• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memahami Komunikasi Nonverbal

Dalam dokumen BAB I KONSEP KOMUNIKASI simbolik docx (Halaman 36-47)

INTERAKSI BAHASSA VERBAL DAN NON VERBAL

B. Memahami Komunikasi Nonverbal

1. Karakteristik Komunikasi Nonverbal

Menurut Ronald Adler dan George Rodman, komunikasi nonverbal memiliki empat karakteristik yaitu keberadaannya, kemampuannya menyampaikan pesan tanpa bahasa verbal, sifat ambiguitasnya dan keterikatannya dalam suatu kultur tertentu. Eksistensi atau keberadaan komunikasi nonverbal akan dapat diamati ketika kita melakukan tindak komunikasi secara verbal, maupun pada saat bahasa verbal tidak digunakan. Atau dengan kata lain, komunikasi nonverbal akan selalu muncul dalam setiap tindakan komunikasi, disadari maupun tidak disadari.

Keberadaan komunikasi nonverbal ini pada gilirannya akan membawa kepada cirinya yang lain, yaitu bahwa kita dapat berkomunikasi secara nonverbal, karena setiap orang mampu mengirim pesan secara nonverbal kepada orang lain, tanpa menggunakan tanda-tanda verbal. Karakteristik lain dari komunikasi nonverbal adalah sifat ambiguitasnya, dalam arti ada banyak kemungkinan penafsiran terhadap setiap perilaku.

Sifat ambigu atau mendua ini sangat penting bagi penerima (receiver) untuk menguji setiap interpretasi sebelum sampai pada kesimpulan tentang makna dari suatu pesan nonverbal. Dan karakteristik terakhir adalah bahwa komunikasi nonverbal terikat dalam suatu kultur atau budaya tertentu. Maksudnya, perilaku-

perilaku yang memiliki makna khusus dalam satu budaya, akan mengekspresikan pesan-pesan yang berbeda dalam ikatan kultur yang lain.

2. Kategori Komunikasi Nonverbal

Kategori komunikasi nonverbal yang dimaksudkan dalam bahasan ini adalah beragam cara yang digunakan orang-orang untuk berkomunikasi secara nonverbal, yaitu vocalics atau paralanguage, kinesics yang mencakup gerakan tubuh, lengan, dan kaki, serta ekspresi wajah (facial expression), perilaku mata (eye behavior), lingkungan yang mencakup objek benda dan artifak, proxemics: yang merupakan ruang dan teritori pribadi, haptics (sentuhan), penampilan fisik (tubuh dan cara berpakaian), chronemics (waktu), dan olfaction (bau).

Dalam tindak komunikasi sehari-hari, kita lebih banyak mempunyai output dan input vokal dibanding dengan kata-kata yang kita ungkapkan secara lisan. Output dan input vokal inilah yang kita sebut sebagai vocalics atau paralanguage. Contoh nyata dari kategori komunikasi nonverbal ini adalah desah (sighing), menjerit (screaming), merintih (groaning), menelan (swallowing) menguap (yawning), di samping bentuk-bentuk seperti jeda, intonasi, dan penekanan dalam pembicaraan lisan.

Kategori lain dari komunikasi nonverbal adalah kinesics. Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, ekspresi wajah kita akan selalu berubah tanpa melihat apakah kita sedang berbicara atau mendengarkan. Paul Ekman dan Wallace Friesen telah mengidentifikasikan enam emosi dasar bahwa ekspresi wajah mencerminkan keheranan, ketakutan, kemarahan, kebahagiaan, kesedihan, dan kebencian atau kejijikan.

Bentuk lain dari kinesics adalah gerakan tangan, kaki dan kepala. Orang- orang yang terlibat dalam tindak komunikasi sering menggerakkan kepala dan tangannya selama interaksi berlangsung. Beberapa dari gerakan kepala dan tangan tersebut dilakukan secara sadar dan beberapa lainnya dilaksanakan secara tidak sengaja, namun semuanya memiliki makna. Gerakan tangan cenderung digunakan paling banyak oleh orang yang sedang berbicara, sedangkan pendengar cenderung, memakai gerakan kepala.

Gerakan kepala yang paling umum digunakan oleh orang-orang yang sedang mendengar adalah anggukan dan gelengan kepala. Gerakan kepala yang lain adalah dengan mengernyitkan atau mengerutkan dahi. Gerakan ini bermakna bahwa orang yang sedang mendengarkan memberikan umpan balik (feedback) kepada pembicara. Gerakan tangan menyajikan banyak fungsi pesan bagi pembicara selama interaksi berlangsung, yaitu menegaskan atau menjelaskan apa yang dikatakan, memberi penekanan pada pembicaraan dan mengilustrasikan apa yang sedang dikatakan. Selain itu, ada jugs gerakan tangan yang tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap apa yang sedang dikatakan.

Tujuan dari gerakan tangan ini adalah untuk menunjukkan intensitas pesan, misalnya berjabat tangan dengan cepat untuk mengekspresikan kegembiraan. Aspek komunikatif yang utama dari perilaku mata adalah siapa dan apa yang sedang kita lihat dan untuk berapa lama. Mata kita merupakan saluran komunikasi nonverbal yang penting, tidak hanya selama interaksi tetapi jugs sebelum dan sesudah interaksi berakhir. Dengan memelihara kontak mata dan tersenyum, orang-orang yang terlibat mengindikasikan bahwa mereka tertarik dengan persoalan yang sedang diperbincangkan.

Kategori selanjutnya dari komunikasi nonverbal adalah proxemics, yaitu suatu cara bagaimana orang-orang yang terlibat dalam suatu tindak komunikasi berusaha untuk merasakan dan menggunakan ruang (space). Antropolog Edward T. Hall mendefinisikan empat jarak yang kita gunakan dalam kehidupan sehari- hari, Ia menjelaskan bahwa kita memilih satu jarak khusus bergantung pada bagaimana kita merasakan terhadap orang lain pada suatu situasi tertentu, konteks percakapan dan tujuan-tujuan pribadi kita.

Keempat jarak tersebut adalah intimate distance, personal distance, social distance dan public distance. Namun empat jarak yang dikemukakan oleh Hal ini hanya menggambarkan perilaku orang-orang dari Amerika Utara dan sangat mungkin berbeda dengan orang-orang yang berasal dari budaya lain.

Adapun klasifikasi Hall tersebut adalah sebagai berikut. a. Intimate Distance

Percakapan dalam jarak yang akrab ini berlangsung dengan bisikan atau suara yang sangat pelan. Dalam jarak ini, orang-orang yang berkomunikasi secara emosional sangat dekat dan dalam situasi yang sangat pribadi. Orang-orang yang terlibat dalam interaksi dengan jarak yang akrab ini merupakan suatu tanda bahwa di antara mereka tumbuh rasa saling percaya. Namun demikian, interaksi dalam jarak yang akrab ini juga terjadi dalam lingkungan yang kurang akrab, seperti ketika kita berobat ke dokter.

b. Personal distance

Dalam jarak personal ini, kontak komunikasi yang berlangsung masih tertutup, namun percakapan-percakapannya tidak lagi bersifat pribadi dibanding dengan interaksi dalam jarak akrab.

c. Social distance

Interaksi yang berlangsung dalam jarak sosial ini biasanya terjadi dalam situasi bisnis, misalnya interaksi antara salesman/girl dengan para calon pembeli/pelanggan. Dalam kontak komunikasi ini, suara yang lebih keras sangat dibutuhkan,

d. Public distance

Contoh nyata dari komunikasi yang menggunakanjarak publik ini adalah perkuliahan dalam kelas dan pidato yang disampaikan pada suatu ruang tertentu.

Dalam jarak publik ini, komunikasi yang bersifat dua arah (twoway traffic) sulit untuk dilaksanakan, sebab ada jarak yang cukup jauh antara pembicara dengan para pendengarnya.

Faktor lingkungan sebagai salah satu karakteristik penandaan nonverbal dapat berupa lingkungan atau benda-benda yang digunakan atau dimiliki seseorang yang dapat merefleksikan makna tertentu yang berkaitan dengan orang tersebut. Misalnya, ketika kita memasuki ruang atau rumah seseorang, dengan segera kita dapat memperoleh kesan mengenai kepribadian penghuninya.

Penampilan fisik acapkali mengekspresikan penandaan nonverbal tertentu. Hal ini dapat kita rasakan ketika memberikan stereotipe tertentu yang berkaitan dengan keadaan fisik seseorang. Misalnya orang yang gemuk dianggap sebagai periang dan orang yang kurus sebagai orang yang serius. Demikian pula dengan panjang atau potongan rambut tertentu. Beberapa karakter fisik lainnya yang dianggap berperan dalam penandaan nonverbal mencakup berat badan, tinggi badan, wama kulit, kontur wajah, dan berbagai jenis bekas luka atau cacat fisik. Sementara itu atribut lain yang berhubungan erat dengan penampilan fisik, dan sangat jelas berperan sebagai penanda makna tertentu adalah cars berpakaian.

Biasanya ketika orang memilih dan memutuskan untuk memakai pakaian tertentu, maka dia secara sadar telah menggunakan tanda nonverbal untuk mengekspresikan makna melalui kesan tertentu dalam penampilannya. Seperti dikemukakan oleh Ronald B. Adler dan George Rodman dalam bukunya Understanding Human Communication, bahwa salah satu kategori komunikasi nonverbal yang penting adalah clothing atau cara berpakaian. Pakaian yang dikenakan merupakan satu alat komunikasi.

Orang-orang dengan sengaja mengirimkan pesan tentang diri mereka melalui apa yang mereka kenakan dan kits berusaha menginterpretasikannya berdasarkan pada pakaian yang dikenakan. Dengan demikian, pakaian tidak hanya melindungi kita dari panas dan dingin, namun melalui pakaian dapat menjadi indikator dari status sosial ekonomi seseorang, penanda dari peran-peran tertentu (ABRI, Pegawai Negeri Sipil) dan sebagainya. Haptics atau sentuhan atau kontak tubuh dikatakan oleh Emmert dan Donaghy sebagai cara terbaik untuk mengkomunikasikan sikap pribadi, baik yang positif maupun yang negatif.

Frekuensi dan durasi sentuhan dapat menjadi indikator tentang persahabatan dan rasa suka di antara orang yang melakukannya. Sentuhan dapat pula menjadi indikator yang paling ekstrim dari rasa tidak suka atau kemarahan, seperti menampar, menyepak, memukul, dan sebagainya. Cara-cara atau bentuk sentuhan dapat pula menunjukkan posisi orang dalam hubungan dengan orang lainnya, khususnya dalam pengertian dominan dan submisif (seperti mengelus kepala, mencium tangan, dan sebagainya).

Waktu atau chronemics juga dapat menjadi penanda nonverbal yang digunakan ketika seseorang berkomunikasi. Bentuk nyata yang dapat kita rasakan adalah mengenai orang yang tepat/tidak tepat waktu, orang yang mengulur-ulur waktu untuk menyampaikan pesan bahwa dia tidak menyukai apa yang sedang dilakukannya, dan sebagainya.

2. Deskripsi Historis Komunikasi Nonverbal

Kajian pertama mengenai komunikasi nonverbal ditemukan pada zaman Aristoteles sekitar 400 sampai 600 tahun Sebelum Masehi. Namun studi ilmiahnya yang berkaitan dengan retorika, barn dilakukan pada zaman Yunani dan Romawi Kuno. Karya Cicero, Pronuntiatio atau cara berpidato, mungkin yang pertama kali memperlakukan komunikasi nonverbal secara sistematis. Bagaimanapun juga, karyanya telah dibatasi untuk menggunakan suara dan gerakan-gerakan ragawi dalam konteks public speaking.

Dari hasil karya Cicero ini, kemudian orang lain mengkaji pengaruh bahasa nonverbal terhadap komunikasi dalam hampir keseluruhan situasi public speaking. Dalam tahun 1775, Joshua Steele memusatkan kajiannya mengenai komunikasi nonverbal pada suara sebagai satu instrumen atau pada suatu konsep yang disebut Prosody. Konsep dari Steele ini menjelaskan bahwa bahasa dalam drama atau puisi dapat "dibaca" hampir seperti notasi musik.

Kemudian pada tahun 1806, Gilbert Austin mengkonsentrasikan kajiannya pada gerakan-gerakan badan yang dihubungkan dengan bahasa. Pendekatan ini menghasilkan sebuah sistem yang disebut dengan elocutionary system di mana isyarat-isyarat yang" pantas" dipelajari dan digunakan dalam pertunjukan drama. Elocutionary system adalah seni deklamasi atau keahlian membaca/mengucapkan kalimat dengan logat dan lagu yang baik di muka umum.

Kajian yang lebih kompleks tentang komunikasi nonverbal dikembangkan oleh Francois Delsarte. Delsarte menggabungkan suara dan gerakan-gerakan badan sekaligus. Dalam kajiannya tersebut, Delsarte berusaha meyakinkan bahwa pesan-pesan atau komunikasi secara nonverbal merupakan "agents of the heart".

Dari karya Darwin ini, perhatian terhadap komunikasi nonverbal telah memunculkan kajian antardisiplin. Dari hasil karyanya pula, telah dikembangkan tiga perspektif teoritis, yaitu the ethological approach (studi mengenai kesamaan- kesamaan antara perilaku manusia dengan perilaku binatang), the anthropological approach dan the functional approach. Dari ketiga pendekatan ini muncul sejumlah teori-teori yang menjelaskan tentang fenomena nonverbal yang dapat diterapkan dalam konteks komunikasi.

1. Ethological Approach (Pendekatan Etologi)

Menurut Darwin, emosi manusia seperti halnya emosi dari binatang dapat dilihat dari wajahnya. Darwin mengasumsikan bahwa komunikasi nonverbal dari

makhluk hidup (species) yang berbeda sebenarnya adalah sama. Orang-orang yang mendukung pandangan Darwin seperti Morris, Ekman dan Friesen percaya bahwa ekspresi nonverbal pada budaya mana pun esensinya sama, karena komunikasi nonverbal tidak dipelajari, is adalah bagian alami dari keberadaan manusia. Dua contoh etologis yang sering disebut-sebut adalah senyuman dan ekspresi wajah yang dapat ditemukan pada kultur mana pun juga.

a. Teori struktur kumulatif

Dalam teorinya ini, Ekman dan Friesen memfokuskan analisisnya pada makna yang diasosiasikan dengan kinesic. Teori mereka disebut cumulative structure atau meaning centered karena lebih banyak membahas mengenai makna yang berkaitan dengan gerak tubuh dan ekspresi wajah ketimbang struktur perilaku. Mereka beranggapan bahwa seluruh komunikasi nonverbal merefleksikan dua hal: apakah suatu tindakan yang disengaja dan apakah tindakan harus menyertai pesan verbal.

Hal ini dapat dicontohkan pada kasus ketika seseorang menceritakan sesuatu sambil gerak tangannya yang menunjukkan tinggi dan ekspresi wajah yang gembira. Gerak tangan yang menunjukkan tinggi ini tidak akan memiliki arti tanpa disertai ungkapan verbal, jadi tindakan ini disengaja dan memiliki makna tertentu. Lain halnya dengan ekspresi wajah yang gembira, yang dapat berdiri sendiri dan dapat diartikan tanpa bantuan pesan verbal. Meskipun demikian, kedua tindakan tersebut telah menambahkan kepada makna yang berkaitan dengan interaksi antara kedua orang tersebut, dan ini oleh Ekman dan Friesen disebut sebagai `expressive behavior'.

Selanjutnya, Ekman dan Friesen mengidentifikasi lima kategori dari expressive behavior yaitu emblem, ilustrator, regulator, adaptor, dan penggambaran perasaan, di mana masing-masing memberikan kedalaman pada makna yang berkaitan dengan situasi komunikasi. Emblem adalah gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang memiliki nilai sama dengan pesan verbal, yang disengaja, dan dapat berdiri sendiri tanpa bantuan pesan verbal. Contohnya adalah setuju, pujian, atau ucapan selamat jalan yang dapat digantikan dengan anggukan kepala, acungan jempol, atau lambaian tangan.

Ilustrator adalah gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang mendukung dan melengkapi pesan verbal. Misalnya raut muka yang serius ketika memberikan penjelasan untuk menunjukkan bahwa yang dibicarakan adalah persoalan serius, atau gerakan tangan yang menggambarkan sesuatu yang sedang dibicarakan. Sementara itu, regulator adalah tindakan yang disengaja yang biasanya digunakan dalam percakapan, misalnya

mengenai giliran berbicara. Bentuk-bentuk lain dari regulator dalam percakapan antara lain adalah senyuman, anggukan kepala, tangan yang menunjuk, mengangkat alis, orientasi tubuh, dan sebagainya, yang kesemuanya berperan dalam mengatur anus informasi pada suatu situasi percakapan.

Kategori keempat adalah adaptor yaitu tindakan yang disengaja, yang digunakan untuk menyesuaikan tubuh dan menciptakan kenyamanan bagi tubuh atau emosi. Terdapat dua subkategori dari adaptor, yaitu: `self' (seperti menggaruk kepala, menyentuh dagu atau hidung) dan `object' (menggigit pinsil, memainkan kunci).. Perilaku ini biasanya dipandang sebagai refleksi kecemasan atau perilaku negatif. Kategori kelima adalah penggambaran emosi atau `affect display' yang dapat disengaja maupun tidak, dapat menyertai pesan verbal maupun berdiri sendiri. Menurut Ekman dan Friesen, terdapat tujuh bentuk affect display yang pengungkapannya cukup universal, yaitu: marah, menghina, malu, takut, gembira, sedih, dan terkejut. Mereka mengemukakan pula bahwa beberapa affect display yang berbeda dapat diungkapkan secara bersamaan, dan bentuk seperti ini disebut "affect bland".

b. Teori tindakan (Action theory)

Morris juga mengemukakan suatu pandangan mengenai kinesic yang lebih didasarkan pada tindakan. Dia mengasumsikan bahwa perilaku tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan terbagi ke dalam suatu rangkaian panjang peristiwa yang terpisah-pisah. Menurutnya, terdapat lima kategori yang berbeda dalam tindakan yaitu: pembawaan (inborn), ditemukan (discovered), diserap (absorb), dilatih (trained), dan campuran(mixed). Inborn merupakan insting yang dimiliki sejak lahir, seperti perilaku menyusu. Discovered diperoleh secara sadar dan terbatas pada struktur genetik tubuh, seperti menyilangkan kaki. Absorbed. Diperoleh secara tidak sadar melalui interaksi dengan orang lain (biasanya teman) seperti meniru ekspresi atau gerakan seseorang. Trained diperoleh dengan belajar, seperti berjalan, mengetik dan sebagainya. Sedangkan mixed actions diperoleh melalui berbagai macam cara yang mencakup keempat hal di atas.

2. Anthropological Approach (Pendekatan Anthropologis)

Pendekatan antropologis menganggap komunikasi nonverbal terpengaruh oleh kultur atau masyarakat, dan pendekatan ini diwakili oleh dua teori yang dikemukakan oleh Birdwhistell dan Edward T. Hall. a. Analogi

Linguistik Dalam teorinya ini Birdwhistell mengasumsikan bahwa komunikasi nonverbal memiliki struktur yang sama dengan komunikasi verbal.

Bahasa distrukturkan atas bunyi dan kombinasi bunyi yang membentuk apa yang kita sebut kata. Kombinasi kata dalam suatu konteks akan membentuk kalimat, dan berikutnya kombinasi kalimat akan membentuk paragraf. Birdwhistell mengemukakan bahwa hal yang sama terjadi dalam konteks nonverbal, yaitu terdapat `bunyi nonverbal' yang disebut allokines (satuan gerakan tubuh terkecil yang sering kali tidak dapat dideteksi).

a.Analogi Linguistik

Kombinasi allokines akan membentuk trines dalam suatu bentuk yang serupa dengan bahasa verbal, yang dalam teori ini disebut sebagai analogi linguistik. Teori ini mendasarkan penjelasannya pada enam asumsi sebagai berikut:

1. Terdapat tingkat Baling ketergantungan yang tinggi antara kelima indera manusia, yang bersama-sama dengan ungkapan verbal akan membentuk `infracommunicational system'.

2. Komunikasi kinesic berbeda antarkultur dan bahkan antara mikrokultur.

3. Tidak ada simbol bahasa tubuh yang universal.

4. Prinsip-prinsip pengulangan (redundancy) tidak terdapat pada perilaku kinesic.

5. Perilaku kinesic lebih primitif dan kurang terkendali dibanding komunikasi verbal.

6. Kita harus membandingkan tanda-tanda nonverbal secara berulang-ulang sebelum kita dapat memberikan interpretasi yang akurat.

Keenam prinsip yang mendasari analogi linguistik ini pada dasarnya menyatakan bahwa kelima indera kita berinteraksi atau bekerja bersama-sama untuk menciptakan persepsi, dan dalam setiap situasi, satu atau lebih indera kita akan mendominasi indera lainnya. Menurut Birdwhistell,perilaku kinesic bersifat unik bagi tiap kultur atau subkultur, sehingga perbedaan individu dalam komunikasi nonverbal merupakan fungsi kultur atau subkultur di mana individu tersebut berada. Oleh karenanya, kultur harus diperhitungkan dalam studi tentang komunikasi nonverbal.

Prinsip ketiga menegaskan kembali bahwa perilaku nonverbal lebih banyak diperoleh sebagai hasil belajar daripada faktor genetik yang diturunkan antar generasi. Dia juga menganggap bahwa komunikasi nonverbal lebih bersifat melengkapi komunikasi verbal dari pada mengulang atau menggantikannya, yaitu keduanya bekerja bersama-sama dalam menghasilkan makna. Dan akhirnya, karena komunikasi nonverbal tidak selalu dilakukan secara sadar dan lebih

bersifat primitif, kita cenderung untuk melupakan apa yang kita 'katakan' secara nonverbal.

Selanjutnya Birdwhistell menjelaskan bahwa fenomena parakinesic (yaitu kombinasi gerakan yang dihubungkan dengan komunikasi verbal) dapat dipelajari melalui struktur gerakan. Struktur ini mencakup tiga faktor yaitu: intensitas dari tegangan yang tampak dari otot, durasi dari gerakan yang tampak, dan luasnya gerakan. Dari faktor-faktor ini kita dapat mengenal isi berbagai klasifikasi gerakan/perilaku yang meliputi allokine, kine, kineme (pengelompokan kine yang artinya menyerupai suatu `kata' dalam bahasa), dan kinemorpheme (yang menyerupai kalimat dalam konteks bahasa).

Jadi kita dapat menganalisis komunikasi nonverbal seperti jika kita melakukannya pada komunikasi verbal, namun kita mengganti unit analisisnya dari `bunyi dan kata' menjadi `gerak dan gerakan'.

b. Analogi kultural

Analogi kultural yang dikemukakan oleh Edward T. Hall membahas komunikasi nonverbal dari aspek proxemics dan chronemics. Teori Hall mengenai proxemico (sebagian telah dibahas pada Kegiatan Belajar 2)mengacu kepada penggunaan "ruang" sebagai ekspresi spesifik dari kultur. Teori Hall mencakup batasan-batasan mengenai ruang yang disebutnya sebagai lingkungan (artifactual), teritorial, dan personal.

Lebih lanjut dia mengemukakan adanya tiga jenis ruang, masing-masing dengan norma dan ekspektasi yang berbeda, yaitu: informal space, ruang terdekat yang mengitari kita (personal space); fixed feature space' yaitu benda di lingkungan kita yang relatif sulit bergerak atau dipindahkan seperti rumah, tembok, dan sebagainya; dan `semifixed feature space', yaitu barang-barang yang dapat dipindahkan yang berada dalam fixed-feature space.

Salah satu aspek terpenting dari teori Hall adalah kajiannya mengenai preferensi dalam personal space. Menurutnya, preferensi ruang seseorang ditentukan oleh delapan faktor yang saling terkait yang ditemukan dalam tiap kultur. Pertama adalah, jenis kelamin dan posisi dari orang yang sating berinteraksi, yaitu lelaki atau perempuan, dan apakah mereka duduk, berdiri, dan sebagainya.

Kedua, sudut pandangan atau "angle" yang terbentuk oleh bahu dan dada/punggung dari orang yang berkomunikasi (faktor sociofugal-sociopetal axis). Ketiga, posisi badan ketika berkomunikasi yang berada dalam jarak sentuhan (faktor kinesthetic). Keempat, sentuhan dan jenis sentuhan (faktor zero- proxemic). Kelima, frekuensi dan cara-cara kontak mata (faktor visual code).

Keenam, persepsi tentang panas tubuh yang dapat dirasakan ketika berinteraksi (faktor thermal code). Ketujuh, odor atau bau yang tercium ketika berinteraksi (faktor olfactory code). Delapan, kerasnya atau volume suara dalam interaksi (faktor voice loudness). Dalam analisisnya mengenai chronemics atau waktu sebagai salah satu tanda nonverbal, Hall mengemukakan bahwa norma- norma waktu ditemukan dalam berbagai kultur dalam bentuknya yang berbeda- beda. Waktu memiliki apa yang disebut dengan `formal time, 'informal time , dan 'technical time' Formal time mencakup susunan dan siklus, memiliki nilai, memiliki durasi dan kedalaman.

3. Functional Approach (Pendekatan Fungsional)

Pendekatan fungsional memandang komunikasi nonverbal sebagai bertujuan dan dibatasi oleh suatu kerangka waktu tertentu. Ini berbeda dari pendekatan ethologis di mana komunikasi nonverbal dipandang sebagai suatu proses evolusi yang berkesinambungan dari spesies yang lebih rendah sampai kepada manusia. Ini juga berbeda dari pendekatan antropologis di mana fungsi tertentu dapat terjadi dalam setiap kultur. Dalam teori fungsional, norma-norma kultural dianggap sebagai sesuatu yang telah ada (given) dan diperhitungkan dalam kerangka waktu sebagai `variasi kultural'. Persoalan yang muncul dengan pendekatan fungsional adalah bahwa teori-teorinya mengemukakan sejumlah fungsi yang berbeda, beberapa di antaranya menunjukkan kesamaan sementara sejumlah lainnya berbeda.

a. Teori metaforis dari Mehrabian

Teori Mehrabian menempatkan perilaku nonverbal ke dalam pengelompokan fungsi. Dia memandang komunikasi nonverbal berada di antara tiga kontinum, yaitu: dominan-submisif, menyenangkan tidak menyenangkan, dan mengairahkan tidak menggairahkan. Perilaku nonverbal dapat ditempatkan pada setiap kontinum dan dianalisis melalui tiga metafora yang berkaitan dengan kekuasaan dan status,kesukaan, dan tingkat responsif. Metafora kekuasaan-status men-cerminkan tingkatan di mana perilaku nonverbal

Dalam dokumen BAB I KONSEP KOMUNIKASI simbolik docx (Halaman 36-47)

Dokumen terkait