• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PENGATURAN PENGADAAN TANAH

E. Mekanisme Pengadaan Tanah

Menurut Keppres Nomor 55 tahun 1993, ada dua macam cara pengadaan tanah, yakni: pertama, pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, dan kedua jual-beli, tukar menukar dan cara lain yang disepakati oleh para pihak yang bersangkutan.41

Umumnya, cara yang pertama dilakukan untuk pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan untuk kepentingan umum, sedangkan cara kedua dilakukan untuk pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) hektar, dan pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum juga dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah

Kedua cara tersebut termasuk kategori pengadaan tanah secara sukarela.

42

dan melalui musyawarah guna mencapai kesepakatan mengenai penyerahan tanahnya dan bentuk serta besarnya imbalan/ganti kerugian.43

41

Keppres No.55/1993, pasal ayat (2) dan (3)

42

Ibid, pasal 6 ayat (1)

43

Dalam Perpres Nomor 36 Tahun 2005 ada sedikit perbedaan dalam tata cara pengadaan tanah. Ada tiga cara yang digunakan dalam pelaksanaan pengadaan tanah, yaitu : 1) pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, 2) pencabutan hak atas tanah dan 3) cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.44

44

Perpres RI No.65 Tahun 2006 pasa 2 ayat (2)

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dan pencabutan hak atas tanah. Sedangkan, pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum atau pengadaan tanah untuk swasta dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang terkait.

Perpres Nomor 65 tahun 2006 mengutarakan bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau pencabutan hak atas tanah. Selanjutnya, dijelaskan bahwa pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dapat dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Ada beberapa cara yang merupakan prinsip untuk melepaskan atau menyerahkan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana tertuang dalam pasal 3 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 65 Tahun 2006.

1) Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah

2) Pencabutan hak atas tanah dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.

Kasus pengadaan tanah, konflik yang bisa muncul biasanya mengenai status hak tanah yang perolehannya berasal proses pengadaan tanah, atau mengenai keabsahan proses, pelaksanaan pelepasan atau pengadaan tanah dan ganti rugi.

1) Masalah subyek yang dibebaskan antara lain: pembebasan tanah dilakukan terhadap tanah-tanah pada lokasi yang diperlukan dan ditetapkan, pembayaran tidak diberikan langsung kepada pemilik tanah, tetapi pada kuasa, pihak yang membebaskan tidak meneliti kebenaran kuasa, dan ternyata pemilik tanah tidak mengakui keberadaan kuasa yang menerima ganti rugi.

2) Masalah tambahan ganti rugi karena perubahan peruntukan, karena : pembebasan tanah dilakukan oleh pemerintah/pemerintah daerah, dengan menggunakan panitia pengadaan tanah, masyarakat mau melepaskan di bawah harga pasar karena peruntukan untuk pembangunan kepentingan umum, setelah dibebaskan ternyata peruntukkannya adalah perumahan mewah oleh swasta.

3) Perbedaan persepsi tentang tanah obyek ganti rugi antara jaksa/polisi dengan panitia pengadaan tanah/polisi dengan panitia pengadaan tanah/pimpo: tanah yang diperlukan untuk proyek pembangunan kepentingan umum adalah tanah hak yang sudah berakhir, panitia pengadaan tanah, dan jaksa/polisi mempermasalahkan pemberian ganti rugi yang seharusnya tidak perlu dibayarkan.45

45

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah adalah sesuatu yang menjadi tempat atau ruang terhadap segala kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan manusia. Sumberdaya tanah langsung menyentuh kebutuhan hidup dan kehidupan manusia dalam segala lapisan masyarakat, baik sebagai individu, anggota masyarakat dan sebagai bangsa. Sebagai sumber kehidupan, keberadaan tanah dalam kehidupan mempunyai arti dan sekaligus memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai socil asset tanah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat untuk hidup dan kehidupan, sedangkan capital asset tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan dan telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting.1

Saat ini, tanah bagi masyarakat merupakan harta kekayaan yang memiliki nilai jual yang tinggi karena fungsinya sebagai sumber kehidupan masyarakat. Begitu berharganya tanah sehingga setiap jengkalnya sering kalai dipertahankan hingga akhir hayat. Bangsa Indonesia yang kini juga tengah sibuk melaksanakan pembangunan di segala bidang juga membutuhkan lahan dalam jumlah luas. Dengan demikian fungsi tanah pun mengalami perkembangan sehingga kebutuhan masyarakat akan hak atas tanah juga terus mengalami perkembangan. Jumlah tanah yang tetap sementara kebutuhan akan tanah yang terus meningkat karena tidak

1

Jayadi Setiabudi, Panduan Lengkap Mengurus Tanah Rumah, Cetakan pertama, (Yogyakarta: Penerbit Buku Pintar, 2013), hlm 5

seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan tanah. Fenomena ini dikhawatirkan dapat memicu timbulnya berbagai macam permasalahan.

Begitu juga, kegiatan pembangunan yang dilakukan pemerintah juga sering kali melibatkan upaya pembebasan tanah serta pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi di Indonesia membuat tingginya kegiatan peralihan hak atas tanah. Pemegang hak atas tanah saat ini bukanlah pemegang hak atas tanah yang pertama. Akibatnya, baik pemerintah maupun masyarakat akan kesulitan ketika membutuhkan sebidang tanah untuk memenuhi kebutuhannya.2

Pentingnya peranan (kegunaan) tanah dalam rangka pembangunan sehingga mungkin pihak-pihak yang terkait dengan hak-haknya atas tanah menjadi korban pihak segelintir oknum yang tidak bertanggungjawab dengan kedok pembebasan tanah dalam rangka pembangunan. Dalam hal ini tentu peranan pemerintah daerah setempat sangat diperlukan sekali dalam memperlajari masalah-masalah pertanahan sehingga hal-hal yang merugikan pihak yang terkena pembebasan dapat segera ditanggulanginya.

3

Secara normatif, pengadaan tanah itu berhubungan dengan kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Sehubungan dengan itu, pengadaan tanah menyangkut dua sisi dimensi harus ditempatkan secara seimbang, yaitu kepentingan masyarakat dan

2

Wirahadi Prasetyono, Cara Mudah Surat Tanah dan Rumah, Cetakan pertama, (Yogyakarta: Penerbit FlashBooks, 2013), hlm 31

3

Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah Untuk

kepentingan pemerintah.4 Tanah merupakan hal penting dalam kehidupan manusia mengingat sebagian besar kehidupan bergantung pada tanah. Sedemikian penting fungsi dan peran tanah bagi kehidupan manusia maka perlu adanya landasan hukum yang menjadi pedoman dan sebagai bentuk jaminan kepastian hukum, dalam pelaksanaan dan penyelesaian pertanahan, khususnya pada persoalan pengadaan hak atas tanah untuk kepentingan umum.5

Pembebasan lahan merupakan sebuah permasalahan global dan kompleks, karena itu sistem administrasi tanah harus mampu mengelola pembebasan lahan untuk pembangunan yang penting, pengembangan sektor swasta dan perubahan penggunaan lahan dalam merespon tuntutan sosial dan ekonomi. Ditinjau dari persepektif sempit, pembebasan tanah membentuk persimpangan proses yang efektif yang mengelola pasar tanah, mencatat hak penggunaan tanah dan mengimplementasikan perencanaan penggunaan lahan. Pembebasan tanah merupakan isu lintas sektor yang kompleks-suatu masalah yang didekati di setiap negara, tentu saja dalam setiap yurisdiksi lokal, sesuai dengan proses yang diambil dari berbagai fungsi administrasi pertanahan, dan sering dari persepektif sejarah. Negara – negara berkembang kurang mengekspresikan dengan jelas teori yang mendukung kekuasaan negara untuk memperoleh tanah. Titik awal di negara berkembang ini, terletak pada bingkai kerangka konstitusional yang jelas dan komprehensif dan hukum yang membentuk dasar untuk mengambil tanah. Idealnya dalam pengambilan tanah harus menggabungkan standar hak asasi manusia untuk

4

Bernhard Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan: Regulasi, Kompensasi

Penegakan Hukum, (Jakarta : Pustaka Margareta, 2011), hal. 131

5

pemukiman kembali, tingkat kompensasi yang memadai dan yang mencerminkan kebutuhan dan harapan masyarakat.6

Hal tersebut juga terjadi di Nias Utara, Nias Utara merupakan salah satu daerah pemekaran yang terbentuk di era reformasi ini. Kota otonom ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias Utara yang dibentuk melalui Nomor 45 tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Nias Utara. Terletak antara 1003’00’’ - 1033’00’’ LU dan 97000’ 00’’ - 99000’00’’ LS, dengan luas wilayah sekitar 1.501,63 km2, Nias utara memiliki populasi penduduk dengan total 127.703. Keadaan topografi merupakan berbukit-bukit sempit dan terjal serta pegunungan dimana tinggi dari permukaan laut bervariasi antara 0 - 800 m, terdiri dari dataran rendah sampai tanah bergelombang mencapai 24 %, dari tanah bergelombang sampai tanah berbukit-bukit 28,8 % dan dari Maraknya pemekaran wilayah ini di satu pihak perlu disyukuri karena memberikan tempat bagi aspirasi, keberagaman, dan otonomi lokal, sesuatu yg dulu diabaikan pada era orde baru. Namun di lain pihak, fenomena pemekaran wilayah secara besar-besaran tersebut sekaligus membawa masalah- masalah baru.

Masalah-masalah yang bisa terjadi akibat dari ketergesa-gesaan pada suatu daerah yang mengalami pemekaran wilayah di antaranya ialah adanya ketidakjelasan dalam unsur geografis, struktur kelembagaan masyarakat yang tidak jelas akan membuat kelangsungan sosial di lapangan menjadi tersendat, tidak berjalan lancar. Seperti rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang buruk dalam pemetaannya akan membuat masyarakat sulit menggunakan kebutuhan administrasi dalam kepentingan sebagai warga negara Indonesia. Kemudian masalah kepemimpinan yang tidak jarang bagian paling rumit menentukan suatu pemerintahan akan menyeret ke dalam masalah baru.

6

tanah berbukit sampai pegunungan 51,2 % dari keseluruhan luas daratan. Dengan kondisi topografi yang demikian mengakibatkan sulitnya membuat jalan-jalan lurus dan lebar. Hal ini menyebabkan kota-kota utama di Kabupaten Nias Utara terletak di tepi pantai.

Terjadinya berbagai konflik di masa transisi pasca pemekaran telah menjauhkan atau paling tidak memperlambat tujuan otonomi daerah umumnya dan pemekaran daerah pada khususnya yaitu mendekatkan dan mempercepat proses pelayanan publik di masyarakat dan mensejahterakan rakyat. Dengan kenyataan seperti ini, substansi dari otonomi daerah itu sendiri tidak akan tepat pada sasarannya. Otonomi daerah dengan pemekaran wilayah yang digembor-gemborkan akan mewujudkan kemajuan suatu daerah malah sebaliknya akan menjadi boomerang.

Kabupaten Nias Utara merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di wilayah Propinsi Sumatera Utara, berdasarkan hasil Asistensi Pemerintah Daerah Nias Utara dengan Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan. Luas wilayah Kabupaten Nias Utara adalah 1.501,63 Km2 yang terdiridari 11 kecamatan dan 112 desa dan 1 kelurahan. Ibukota Kabupaten Nias Utara terletak di Lotu.

Pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih. Pemekaran daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Semangat otonomi daerah dan fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayan di Indonesia untuk membentuk daerah otonomi baru melalui pemekaran daerah juga terasa dan menjadi aspirasi masyarakat Nias Utara. Pada tanggal 29 Oktober 2008, DPR RI mensyahkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun

2008 tentang pembentukan Kabupaten Nias Utara. Masyarakat Nias menginginkan pemekaran Kabupaten Nias Utara karena nias mempunyai potensi serta kekayan alam yang besar, keadaan daerah nias selama ini sangat tertinggal serta pembangunan di daerah Kepulauan ini sangat minim.

Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “PENGADAAN TANAH PERTAPAKAN

LAHAN PERKANTORAN PEMDA NIAS UTARA PASCA PEMEKARAN KABUPATEN.”

B. Perumusan Masalah

Adapun yang merupakan permasalahan yang timbul dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan pengadaan tanah pertapakan lahan perkantoran Pemda Nias Utara pasca pemekaran Kabupaten?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pengadaan tanah pertapakan lahan perkantoran Pemda Nias Utara pasca pemekaran Kabupaten?

3. Bagaimanakah pandangan masyarakat dalam proses pengadaan tanah pembebasan lahan dan penggunaan hak atas tanah lahan perkantoran Pemda Nias Utara?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui pengaturan pengadaan tanah.

b. Untuk mengetahui pelaksanaan pengadaan tanah pertapakan lahan perkantoran Pemda Nias Utara pasca pemekaran Kabupaten.

c. Untuk mengetahui Pandangan masyarakat dalam proses pengadaan tanah pembebasan lahan dan penggunaan hak atas tanah lahan perkantoran Pemda.

2. Manfaat Penulisan

Penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya serta memiliki kegunaan praktis pada khususnya sehingga penelitian ini bermanfaat secara teoritis dan praktis.

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pengembangan substansi disiplin bidang ilmu hukum Agraria, terutama mengenai permasalahan aspek pengadaan tanah bagi pembangunan untuk perkantoran.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaaat praktis yaitu memberikan sumbangan pemikiran terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pengadaan lahan untuk pembangunan perkantoran di Kabupaten Nias Utara.

1) Bagi masyarakat, dapat memberikan sumbangan pengetahuan di bidang hukum, khususnya dalam bidang hukum agraria, serta dapat dipakai sebagai acuan dalam menentukan peranan badan usaha swasta/intansi dalam

penyelenggaraan pengadaan tanah untuk pembangunan perkantoran Pemda

Nias Utara pasca pemekaran Kabupaten.

2) Bagi instansi pertanahan, dapat dipakai sebagai bahan evaluasi dan lebih memperjelas yang menjadi dasar-dasar ketentuan tentang pengaturan penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk pembangunan perkantoran Pemda Nias Utara.

3) Bagi peneliti, disamping untuk kepentingan penyelesaian studi juga untuk menambah pengetahuan serta wawasan di bidang hukum agraria khususnya mengenai penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk pembangunan perkantoran Pemda Nias Utara.

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul tulisan ini adalah pengadaan tanah pertapakan lahan perkantoran Pemda Nias Utara pasca pemekaran Kabupaten, judul skripsi ini belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Istilah tanah dan agraria tidak selalu di pakai dalam arti dan pemahaman yang sama. Hal demikian, pada akhirnya membawa konsekuensi dan permasalahan tersendiri pada pengaturan dan kedudukannya dalam sistem hukum Indonesia.7

7

Ida Nurlinda, Prinsip-Prinsip Pembaharuan Agraria Perspektif Hukum, (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2009), hlm 35

Tanah bagi kehidupan manusia sangat erat dan tidak dapat dipisahkan, diibaratkan bagaikan sebuah mobil dengan bensinya. Hal ini dapat diketahui dari kehidupan

manusia, seperti bertempat tinggal, tempat usaha, bahkan tanah juga dijadikan investasi untuk jangka panjang. Oleh karena itu tanah dapat juga diperjualbelikan, dihibahkan, diwariskan, diwasiatkan atau diwakafkan dengan kata lain dialihkan kepada pihak lain. Dan yang sangat nyata dalam kehidupan manusia bahwa tanah mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi, artinya apabila manusia tidak mempunyai tanah sangatlah tidak dipandang oleh orang lain atau sesamanya dan justru sebaliknya apabila manusia mempunyai tanah maka status sosialnya menjadi sangat tinggi, terlebih-lebih tanah yang dimilikinya sangat luas, maka orang tersebut sangat dipandang.8

Dalam konteks pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, banyak persoalan yang muncul akiba kelemahan regulasi. Di satu sisi, wujud peraturan yang ada sampai sekarang tidak berbentuk undang-undang. Di sisi lain, aspek material dari semua regulasi yang ada, kurang memadai sehingga berpotensi menimbulkan masalah, termasuk Keputusan Presiden RI Nomor 55 Tahun 1993 dan Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 yang kemudian diubah dan disempurnakan dengan Peraturan Presiden RI Nomor 65 Tahun 2006. Aspek material yang berpotensi menimbulkan masalah tersebut, antara lain: definisi dan cakupan kepentingan umum, mekanisme pengadaan tanah, bentuk dan dasar perhitungan ganti rugi, serta penerapan sistem konsinyasi (penitipan uang ganti rugi ke pengadilan).9

Kebijakan pemerintah terhadap pengadaan tanah merupakan suatu kebijakan yang berkaitan dengan pengadaan tanah demi kepentingan umum.

8

Suhanan Yosua, Hak Atas Tanah Timbul (Aanslibbing), (Jakarta: Penerbit Restu Agung, 2010), hlm 11

9

Dalam artian bahwa tanah yang telah diambil dari warga masyarakat peruntukkannya benar-benar untuk kepentingan pembangunan. Sebab esensi yang terkandung di dalamnya adalah masyarakat telah melepaskan haknya tersebut sehingga tidak ada lagi hubungan hukum dengan pemiliknya.10

Pada asasnya apabila penguasa ataupun pengusaha/kalangan bisnis memerlukan tanah untuk keperluan apapun, maka cara untuk memperoleh tanah yang diperlukan harus melalui jalan musyawarah antara pihak yang memerlukan tanah dengan pemegang hak atas tanah hingga dicapai suatu kata sepakat antara kedua belah pihak. Akan tetapi dari sekian banyaknya masalah tanah yang terjadi, yang paling sering dirasakan oleh masyarakat adalah masalah pembebasan tanah khususnya untuk kepentingan pembangunan.11

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak. Pihak yang melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah pemberian ganti kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam hal pengadaan tanah dilakukan untuk infrastruktur minyak, gas dan panas bumi, pengadaannya diselenggarakan berdasarkan rencana strategi dan rencana kerja instansi yang memerlukan tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum

10

Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2006), hlm 76

11

Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Tanah : Hukum Tanah, (Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005), hlm 152

diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan.12

Dalam era modern ini, Pemerintah banyak melakukan kegiatan pembangunan di segala bidang, baik bidang fisik maupun non fisik. Untuk melaksanakan kegiatan pembangunan di bidang fisik dibutuhkan banyak bidang tanah untuk memenuhi kebutuhan akan tanah. Sedangkan sebagian besar tanah-tanah tersebut sudah dilekati suatu hak atas tanah-tanah. Untuk menyediakan tanah-tanah bagi

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2005: Pasal 1 butir (3) menyebutkan bahwa Pengadaan adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2006: Pasal 1 menyebutkan Pengadaan adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pasal 2 ayat (1) pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Ayat (2) Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh para pihakpihak yang bersangkutan.

12

Badriyah Harun, Solusi Sengketa Tanah dan Bangunan, Cetakan Pertama, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2013), hlm 58

pembangunan tersebut, Pemerintah membebaskan tanah dengan cara pelepasan atau penyerahan hak dan memberikan ganti kerugian kepada bekas pemegang hak. Kegiatan untuk mendapatkan tanah dimulai dari pihak Instansi yang membutuhkan tanah mengajukan permohonan kepada Panitia Pengadaan Tanah untuk melaksanakan pembebasan tanah, dilanjutkan dengan proses penyuluhan kepada masyarakat yang terkena rencana pembebasan tanah sampai dengan musyawarah dimana sebagai mediatornya adalah Panitia Pengadaan Tanah, setelah disepakati besarnya ganti rugi, selanjutnya dibuatkan pelepasan hak atau penyerahan hak atas tanah tersebut dengan mencantumkan besarnya uang ganti rugi sesuai dengan yang telah disepakati bersama.

Secara umum, pemekaran daerah dapat diartikan sebagai pemisahan diri suatu daerah dari induknya dengan tujuan mendapatkan status yang lebih tinggi dan meningkatkan pembangunan daerah Pemekaran yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, namun setelah UU No.22 Tahun 1999 diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, maka materi pemekaran wilayah tercantum pada pasal 4 ayat (3) dan (4), namun istilah yang dipakai adalah Pemekaran Daerah berarti pengembangan dari satu daerah otonom menjadi dua atau lebih daerah otonom.

Dalam UU No 32 Tahun 2004 tersebut pada pasal 4 ayat 3 dinyatakan : Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Sedangkan dalam Pasal 4 ayat 4 da lam UU tersebut dinyatakan :

Pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua ataupun lebih.

Rasyid mengatakan bahwa pembentukan daerah pemekaran merupakan perluasan daerah dengan memekarkan/meningkatkan status daerah yang dianggap mempunyai potensi sebagai daerah otonom dan mampu untuk mengurus rumah tangganya sendiri.13

Pemekaran wilayah kabupaten menjadi beberapa wilayah kabupaten baru pada dasarnya merupakan upaya meningkatkan kualitas dan intensitas pelayanan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, tujuan pemekaran daerah adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dengan

Dokumen terkait