• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

D. Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi untuk membantu

2. Memaknai dan Menghayati Perayaan Ekaristi melalui Bahasa

Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi meliputi seluruh bagian. Di dalam ritus pembuka mulai dari nyanyian pembuka, tanda salib, seruan tobat hingga doa pembuka menggunakan Bahasa Jawa. Perayaan

Ekaristi Bahasa Jawa dalam ritus pembuka terdapat dialog antara imam dan umat “Tuhan sertamu, dan sertamu juga” berubah menjadi “Gusti manunggala, kalian kula sadayadimana umat merasa lebih meresapi. Karl Edmund Prier, SJ dalam buku Indonesianisasi, mengungkapkan bahwa pada tahun 1960-an teks Latin diganti dengan Bahasa Jawa supaya liturgi lebih mendekati rakyat (Boelaars,2005:426). Ritus pembuka sebagai penghantar kepada Perayaan Ekaristi juga sebagai menghantar umat untuk masuk kedalam suatu perjamuan. Seruan tobat yang didaraskan, umat cenderung menutup mata dan sungguh mengucapkan“kawula ngakeni” dengan lantang dan juga cepat sehingga beberapa umat yang masih membaca bisa tertinggal begitu juga dalam mendasarkan “kawula pitados”.

Dalam pembukaan atau biasa disebut sebagai ritus pembuka Perayaan Ekaristi terdiri dari beberapa bagian. Hal ini bertujuan supaya dapat mempersatukan umat yang berhimpun untuk dapat mendengarkan sabda Allah dengan khidmat dan merayakan Ekaristi dengan sungguh-sungguh. Mengawalinya dengan membuat dan merenungkan tanda salib yang dilakukan besama-sama. Dalam ritus pembuka ini pula mengajak umat untuk menyadari panggilan Allah dalam satu kesatuan bersama suluruh umat tanpa membedakan satu dengan yang lainnya (Suharyo, 2011:15-24).

Umat yang datang merupakan tanggapan dengan penuh iman akan undangan dari Allah sebagai tuan rumah dalam Perayaan Ekaristi yang ditujukan kepada semua orang tanpa memandang latar belakangnya. Kehadiran rahmat Allah maka akan menghasilkan persaudaraan dan

kekeluargaan karena menanggapi panggilan dari Allah. Namun dengan terbentuknya suatu ikatan persaudaraan dan kekeluargaan maka akan mudah membuat umat menyingkirkan mereka yang tidak termasuk kedalamnya. Melalui Imam yang memimpin Ekaristi selalu dituntut untuk menghayati dan dapat mengembangkan semangat persaudaraan di tengah masyarakat.

Sebagai manusia yang datang dan menanggapi undangan dari Allah, maka diharapkan pula bahwa manusia menyadari kelemahannya atas segala dosa-dosanya. Dengan membawa segenap dosa, manusia datang dan berani untuk mengakuinya karena percaya seperti kisah domba yang hilang, Allah akan selalu menanti kedatangan umatnya. Pengakuan atas keberdosaan manusia menyadari bahwa manusia makhluk ciptaan Allah dan mencari kerahiman Allah.

b) Liturgi Sabda

Pada tahun 1629 seorang pedagang Belanda Cornelis Ruly menerjemahkan Injil Matius dan dicetak dalam bahasa Belanda-Melayu. Hal ini menjadi contoh pertama untuk mencetak dan menerjemahkan Alkitab bukan dengan Bahasa Eropa demi tujuan misioner. Kemudian pada abad-abad selanjutnya dicetak dalam berbagai bahasa di nusantara termasuk di Jawa, hal ini dilakukan supaya dapat dengan mudah dimengerti oleh umat setempat. Dalam hal ini digunakan terjemahan dari Protestan. Pada tahun 1974, bekerja sama dengan pihak Protestan sebagai corak ekumene berhasil menerjemahkan Kitab Suci lengkap dalam Bahasa Indonesia, dengan masih menerjemahkan

kedalam bahasa daerah, karena bagi Gereja setempat terjemahan-terjemahan kedalam bahasa setempat sangatlah diperlukan. Hal ini karena Bahasa Indonesia tidak selalu digunakan dalam daerah-daerah tertenu walaupun pada kenyataannya sistem pendidikan menggunakan Bahasa Indonesia. Maka pengungkapan Sabda Allah kedalam bahasa setempat menjadi unsur utama dalam inkulturasi (Boelaars,2005:394).

Penggunaan Bahasa Jawa dalam Liturgi Sabda dirasa sungguh membantu umat untuk mendengarkan, menghayati dan meresapi Sabda Allah. Umat yang telah terbiasa menggunakan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari- hari akan lebih mudah untuk memahami isi dari Sabda Allah yang dibacakan dan homili yang disampaikan. Homili yang disampaikan oleh imam menggunakan Bahasa Jawa membantu umat dalam memahami makna Sabda Allah. Beberapa istilah yang tidak biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat dalam Injil dapat dipertegas melalui homili yang dibawakan oleh imam, sehingga apa yang telah didengarkan dapat dengan mudah di pahami dan diresapi sehingga umat dapat menanggapinya dalam permohoman umum. Permohonan umum diselaraskan dengan situasi yang sedang terjadi didalam lingkungan maupun lingkup yang lebih luas.

Umat yang berhimpun dalam Perayaan Ekaristi akan mendapat makanan rohani dengan menyadari bahwa “manusia hidup tidak dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah”. Maka dalam liturgi sabda umat mendengarkan pengajaran Allah yang masih terus dapat didengarkan melalui sabdaNya. Iman akan terus dihidupi dalam setiap umat

yang mendengarkan sabdanya seperti yang disabdakan oleh St. Paulus “jadi, iman timbul melalui pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus” (Rm 10:17). Tanggapan terhadap sabda yang diwartakan ialah iman, karena hanya dengan imanlah manusia dapat menyadari kehadiran serta karya Kristus dalam sakramen (Suharyo, 2011:33-53).

Melalui Liturgi Sabda pula umat disadarkan akan kegunaan dari Kitab Suci yang bukan hanya berisi tulisan-tulisan untuk dibaca saja melainkan undangan untuk ditanggapi dengan sepenuh hati dengan iman yang tangguh. Dengan sabda yang dibacakan dalam Perayaan Ekaristi diharapkan dapat meneguhkan ikatan kasih antara Kristus dengan Gereja yang merupakan semua umat yang percaya kepadaNya. Adanya homili setelah pembacaan Sabda Allah sebagai kesaksian dari sang pembawa homili akan cinta kasih yang di terima dari Kristus yang diwartakan. Bacaan-bacaan yang dipilih dalam Perayaan Ekaristi disusun berdasarkan lingkaran tahun liturgi yaitu A, B dan C. Jadi dapat dikatakan bahwa umat yang secara terus menerus mengikuti perayaan Ekaristi dalam 3 tahun maka sudah mendengarkan seluruh isi Kitab Suci. Hal pengulangan ini bukanlah membosankan melainkan sesuatu yang indah. Kisah-kisah tidak hanya perlu dimengerti namun dikenang kembali, dengan kenangan itu pula umat dengan lagi dan lagi diundang untuk merasakan kembali kasih Allah dan menanggapi karyaNya.

Seluruh umat yang dengan mengenangkan kembali karya Allah akan disatukan oleh Roh kudus dengan para pendahulu dalam iman. Umat juga

disatukan dengan umat yang merayaan Ekaristi diseluruh dunia. Dengan demikian iman yang ditimbulkan oleh Sabda Allah ialah iman seluruh umat, maka bersama-sama akan mengalami kegembiraan, peneguhan dan penghiburan dari kenangan bersama. Karena kuasa Sabda Allah maka tidak boleh ada orang kritiani yang mengalami kesendirian dalam hidupnya.

Setelah Allah telah berbicara dan memberi pengajaran kepada umatnya maka seluruh umat dengan penuh kepercayaan menanggapi dengan mendaraskan Syahadat. Secara bersama-sama mengucapkan iman akan Yesus Kristus yang merangkum sejarah karya penyelamatan Allah kepada manusia. Setelah mengucapkan Syahadat maka dilanjutkan mengarahkan diri dihadapan Allah dengan menghaturkan doa-doa permohonan yang ditujukan untuk semua kalangan baik itu dalam lingkup Gereja maupun masyarakat.

c) Liturgi Ekaristi

Bahasa Jawa dalam Ekaristi telah membantu umat dalam memahami Perayaan Ekaristi dan membantu umat dalam mendalami Sabda Allah yang telah dibacakan dalam Liturgi Sabda. Liturgi Sabda telah mengenyangkan umat dengan Sabda Yesus Kristus sebagai sabda kehidupan abadi dan kekal. Selanjutnya Perayaan Ekaristi dilanjutkan mulai dari doa persiapan persembahan, Doa Syukur Agung sebagai puncak dari Perayaan Ekaristi dan diakhiri dengan doa sesudah komuni. Liturgi Ekaristi dijelaskan dalam satu gagasan yaitu hidup dalam pengharapan (Suharyo, 2011:59).

Tahun 1973 Konggres Liturgi II diputuskan bahwa supaya ada bagian yang khas dalam PWI Liturgi, dalam hal musik (Boelaars,2005:427). Liturgi Ekaristi menjadi pusat perayaan dimana umat mengikutinya dengan khidmat. Oleh karena itu lagu-lagu yang dibawakan dalam Perayaan Ekaristi umumnya lagu dengan aliran keroncong, selendro dan pelog, dimana aliran lagu tersebut yang melekat dengan masyarakat Jawa. Lagu Rama Kawula slendro menjadi lagu yang dinantikan oleh umat dimana umat dengan menutup mata dan menengadahkan tangan memuji dan memuliakan Allah.

Adapun inti dari harapan manusia ialah kepenuhan makna seluruh alam ciptaan dalam Kerajaan Allah. Dimana Allah telah memulai pekerjaan dalam penciptaan alam raya ini dengan sungguh amat baik selanjutnya diharapkan manusia yang akan melanjutkannya dengan baik pula. Dalam harapan umat tidak hanya dijanjikan oleh janji kosong melainkan suatu yang nyata dan sedang terjadi, walaupun tidak semua yang diharapkan akan terlaksana dan nyata namun hal ini menjadikan manusia semakin menghayati dan memberikan kesaksian tentang keutamaan harapan (Suharyo, 2011:59- 87).

Di dalam doa persiapan persembahan manusia menyatakan harapan akan daya ilahi yang menyempurnakan ciptaan dan kerja manusia. Roti dan anggur yang dipersiapkan sebagai hasil dari bumi dengan usaha manusia. Menerima dengan penuh rasa syukur buah karya penyelamatan Allah maka manusia terdorong untuk membagikan anugerah penyelamatan kepada sesama. Dengan kuasa Roh Kudus dan kuasa ilahi kemudian roti dan anggur

diubah menjadi roti kehidupan dan minuman rohani dimana Yesus sendiri yang menjadi korban keselamatan bagi manusia. Dengan demikian roti dan anggur semakin menyadarkan manusia akan kekayaan alam dan pentingnya memelihara alam raya. Selain dengan menggunakan roti dan anggur, masih ada pencampuran air ke dalam anggur dengan maksud bahwa manusia boleh mengambil keilahian Kristus.

Doa Syukur Agung sebagai puncak dari seluruh perjamuan, didalamnya terdapat suatu kenangan akan malam perjamuan terakhir Yesus dengan para muridnya. Yang dikenangkan ialah sengsara dan kematian Kristus, yang cenderung menyakitkan, namun melalui Ekaristi manusia diajak untuk berani menghadapi dengan tabah kenangan-kenangan yang menyakitkan. Karena dengan kenangan yang menyakitkan manusia diharapkan bisa melihat Allah dalam kegelapan dan mendatangkan perdamaian. Membuat manusia lebih berani dalam menghadapi kegelapan masa lampau yang berlandaskan pada karya keselamatan akan Yesus Kristus yang bangkit dari wafatNya. Melalui tindakan Yesus dalam perjamuan malam terakhir, membantu siapa saja untuk hidup dalam harapan, terutama mereka yang hidupnya tertekan oleh kenangan-kenangan yang menyakitkan ataupun menjadi korban penghianatan.

Dalam Ekaristi kata Roh Kudus diucapkan dua kali dengan maksud bahwa Gereja menyadarkan diri pada karya Roh Kudus yang mencurahkan berbagai anugerah kepada setuluh umat bukan hanya umat setempat saja. Kerana Roh adalah satu masa semua umat dipersatukan dalam suatu

persekutuan. Kemudian bagian yang tidak kalah pentingnya ialah penerimaan Tubuh dan Darah Kristus yang dilambangkan dengan roti dan anggur dalam komuni yang juga sebagai suatu persekutuan dengan Allah.

Yesus menyebut Allah sebagai Bapa seluruh umat, sebagai Bapa tentu saja akan selalu mendampingi dan memberi kebutuhan kepada anak-anak- Nya. Oleh karena itu dalam doa Bapa Kami seluruh umat memuji, bersyukur dan memohon kepada Allah Bapa. Kemudian dilanjutkan dengan salam damai sebagai ungkapan kepercayaan seluruh umat akan cinta kasih dari Bapa yang mengikat seluruh umat.

d) Ritus Penutup

Setelah doa sesudah komuni, itu berarti bahwa Liturgi Ekaristi telah selesai dirayakan bersama-sama. Ditutup dengan ritus penutup yang merupakan berkat dan perutusan, seperti halnya Yesus yang mengutus para murid untuk memberikan kesaksian kepada setiap orang begitu juga dengan umat yang telah selesai mengikuti Perayaan Ekaristi. Ekaristi dengan Bahasa Jawa dianggap sungguh menyentuh umat setempat dalam aklamasi dan umat yang menjawab salam dari Allah seperti yang terdapat dalam ritus penutup, sebelum berkat imam menyampaikan salam “Gusti manunggala” dan umat

menjawab “kalian kula sedaya” ungkapan salam menyentuh dan

memfosukkan umat untuk mengarah dan menjawab salam yang berasal dari Allah, dengan Bahasa Jawa maka umat merasa lebih dekat dengan Allah karena bahasa yang digunakan ialah bahasa umat. dari Bahasa Latin diganti

dengan Bahasa Jawa supaya liturgi lebih mendekati rakyat (Boelaars,2005:426).

Dengan menerima berkat, umat Allah yang berhimpun dianugerahi kesatuan hidup dengan persekutuan dengan Allah. Apa yang telah diperoleh dan dialami selama mengikuti Perayaan Ekaristi juga senantiasa dibagikan kepada sesama. Dengan perutusan membawa umat untuk secara terus menerus meneruskan, meneguhkan dan membagikan kasaksian tentang apa yang telah dialaminya. Perayaan Ekaristi telah selesai namun anugerah kehadiran Yesus terus berlangsung yang menjadi kekuatan dalam menjalani beratnya kehidupan sehari-hari (Suharyo, 2011:97-101).

Dengan demikian Gereja merupakan sang penerima dan pengemban kabar Gembira, walaupun dalam lingkup kecil namun gereja harus senantiasa membagikan tugas pewartaan kepada semua orang. Karena tidak ada satupun yang dapat menghambat penyebaran Sabda Allah. Seperti yang telah diketahui bahwa sejak awal hidup Gereja, murid Kristus telah mengalami penindasan namun mereka tetap menyebarkan pewartaan. Dalam Kis 4:29 dikatakan bahwa para murid tidak meminta supaya mereka tidak dianiaya melainkan meminta keberanian untuk tetap menyebarkan kabar gembira keselamatan.

Dengan demikian melalui perutusan akan mendorong setiap manusia untuk ikut terlibat dalam melaksanakan tugas Gereja. Berhimpun dalam persekutuan, memberikan harapan baru, memperbaharui iman dan yang tidak kalah penting ialah memurnikan kasih dan melanjutkan kesaksian, seperti

yang telah dilakukan oleh Para Rasul, walaupun ditindas namun semangat pewartaannya tidak akan pudar.