SECARA APLIKATIF
3. Menghindari diri dari Penguluran Waktu dan Memperpanjang Permasalahan yang Terdapat dalam Al-Qur’an
Sebelumnya kita telah menjelaskan bagaimana berinteraksi dan mentadabburkan Al-Qur’an secara aplikati; baik dengan menelaah dan memahami Al-Al-Qur’an secara menyeluruh dan dengan memperhatikan misi dakwah Al-Qur’an. Maka dalam pembahasan ini, kita akan mencoba membahas tentang tidak boleh mengulur waktu dalam beriteraksi dengan Al-Qur’an sehingga dapat membuat hati keras dan malas dan menjadikan dirinya dengan Al-Qur’an ada penghalang yang begitu tebal dan jurang yang begitu dalam, dan pada akhirnya sulit untuk bisa berinteraksi dan memahami Al-Qur’an secara baik.
Dan diantara kecaman yang dilontarkan Allah atas ahlul kitab adalah karena terlalu lamanya mereka beinteraksi degnan kitab Allah yang kepada para nabi sehingga membuat hati mereka keras dan jauh dari hidayah. Allah berfirman:
FG 0N 2 !( 8\ "K:;44j gMD' .6 ;=0& /\2 . h "6
2!d# /0 [
1X 0p "!KW [v 4V+j /0 ;'N46 /\28 ;G;4 ^N
.;4f "K=0 7*8N "K:;44j
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik”. (Al-Hadiid:16)
Bahawa pembahasan ini merupakan pelengkap dan penyempurna dari yang sebelumnya, karena diantara tanda-tanda pemeliharaan nash Al-Quran adalah dengan tidak boleh mengulur waktu begitu lama sehingga dapat meleset dari tujuan utama, menghalangi cahaya Al-Quran, mendapatkan sentuhan dan petunjuk-petunjuknya. Bahasa pembahasan yang banyak terdapat di dalam kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh para mufassirin adalah untuk memberikan kepada para pembaca tafsir dan membekalinya dengan wawasan yang lebih banyak. mereka memberikan sesuatu yang memilki tujuan mulia dan niat baik, dan mereka akan mendapatkan ganjaran dari sisi Allah –Insya Allah-. dan sungguh banyak para pembaca yang dapat mengambil faedah bahkan
memberikan komentar dan tambahan yang konstruktif sehingga dapat meningkatkan wawasan tafsir mereka. Tidak mengapa seseorang menerima akan tambahan-tambahan, pembahasan-pembahasan, tentang permasalahan dan qodloya dari sebagian para mufassirin. Namun yang harus disadari adalah bahwa seluruhnya harus kembali bahwa dirinya adalah sebagai pelajar tafsir, pembaca Al-Quran, dan sekalipun ada tambahan-tambahan yang beragam bukan merupakan tujuan dari belajar dan membaca, tujuan dari menelaah Al-Quran, dan juga bukan merupakan buah yang dapat dipetik dari hasil berinteraksi dengannya, karena jika demikian terjadi pada hakikatnya akan membuat antara dirinya dan Al-Qur’an, karena ketika menelaah dan mentadabburkan Al-Qur’an dirinya hanya sibuk dengan ilmu-ilmu cabang Al-Qur’an sementara substansi hakiki yang terkandung dalam Al-Qur’an tidak didapatkan.
Tentunya, pembaca Al-Quran tidak akan berkurang sedikitpun dari hasil membaca dan mempelajari Al-Quran walau tidak menelaah tambahan-tambahan ini, dan tidak akan hilang sedikitpun dari mendapatkan petunjuk dan pelajaran yang terkandung dalam Al-Quran walau dirinya tidak menyadari akan hal tersebut, dan tidak akan berkurang ilmunya dengan membaca dan menelaah Al-Quran walau ia tidak berinteraksi dengannya secara mutlak.
Adapun model pembahsan dan penelaahan Al-Qur’an memiliki ragam yang banyak : diantaranya ada ilmu nahwu yang berhubungan dengan perselisihan –perbedaan pendapat- para ahli nahwu seputar i’rab kalimat-kalimat Al-Quran, perdebatan dan penyelesaian-penyelasaiannya. Ada pembahasan tentang ilmu balaghoh yang berhungan dengan gaya bahasa ayat-ayat Al-Quran, makna-maknanya, hubungan-hubungannya, perbedaan pendapat dan penyelesaian di dalamnya. Ada pembahasan tentang ilmu fiqh yang berhubungan dengan perbedaan para fuqoha dalam hukum-hukum fiqh yang diambil dari nash-nash Al-Quran, penolakan, dalil-dalil dan pengarahan-pengarahan mereka. Ada juga tentang ilmu sejarah yang berhubungan dengan masa diturunkannya ayat-ayat Al-Quran, sebab-sebab turunnya, tempatnya dan pendapat-pendapat yang tsiqoh dan yang bertentangan dengan para salaf dalam menfsirkannya. Sebagaimana juga ada tentang ilmu kisah-kisah; yaitu yang berhubungan dengan cerita-cerita Al-Quran dan kisah umat pada masa lampau, perbedaan dalam membatasi cerita tersebut, atau waktunya, atau para pelakunya, rinciannya, peristiwanya, dan perjalanannya, dan lain sebagainya dari kisah yang dibuat-buat, israiliyat dan khurafat-khurafat yang dilakukan oleh manusia.
Jika seseorang membaca firman Allah :
4VHy'6 ;4j OPZ, !p S VW~ S2!G!? Pen 2: [j !?N
B2GN c#!: 2!+XG /#GN %R02 ZXN K mX Z /0 K
.;H' ^ 0 "W6 S2!G!? [j
,
%Rfp `u& "2WN
"Ko(W 2"45 K248
juJ "=48 .!? mR^_ mRfh!: S!G;4!+G6 [ Pen >W
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. Kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman : “Sebutkanlah kepda-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”. (Al-Baqoroh : 30-31)
Maka hendaknya di berada dalam suasana ayat ini yang menjelaskan tentang kisah nabi Adam agar ia mendapatkan sentuhan-sentuhannya, jangan mencoba keluar dari pembahasan yang tidak diterima seperti yang dilakukan oleh para pendahulu, sehingga dirinya sibuk dalam berinteraksi dengan nash-nash ini dan menutupi cahaya-cahaya Qurani : jangan perhatikan adanya perkhilafan dalam akar kata kalimat “Al-Malaikat” dan perdebtan antara berbagai pendapat dan perselisihan di dalamnya! jangan mencoba masuk kedalam penafsiran dan ta’wil yang tertolak belakang tentang bagaimana Allah berbicara dengan mengatakan “Limalaikatihi”, dan jawaban mereka atasnya. Tentang penafsiran dan perkiraan mereka tentang pengrusakan dan pertumpahan darah dari keturunan sang khalifah di muka bumi ini dan dalil-dalil mereka atasnya, dan rincian apa yang terjadi antara nabi Adam dan Iblis, letak surga yang menjadi bagian dari kisah tersebut. Namun jangan lewatkan dalam membicarakan tentang ilmu, syarat-syarat, corak dan keutamaannya dan lain sebagainya.
Jika pembaca menelaah kisah anak-anak Nabi Adam dalam surat Al-Maidah, Allah menyebutkan:
"N -6 /0 VL+4 G:(4j : (j !? Ld# !: `u%& S=: h+G "!KW 4V'N
jh [j !(,% /0 V +
/0 Y 4V + G!? [j =
.
/
},6 SLG!? jh !? ] if+!: G6 0 S!= c S!? 1 vX:
H Y
.
5!?N S 5!9!: %R;+' .6 !46 SLG!?
/0 .;4
YA xRF~ N ! = !#J6
.
,6 Vj X ZG 1W ;v
/!(fD /0 +Jh
.
!( !h S 4l#+ :(4 Y lH+
N [j ,6 r6;f ]!; 8
\ V 0 .;486 .6 $FyW6
=+8 !V~6 /0 0u = /0 +Jh S,6 r6;f ]!N4h !(k
!h S uX N6 ){ ZG !(k!: X ZG Vj /0 G6 Ve(f!? S!=: >W
Vj Gh
N H~ B = -6 Gh -6 /0N H~ B =
!h S H: "K=0 *8 Y.!? "45 $=L+ !: =4f "K'%R~
.;4!(X
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. “Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.” “Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, Maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian Itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.” Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. berkata Qabil: “Aduhai celaka Aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” karena itu jadilah Dia seorang diantara orang-orang yang menyesal. Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi”. (Al-Maidah:27-32)
Maka jangan masuk di bawah pengaruh penjelasan dan perincian serta benang merahnya tanpa adanya dalil yang menguatkan dari para mufasirin sebelumnya dalam menetapkan perincian kisah ini tanpa dasar yang jelas, dan tidak ada nash yang kuat. Jika membaca a yat-ayat yang menjabarkan tentang hukum-hukum puasa dalam surat Al-Baqoroh ayat 183-187 atau ayat yang menetapkan tentang hukum membunuh dan macam-macamnya, kafarahnya bagi wanita; surat Al-Baqoroh, ayat 92-93 atau yang berhubungan dengan sembelihan dan penamaan atasnya dalam surat Al-An’am ayat 118-121 atau yang berhubungan dengan had zina, qadzaf dan li’an dalam surat An-Nur ayat 1-10. Jika membaca ayat-ayat ini dan yang lainnya dari ayat-ayat hukum, maka hendaknya berada dalam nash Al-Quran yang tidak pernah lepas dari penjelasan para fuqoha. Jangan mengalihkannya pada pandangan dan renungannya dalam ayat-ayat tersebut pada enslikopedi –perluasan- fiqh madzhab, perdebatan para pendapat yang saling bertentangan. Hendaknya semua permasalahan yang ada diserahkan kepada ahli fiqh yang berkecimpung dalam pelajaran-pelajaran fiqh, dan hendaknya pula ia hanya berusaha menyibukkan diri dalam mencari tinjauan Al-Quran yang tidak ada di dalamnya perincian, perluasan penjabaran yang panjang pada tema-tema dan pembahasan yang diwariskan untuk islam atas petunjuk yang sesuai dengan realita.