• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istilah tanah dan agraria tidak selalu di pakai dalam arti dan pemahaman yang sama. Hal demikian, pada akhirnya membawa konsekuensi dan permasalahan tersendiri pada pengaturan dan kedudukannya dalam sistem hukum Indonesia.7

7

Ida Nurlinda, Prinsip-Prinsip Pembaharuan Agraria Perspektif Hukum, (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2009), hlm 35

Tanah bagi kehidupan manusia sangat erat dan tidak dapat dipisahkan, diibaratkan bagaikan sebuah mobil dengan bensinya. Hal ini dapat diketahui dari kehidupan

manusia, seperti bertempat tinggal, tempat usaha, bahkan tanah juga dijadikan investasi untuk jangka panjang. Oleh karena itu tanah dapat juga diperjualbelikan, dihibahkan, diwariskan, diwasiatkan atau diwakafkan dengan kata lain dialihkan kepada pihak lain. Dan yang sangat nyata dalam kehidupan manusia bahwa tanah mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi, artinya apabila manusia tidak mempunyai tanah sangatlah tidak dipandang oleh orang lain atau sesamanya dan justru sebaliknya apabila manusia mempunyai tanah maka status sosialnya menjadi sangat tinggi, terlebih-lebih tanah yang dimilikinya sangat luas, maka orang tersebut sangat dipandang.8

Dalam konteks pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, banyak persoalan yang muncul akiba kelemahan regulasi. Di satu sisi, wujud peraturan yang ada sampai sekarang tidak berbentuk undang-undang. Di sisi lain, aspek material dari semua regulasi yang ada, kurang memadai sehingga berpotensi menimbulkan masalah, termasuk Keputusan Presiden RI Nomor 55 Tahun 1993 dan Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 yang kemudian diubah dan disempurnakan dengan Peraturan Presiden RI Nomor 65 Tahun 2006. Aspek material yang berpotensi menimbulkan masalah tersebut, antara lain: definisi dan cakupan kepentingan umum, mekanisme pengadaan tanah, bentuk dan dasar perhitungan ganti rugi, serta penerapan sistem konsinyasi (penitipan uang ganti rugi ke pengadilan).9

Kebijakan pemerintah terhadap pengadaan tanah merupakan suatu kebijakan yang berkaitan dengan pengadaan tanah demi kepentingan umum.

8

Suhanan Yosua, Hak Atas Tanah Timbul (Aanslibbing), (Jakarta: Penerbit Restu Agung, 2010), hlm 11

9

Dalam artian bahwa tanah yang telah diambil dari warga masyarakat peruntukkannya benar-benar untuk kepentingan pembangunan. Sebab esensi yang terkandung di dalamnya adalah masyarakat telah melepaskan haknya tersebut sehingga tidak ada lagi hubungan hukum dengan pemiliknya.10

Pada asasnya apabila penguasa ataupun pengusaha/kalangan bisnis memerlukan tanah untuk keperluan apapun, maka cara untuk memperoleh tanah yang diperlukan harus melalui jalan musyawarah antara pihak yang memerlukan tanah dengan pemegang hak atas tanah hingga dicapai suatu kata sepakat antara kedua belah pihak. Akan tetapi dari sekian banyaknya masalah tanah yang terjadi, yang paling sering dirasakan oleh masyarakat adalah masalah pembebasan tanah khususnya untuk kepentingan pembangunan.11

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak. Pihak yang melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah pemberian ganti kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam hal pengadaan tanah dilakukan untuk infrastruktur minyak, gas dan panas bumi, pengadaannya diselenggarakan berdasarkan rencana strategi dan rencana kerja instansi yang memerlukan tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum

10

Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2006), hlm 76

11

Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Tanah : Hukum Tanah, (Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005), hlm 152

diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan.12

Dalam era modern ini, Pemerintah banyak melakukan kegiatan pembangunan di segala bidang, baik bidang fisik maupun non fisik. Untuk melaksanakan kegiatan pembangunan di bidang fisik dibutuhkan banyak bidang tanah untuk memenuhi kebutuhan akan tanah. Sedangkan sebagian besar tanah-tanah tersebut sudah dilekati suatu hak atas tanah-tanah. Untuk menyediakan tanah-tanah bagi

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2005: Pasal 1 butir (3) menyebutkan bahwa Pengadaan adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2006: Pasal 1 menyebutkan Pengadaan adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pasal 2 ayat (1) pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Ayat (2) Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh para pihakpihak yang bersangkutan.

12

Badriyah Harun, Solusi Sengketa Tanah dan Bangunan, Cetakan Pertama, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2013), hlm 58

pembangunan tersebut, Pemerintah membebaskan tanah dengan cara pelepasan atau penyerahan hak dan memberikan ganti kerugian kepada bekas pemegang hak. Kegiatan untuk mendapatkan tanah dimulai dari pihak Instansi yang membutuhkan tanah mengajukan permohonan kepada Panitia Pengadaan Tanah untuk melaksanakan pembebasan tanah, dilanjutkan dengan proses penyuluhan kepada masyarakat yang terkena rencana pembebasan tanah sampai dengan musyawarah dimana sebagai mediatornya adalah Panitia Pengadaan Tanah, setelah disepakati besarnya ganti rugi, selanjutnya dibuatkan pelepasan hak atau penyerahan hak atas tanah tersebut dengan mencantumkan besarnya uang ganti rugi sesuai dengan yang telah disepakati bersama.

Secara umum, pemekaran daerah dapat diartikan sebagai pemisahan diri suatu daerah dari induknya dengan tujuan mendapatkan status yang lebih tinggi dan meningkatkan pembangunan daerah Pemekaran yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, namun setelah UU No.22 Tahun 1999 diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, maka materi pemekaran wilayah tercantum pada pasal 4 ayat (3) dan (4), namun istilah yang dipakai adalah Pemekaran Daerah berarti pengembangan dari satu daerah otonom menjadi dua atau lebih daerah otonom.

Dalam UU No 32 Tahun 2004 tersebut pada pasal 4 ayat 3 dinyatakan : Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Sedangkan dalam Pasal 4 ayat 4 da lam UU tersebut dinyatakan :

Pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua ataupun lebih.

Rasyid mengatakan bahwa pembentukan daerah pemekaran merupakan perluasan daerah dengan memekarkan/meningkatkan status daerah yang dianggap mempunyai potensi sebagai daerah otonom dan mampu untuk mengurus rumah tangganya sendiri.13

Pemekaran wilayah kabupaten menjadi beberapa wilayah kabupaten baru pada dasarnya merupakan upaya meningkatkan kualitas dan intensitas pelayanan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, tujuan pemekaran daerah adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dengan pemekaran wilayah diharapkan dapat memunculkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, mampu meningkatkan berbagai potensi yang selama ini belum tergarap secara optimal baik potensi sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia, membuka “keterkungkungan” masyarakat terhadap pembangunan dan dapat memutus mata rantai pelayanan yang sebelumnya terpusat di satu tempat/ Ibukota kabupaten atau Ibukota kecamatan, memicu motivasi masyarakat untuk ikut secara aktif dalam proses pembangunan dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya, dsb.

13

Ryass Rasyid. Kajian Awal Birokrasi Pemerintahan Politik Orde Baru. (Jakarta: Penerbit Yarsif Watampone, 1997), hlm 20

pada masyarakat. Dari segi pengembangan wilayah, calon kabupaten baru yang akan dibentuk perlu memiliki basis sumber daya harus seimbang antara satu dengan yang lain. Hal ini perlu diupayakan agar tidak muncul terjadi disparitas yang mencolok pada masa datang. Selanjutnya dalam suatu usaha pemekaran wilayah akan diciptakan ruang publik baru yang merupakan kebutuhan kolektif semua warga wilayah baru. Ruang publik baru akan mempengaruhi aktivitas orang atau masyarakat ada merasa diuntungkan dan sebaliknya dalam memperoleh pelayanan dari pusat pemerintah baru disebabkan jarak pergerakan berubah.

Selajutnya dikatakan Khairullah dan Cahyadin bahwa pemekaran daerah baru pada dasarnya adalah upaya peningkatan kualitas dan intensitas pelayanan pada masyarakat. Dari segi pengembangan wilayah, calon daerah baru yang akan dibentuk perlu memiliki basis sumberdaya harus seimbang antara satu dengan yang lain, hal ini perlu diupayakan agar tidak terjadi disparitas yang mencolok pada masa akan datang.14

Pemekaran daerah tidak lain bertujuan untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan, membuka ketimpangan-ketimpangan pembangunan wilayah dan menciptakan perekonomian wilayah yang kuat demi tercapainya kesejahteraan Lebih lanjut dikatakan dalam suatu usaha pemekaran daerah akan diciptakan ruang publik yang merupakan kebutuhan kolektif semua warga wilayah baru. Ruang publik baru akan mempengaruhi aktifitas orang atau masyarakat ada yang merasa diuntungkan dan sebaliknya akan memperoleh pelayanan dari pusat pemerintahan baru disebabkan jarak pergerakan berubah.

14

Khairullah & Malik Cahyadin. Evaluasi Pemekaran Wilayah di Indonesia: Studi Kasus

masyarakat, sehingga pemekaran wilayah diharapkan dapat mndekatkan pelayanan kepada masyarakat, membuka peluang baru bagi terciptanya pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan intensitas pembangunan guna mengsejahterakan masyarakat.

Nias barat pulau Niha) yang masih memiliki penting seperti selancar (surfing), rumah tradisional, penyelama batu). Pulau dengan luas wilayah 5.625 km² ini berpenduduk 700.000 jiwa. Agama mayoritas daerah ini adal menjadi empat kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli.15

1. Tipe Penelitian

F. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder. Data sekunder tersebut meliputi :

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif.16

15

Langkah pertama dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah dan undang-undang pembentukan

16

Nias Utara. penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam Pengadaan Pertanahan Lahan.

2. Data dan Sumber Data

Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari 17

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat. Dalam penelitian ini antara lain Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Nias Utara.

:

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskan mengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel dari surat kabar dan majalah, dan internet.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara18

a. Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

:

4. Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya

17

Ibid, hal 51-52

18

dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

Dokumen terkait