• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memetik Buah Dari Berinteraksi Dengan Al-Quran

SECARA APLIKATIF

25. Memetik Buah Dari Berinteraksi Dengan Al-Quran

Adapun diantara kiat sukses berinteraksi dan mentadabburkan Al-Qur’an secara aplikatif yang terakhir adalah bahwa pembaca hendaknya menghadirkan jiwa dengan penuh semangat dan berusaha menyentuh hati pada saat membaca Al-Quran, berusaha mentadabburkan dan berinteraksi dengan seluruh perasaan, indra dan gerak serta dengan menggunakan seluruh jiwa dan hatinya. Dan jangan menjadikan tujuan dari membaca Al-Quran sekedar ingin mendapatkan ganjaran, karena hal tersebut sudah jelas dan wajar yang akan diberikan oleh Allah –insya Allah.

Begitupun jangan bertujuan hanya ingin mendapatkan “tsaqofah” –ilmu- yang terdapat di dalam Al-Quran, hanya sekedar memperluas wawasan belaka, atau ingin mendapatkan pencerahan dengan beragam corak ilmu dan pengetahuan yang terkandung di dalam Al-Qur’an atau untuk menambah perbendaharaan berbagai bidang ilmu, pengetahuan dan ma’rifah. Karena sesungguhnya berkutat pada ilmu dalam menelaah Al-Quran tidak akan melahirkan amal, komitmen dan akhlak yang bersih. Kalau hanya sekedar ingin mendapatkan pengetahuan, baik yang bersifat ilmu ataupun teori, lalu dijadikan simpanan pada akalnya saja sehingga dirinya menjadi jumud – keras- hingga pada titik lemah, bimbang kemudian sirna, atau akan tetap jumud dan lemah untuk menggapai cahaya petunjuk, bimbingan dan pendidikan.

Hal tersebut dapat kita lihat pada seseorang yang mengulang-ulang apa yang dimiliki dari pengetahuan dan ilmu yang dimiliki, berbicara tentangnya –dengan lihai dan fasih- namun kepribadiannya dan keistiqomahannya tidak menyertai hidupnya. Akhlak dan

prilakunya tidak mampu diwujudkan. Tidak ada perasaan keterikatan dan hubungannya dari apa yang diucapkannya dan ilmu yang dimiliki.

Pembaca hendaknya memperhatikan apa yang termaktub dalam Al-Quran dengan penuh perasaan, indra dan prilakunya, berusaha mendapatkan darinya berbagai ilmu pengetahuan dan tsaqofah, ideologi dan wawasan, hakekat dan petunjuk-petunjuk, nilai-nilai kehidupan, arahan-arahan, prinsip-prinsip, perintah untuk beramal secara nyata sebagai petunjuk amali untuk kehidupannya di dunia. Berusaha untuk menelaahnya melalui akal dan daya khayalnya, ideologi dan daya fikirnya. Melalui hati, ruh, jiwa dan perasaannya. Melalui indra, himmah –keseungguhan- dan kekuatannya, sehingga dapat mencapai apa yang dibutuhkan oleh dirinya, menselaraskan berbagai aspek dijumpainya dengan penuh kejiwaan dan kemudia menyatukannya dalam satu kesatuan, dan mengikatnya dalam ikatan yang kuat dan rapi, lalu mengarahkannya pada program harian, prilaku kongkret, dan hakekat kehidupan serta keimanan Qurani yang hidup, nyata dan menyentuh jiwa; yaitu dengan mengikuti jejak Rasulullah saw –sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Sayyidah Aisyah RA- bahwa akhlaknya adalah Al-Quran, dan mengikuti jejak para sahabat – semoga Allah meridloi mereka- yang menjadikan Al-Quran sebagai ajaran yang harus diamalkan dengan segera pada saat mendengarnya, memandangnya dengan pandangan seorang tentara di medan perang yang siap melakukan perintah dari komandannya untuk segera melakukan perang. [5]

Karena itu, pembaca saat menelaah Al-Quran hendaknya meresapi dan menghayati dengan seksama dan penuh khidmat apa yang dibacanya, tidak sibuk dengan urusan lain saat membacanya, atau melakukan sesuatu, atau menjadikan dirinya dan aktivitas lainnya menjadi penghalang, namun hendaknya menyatukan segala yang ada dalam dirinya, pemahamannya, himmahnya, fikrohnya, indranya, khayalnya, perasaannya, hatinya, akalnya dan jiwanya kepada Al-Quran.

Pembaca juga tidak mencampur adaukkan antara sarana dan tujuan, karena betapa banyak kerugian yang akan didapat jika hal tersebut dilakukan ! sesungguhnya setiap sesuatu yang digunakan untuk membaca Al-Quran tidak mesti menjadi sarana untuk mencapai tujuan..yaitu tilawah, tadabbur dan telaah, dan apa yang dihasilkan dari hakekat-hakekat yang ditemuinya, lathoif –percikan-percikan Al-Qur’an-, pengetahuan, ketetapan dan hal-hal yang dapat membuat hatinya terbuka sehingga dapat memberikan pemahaman, prinsip dan oreintasinya; sehingga mampu membaca buku-buku tafsir, mampu hidup bersama Al-Quran dalam beberapa saat atau jam. Yang mana ini semua tidak dijadikan pada bentuk lain kecuali menjadikannya memiliki beberapa tujuan.

Karena jika hanya merasa puas pada hal tersebut dan merasa cukup dengan satu arah maka dirinya tidak akan dapat merasakan hidup yang indah bersama Al-Quran, hidup dibawah naungannya, dan tidak akan mampu memahami bagaimana beriteraksi yang baik bersama Al-Quran !.

Kita menyadari bahwa sebagian umat Islam ada yang mereasa cukup dengan hal tersebut, bermalas-malasan untuk berada disisinya, dan menjadikannya –membaca Al-Quran- hanya pada satu obsesi dan satu tujuan dan satu misi, sedangkan mereka tidak memahami Al-Quran secara benar dan tidak berusaha hidup dibawah naungannya !. Seorang mu’min saat menyertai Al-Quran dalam perjalanan hidupnya yang menyenangkan hendaknya memperhatikan apa yang dihasilkan dari hal tersebut, harus meluruskan niat pada setiap perjalanannya, sehingga dirinya akan memperoleh banyak keuntungan darinya, serta akan memetik keberkahan yang begitu besar.

Sesungguhnya buah yang diharapkan hasilnya tidak akan menyampaikan dirinya pada tujuan yang telah dibatasi dan dicarinya. Dimana saat dia membaca Quran maka Al-Quran akan bertanya akan tujuan hidupnya; tujuan orang beriman dalam membacanya, dan akan dijumpai jawabannya dalam Al-Quran dengan jelas dan gamblang.

Dan kita telah membicarakan tentang tujuan Al-Quran dalam kehidupan manusia pada tema “Memahami Tujuan Pokok Al-Quran” dan “Memperhatikan Misi Da’wah Pergerakan Quran” dan yang liannya dari kiat-kiat sukses berinteraksi dengan Al-Quran secara aplikatif.

Pada hal tesebut, Al-Quran memberikan batasan kepada orang yang beriman yang ingin mentadabburkan Al-Qur’an dengan tujuan membaca, berinteraksi dan mentadabburkannya. Allah berfirman:

 „V; L: /0 ); G >W ; K !`f!9  EJ Y ’(T / 6

Pf

)!+ 0 )[o S N46 Y !( 8 /0 " K :;44j

.

l#  /X-6 [ FG Y

' "45 " K : .;MD /\Y u;4 ~ =0 <(HM ' S!G€0 K!:M 0 :8

Y !( 8 >!? " K :;44jN "  u;4 ~

xRM /0 !: ]K Y    

u /0    Y !Vw  /0N

“Maka Apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata. Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada

Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun”.

(Az-Zumar : 22-23)

Sesungguhnya tujuan yang ditargetkan adalah “Al-Hidayah”..karena hidayah Allah merupakan petunjuk bagi siapa yang di Kehendaki…seperti yang disebutkan pada penutup dua ayat yang telah ditentukan bagaimana mambaca Al-Quran, mensifati keadaan orang yang berkomunikasi dengannya, memperhatikan fenomena pengeruh, perubaan dan interaksi atas mereka…kemudian menjelaskan buah dari tilawah ini dan menentukan tujuan darinya, menyeru kepada orang beriman untuk menelaahnya dan berusaha untuk mengaplikasikannya, rindu kepada buah tersebut dan berusaha untuk memetiknya…yang dimaksud adalah “Al-Huda” yaitu hidayah Al-Quran…hidayah Allah yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki..hidayah secara mutlak dan syamil –menyeluruh- serta universal untuk individu, masyarakat dan umat…

Dalam ayat lain yang menetapkan tujuan dari tilawah adalah firman Allah :

4€0 / 8 !B = S !: SM  ; G  = H~N E=-h 0 .8 /0N6

; G8 0 /!(  /L ‹ \8 K=0 )C!D!: { $ 4@A S

.;4 H

“Dan Apakah orang yang sudah mati kemudian Dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”. (Al-An’am : 122)

Yaitu kehidupan yang bebas, berwibawa dan mulia yang hanya layak untuk orang beriman, kehidupan yang penuh kebahagiaan, keberkahan dan petunjuk yang juga memberikan keberkahan pada umurnya, menaikkan derajatnya dan membersihkan jiwanya..kehidupan yang harus dijadikan tujuan dalam membacanya, buah yang dapat dipetiknya dari hasil interaksi dan perjalanan bersamanya, dan hasil amali yang diaplikasikan dari interaksinya dengan Al-Quran.

Inilah tujan tilawah, buah interaksi, hasil tadabbur dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an…

Al-Quran adalah cahaya maka bagaimana kita bisa mendapatkan cahayanya ? Al-Quran adalah kehidupan maka bagaimana kita bisa hidup dengannya ?

Al-Quran adalah harta karun yang tidak ternilai harganya maka bagaimana kita bisa membukanya ?

Al-Qur’an adalah anugrah Allah SWT yang berlimpah maka bagaimana kita bisa hidup di bawah naungannya,berusaha meraih kehadirannya dan memetik buahnya yang tidak ada kehidupan selain dengannya ?

Inilah tujuan dari tilawah dan demikianlah buah dari mentadabburkannya…tujuan yang menyeru kepada seluruh manusia, buah yang memotivasi untuk selalu hidup bersamanya, mengarahkan untuk selalu rindu kepadanya.

Kita berharap menjadi seperti mereka yang mendapatkan kebahagiaan ketika dapat hidup di bawah naungan Al-Quran, hidup di dalam hidayah Al-Quran, memetik buah dari Al-Quran, merealisasikan tujuan-tujuannya, berinteraksi dengan baik bersamanya, menggunakan kiat-kiat yang memberikan hidayah untuk membuka harta karun Al-Quran, dan membimbing kita di dunia pada jalan kebaikan dan hidayah Allah dan kelak memberikan hujjah pada hari kiamat, memberi syafaat untuk masuk ke surga Allah dengan karunia-Nya, ampunan-Nya dan Rahmat-Nya.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah kepada jalan lurus kepada kita semua. Segala puji hanya milik Allah SWT yang dengan ni’matnya segala kebaikan menjadi sempurna

Dan shalawat serta salam semoga tercurah kepada nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya.

Wallahu a’lam bisshowab

______________________________________________ [1]. Fi Dzilal Al-Qur’an : jil. 1, hal 11)

[2]. Al-Itqan, Imam Suyuthi : 2 : 176 [3]. FI Ad-Dzilal Al-Qur’an, 1 : 28 [4]. Fi Ad-Dzilal Al-Qur’an, 3 : 1243