simental (F1 Simental x Pejantan Simental). Sapi yang digunakan merupakan betina induk mempunyai silsilah keturunan dan atau silsilahnya masih dapat direkonstruksi oleh pemilik ternak, telah beranak minimal 1 kali , tidak pernah mengalami gangguan reproduksi, mempunyai siklus estrus yang normal serta sehat dengan organ reproduksi yang normal setelah dilakukan pemeriksaan (palpasi rektal). Sapi yang digunakan berumur antara 4 – 7 tahun dengan nilai kondisi tubuh 2 – 3 (standar 1 – 5 ).

Pada penentuan siklus estrus, intensitas estrus dan tingkat kebuntingan, sapi yang digunakan berjumlah 40 ekor, masing-masing terdiri dari 10 ekor PO, 13 ekor F1 Simental dan 17 ekor F2 Simental. Sapi-sapi ini merupakan sapi-sapi hasil seleksi dari sapi yang didapatkan melalui survei efisiensi reproduksi. Seleksi berdasarkan kesehatan, kondisi tubuh, kenormalan siklus estrus, tidak pernah mengalami gangguan reproduksi dan kelahiran, mempunyai organ reproduksi

yang normal dan memiliki corpus luteum (CL) fungsional sebagai syarat sinkronisasi.

Pada pengukuran kadar estrogen dan Progesteron, sapi yang digunakan berjumlah 27 ekor, masing-masing terdiri dari 9 ekor PO, 9 ekor F1 Simental dan 9 ekor F2 Simental. Sapi-sapi ini merupakan sapi terpilih dari 47 ekor sapi yang digunakan dalam menentukan intensitas estrus dan tingkat kebuntingan.

Pada penentuan kemampuan reproduksi, sapi yang digunakan berjumlah 268 ekor , masing-masing terdiri dari 68 ekor PO, 100 ekor F1 Simental dan 100 ekor F2 Simental. Sapi-sapi ini dipilih secara acak dari populasi yang ada dan dicocokkan dengan data inseminasi buatan pada pos inseminasi dan kelompok tani ternak Luak Lalang Kab. Lima Puluh Kota.

Kandang dan Pakan

Sapi yang digunakan sebagai hewan penelitian berasal dari peternakan rakyat sakala kecil yang dipelihara secara individual. Sapi dipelihara secara intensif didalam kandang tradisional yang terbuka dengan atap seng dan lantai semen. Pola dan bentuk perkandangan pada seluruh ternak penelitian relatif sama. Dalam satu kandang terdapat sapi lain yang tidak dijadikan sampel penelitian dan dibatasi dengan sekat, sehingga tidak terjadi kontak langsung antara seekor ternak dengan ternak lainnya.

Pola pemberian serta jenis pakan yang digunakan pada seluruh ternak penelitian relatif sama. Pakan yang diberikan adalah rumput gajah dicampur dengan rumput lapangan, diberikan dua kali sehari pada pagi dan sore hari diiringi dengan pemberian minum. Pemberian pakan hijauna berkisar 30 sampai 50 kg/hari tanpa penambahan konsentrat, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum.

Bahan dan Alat

Untuk keperluan sinkronisasi digunakan Prosolvin dari Intervet International B.V®, dimana setiap ml mengandung 7.5 mg Luprostiol (Prostaglandin analog). Untuk keperluan inseminasi digunakan semen beku produksi Balai Inseminasi Buatan Daerah Tuah Sakato Payakumbuh Sumatera

Barat. Semen berasal dari sapi Simental Victor (ex. Australia) yang berumur 6 tahun dengan berat badan 980 Kg. Semen yang digunakan dikoleksi pada waktu yang sama dan mempunyai motilitas setelah thawing ± 43 % dengan konsentrasi spermatozoa 25 x 106 / ml. Untuk mengetahui apakah inseminasi dilakukan pada saat yang tepat digunakan deteksi estrus menggunakan alat heat detector dari Haupner® (ex. Jerman). Untuk analisa estrogen dan progesteron digunakan kit estradiol dan kit progesteron dari Coat-A-Count Diagnostic Products Corporation (DPC)® Amerika Serikat.

Untuk keperluan penyuntikan dan koleksi darah digunakan spuit 3 ml, kapas dan alkohol 70%. Darah ditampung pada tabung koleksi yang mengandung K3EDTA sebagai anti koagulan, untuk transportasi digunakan termos yang diisi dengan es .Alat lain yang digunakan adalah centrifuge, freezer, mikroskop, gun, tissu, serta alat-alat lainnya yang relevan dengan penelitian.

Rancangan Penelitian

Penelitian untuk mengetahui intensitas estrus dan tingkat kebuntingan serta level estrogen dan progesteron menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dimana yang dijadikan perlakuan adalah 3 bangsa sapi yaitu PO (sebagai kontrol), F1 Simental dan F2 Simental, masing-masing dengan ulangan yang berbeda sesuai dengan jumlah sapi yang terpilih yaitu 47 ekor untuk intensitas estrus dan tingkat kebuntingan dan 27 ekor untuk level estrogen dan progesteron.

Untuk mendukung penelitian juga dilakukan survei guna melihat kemampuan reproduksi sapi persilangan F1 dan F2 Simental yang selama ini dipelihara peternak. Survei dilaksanakan dengan mewawancarai secara langsung petani pemilik ternak dan dilakukan pengecekan silang dengan data inseminator daerah yang bersangkutan. Pada waktu survei juga dilakukan pengamatan langsung terhadap sapi guna memastikan jenis sapi, kondisi, serta perkandangan dan pemeliharaan. Pengisian blangko dilaksanakan oleh peneliti untuk kemudahan dan tertibnya pencatatan.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 3 kegiatan yang meliputi ; 1. Pengamatan siklus estrus dan intensitas estrus

2. Pengukuran level estrogen dan progesteron dengan metode RIA 3. Pengukuran dengan heat detector dan tingkat kebuntingan. 4. Survei kemampuan reproduksi

Pengamatan Siklus Estrus

Seluruh sapi terpilih (47 ekor) mempunyai organ reproduksi yang normal baik ovarium maupun saluran reproduksinya. Sapi-sapi yang digunakan juga tidak pernah mempunyai masalah reproduksi seperti abortus, distokia dan penyakit reproduksi lainnya.

Pada hari pertama penelitian sapi diinjeksi dengan prosolvin yang mempunyai kandungan Luprostiol (PGF2α analog) 7,5mg/ml. Dosis yang digunakan adalah 15 mg/ekor. Injeksi dilakukan pada saat CL fungsional yang berada pada fase luteal siklus estrus. Penyuntikan ini dimaksudkan untuk meluruhkan CL sehingga diharapkan 2 sampai 3 hari setelah penyuntikan sapi akan memperlihatkan gejala estrus kembali. Penyuntikan semata-mata hanya dilakukan untuk memudahkan pekerjaan dan pengontrolan perkembangan ternak sapi selama penelitian. Perkembangan sapi setelah penyuntikan diamati setiap hari dan hasil pengamatan dicatat, pengamatan meliputi tingkah laku estrus, mulai dari terlihatnya onset estrus. Pada sapi dengan siklus yang normal, estrus berikutnya diharapkan akan terjadi antara 18 sampai 24 hari.

Pada siklus berikutnya setelah gejala estrus akibat penyuntikan Prosolvin, dilakukan pengamatan estrus sebanyak 3 kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 6 sampai pukul 8 WIB, siang hari pukul 13 sampai pukul 15 WIB , sore hari pukul 18 sampai pukul 20 WIB. Siklus normal ini dijadikan pedoman dalam menentukan waktu pelaksanaan IB pada siklus berikutnya.

Intensitas Estrus

Pengukuran intensitas estrus dilakukan pada saat siklus estrus kedua setelah penyuntikan Prosolvin. Pengukuran meliputi : 1) Perubahan tingkah laku, 2)

Perubahan vulva, 3) Banyaknya lendir serviks, 4) Ketegangan uterus. Penilaian intensitas estrus dilakukan berdasarkan kriteria jelas (3+) selanjutnya disebut 3, sedang (2+) selanjutnya disebut 2 dan kurang (1+) selanjutnya disebut 1 ( Yusuf 1990; Kune 1998).

Pada penelitian ini pengukuran intensitas estrus dilakukan terpisah pada setiap kriteria pengamatan untuk melihat hubungannya dengan level estrogen. Dengan pengamatan terpisah diharapkan dapat diketahui parameter pengukuran mana yang terbaik dan mempunyai korelasi yang tinggi dengan kadar hormon estrogen.

Tabel 1. Kriteria penilaian intensitas estrus

Kriteria Nilai Intensitas

Tingkah laku 3. Sangat gelisah, mondar mandir, nafsu makan jauh berkurang, keinginan berinteraksi dengan sapi lain, bersuara dengan interval pendek.

2. Gelisah, penurunan nafsu makan sedikit, bersuara dengan interval yang panjang

1. Tidak begitu gelisah, nafsu makan biasa, bersuara tapi jarang, sampai tidak terlihat gejala sama sekali. Perubahan vulva 3. Vulva bengkak dan odematus, mucosa merah

2. Kebengkakan vulva tidak jelas terlihat, mucosa merah atau sebaliknya, vulva

bengkak tapi tidak merah.

1. Kebengkakan vulva dan perubahan warna tidak terlihat dengan jelas.

Lendir seviks 3. Lendir banyak, bening, kental dan jatuh kelantai 2. Lendir sedang, bening, kental menggantung di ekor 1. Lendir sedikit, bening, kental, kadang tidak keluar

dari vulva.

Ketegangan uterus 3. Uterus tegang, kenyal dan elastis

2. Uterus kurang tegang, kurang kenyal dan kurang elastis

1. Uterus tidak tegang, lembek dan tidak elastis

Pengukuran Heat Detector

Pengukuran waktu inseminasi yang tepat dilakukan pada saat akan dilaksanakan inseminasi dengan menggunakan heat detector yang memiliki sakala pengukuran dari 0 sampai 60 ohm. Alat yang digunakan hanya mampu

memberikan indikasi waktu pelaksanaan inseminasi yang tepat. Alat dimasukkan melalui vagina, didorong kedalam sampai menyentuh pangkal serviks atau minimal 2/3 ujung alat masuk kedalam vagina, selanjutnya alat ditekan kedinding vagina dan tombol “on” pada monitor skala dipencet sehingga jarum akan menunjuk angka tertentu sesuai kekentalan yang ditemukan.

Tabel 2. Kriteria penilaian waktu inseminasi menggunakan heat detector .

Kriteria (ohm) Interpretasi

0 - 30 : Perkawinan yang dilakukan pada kriteria ini terlalu dini >30 - 40 : Merupakan kriteria terbaik untuk perkawinan

>40 – 60 : Perkawinan yang dilakukan pada kriteria ini terlambat

Tingkat Kebuntingan

Pada saat siklus estrus kedua setelah penyuntikan Prosolvin®, sapi-sapi yang estrus dikawinkan dengan semen beku dari pejantan yang sama dan dilakukan oleh petugas yang sama untuk seluruh sapi. Inseminasi dilakukan dengan berpatokan kepada jarak 8 sampai 10 jam setelah onset estrus. Pemeriksaan kebuntingan dilakukan melalui palpasi rektal pada hari ke 60 atau lebih setelah inseminasi. Diharapkan tidak terjadi kesalahan pemeriksaan karena pada saat itu fetus sudah relatif besar dan bisa diraba pada dinding uterus.

Pengukuran Kadar Estrogen dan Progesteron dengan Metode RIA

Koleksi sampel darah untuk analisa estrogen dilakukan sehari sebelum estrus, pada saat estrus/inseminasi dan sehari setelah estrus/inseminasi. Sampel darah diambil dari vena jugularis pada daerah leher sebanyak 3 ml menggunakan spuit. Darah yang dikoleksi dipindahkan kedalam tabung yang sudah dilapisi K3EDTA , ditempatkan didalam termos yang sudah diberi es. Selanjutnya sampel darah disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit kemudian plasmanya diambil dan dipindahkan kedalam microtube untuk selanjutnya disimpan di freezer pada suhu – 200C sebelum dianalisa di laboratorium.

Untuk analisa progesteron, koleksi darah dilakukan pada hari ke 12, 21 dan ke 24 setelah estrus/inseminasi. Metode pengambilan dan penanganan darah sama dengan analisa estrogen. Sapi-sapi yang memperlihatkan gejala estrus, pada siklus

estrus setelah dilaksanakan inseminasi, tidak diambil sampel darahnya dan dikeluarkan dari analisa progesteron dan estrogen.

Pada metode RIA ini 100 μl plasma darah ditambahkan dengan 1 ml Iodium

125

(125I) didalam tabung yang dilapisi dengan antibody. Terjadi kompetisi antara estrogen dan progesteron dengan Iodium 125 untuk menduduki antibody yang kemudian dihitung dengan menggunakan gama counter. Semakin besar kadar 125I, semakin rendah level estrogen dan progesteron, sebaliknya kadar estrogen dan progesteron tinggi apabila kadar 125I rendah. Sebelumnya telah ditetapkan standar pengukuran sebagai pedoman perhitungan, dimana pada estrogen standar yang digunakan adalah 0,00 pg/ml, 20 pg/ml dan 50 pg/ml. Pada progesteron standar yang digunakan adalah 0,00 ng/ml, 0,1 ng/ml, 0,5 ng/ml, 2 ng/ml, 10 ng/ml dan 20 ng/ml. Palpasi Estrus (H0) IB 42 H PKB 18-24 H. 18-24H 2-3 H. PGF2α Kol. E2 Kol. P4 (H-1,H0 dan H+1) (H12, H21 dan H24)

Gambar 4 : Koleksi sampel darah untuk analisa hormon estrogen dan progesteron. E2=estrogen, P4= progesteron, PKB=pemeriksaan kebuntingan, IB=inseminasi.

Survei Kemampuan Reproduksi

Survei dengan menggunakan kuisioner dilakukan terhadap peternak untuk mengetahui kemampuan reproduksi PO, F1 Simental dan F2 Simental. Survei hanya difokuskan kepada: 1) Servis perkonsepsi (S/C) dara 2) Estrus pertama setelah beranak pertama, dihitung dengan menggunakan satuan bulan. 3) Kapan ternak dikawinkan setelah beranak pertama, dihitung dengan menggunakan satuan bulan. 4) S/C induk. 5) Calving interval (CI), dihitung dengan menggunakan satuan bulan. Walaupun sapi yang disurvei telah beranak minimal satu kali, nilai S/C dara didapatkan dari catatan yang ada dan ingatan peternak.

Survei juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan peternak dalam memelihara ternak serta pemahamannya terhadap estrus dan perkawinan ternak sapi. Selain itu survei dimaksudkan untuk mengetahui data pendukung kemampuan reproduksi seekor ternak yang meliputi kondisi sapi , pemberian pakan, perkandangan, kebersihan kandang, sumber air serta sejarah kesehatan ternak. Sedangkan penilaian kondisi sapi berdasarkan Body Condition Score (BCS) yang dikembangkan oleh Edmunson et al. (1989) yaitu dengan skor 1 – 5 ( dari sangat kurus sampai sangat gemuk). Temperatur dan data-data lainnya yang mendukung hasil penelitian juga dicatat saat melaksanakan survei.

Analisis Data

Data-data yang didapat dianalisis menggunakan program SPSS versi 12. Data intensitas estrus yang meliputi; perubahan tingkah laku, perubahan vulva, lendir serviks dan ereksi uterus dan hasil pengukuran kadar estrogen dan progesteron serta data kemampuan reproduksi yang meliputi; service perconception (S/C) dara, estrus setelah melahirkan, waktu kawin setelah melahirkan, S/C induk dan calving interval (CI) dianalisis dengan ANOVA, apabila ada perlakuan yang berbeda atau berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey. Sedangkan data hasil pengukuran estrus waktu inseminasi menggunakan heat detector serta data tingkat kebuntingan ditampilkan secara deskriptif.

Hubungan antara intensitas estrus dengan kadar estrogen, hubungan antara deteksi estrus menggunakan heat detector dan kadar progesteron dengan tingkat kebuntingan dengan korelasi bivariat. Data intensitas estrus disajikan dalam bentuk raataan dan standar diviasi serta frekuensi penyebaran (%). Data pengukuran heat detector disajikan dalam bentuk frekuensi penyebaran (%) sedangkan data hasil pengukuran kadar estrogen dan progesteron disajikan dalam bentuk rataan dan standar deviasi.

Dokumen terkait