• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Penggunaan Lahan untuk perkantoran

BAB III: PENGGUNAAN HAK ATAS TANAH LAHAN PERKANTORAN

D. Perencanaan Penggunaan Lahan untuk perkantoran

Secara Perencanaan lahan yaitu land use planning adalah perencanaan lahan yaitu pengaturan penggunaan tanah. Lazimnya tata guna lahan dikaitkan dengan kemampuan tanah, kesesuaian tanah, rezoning, propsed land use. Dengan kata lain tata una lahan adalah usaha untuk bisa memanfaatkan lahan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara berencana.

Perencanaan lahan pada dasarnya berasaskan kepada keterpaduan berdayaguna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, berkelanjut, keterbukaan, keadilan dan perlindungan hukum. Suatu rencana penggunaan lahan merupakan ekspresi kehendak lingkungan masyarakat mengenai bagaimana seharusnya pada penggunaan lahan suatu lingkungan pada masa yang akan datang. Dalam rencana itu ditentukan daerah-daerah yang akan digunakan bagi berbagai jenis kepadatan dan intensitas kategori, misalnya untuk pemukiman, perdagangan, perkantoran, industri dan sebagai kebutuhan umum. Ditentukan pula azas dan standar yang harus diterapkan pada pembangunan perkantoran dan pelestarian di daerah itu.76

Perencanaan penggunaan lahan dan kebijakan, prosedur dan sistem yang mengontrol dan memantau penggunaan lahan merupakan penentu penting dari penggunaan hukum dan tentunya nilai dari tanah. Manakalah ada perencanaan

75

Ibid

76

yang efektif, prospek perubahan penggunaan lahan dapat sangat mempengaruhi pasar dalam penilaian atas nilai lahan yang masuk dalam perencanaan. Misalnya, perubahan penggunaan lahan dari pertanian untuk tujuan komersial, nilai tanah dapat dilipagandakan secara siginifikan. Namun, tata kelola yang lemah tetap “berpotensi” memberi peluang bagi orang untuk mencegah perlindungan lingkungan yang melindungi konversi hutang yang tidak tepat dan lahan basah untuk tujuan pertanian, atau konversi lahan pertanian untuk penggunaan perkantoran.

Ada beberapa pendekatan yang prinsipal dalam pelaksanaan perencanaan penggunaan lahan, yakni: administrasi pertanahan yang proaktif, adanya persiapan dalam perencanaan, partisipasi dari para persiapan dalam perencanaan, partisipasi dari para pemangku kepentingan (stekeholder), menghindari terjadinya konflik kepentingan dan pemantauan kinerja.

1) Administrasi pertanahan yang proaktif

Pegawai pertanahan memainkan peran penting dalam memfasilitasi dan melegalisasi konversi lahan pedesaan untuk tujuan perkotaan. Konversi rentan terhadap masalah tata kelola mengingat keuntungan yang diperoleh sangat tinggi. Masalah-masalah dalam perencanaan penggunaan lahan dapat teratasi dengan menggunakan proses perencanaan yang transparan yang melibatkan pengguna lahan.

2) Persiapan perencanaan

Memasukan order dalam pengguna lahan mensyaratkan hukum yang tepat yang menjamin perencanaan penggunaan lahan dalam kerangka kebijakan pemerintah yang relevan. Pelaksanaan yang efektif dari perencanaan

penggunaan lahan juga berdasarkan pada rencana izin menggunakan lahan yang relevan. Penyusunan rencana juga mengurangi jumlah konflik yang mungkin timbul dari intensifnya pembangunan perkotaan dan jenis pembangunan lainnya.

3) Menghindari konflik kepentingan

Konflik kepentingan dapat diminimalisasi dalam perencanaan penggunaan lahan dengan memastikan transparansi. Semua kepentingan yang relevan harus di nyatakana selama proses perencanaan. Pengembangan rencana dan pengadopsiannya yang sesuai dengan hukum dan kebijakan harus terpisah dan independen dan biasanya harus dilakukan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda. Keputusan pada kepatuhan proposal individu untuk perubahaan dalam penggunaan lahan sesuai dengan rencana yang diambil harus transparan dan dipublikasikan dan dilakukan sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan yang bersifat teknis dan politis pada tingkat yang sesuai dengan skala pengembangan yang diberikan. Mekanisme untuk memastikan deklarasi kepentingan harus ketat ditegakkan.

4) Pemantauan kinerja

Kontrol atas perencanaan mempengaruhi pasokan lahan untuk penggunaan tertentu di pasar. Akibatnya, kinerja pemerintah daerah dan instansi lain yang bertanggungjawab untuk perencanaan penggunaan lahan sering

dipantau untuk mengukur efisiensi dan efektivitas. Indikator kineja termasuk waktu yang dibutuhkan untuk membuat keputusan.77

Pengadaan tanah bagi kawasan pembangunan perkantoran sering menjadi persoalan yang menarik perhatian karena sering merugikan masyarakat, terutama apabila lahan tersebut di peroleh dengan cara pelepasan hak dari masyarakat pemilik hak atas tanah tersebut. Persoalan termaksud berkaitan dengan soal besarnya ganti kerugian atau pertukaran lahan yang dirasakan tidak sepadan. Masyarakat sering merasa dirugikan akibat kecilnya uang ganti kerugian atau karena lahan tanah yang dipertukatkan ternyata lebih jelek keadaannya dan tidak sepadan nilai tukarnya.

Penyediaan tanah untuk keperluan pembangunan perkantoran itu memilih dan mendahulukan lahan yang terletak di atas tanah negara. Kalau di daerah pedesaan pembangunan sarana dan prasarana dimaksud biasanya dilakukan diatas tanah desa. Akan tetapi, setelah persediaan tanah negara dan/atau tanah pemerintah menipis, maka dalam kegiatan pembangunan prosedur dan tata cara pengadaan atau penyediaan tanah untuk mendirikan proyek-proyek pembangunan.

78

77

Bernhard Limbong, Op.Cit, hlm 196-199

78

Mustofa dan Suratman, Op.Cit, hlm 280

BAB IV

PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH PERTAPAKAN LAHAN PERKANTORAN NIAS UTARA PASCA PEMEKARAN KABUPATEN

A. Pembebasan Lahan Perkantoran Kabupaten Nias Utara

Berpijak pada batasan pembebasan lahan tersebut, dapat ditemukan dua hal pokok dalam pembebasan lahan, yakni pelepasan hak seseorang atas tanah demi kepentingan lain (kepentingan pembangunan untuk umum) dan pemberian ganti kerugian atau kompensasi atas pelepasan hal tersebut. Mengingat kedua hal tersebut begitu fundamental, maka pembebasan tanah harus dilakukan dengan cara yang seimbang.79

Dalam rangka pembebasan lahan ini, telah tercapai kata sepakat mengenai bentuk/besarnya ganti rugi, maka pembayaran harus dilaksanakan secara langsung oleh instansi yang bersangkutan dengan penyerahan/pelepasan hak atas tanahnya dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya empat orang anggota panitia pembebasan tanah, di antaranya kepala Kecamatan dan Kepala Desa yang bersangkutan.

Pembebasan lahan ialah setiap perbuatan yang dimaksud langsung atau tidak langsung melepaskan hubungan hukum yang ada di antara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang berhak/penguasa atas tanah itu.

80

Selanjutnya penggunaan istilah pembebasan tanah menurut Keppres Nomor 55 tahun 1993, diganti dengan pengadaan tanah, walaupun mengartikan sama

79

Bernhard Limbong, Op.Cit, hlm 161

80

dengan pembebasan tanah. Pengadaan tanah menurut Keppres ini adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada pihak atas tanah tersebut. Proses pembebasan lahan dimulai dengan pengenalan lapangan dan pemberian penyuluhan kepada penduduk tempat lokasi pembebasan lahan akan dilaksanakan, bersama-sama dengan instansi yang terkait seperti lurah, camat dan kepala kantor pertanahan setempat.81

Menurut sistem hukum tanah di Indonesia, Penyediaan lahan untuk pembangunan perkantoran dapat dilakukan dengan cara:82

1. Permohonan hak

Ini dilakukan pada tanah yang masih berstatus dikuasai langsung oleh negara. Sesungguhnya cara ini relatif tidak ada masalah jika dibandingkan dengan cara perolehan tanah yang sudah dihaki atau dikuasai oleh seorang atau badan hukum. Namun, cara permohonan hak bisa dikatakan tidak akan pernah lagi dilaksanakan, karena dikatakan hampir semua tanah, apalagi diwilayah perkantoran sudah ada yang memiliki dan/atau menguasainya. 2. Tukar menukar

Sebagaimana diketahui sebelumnya tanah perkotaan semakin langka. Jadi penyediaan lahan untuk suatu pembangunan perkantoran lewat tukar-menukar, semakin kecil kemungkinannya.

3. Pencabutan dan pembebasan hak

Pencabutan hak adalah suatu tindakan memutuskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah, yang dilakukan oleh

81

Soetrisno, Tata Cara Perolehan Tanah Untuk Industri, Cetakan pertama, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hlm 3-10

82

Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Konsolidasi Tanah Perkotaan: Suatu Tinjauan

penguasa (dalam hal ini presiden) secara sepihak, yaitu: tanpa karena suatu kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah. Kabupaten Nias adalah salah satu daerah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang berada dalam satu pulau dengan Kabupaten Nias Selatan (Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Nias) yang disebut Pulau Nias, mempunyai jarak ± 85 mil laut dari Sibolga (daerah Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Kabupaten Nias adalah sebesar 3.495,40 km2 (4,88 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara), sejajar dan berada di sebelah barat Pulau Sumatera serta dikeliling oleh Samudera Hindia.Sedangkan Kabupaten Nias Utara merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias berdasarkan UU No. 45 Tahun 2008, yang terletak di sebelah utara Kabupaten Nias.

Nias Utara adalah sebuah kabupaten yang terletak di kepulauan Sumatera bagian Utara (Sumatera Utara), Republik Indonesia. Kabupaten Nias Utara ini telah diresmikan dan disahkan keberadaannya dalam kesatuan NKRI oleh Lembaga Menteri Dalam Negeri Indonesia, pada 29 Oktober 2008, Yang merupakan bagian pemekaran dari daerah induk yaitu Kabupaten Nias. Ibukota kabupaten ini adalah LOTU.

Adapun letak geografis berada pada 1003’00’’ - 1033’00’’ LU dan 97000’ 00’’ - 99000’00’’ LS. Secara administrasi Kabupaten Nias Barat mempunyai batas sebagai berikut:

Sebelah Utara : Samudera Indonesia;

Sebelah Timur : Samudera Indonesia dan Kota Gunungsitoli; Sebelah Selatan : Kabupaten Nias Barat dan Kabupaten Nias; Sebelah Barat : Samudera Indonesia.

Tabel Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin

BPS dalam angka 2012 Nias Utara

Luas lahan potensial mencapai 81.389 hektare yang terdiri dari sawah 22.486 hektare dan lahan kering 58.903 hektare. Namum, potensi yang dimiliki itu belum memberikan hasil maksimal untuk mampu mencapai swasembada pangan.83

Berdasarkan data tahun 2010 jenis pertanian tanaman pangan yang memiliki luasan terbesar adalah padi sawah dengan luasan 6.200 ha, kemudian ubi jalar dengan luasan 1.000 ha. Sedangkan jenias tanaman yang memiliki luasan terkecil adalah kacang hijau, cabe dan sayuran yang masing-masing memiliki luasan 100 ha. Selain sektor pertanian tanaman pangan, maka sektor potensial lainnya di Kabupaten Nias Utara yang belum dikembangkan adalah peternakan. Sektor peternakan di Kabupaten Nias Utara terdiri dari : ternak besar (sapi dan kerbau), ternak kecil (babi dan kambing) dan ternak unggas (ayam buras dan itik). Berdasarkan data tahun 2010, untuk ternak besar yang memiliki jumlah terbanyak

83

adalah ternak sapi sebanyak 1.411 ekor, untuk ternak kecil adalah ternak babi sebanyak 22.445 ekor, sedangkan untuk ternak unggas adalah ayam buras sebanyak 353.115 ekor.

Sumberdaya alam dari sektor perikanan berdasarkan data, di Kabupaten Nias Utara ada dua produksi perikanan yaitu ikan laut dan ikan air tawar. Untuk persentase saat ini produksi ikan laut mencapai 99.94% dan ikan air tawar mencapai 0.06%. Kecamatan yang memiliki potensi untuk perikanan laut adalah Kecamatan Lotu, Sawö, Tuhemberua, Alasa, Afulu, Lahewa dan Lahewa Timur. Sedangkan kecamatan yang menghasilkan produksi perikanan laut yang tertinggi adalah Kecamatan Lahewa sebesar 1.783 ton dan yang paling rendah adalah Kecamatan Alasa sebesar 143 ton. Untuk perikanan air tawar hanya terdapat pada Kecamatan Tuhemberua dan Alasa, masingmasing memiliki hasil produksi sebesar 1,1 ton.

Di balik pentingnya serta bermanfaatnya pemekaran daerah serta dibolehkan/diakomodinya aspirasi masyarakat untuk mengadakan pemekaran daerah oleh peraturan perundang-undangan, pemekaran daerah juga mempunyai beberapa permasalahan diantaranya: selain itu pemekaran daerah juga diwarnai adanya lobi-lobi politik dan manipulasi data.

Syarat fisik telah terpenuhi dalam pemekaran Kabupaten Nias yang dapat dilihat dari cakupan wilayah, dimana pembentukan Kabupaten paling sedikit 5 (lima) kecamatan dan pembentukan kota paling sedikit 4 (empat) kecamatan telah terpenuhi dimana: Kabupaten Nias Utara, terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan yaitu: Kecamatan Alasa, Kecamatan Namohalu Esiwa, Kecamatan Lahewa, Kecamatan

Lotu, Kecamatan Tuhemberua, Kecamatan Afulu, Kecamatan Alasa Talumuzoi, Kecamatan Lahewa Timur, Kecamatan Sawo, dan Kecamatan Sitolu Ori.

Persoalan pembebasan lahan untuk kawasan perkantoran inipun sangat rumit dan kurang memperhatikan aspek sosial dan lingkungan sehingga menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Yang juga penting mendapat perhatian bahwa kebanyakan kawasan-kawasan perkantoran tersebut berasal dari lahan subur dan sawah beririgasi teknis. Implikasinya adalah kehilangan mata pencaharian petani, yang turun-menurun mengolah tanahnya. Jadi, konsentrasi tanah terutama di perkotaan dan sekitarnya juga dipicu oleh perizinan yang diberikan pemerintah kepada penguasah-pengusaha.84

B. Tahapan Kegiatan yang dilakukan dalam proses pengadaan lahan bagi pembangunan perkantoran Pemda Nias Utara pasca pemekaran Kabupaten

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 14 Januari 2012, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (“UU Pengadaan Tanah”) telah diterbitkan. UU Pengadaan Tanah telah banyak ditunggu-tunggu oleh para pihak sebagai dasar hukum untuk pengadaan tanah (pembebasan tanah) di seluruh wilayah Republik Indonesia. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum. Penyelenggaraan pengadaan tanah diselenggarakan oleh Pemerintah dan juga dapat bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan swasta.

84

Tidak lama setelah penerbitan UU Pengadaan Tanah, Presiden Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (“Perpres Pengadaan Tanah”) pada tanggal 7 Agustus 2012. Perpres Pengadaan Tanah tersebut berlaku sejak tanggal ditetapkan. Selain itu, Perpres mencabut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 serta peraturan pelaksanaannya, kecuali untuk proses pengadaan tanah. Secara prinsip, pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui tahapan (i) perencanaan, (ii) persiapan, (iii) pelaksanaan, dan (iv) penyerahan hasil.

1.

Setiap instansi yang memerlukan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum membuat rencana pengadaan tanah yang didasarkan pada:

Perencanaan

a.Rencana Tata Ruang Wilayah; dan

b.Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam: o Rencana Pembangunan Jangka Menengah; o Rencana Strategis; dan

o Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.

Rencana pengadaan tanah dibuat dalam bentuk dokumen perencanaan, yang kemudian disampaikan kepada Gubernur.

2.

Setelah menerima dokumen perencanaan pengadaan tanah, Gubernur membentuk tim persiapan yang bertugas untuk:

a. Melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan; b. Melakukan pendataan awal lokasi rencana pembangunan; c. Melaksanakan konsultasi publik rencana pembangunan; d. Menyiapkan penetapan lokasi pembangunan;

e. Mengumumkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum; dan

f. Melaksanakan tugas lain. 3.

Pelaksanaan pengadaan tanah diselenggarakan oleh Kepala BPN, yang dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN selaku Ketua pelaksana pengadaan tanah. Dalam melaksanakan kegiatannya, Ketua pelaksana pengadaan tanah dapat membentuk satuan tugas yang membidangi inventarisasi dan identifikasi (i) data fisik penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah; dan (ii) data pihak yang berhak (pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah) dan objek pengadaan tanah (tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai).

Pelaksanaan

Terhadap objek pengadaan tanah yang telah diberikan ganti kerugian atau ganti kerugian telah dititipkan di pengadilan negeri atau yang telah dilaksanakan pelepasan hak objek pengadaan tanah, hubungan hukum antara pihak yang berhak dan tanahnya hapus demi hukum. Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk (i) uang, (ii) tanah pengganti, (iii) permukiman kembali, (iv) kepemilikan saham, atau (v) bentuk lain yang disetujui para pihak.

4.

Ketua pelaksana pengadaan tanah menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah disertai data pengadaan tanah, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak pelepasan hak objek pengadaan tanah. Penyerahan tersebut berupa bidang tanah dan dokumen pengadaan tanah. Instansi yang memerlukan tanah dapat mulai melaksanakan pembangunan setelah dilakukan penyerahan hasil pengadaan tanah oleh ketua pelaksana pengadaan tanah. Perpres Pengadaan Tanah ini memberikan pengecualian terhadap pengadaan tanah skala kecil. Disebutkan di dalam Perpres Pengadaan Tanah, pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) hektar, dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah, dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak. Dengan demikian, seluruh prosedur dan tahap-tahapan yang telah diuraikan di atas dapat disimpangi.

Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah

UU Pengadaan Tanah dan Perpres Pengadaan Tanah diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat untuk Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mengadakan tanah bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sehingga proyek-proyek Pemerintah dapat berjalan dengan baik dan lancar.85

Berbicara secara hukum syarat-syarat pemekaran suatu wilayah untuk menjadi kabupaten/kota atau provinsi sulit tidaknya tergantung daerah yang akan dimekarkan. Kalau kita telaah lebih dalam di era otonomi daerah salah satunya di

85

Kabupaten Nias Utara hukum cukup memberikan kelonggaran kepada daerah untuk melakukan pemekaran. Ini pula yang menjadi sebab mengapa sekarang kita melihat banyak daerah yang “bernafsu” melakukan pemekaran mulai dari tingkat kecamatan sampai ketingkat provinsi.

Salah satunya di Nias Utara sendiri sekarang muncul wacana pembentukan Provinsi Sumatera Utara sebagaimana juga kehendak membentuk Kabupaten Nias Utara Utara. Pemekaran wilayah diatur dalam UU No 32 tahun 2004. Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang ini adalah: Pasal 4 (3) “Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.”

Pemekaran wilayah harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan (Pasal 5(1)). Syarat administratif untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Syarat administratif untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Sedangkan syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Syarat fisik meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat)

kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

Namun bukan berarti apabila suatu daerah telah memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan fisik kewilayahan maka dengan sendirinya pemekaran wilayah dapat dilakukan. Hal ini disebabkan oleh adanya persyaratan jangka waktu jalannya pemerintahan induk. Ada batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan untuk dapat melakukan pemekaran wilayah. Untuk pembentukan Provinsi disyaratkan sepuluh tahun, Kabupaten/Kota disyaratkan tujuh tahun, dan untuk Kecamatan batas minimal penyelenggaraan pemerintahan adalah lima tahun.

Pokok bahasan kedua adalah apa kemungkinan yang melatarbelakangi upaya pemekaran wilayah? Secara teori, tujuan pemekaran wilayah antara lain adalah: untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat, peningkatan keamanan dan ketertiban, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pengelolaan potensi daerah, dan agar terjadinya percepatan pembangunan ekonomi daerah. Sulit bagi kita tidak sepakat dengan alasan ideal ini. Kalau saja pemekaran wilayah semata-mata dengan alasan-alasan tersebut, bukan main kemungkinan hasil positif yang dapat dicapai bagi kepentingan masyarakat.86

Pemekaran daerah berarti pengembangan dari satu daerah otonom menjadi dua atau lebih daerah otonom. Pemekaran daerah dilandasi oleh Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, namun setelah UU no.22 tahun 1999 diganti dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang

86

http://malangippelmas.blogspot.com/2013/03/tinjauan-yuridis-pemekaran.html diakses tgl 2 Juli 2014

Pemerintahan daerah, maka materi pemekaran wilayah tercantum pada pasal 4 ayat 3 dan ayat 4, namun istilah yang dipakai adalah Pemekaran Daerah.

Dalam UU no 32 tahun 2004 tersebut pada pasal 4 ayat 3 dinyatakan: Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Sedangkan dalam Pasal 4 ayat 4 dalam UU tersebut dinyatakan:Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.

Dampak dari pemekaran daerah yang cukup pesat ini adalah:87

Pemekaran wilayah diartikan sebagai pembentukan daerah otonomi baru yang (salah satu) tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

(1) kesulitan keuangan dan pembiayaan pembangunan (2) pelayanan publik yang masih sama dan belum membaik (3) kesejahteraan rakyat yang masih belum baik

(4) sumber daya aparat pemerintah merupakan residu dari daerah induk.

88

Disisi lain, menurut Syafrizal, ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya pemekaran wilayah, antara lain : 89

87

Laode Ida. Permasalahan Pemekaran Daerah di Indonesia. (Jakarta: Media Indonesia, 2005), hlm 28

88

http://rubrikbahasa.wordpress.com/2010/12/22/pemekaran-wilayah/ diakses tgl 2 Juli 2014

89

Syafrizal. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), hlm 34

Kenyataan yang terjadi dalam masyarakat menunjukkan bahwa perbedaan agama merupakan salah satu unsur yang dapat menyebabkan timbulnyakeinginan masyarakat untuk memisahkan diri dari suatu negara/ daerah yang telah ada untuk menjadi negara/ daerah baru.

2. Perbedaan etnis dan budaya

Sama halnya dengan perbedaan agama, perbedaan etnis dan budaya juga merupakan unsur penting lainnya yang dapat memicu terjadinya keinginan untuk melakukan pemekaran wilayah. Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat merasa kurang nyaman bila hidup dalam suatu masyarakat dengan etnis, adat istiadat, dan kebiasaan yang berbeda. Bila kesatuan budaya ini terganggu karena kehadiran warga masyarakat lain dengan budaya yang berbeda, maka seringkali terjadi ketegangan bahkan konflik sosial dalam masyarakat tersebut.

3. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah

Aspek berikutnya yang cenderung menjadi pemicu terjadinya pemekaran wilayah adalah ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah. Termasuk juga ke dalam aspek ini adalah ketimpangan dalam ketersediaan sumber daya alam bernilai tinggi, seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara yang selanjutnya akan mendorong terjadinya ketimpangan kemakmuran antar daerah. Ketimpangan ini selanjutnya mendorong terjadinya kecemburuan sosial dan merasa dianaktirikan oleh pemerintah pusat sehinnga akhirnya muncul keinginan untuk melakukan pemekaran

Dokumen terkait