SECARA APLIKATIF
4. Memahami Tujuan Pokok Al-Qur’an
Selain memandang Al-Qur’an secara universal, Mempehatikan Misi Da’wah Pergerakan Al-Qur’an dan Menghindari diri dari Penguluran Waktu dan Memperpanjang Permasalahan yang Terdapat dalam Al-Qur’an, hendaknya bagi sesorang yang membaca Qur’an menolehkan perhatiannya terhadap tujuan asasi Al-Qur’an, karena kejelian dan keabsahan pandangan –sebagaimana yang telah kami jelaskan dalam kiat yang pertama- akan mendorongnya pada interaksi yang baik, memahami dan mentadabburkan Al-Qur’an secara maksimal, dan dapat memberikan pemahaman kepada pembacanya akan hakekat, tujuan, misi utama dan maksud-maksud Al-Qur’an.
Secara realita; kebanyakan dari kaum muslimin keliru dalam menetapkan tujuan dan misi Al-Qur’an, karena diantara mereka ada yang hanya melakukannya secara parsial dan tidak komprehensif, atau mengkaitkannya dengan sesuatu yang tidak berkaitan dengan Al-Qur’an atau tidak ada korelasinya sama sekali dengan Al-Qur’an.
Sebagian umat ada yang menganggap bahwa Al-Qur’an diturunkan untuk orang mati saja bukan untuk yang hidup, sehingga -dengan pandangan sempit ini- perhatian mereka terhadap Al-Qur’an hanyalah jika ada orang yang meninggal; ada yang menggunakan perangkat radio di rumah-rumah mereka agar dapat diperdengarkan suara Al-Qur’an selama beberapa hari dari orang yang meninggal, atau mengundang para Qori Al-Qur’an secara khusus untuk membaca ayat-ayat Al-Al-Qur’an di rumah dari orang yang meningga atau di kuburan; baik dalam rangka pada acara kematian atau memperingati hari kematian. Adapun interaksi orang yang masih hidup dengan Al-Qur’an; dengan membahas tujuan dan misinya agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan mereka dan masyarakat, tidak ada perhatian sama sekali dalam benak mereka.
Adapun sebagian yang lain beranggapan bahwa Al-Qur’an diturunkan untuk memberikan keberkahan; mereka menjadikannya sebagai jimat, penangkal teluh dan ruqiah yang mereka letakkan diatas tubuh mereka, atau dirumah dan dimobil mereka; hanya untuk mendapatkan keberkahan darinya dan mencegah bala. Mereka juga hanya menjadikannya sebagai bahan mukaddimah dalam setiap ceramah, muktamar-muktamar, pertemuan-pertemuan, majlis-majlis ta’lim, perayaan-perayaan dan siaran-siaran radio dan televisi mereka dengan ayat-ayat Al-Qur’an, karena hanya mengharap kebaikan dan keberkahan, menghiasi suasana dengan membacanya, atau hanya sekedar urf, adat, kebiasaan kehidupan dan hanya menciptakan nuansa religius, serta menjadikan suasana bahwa mereka hidup dengan Al-Qur’an. Namun -disisi lain- jiwa, perasaan, hati, dan eksistensi mereka sama sekali tidak mau membuka Al-Qur’an guna mendapatkan sesuatu yang ada di dalamnya dari kehidupan, mereka tidak mau membahasnya dalam lembaga-lembaga mereka, metode riset, departemen-departemen dan perundang-undangan mereka sehingga mendapatkan petunjuk, rahmat dan keberkahan dan keadilan darinya. Sebagaimana mereka juga -dalam kehidupan masyarakat dan bangsa- tidak mau menelaah Al-Qur’an sehingga dapat mengubah eksistensi mereka sebagai pembawa kebaikan dan penyeru kebenaran, pemuka dan soko guru (tauladan) bagi umat manusia seluruhnya.
Bagaimanakah tujuan-tujuan utama yang terkandung dalam Al-Qur’an, agar kita dapat memetiknya ayat demi ayat dan surat demi surat saat kita membaca dan mentadabburkannya, dan agar kita dapat mencari kesempatan untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari, baik kehidupan masyarakat atau kehidupan negara.
Adapun diantara tujuan-tujuan pokok diturunkannya Al-Qur’an ada empat yaitu :
1. Bahawa Al-Qur’an membawa petunjuk dari Allah; petunjuk yang lurus, petunjuka yang fundamental, memiliki target yang jelas, misi yang gamblang dan berkesinambungan, dan yang terlebih penting lagi Al-Qur’an membawa petunjuk yang universal bagi setiap individu akan segala eksistensinya, perasaannya, inderanya dan sisi kehidupan lainnya, dan bahkan petunjuk yang menyeluruh terhadap umat dari setiap individu dan kelompoknya; petunjuk yang komprehensip untuk manusia seluruhnya menuju Tuhannya yang Maha Suci dan Maha Tinggi.
Allah SWT berfirman :
`; j6 S SY ]K .%&(4 \ Y.!?
x
“Sesungguhnya Al-Qur’an memberikan hidayah (petunjuk) kejalan yang lurus” (Al-Isra : 9)
Maksud hidayah disini adalah umum dan universal; yaitu menjadikan hidup lebih berarti kepada yang diserukan kepadanya secara umum dan univesal.
Allah juga berfirman :
' 1=48 0 G!(06 /0 -N !? =-N6 \8N
N 0 ]!
]K G!?N Gu+W /0 xRMG /0 !: ]KG ;G E= H~ /N 4.!9
)"X0 I(J >!?
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu – Al-Qur’an- dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Al-Kitab – Al-Qur’an- dan tidak pula mengetahui apakah iman itu. Tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki diantara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (Asy-Syura : 52)
Al-Qur’an merupaka ruh dan tidak akan memberi petunjuk kecuali yang memiliki ruh, Al-Qur’an adalah nur –cahaya- dan Allah SWT yang memberinya dengan ruh ini, memberi petunjuk dengan cahaya ini, dan Dialah yang memberikan perintah kepada Rasulullah saw untuk memberi petunjuk melalui Al-Qur’an kejalan Allah SWT yang lurus, Dialah yang memberi taklif kepada setiap mu’min yang diberi petunjuk dengan hidayah Al-Qur’an untuk menyeru kepada yang lainnya memberi petunjuk seperti mereka diberi petunjuk.
Allah berfirman:
.;4ZD' "=48 20 *8 "4 /2!+ =4;f "48%R~ j ! V6
7!+0 78N 7;G 2 /0 "48%R~ j )*8 /W ;4ZHN ! /0
,
!`n2X V+f G;o! g+2' !/0 2 !: ]K
$424A /0 "K~!(DN
)"X0 I(J >!? "!KKN !G !9!: !;2= >!?
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya kejalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka kejalan yang lurus. (Al-Maidah : 15-16)
2. Al-Qur’an mewujudkan pembentukan pribadi dan karakter muslim yang sempurna dan seimbang; diwujudkan dari kepunahan dan yang ditemukan dari realita kejahilian yang telah menyia-nyiakan jiwa, menafikan akal dan menelantarkan pengetahuan, indra dan kepercayaan. Sebagaimana Al-Qur’an juga menyuburkan iman di dalam jiwa manusia, menyinari pada setiap sisi kehidupan dengan cahaya ilahi, menumbuhkan kebaikan dan kesalehan di dalamnya, mengaktifkan apa yang telah Allah berikan kepada manusia dari kemampuan, keahlian dan tenaga secara positif lagi baik, sehingga dapat merealisasikan misi dan tujuan, melebarkan sarana-sarana dan sistem yang telah ditentukan risalahnya dan membantunya secara kontinyu dalam pelaksanaannya, dan meletakkan dihadapan kedua tangannya kaidah-kaidah dan dasar-dasar yang memungkinkan dirinya melakukan kreasi, innovasi dan dan mencipta.
Al-Qur’an telah berhasil secara gemilang dalam merealisasikan tujuan ini dalam kehidupan para sahabat yang mulia, mereka adalah ahlul Quran, yang hidup dengan Al-Qur’an; di dalamnya dan untuknya, sebagaimana telah mewujudkan juga generasi Qurani yang memiliki sifat-sifat keislaman dan Qur’ani. Dan Al-Qur’an masih saja siap dan mampu –dengan izin Allah- memberi dan mencetak generasi, siap melaksanakan misi dan merealisasikan tujuan, dengan syarat seorang pembaca hendaknya memperhatikan akan hal ini, menelaahnya, berusaha berinteraksi secara baik dengannya dan talaqqi darinya, bekerja sama dengannya dalam rangka mencetak, membangun dan mendidik. Allah SWT berfirman:
-h 0 .8 /0N6
40 /8 !B2= S !: SM ;G = H~N E=
;G8 0 /!( /2! \8 K=0 )C!D!: { $424A S
.;4H
“Dan apakah orang yang sudah mati dia Kami hidupan dan Kami berikan dengan cahaya yang terang, yan gdengan cahay aitu dia dapat berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaanny aberada gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya ?”. (Al-An’am : 122)
*3+ N >Wp ]!;X 0N
,
;2= ^N $424A ^N
,
^N 24V2A ^N
N(#
,
xRM /0 gX 2 2.!? $;0p ^N xR-p ]!;X 0N
!;+4 S /0 )gX!: 1G6 0N
“Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. Dan tidak (pula) sama gelap gulita dengan cahaya. Dan tidak (pula) sama yang teduh dengan panas. Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar”. (Fathir : 19-22)
Maka Al-Qur’an tidak akan dapat diraih kecuali pada orang yang hidup, dan tidak akan berinteraksi dengannya kecuali orang yang hidup :
7!+0 .&(4jN 7( 8 ^!? ; .!? Sk+= 0N (H2M E=2W 0N
,
/0 \=
/!( >W 4[; 2d#N 2- .8
“Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidak layak baginya. Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir”. (Yasin : 69-70)
3. Al-Qur’an mewujudkan eksistensi masyarakat islami dan Qurani; yaitu masyarakat yang terbentuk dari individu Qurani yang dibentuk oleh Al-Qur’an – membangun masayarakat atas dasar sistem Al-Qur’an, dasar-dasar, prinsip-prinsip dan arahan-arahannya, memantapkan masyarakat islam dan sistem kehidupannya, membekalinya dengan seluruh apa yang dibutuhkan dari ini semua. Dan ketika masyarakat sudah terpatri dari nash-nash Al-Qur’an, hidup dibawah naungannya, berkembang dilingkungannya dan berjalan di bawah cahaya Al-Qur’an akan menjadi masyarakat yang hidup dengan kehidupan yang mulia, bebas dan sejahtera, namun jika tidak demikian maka masyarakat tersebut akan mati, akan merasakan sakit dan pedihnya, merasakan kehinaannya, kepengecutannya, kerendahannya dalam setiap saat.
Al-Qur’an telah membentuk masyarakat generasi awal sahabat –masyarakat Qurani yang indah dan unik- yang mampu mewujudkan masyarakat sosial, mambangunnya dan memakmurkannya saat mereka benar-benar menerima Al-Qur’an dan berinteraksi bersamanya serta hidup dengannya.
Allah berfirman :
"4!# "48Wu !? ![;f2(N 2 ;+!yf ;=0& /\2 K26
.N(M#' !? 2G6N !+ jN mR( /: 4[;# 2 2.6 ;WN
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu…”. (Al-Anfal : 24)
Al-Qur’an adalah da’wah nabi saw; da’wah untuk menuju kepada kehidupan yang layak untuk anak manusia, kehidupan Qur’ani dalam berbagai aspek, sisi dan fenomena-fenomenanya. Karena itu, barangsiapa yang menolak da’wah ini maka sebenarnya dia telah menolak kehidupannya sendiri dan memvonis dirinya untuk mati, mati secara ma’nawi yang tidak sama dengan mati secara materi.
Allah berfirman :
.;H~( !? 2"45 2 "K4H+ >'; N .;HX /\2 !yX 2G!?
“Hanya orang-orang yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah) dan orang-orang yang mati (hatinya) akan dibangkitkan oleh Allah kemudian kepada-Nya-lah mereka dikembalikan”.(Al-An’am : 36)
Dan Allah juga berfirman :
=!+0 ;G "4!? = FG6N "42!: /0 .(: "48%R~ j B2= K26
,
- S "K4,X !: ;3WN 2!: ;=0& /\2 20h
)VwN =0 P
X0 O(J !? "!KKN
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, Muhammad dengan mu’jizatnya) den telah Kami turunkan kepdamu cahaya yang terang benderang (Al-Qur’an). Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka kedalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya”. (An-Nisa : 174-175)
Kalimat “al-Hayah” –dalam uslub Al-Qur’an- memiliki enam makna, seperti yang disebutkan oleh imam Ar-Raghib dalam kitabnya “Al-Mufrodat” dan menyebutkan dalil-dalil dan contohnya dari ayat-ayat Al-Qur’an;
1. Al-Quwwah An-Namiyah –kekuatan yang selalu berkembang- yang terdapat pada tumbuhan dan hewan:
S- QRST YV48 mR /0 = H~N
“Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu menjadi hidup”. (Al-Anbiya : 30)
2. Al-Quwwah Al-Hasasiyah bihi–kekuatan perasaan- karena itu dinamakan hewan berasal dari kata “Hayawan” :
$;0h N xR-h ]!;X 0N
“Dan tidaklah sama antara yang masih hidup dengan yang sudah mati”. (Fathir : 22) 3. Al-Quwwah Al-Amilah Al-Aqilah –Kekuatan produktif dan berakal :
َْ َنَآ ْ ََوَأُ ََََْْ ً
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan”. (Al-An’am : 122) 4. Irtifaul Al-gom –hilangnya rasa khawatir/takut-, seperti Firman Allah SWT :
=!#= 7/0_0 ;N >G46 N6 )(8 /0 #J VW /0
OP+L Or-
“Barangsiapa yang melakukan kebaikan baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka akan Kami hidupkan dengan kehiupan yang lebih baik” (An-Nahl : 97)
5. Al-Hayah Al-Ukhrawiyah Al-Abadiyah –kehidupan ukhrawi yang abadi-, dan yang demikian sampai karena kehidupan yang berdasar akal dan pengetahuan. Allah berfirman:
“Dia mengatakan : “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu menngerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini”. (Al-Fajr : 24)
6. Kehidupan yang mensifati oleh Dzat Allah SWT yaitu kehidupan itu sendiri yang tidak pernah mati. Allah berfirman :
; Y!? !? <S# ;
“Dialah Allah Yang Maha Hidup tiada tuhan selain Dia”. (Ghofir : 65)
4. Al-Qur’an Membina ummat Islam dalam menghadapi pergulatan yang lazim dengan jahiliyah di sekitarnya
Begitupun dengan musuh-musuhnya yang selalu mengintainya, yang tidak memata-matai, tidak meninggalkan dalam perang tata cara dan warna sedikitpun. Maka Al-Qur’an membimbing umat Islam menuju medan pertempuran, memobilisasinya dan membentangkan sarana-sarana menuju kemenangan, senjata perang, dan tata cara perang, memberitahukan akan sebab-sabab kecurangan musuh dalam perang, tujuan mereka, persekongkolan mereka dalam perang, penggunaan dengan berbagai senjata untuk menghancur apa saja, karakteristik dan kejiwaan mereka, tata cara dan tipu daya mereka, makar dan muslihat mereka, syubhat dan propaganda mereka, senjata dan peralatan mereka. Memberikan dihadapan mereka jalan-jalan kemenangan, memberi bekal dan kekuatan perang, dengan mengikatkan mereka dengan tali Allah, den mengeratkan hubungan dan Islamnya. Sehingga keluarmenuju medan pertempuran yang diwajibkan atasnya –dengan pimpinan Al-Qur’an, arahan dan petunjuk-petunjuknya- meraih kemenangan yang mulia dan meraih kemerdekaan.
Inilah yang dilakukan oleh para sahabat dengan Al-Qur’an dalam jihad mereka, dan ini juga yang dilakukan oleh kaum muslimin saat berjumpa dan berusaha merealisasikan tujuan ini. Sehingga, Al-Qur’an tetap prima, siap dan mampu –dengan izin Allah- untuk memberi, namun dimanakah para mujahid yang siap menyambutnya ? para pemerhatinya kesuciannya? Para aktivisnya ? dan para mujahid yang siap menghadang musuh dengan petunjuk dan hidayahnya? Allah SWT berfirman :
*!+8 uK!~ !: "~N /!( !gv'
“Dan janganlah engkau turuti orang-orang kafir, namun perangilah mereka dengan jihad yang besar”. (Al-Furqan : 52)
Inilah arahan Rabbani kepada Rasulullah saw dan umat setelahnya; untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai perangkat dan sarana yang dapat membantu dalam berperang melawan orang-orang kafir, dan yang menjadi senjata utama, mendasar dan pasti dalam berjihad.
Adapun yang menyayat hati pada saat ini adalah bahwa kebanyakan dari umat manusia yang menjadi pemimpin atau anggota lagislatif dan mengaku turut berjuang bersama umat dalam memerangi musuh-musuh Islam dan Al-Qur’an, justru membantu mereka dalam memerangi Al-Qur’an dan menghancurkannya, melakukan sumpah bersama mereka dengan semangat petunjuknya, namun, dibalik itu mereka mematikan cahayanya dan menghancurkannya. Mereka tidak sadar bahwa sebenarnya mereka sedang memerangi Allah sedangkan tempat kembali setiap orang yang memerangi Allah adalah neraka jahannam. Dan benarlah Allah dalam firman-Nya :
.N( E!(8 ;N E!;G <"0 YN "!K; h!: Y ;G ;4Z v .N!(
.
U48 !/L >W E(!K A Ld# !/uN K !: ;f Vf6 ]\Y ;
.;48!(M E!(8 ;N
“Mereka menghendaki mematikan cahaya Allah dengan mulut mereka dan Allah Maha Sempurna akan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir membencinya. Dialah –Allah- yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar ditampakkan atas seluruh agama walau orang-orang musyrik tidak menyukainya”. (As-Shaf : 8-9)